[wanita-muslimah] PBB Ngeri Usung Keluarga Cendana Jadi Capres
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/02/15/155807/1085134/700/pbb-ngeri-usung-keluarga-cendana-jadi-capres Minggu, 15/02/2009 15:58 WIB PBB Ngeri Usung Keluarga Cendana Jadi Capres Mega Putra Ratya - detikPemilu Jakarta - Bila sejumlah partai masih menggadang-gadang anggota keluarga Cendana jadi capres, maka lain lagi dengan Partai Bulan Bintang (PBB). Mereka tidak akan mengusung klan Cendana menjadi capres. Tidaklah ngeri itu. Kita lihat partai-partai yang dekat dengan kelurga Cendana suaranya turun signifikan, kata Ketua DPW PBB DKI Jakarta Ahmad Sumargono dalam jumpa pers di kantornya, Jl Cipinang Cempedak, Jakarta Timur, Minggu (15/2/2009). Dia melihat apa yang terjadi selama Orde Baru juga tidak semuanya bagus. Malahan ada beberap hal penting yang sangat kurang. Pada saat Orde Baru juga banyak terjadi ketimpangan, ujarnya tanpa memerinci. Sebelumnya Partai Pemuda Indonesia (PPI) menyatakan Ari Sigit yang notabene cucu almarhum presiden Soeharto masuk dalam nominasi bursa capres. Nama ini muncul atas usulan dari beberapa daerah. ( ndr / nrl ) [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Laks: Belum Tentu Ari Sigit Seperti Penerus Orba Lainnya
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/02/15/165643/1085151/700/laks-belum-tentu-ari-sigit-seperti-penerus-orba-lainnya Minggu, 15/02/2009 16:56 WIB Ari Sigit Jadi Capres Laks: Belum Tentu Ari Sigit Seperti Penerus Orba Lainnya Hery Winarno - detikPemilu Jakarta - Masuknya Ari Sigit dalam nominasi capres Partai Pemuda Indonesia (PPI) disambut positif pimpinan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Laksamana Sukardi. Menurutnya hal itu memang hak politik seseorang dan jangan dilihat dari identifikasi dengan keluarganya. Belum tentu juga dia seperti penerus Orde Baru lainnya, kata pria yang akrab disapa Laks ini di sela-sela syukuran SP3 kasus VLCC di kediamannya, Jl Birah I, Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu (15/2/2009). Dia juga meminta agar tidak muncul penolakan hanya karena posisi Ari sebagai cucu mantan presiden Soeharto. Itu hak politik sesorang. Biarkan saja, toh belum tentu kesandung masalah hukum. Kalau kita benci sama Orba, masak terus dia nggak boleh nyalon, kami harus dewasa dan itu hak politik setiap orang. Biarkan masyarakat menilai dan memilih, tegasnya. ( ndr / nrl [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Dicalonkan Partai Lain, Akbar Tetap Fokus di Golkar
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/02/15/172631/1085160/700/dicalonkan-partai-lain-akbar-tetap-fokus-di-golkar Minggu, 15/02/2009 17:26 WIB Dicalonkan Partai Lain, Akbar Tetap Fokus di Golkar Didi Syafirdi - detikPemilu Jakarta - Nama Akbar Tandjung masuk dalam nominasi capres yang bakal diusung Partai Pemuda Indonesia (PPI). Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini mengaku tersanjung, tetapi tetap akan memfokuskan diri pada pencalonan di partai beringin. Kalau memang saya dicalonkan itu suatu kehormatan, tetapi belum dikontak resmi. Saya masih fokus penetapan capres dari Partai Golkar. Saya fokus ke situ, kata Akbar di sela-sela Rapimnas PPI di Hotel Sahid, Jl Sudirman, Jakarta, Minggu (15/2/2009). Di Golkar sendiri, lanjutnya, memang belum ada mekanisme pendekatan capres walau sejumlah kader sudah memproklamirkan diri untuk maju seperti Yuddy Chrisnandi, Marwah Daud, dan Sri Sultan. Saya yakin, karena sejak awal Golkar melakukan rekrutmen capres secara terbuka mereka. Saya akan lebih menghargai bila di Golkar, jelasnya. ( ndr / nrl [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Bikin Festival Dangdut, Agung Laksono Tolak Dikatakan Kampanye
http://pemilu.detiknews.com/read/2009/02/15/172239/1085158/700/bikin-festival-dangdut-agung-laksono-tolak-dikatakan-kampanye Minggu, 15/02/2009 17:22 WIB Bikin Festival Dangdut, Agung Laksono Tolak Dikatakan Kampanye Mega Putra Ratya - detikPemilu Jakarta - Ketua DPR RI Agung Laksono mengadakan festival dangdut di kawasan Jakarta Timur. Festival dangdut ini merupakan salah satu program Agung Laksono Centre. Namun Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menolak acara festival tersebut sebagai ajang kampanye dirinya menjadi kandidat capres dari partai berlambang pohon beringin tersebut. Dangdut saat ini mengalami decline. Sementara peminatnya banyak. Jadi kita adakan ini supaya dangdut tetap eksis, kata Agung di kediamannya, Jl Cipinang, Cipedak, Jakarta Timur, Minggu (15/2/2009). Agung mengatakan, festival dangdut ini sebagai apresiasi warga untuk menyalurkan minat dan bakatnya. Pihaknya hanya sebagai fasilitator. Tidak (kampanye). Ini pemintaan dari masyarakat. Kita hanya memfasilitasi saja, ujarnya. Sementara itu, ketua panitia acara, Kholid Karin mengatakan, dangdut adalah budaya dan harus dipertahankan. Pihaknya tidak menginginkan musik dangdut mati. Festival dangdut ini memperebutkan trofi Agung Laksono khusus wilayah Jakarta Timur. Juri yang dihadirkan merupakan penyanyi dangdut Meggy Z, Fenty Nur, Fazal Dath, dan Yus Yunus. Namun Kholid dan Agung enggan menjelaskan seberapa besar uang yang diberikan kepada pemenang festival tersebut. Namun salah seorang peserta, Tina, mengatakan, pemenang akan diberi hadiah senilai Rp 3 juta untuk juara I. Ini bagus untuk menyalurkan bakat. Pak Agung memfasilitasi kita untuk cari pengalaman, kata Tina. Bagaimana kalau ternyata acara dangdutan ini cuma ajang kampanye Pak Agung jadi capres? Ya kalau Pak Agung mau, kita pasti dukung, tandasnya. ( gus / nrl [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Prabowo: Saya Tidak Anti Pengusaha
Refleksi: Untuk apa harus anti pengusa, kalau pegawai dan petinggi negara boleh berusaha bisnis? http://www.antara.co.id/arc/2009/2/15/prabowo-saya-tidak-anti-pengusaha/ 15/02/09 16:54 Prabowo: Saya Tidak Anti Pengusaha Bandarlampung (ANTARA News) - Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra Prabowo Subianto menegaskan dirinya tidak anti dengan pengusaha seperti yang dihembuskan beberapa kalangan. Ada yang bilang Prabowo anti pengusaha dan pedagang, tidak benar itu. Tetapi, jadilah pengusaha yang benar dan bersih, kata dia saat menyampaikan pidato dalam peringatan HUT ke-1 Partai Gerindra di Bandarlampung, Minggu. Bahkan, lanjut dia, kalau ada pengusaha yang merampok kekayaan negara, namanya pengusaha bandit dan harus dilawan. Kalau ada pengusaha merampok kekayaan negara, kita wajib melawannya, terang dia. Ia pun menjelaskan, saat ini hanya kelompok tertentu saja yang menjadi kaya, sedangkan rakyat miskin masih banyak. Kita ingin di negara ini banyak orang kaya berarti pembangunan merata, tetapi saat ini hanya sekelompok orang yang kian kaya, katanya. Di hadapan ribuan massa Gerindra, Prabowo mengatakan Indonesia negara kaya karena memiliki segalanya untuk dikelola menjadi negara makmur. Tetapi rakyat terus miskin. Kenapa? Karena sistem pengelolaannya keliru, tegasnya. Sistem pengelolaan ekonomi saat ini, lanjutnya, telah menyimpang dari apa yang dirumuskan para pendiri bangsa. Sebab, dalam Undang-Undang Dasar disebutkan sistem perekonomian Indonesia atas dasar kekeluargaan dan gotong-royong, tetapi sekarang hanya dinikmati segelintir orang. Gerindra akan mengembalikan ekonomi ke tangan rakyat, kata dia. (*) [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Dewan Islam Australia Minta Pengungsi Rohingya Tidak Dideportasi
Refleksi: Kalau pengungsi Rhingya tetap di Indonesia akan menemui banyak kesususahan seperti apa yang mereka alami di Miyamar, sebab mayoritas penduduk Indonesia bukan saja tidak kaya tetapi miskin melarat. Pemerintah berkuasa tidak mampu memberikan lapagan kerja dan oleh karena banyak yang dikirim menjadi pahlawan devisa tanpa perlindungan hukum. Jadi bagaimana kalau atas usaha Dewan Islam Australia (AFIC) untuk para pengungsi Rohingya di kirim ke Australia saja, tanah Australia luas dan lagi negeri kaya dan teratur tata hukumnya, atau yang paling bagus dikirim ke Arab Saudia, tanahnya luas, negerinya banyak fulus nan kaya raya dan lagi dari segi agama 100% lebih cocok. http://www.antara.co.id/arc/2009/2/15/dewan-islam-australia-minta-pengungsi-rohingya-tidak-dideportasi/ 15/02/09 13:15 Dewan Islam Australia Minta Pengungsi Rohingya Tidak Dideportasi Brisbane (ANTARA News) - Federasi Dewan Islam Australia (AFIC) berharap pemerintah RI tidak mendeportasi para pengungsi Muslim Rohingya ke negara asal mereka, Myanmar. Sebaliknya AFIC berharap Indonesia menampung mereka untuk sementara waktu sampai ada penyelesaian terbaik atas masalah ini. Kami berharap pemerintah RI menunjukkan rasa kasihan kepada penderitaan para Muslim Rohingya yang merupakan kelompok minoritas tertindas di Myanmar, kata Presiden AFIC, Ikebal Adam Patel, dalam suratnya kepada duta besar RI di Canberra yang tembusannya diperoleh ANTARA di Brisbane, Minggu. Pemerintah RI diharapkan tidak mengembalikan para pengungsi Muslim Rohingya itu? karena dikhawatirkan hukuman mati menunggu mereka di sana. Atas nama kemanusiaan dan rasa kasihan, kami berharap pemerintah RI mempertimbangkan nasib mereka dan mengizinkan mereka menetap sementara waktu di Indonesia sampai ada penyelesaian yang pantas, kata Patel. Sebanyak 391 orang manusia perahu Rohingya kini ditampung di dua tempat di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam setelah sempat terkatung-katung di tengah laut selama beberapa lama dan diperlakukan secara tidak manusiawi oleh otoritas keamanan Thailand. Mereka tiba di wilayah provinsi paling utara Pulau Sumatera itu dalam dua gelombang, yakni 193 orang pada 7 Januari dan 198 orang lainnya pada 3 Februari. Para pengungsi Muslim Rohingya gelombang pertama ditampung sementara di Pulau Weh, Sabang, sedangkan yang datang 3 Februari ditampung di Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur. Januari lalu, pihak berwenang Thailand dilaporkan telah melepas sedikitnya seribu orang Muslim Rohingya ke laut lepas dengan perahu-perahu mereka tanpa dilengkapi perlengkapan dan stok air/makanan yang memadai. Laporan media internasional juga menyebutkan banyak di antara para manusia perahu Rohingya itu mengaku disiksa aparat Thailand. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Suap Enak Dikunyah Susah Ditelan
Refleksi: Bagi yang tidak biasa atau tidak mau disuap tentunya susah atau malah tidak mungkin menelan suapan, tetapi bagi yang rindu atau suka disuap seperti para petinggi penguasa NKRI tentunya tidak usah mengunyak karena yang dibutuhkan ialah kemampuan menelan suapan. Mereka yang senang menelan suapan, pada umumnya mudah dikenal dari bentuk badan, mereka gemuk bin kegemukan, tidak ada gejala berkekurangan gizi seperti rakyat jelata yang sering diberitakan berkelaparan, kekurangan gizi, kesurupan, diare dan ditimpa berbagai bencana duniawi maupun langitan seperti kebanjiran abadi. Dirgahayu NKRI harga mati! http://www.antara.co.id/arc/2009/2/11/suap-enak-dikunyah-susah-ditelan/ 11/02/09 13:22 Suap Enak Dikunyah Susah Ditelan oleh Miskudin Taufik Bagi praktisi hukum termasuk aparat penegak hukum, kata suap pasti tidak terlalu asing, apalagi mereka yang pernah berhadapan langsung dengan dosen ilmu hukum, Prof Satochid Kartanegara yang dengan lelucon melukiskan suap ibarat permen karet, enak dikunyah tapi susah untuk ditelan. Sindiran tersebut, secara kebahasaan sebenarnya hanyalah sebagai frasa biasa dan bukan bentuk kritik, tetapi sebaliknya sempat memancing petinggi Operasi Tertib (Opstib) pada tahun 1970-an berang dan kebakaran jenggot. Kritik sang-dosen ini, bukan hanya didengar mahasiswa di depan kelas tetapi belakangan menjadi ungkapan keprihatinan masyarakat luas saat itu lantaran banyak oknum yang mengenyampingkan tindak kejahatan suap dibanding kejahatan korupsi, hingga akhirnya presiden Soeharto memerintahkan komandan Opstib Laksamana Soedomo untuk memberantas kedua penyakit masyarakat tersebut sampai keakar-akarnya. Tetapi suasana penegakan hukum saat ini jauh berbeda, karena masyarakat dengan mudah menonton aparat penegak hukum mengunyah suap dimana-mana, di jalan raya, di kantor-kantor hingga di hotel-hotel tanpa rasa malu dan tanpa merasa melanggar hukum seperti yang diuraikan pasal pasal 209 dan 210 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP) yang mengatur soal suap-menyuap dengan ancaman sanksi penjara dua hingga tujuh tahun penjara. Jaman seakan mengikuti trend, tanpa memperhatikan substansi tentang akar masalah yang mengganggu kehidupan masyarakat tentang gangguan itu, malah belakangan dengan adanya Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) malah tindak kejahatan korupsi yang lebih dicari dibanding suap. Tidak salah jika penemuan kasus korupsi jauh lebih bombastis dan penemunya mendadak beken, lantaran media massa turut membesar popularitasnya, sementara peristiwa pidana yang terjadi rutin dan terang-terangan malah kurang tersentuh lembaga penegak hukum itu. Jika lagi iseng, coba saja duduk santai di atas gedung di jalan Merdeka Selatan Jakarta, mengamati perilaku polisi lalu lintas yang sedang menunggu mangsa di Bunderan Bank Indonesia. Hampir setiap empat hingga enam menit, ada saja kendaraan yang salah jalan dan kemudian cin-cincai dengan aparat. Lupa dari kebijakan Bukan tidak disengaja KUHP jauh-jauh hari mengatur tentang suap, karena selain menyentuh rasa keadilan masyarakat juga merusak citra pemerintah. Suap malah jauh lebih tua usianya dibanding korupsi yang belakangan beberapa kali diatur melalui Undang-Undang. Pengaturan pasal tentang suap, sudah ditemukan sejak pemerintah kolonial Belanda seperti yang tertuang dalam algemeen strafrecht atau pidana lokal dalam bentuk plaatselijk strafrecht yang belakangan dikenal dengan Peraturan Daerah (Perda). Tetapi masih saja belum terjawab, apakah lupa atau sengaja dikesampingkan dalam kebijakan pemerintah (political will) untuk memberantas penyakit akut ini, karena dari awal berdirinya lembaga pemberantasan korupsi sejenis Opstib hingga berkali-kali ganti baju menjadi KPK, selalu terkesan dianaktirikan dari sentuhan penegakan hukum. Kurang bukti? Ini alasan klasik yang kadang-kadang rakyat terbahak-bahak mendengarnya, karena sudah banyak pemantau dan pemerhati tentang tindakan polisi, jaksa, hakim, dan pegawai negeri sipil lainnya yang bergiat dalam dunia suap, sogok dan sejenis cincai-cincai tadi. Beberapa waktu lalu, LSM Transparency International (TI) Indonesia dengan telak menyingkap temuannya dengan menyebut, institusi kepolisian berada di urutan pertama dari indeks suap yang terjadi diantara 15 institusi publik milik pemerintah, dengan indeks suap di tubuh kepolisian mencapai 48 persen dari 100 persen yang seharusnya melayani publik dengan baik selama tahun 2008. Angka 48 persen tersebut hendaknya dibaca adalah hampir setengah dari total interaksi jajaran kepolisian terlibat suap dan ini rekor tertinggi diantara institusi publik lainnya yang rawan terjebak perbuatan suap seperti Bea Cukai (41 persen), Imigrasi (34 persen), DLLAJR (34 persen), Pemerintah kota (33 persen), BPN (32 persen) Pelindo (30 persen), Pengadilan (30 persen), Dephumkan (21 persen), Angkasa Pura (21 persen), pajak daerah (17 persen), Depkes (15 persen), pajak nasional (14 persen), BPOM (14
[wanita-muslimah] Hutan Dibabat, Harimau Mengincar Warga Jambi
Refleksi: Hutan dibabat bukan saja Harimau mengincar warga, tetapi juga lambat atau cepat mengancam kehidupan manusia, disebabkan hasil hutan berkurang atau hilang samasasekali dan sering banjir serta erosi tanah yang berakibat humus hilang dan tanah menjadi tidak subur. Jadi yang menderita juga manusia. Silahkan babat dan bakar. Dirgahayu NKRI harga mati! http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=newsdetail=trueid=4746 Hutan Dibabat, Harimau Mengincar Warga Jambi SP/Radesman saragih Akibat rusaknya hutan sebagai habitat harimau, si raja hutan itu kini memasuki permukiman penduduk. Warga beberapa desa di Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi, sebulan terakhir resah ulah si raja hutan alias harimau. Tiga orang warga di desa yang berlokasi di sekitar Taman Nasional Berbak (TNB) tersebut, tewas dimangsa harimau. Korban keganasan harimau Sumatera (pantheratigris sumatrae) tersebut adalah Suyud (45), anaknya, dan Imam (50), warga Desa Pematang Raman, Kecamatan Kumpehulu, Muarojambi. Ketiga korban ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan ketika hendak membuka ladang di kawasan hutan sekitar desa mereka, baru-baru ini. Kemudian Sutiyono (36), warga Desa Mekarsari, Kecamatan Kumpehilir, Muarojambi juga diterkam harimau di kebunnya, tetapi ia selamat. Hanya lengan dan paha yang sobek terkena cakar harimau. Teror si raja hutan tersebut mengakibatkan kegiatan berkebun dan berladang warga beberapa desa di Kecamatan Kumpeh, nyaris lumpuh. Mereka tak berani ke kebun. Mereka takut diterkam harimau. Mereka juga resah karena setiap hari ada saja ternak kambing yang hilang. Untuk mencegah korban lain, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi langsung memburu harimau tersebut, Rabu (4/2). BKSDA menurunkan tim sebanyak 12 orang, beranggotakan polisi hutan (Polhut) BKSDA setempat. Perburuan berhasil setelah tim menangkap harimau menggunakan perangkap besi pada Rabu (11/2) sore. Penelusuran jejak tersebut dilakukan di kawasan hutan dan perkebunan kelapa sawit. Perangkap kita pindah-pindah sesuai arah jejak harimau. Kita memberi umpan kambing dalam perangkap. Akhirnya harimau tersebut masuk perangkap yang kita buat di kawasan perkebunan PT Makin Grup, kata Kepala BKSDA Provinsi Jambi, Didy Wurjianto kepada SP di Kebun Binatang (Taman Rimba) Kota Jambi, Kamis (12/2). Harimau jenis kelamin betina hasil buruan tersebut dititipkan sementara di Kebun Binatang Kota Jambi, Kamis (12/2). Namun, harimau tersebut masih berada dalam kerangkeng besi tertutup kayu lapis. Kerangkeng harimau tersebut ditutup sejak dari lokasi penangkapan hingga ke kebun binatang setempat untuk mengurangi stres. Menurut Didy, kendati sudah berhasil menangkap seekor harimau betina dari kawasan perkebunan Muarojambi, pihaknya masih memasang perangkap di kawasan hutan dan kebun daerah itu. Pemasangan perangkap dilakukan di tempat penemuan jejak harimau di Desa Sungai Gelam. Makanan Habis Didy mengatakan, harimau Sumatera yang biasa berada di kawasan TNB tersebut masuk ke kawasan perkebunan dan ladang masyarakat akibat habitatnya sudah rusak. Harimau tersebut sulit mempertahankan hidup di hutan karena hutan sudah banyak yang rusak dan berubah fungsi menjadi kebun. Selain itu, makanan harimau seperti babi hutan, rusa, dan satwa lain di hutan juga kian langka. Hal tersebut terjadi akibat perburuan liar satwa di daerah itu. Perburuan satwa terjadi hingga ke Taman Nasional Baik (TNB), Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT), dan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Menurut Didy, populasi harimau Sumatera (Panteratigris sumatrae) di Provinsi Jambi semakin punah. Selama dua tahun terakhir, sebanyak 40 ekor dari 60 ekor harimau Sumatera yang terpantau di daerah itu hilang. Jumlah harimau Sumatera yang terdeteksi di Jambi saat ini hanya 20 ekor. [1 [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] PDI-P Siap Gandeng Golkar
Refleksi : Belum lama berselang dibilang Golkar musuh berat, sekarang siap gandeng Golkar bila ditinggalkan PD. Jadi dengan lain kata siapa saja boleh bergandeng-mesra asal dapat menduduki kursi empuk penuh rejeki nomplok, lebih jelas lagi Golkar atau PDIP podowae! http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=Newsid=4798 2009-02-14 PDI-P Siap Gandeng Golkar [JAKARTA] Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Pramono Anung mengatakan, jikalau Partai Golkar ditinggalkan Partai Demokrat, Partai Golkar tidak akan berjalan sendirian. PDI-P akan menemani Partai Golkar untuk bergandengan tangan bersama-bersama memenangi Pemilihan Umum (Pemilu) 2009. Kalau Partai Golkar ditinggalkan Partai Demokrat, Golkar tak akan berjalan sendiri, kata Pramono, seusai diskusi acara Pengusaha Bertanya, Perpol Menjawab, Jumat (13/2) di Jakarta. Sementara itu, Direktur Indo Barometer Moh Qadari mengatakan, jika suara Partai Demokrat di pemilu legislatif bisa mencapai di atas 20 persen, sangat besar kemungkinan partai ini meninggalkan Partai Golkar. Partai Demokrat akan cenderung mencari calon wakil presiden (cawapres) dari figur nonpartai untuk mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai calon presiden (capres) yang diusungnya, kata Qadari kepada SP secara terpisah, Jumat. Alasan Partai Demokrat memilih figur cawapres nonpartai, menurut Qadari, karena pengalaman 5 tahun berdampingan dengan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden dari Partai Golkar, SBY sudah merasa tak terlalu nyaman karena terlalu banyak kepentingan dan tekanan politik. Kecuali kalau suara Partai Demokrat di bawah 20 persen, mau tak mau partai ini harus berkoalisi dengan figur partai. Tapi dengan Partai Golkar, menurut Qadari, sudah tipis kemungkinan Partai Demokrat menggandeng Jusuf Kalla, karena pengalaman selama 5 tahun memerintah bersama-sama, sudah dirasakan ada ketidakcocokan di antaranya keduanya. Kalau memang Partai Demokrat mau menggandeng Jusuf Kalla, sudah sejak awal diwacanakan. Tapi sampai sekarang kan tak tampak, katanya. Figur nonpartai yang kemungkinan akan dilirik Partai Demokrat, tambahnya, yaitu Sri Mulyani yang sekarang menjabat Menteri Keuangan. Pramono mengatakan, sangat kecil peluang PDI-P bisa berkoalisi dengan Partai Demokrat di Pemilu 2009. Masalahnya, Partai Demokrat sudah jelas mengusung SBY dan PDI-P mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai capres. Tapi dengan Partai Golkar, kami mempunyai hubungan baik, sehingga bisa berkomunikasi dalam banyak hal, termasuk dalam keseharian di Dewan Perwakilan Rakyat, ujarnya. Tidak Cukup Sementara itu, Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri, seusai memberikan visi dan misi dalam acara Pengusaha Bertanya, Parpol Menjawab yang dilaksanakan Asosiasi Pengusaha Indonesia mengatakan, periode lima tahun untuk memimpin pemerintahan, sebagai presiden dan wakil presiden, tidaklah cukup. Term waktu 5 tahun untuk memimpin pemerintahan, saya kira perlu dievaluasi. Term ini tak cukup bagi pemerintahan yang ada untuk menuntaskan semua persoalan pembangunan, kecuali ada aturan yang mengatur program pemerintah lama yang belum sempat dikerjakan, harus dilanjutkan oleh pemerintahan baru, katanya. Megawati mengaku, ketika menjabat presiden tiga tahun (2001-2004), banyak agenda pembangunan yang sudah direncanakan partainya tak bisa dilaksanakan, karena sempitnya waktu. Saya kira ini perlu diatur kembali sehingga ada keputusan bersama untuk masalah ini, katanya. [J-11] [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Wartawan Sekarang Kurang Investigasi
Refleksi: Untuk investigasi dan analisa membutuhkan pengetahuan luas, tetapi kalau kedua faktor ini samar-samar dimiliki maka tentunya tak banyak bisa diharapkan untuk tabir gelap menjadi terang, apalagi kalau iklim pemberitaan bisa sewaktu-waktu diancam pancaroba penguasa, masalahnya tambah dipersulit. Bagaimana pendapat Anda? http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=newsdetail=trueid=4796 2009-02-14 Wartawan Sekarang Kurang Investigasi [JAKARTA] Mantan wartawan Harian Umum Sinar Harapan Panda Nababan prihatin dengan kondisi para wartawan saat ini. Kerja wartawan yang sarat kegigihan dan ketekunan, telah berubah layaknya restoran cepat saji. Produk jurnalistik para wartawan dinilai minim riset. Hal itu disampaikannya seusai acara peluncuran buku otobiografi Panda Nababan Menembus Fakta: Otobiografi 30 Tahun Wartawan di Jakarta, Jumat (13/2). Buku ini diharapkan menjadi pelajaran buat wartawan muda. Sebagai wartawan, perjuangan gigih, ketekunan, dan investigasi, bisa melahirkan karya jurnalistik yang baik, kata Panda, yang juga politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam acara ini, para sahabat Panda juga memberikan sejumlah kesaksian. Sahabat Panda, Karni Ilyas mengatakan, Panda sosok wartawan yang layak diperhitungkan. Bahkan Karni merasa senang ketika Panda mengubah halauan menjadi politisi. Sebab, dia mengaku pesaing terberatnya telah berkurang. [ [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Puluhan Ribu Anak Indonesia Tidak Bersekolah di Sabah
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/14/nus03.html Puluhan Ribu Anak Indonesia Tidak Bersekolah di Sabah Oleh Sofyan Asnawie Kota Kinabalu - Puluhan ribu anak TKI usia sekolah tidak memperoleh kesempatan belajar di sekolah negara di Sabah, Malaysia. Tapi, angka itu cenderung menurun, dari 32.000 perkiraan tahun 2004, naik menjadi 42.000 tahun 2007, dan kini diperkirakan tinggal 24.000 orang. Penurunan itu karena dibukanya Sekolah Indonesia Kota Kinabalu, dan ada yang kembali ke Sulawesi dan NTT, sebagian hijrah ke Nunukan yang telah membuka sekolah anak TKI di kota perbatasan tersebut. Tidak adanya kesempatan pendidikan di Sabah karena peraturan pemerintah setempat yang tidak mengizinkan anak warga negara asing bersekolah di sekolah negeri. Para TKI pekerja kasar tidak mampu menyekolahkan anak mereka di sekolah formal swasta, karena penghasilan tidak mencukupi, sedangkan sekolah swasta tidak terdapat di ladang-ladang yang jauh dari bandar (kota). Lebih dari 15.000 anak TKI tidak memiliki status warga negara, karena ditinggal pergi orang tuanya yang dihalau (dideportasi) kembali ke Indonesia, tetapi tidak datang lagi ke Sabah. Mereka dicekal akibat tertangkap melanggar peraturan keimigrasian. Mereka tinggal di Sabah, sebagai anak pungut, atau anak angkat dari para pak Cik atau mak Cik mereka yang telah menjadi warga negara Malaysia, ujar Umbara Setiawan, Vice Consul Konsulat Jenderal RI Kota Kinabalu yang ditemui SH di perwakilan KJRI Tawau, baru-baru ini. Ada yang menjadi anak jalanan. Banyak di antara mereka harus mengikuti pendidikan ala kadarnya di lembaga swasta NGO yang diakui pemerintah Malaysia seperti Humana. Lembaga ini memberikan pendidikan bagi anak anak warga negara asing seperti Indonesia dan Filipina, yang jumlahnya ribuan orang terdapat di negara bagian timur Malaysia itu. Jumlah mereka yang mendapat kesempatan mengikuti pelajaran membaca, menulis dan berhitung di lembaga pendidikan volunteer swasta yang digaet pemerintah RI sebagai mitra NGO Humana (Denmark) tidak bertambah banyak, 1.500 orang sejak 2005. Pemerintah RI yang awalnya mengirimkan 104 tenaga pengajar perbantuan pada Humana Fondation kini terus dikurangi. Selain masa kontrak habis, tenaga pengajar menginginkan pengangkatan menjadi guru status PNS yang ditempatkan di luar negeri. Vice Consul KJRI, Abas Basori, mengatakan tenaga guru relawan diperbantukan pada Yayasan Humana tinggal 54 orang, tersebar di beberapa pusat pembelajaran Humana di Lahad Datu, Samporna, Kinabatangan, Sandakan, Keningau, dan ladang lainnya. Pemerintah segera mengurangi ikatan pembelajaran dengan Humana dan kini melakukan pendekatan dengan Universiti Malaysia Sabah (UMS) lewat lembaga bisnis universitas terbesar di Malaysia Timur tersebut, UMS Link. Kerja Sama Managing Director UMS Link Prof Dr Roselina Ahmad Saufi membenarkan lembaganya telah bertemu dengan petugas Departemen Pendidikan Nasional RI, yang diantar konsul dari KJRI, Abas Basori. UMS Link telah menyampaikan kertas kerja penanganan sekolah ladang kerja sama Indonesia, UMS Link (Malaysia) dan ladang-ladang (perusahaan perkebunan) di seluruh Sabah. Kami menyebutnya sekolah ladang, semua mata pelajaran disesuaikan dengan kurikulum pendidikan dasar Indonesia, kata Dr Roselina, ditemui SH di kampus UMS di Sepanggar Kota Kinabalu. Selain itu pelajaran tambahan pengenalan terhadap Malaysia, perundangan dan memberikan dua bahasa, Inggris dan Malaysia, tambah Roselina. Mayoritas tenaga pengajarnya berasal dari Indonesia, sebagian pengajar dari Malaysia terutama mahasiswa UMS semester akhir jurusan pendidikan dan pengajaran Universiti Malaysia Sabah. Sekolah-sekolah ditempatkan di ladang-ladang dan kewajiban pengusaha ladang (perkebunan) menyediakan lokasi belajar dan rumah tinggal para guru atau tenaga pengajar. Peringkat dan kelas disesuaikan dengan Indonesia, ujian akhir mungkin menggunakan sistem paket pendidikan Indonesia. Bedanya dengan yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga yang kini ikut membantu, lebih pada membaca, menulis dan mengira (berhitung), tanpa adanya sijil (ijazah) resmi. Anak-anak sekolah ladang akan diberikan sijil sehingga dapat melanjutkan pendidikan ke Indonesia. Itulah tawaran UMS Link kepada Indonesia. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Pengusaha Minta Capres Mumpuni
Refleksi: Bukankah pemerintah sekarang teridiri dari para pengusaha, apakah aktivitas mereka untuk membantu pengusaha masih minimal ataukah mau hanya sendiri memonopolikan kesempatan berbisnis? http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/14/sh01.html Pengusaha Minta Capres Mumpuni Oleh Ellen Piri/Vidi Vici Jakarta - Kalangan pengusaha umumnya menilai partai politik (parpol) belum memiliki platform ekonomi yang konkret. Namun, sisi positifnya, parpol dianggap mau bekerja sama dengan pengusaha untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi. CEO Garudafood Sudhamek AWS mengungkapkan, dalam situasi perekonomian yang sangat sulit ini, pengusaha mengajukan syarat calon presiden (capres) yang mumpuni, untuk menjadi pemimpin harus mempunyai jiwa memimpin, bisa melayani serta visioner dan berwawasan luas. Harus mempunyai strategi jangka panjang yang jelas dalam pembangunan nasional, katanya kepada SH, Sabtu (14/2). Selain itu, katanya, figur capres juga harus memenuhi kriteria bersih dari korupsi, mempunyai kapasitas eksekusi, konsisten, dan tahan gempuran, serta yang paling penting mampu memberikan kepastian dan kemudahan bagi dunia usaha. Sudhamek berharap, presiden mendatang jangan hanya memerhatikan pentingnya produktivitas, tapi juga persoalan inefisiensi. Sejak Republik ini merdeka, katanya, inefisiensi belum pernah ditangani secara konseptual, komprehensif, dan serius. Pendekatan terbaik untuk menangani hal itu adalah melalui Supply Chain Management (SCM), kata Sudhamek yang juga Komite Tetap Kadin. Dia menjelaskan, SCM merupakan pendekatan end to end yang dapat meniadakan inefisiensi. Jadi, kata dia, bersifat lintas sektoral, institusional, pusat-daerah, dan departemental. Oleh sebab itu, lanjutnya, pembenahan SCM hanya bisa berhasil bila langsung dipimpin oleh presiden sendiri. Sebagai ilustrasi, biaya SCM di Indonesia diperkirakan sekitar 19% dari Sales, sedangkan di Amerika hanya 9,2%. Artinya, terjadi higher cost of economy 10% di Indonesia, kata dia. Surprise Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofyan Wanandi seusai dialog bertema Pengusaha Bertanya, Parpol Menjawab yang diselenggarakan Apindo, Jumat (13/2) mengatakan, cukup surprise ketika Ketua Umum Megawati Soekarnoputri bersedia memenuhi undangan pengusaha untuk melakukan dialog. Selama ini kita mengenal Megawati lebih banyak diam, tapi sekarang dengan paparan visi ekonominya kita mengetahui apa yang akan mereka lakukan kalau berkuasa nanti, kata Sofyan. Parpol yang hadir memaparkan visi dan misi ekonomi PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam dua sesi terpisah. Dialog kedua partai masing-masing dipimpin ketua umumnya, yakni Megawati Soekarnoputri (PDIP) dan Tifatul Sembiring (PKS). Dia mengakui, tidak mungkin memaparkan program konkret hanya dalam dua jam. Paling tidak, lanjutnya, pertanyaan para penelis bisa menjadi masukan bagi para partai. PKS menawarkan konsep ekonomi egaliter yang menyejahterakan dan memberi keadilan kepada rakyat. PKS juga menjanjikan keterbukaan dan sikap menerima terhadap semua kelompok. Dalam dialog itu, isu ketenagakerjaan menjadi sorotan utama di samping infrastruktur, energi dan investasi. Pengusaha mempertanyakan UU Ketenagakerjaan yang dianggap lebih berpihak pada kepentingan buruh. Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Haryadi Sukamdani yang menjadi panelis dalam sesi dengan PKS menegaskan, masalah ketenagakerjaan akan selalu ada bila UU Nomor 13 Tahun 2003 terus dipertahankan. Sebab pengusaha harus mengalokasikan 32% dari struktur biaya untuk kepentingan buruh. Sampai kapan pun ini akan menjadi masalah, tegasnya. Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Investasi Chris Kanter mengatakan, UU Ketenagakerjaan sudah jelas berdampak buruk, yang belum solusinya. Pemerintah saat ini juga tidak bisa memperbaikinya. Namun, partai PDIP dan PKS berpendapat sama untuk mengatasi masalah ini diserahkan kepada tripartit. Tetapi jawaban ini dinilai tidak konkret. Chris mengatakan sebab bila menekankan tripartit dengan serikat pekerja sekitar 100 orang, sulit untuk mencapai kesepakatan. Bahkan, analisis yang dilakukan lima perguruan tinggi sudah menyatakan UU Ketenagakerjaan harus direvisi. PDIP mengakui ada masalah dalam UU Ketenagakerjaan itu. Prinsipnya, kedua partai siap berunding lagi untuk menguji UU Ketenagakerjaan, kata Hariyadi. Salah satu yang cukup konkret dari PKS, diakui Hariyadi, adalah keinginan untuk melakukan tax amnesty. Meski diawali dengan pernyataan yang berbelit-belit, akhirnya Tifatul menegaskan tax amnesty bisa dilakukan untuk kepentingan bangsa. Pada bagian lain diskusi di Four Season Hotel ini, tampil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar. Dalam paparan visi ekonominya, Muhaimin mengatakan sektor pertanian akan menjadi prioritas PKB jika kelak memenangkan pemilihan umum dan duduk di pemerintahan. Salah satu caranya dengan memberikan insentif kepada bank agar
[wanita-muslimah] Dampak Resesi terhadap Pertanian Indonesia
http://www.sinarharapan.co.id/berita/0902/14/opi01.html Dampak Resesi terhadap Pertanian Indonesia Oleh Viktor Siagian Krisis keuangan global di Amerika Serikat yang berimbas pada resesi di sebagian belahan dunia juga berimbas pada dunia pertanian Indonesia. Resesi yang ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang melambat bahkan negatif dan melemahnya daya beli masyarakat. Selanjutnya menurunkan permintaan sebagian besar komoditas barang dan jasa termasuk komoditas pertanian. Komoditas andalan ekspor yang melemah permintaannya itu antara lain karet, kelapa sawit, kopi, cocoa, teh dan komoditas perikanan seperti udang beku, tuna dan cakalang, dan komoditas kehutanan yakni pulp dan kertas. Akibatnya melemahnya permintaan komoditas pertanian ini harga bergerak turun. Perbandingan harga sejumlah komoditas pada Januari 2008 dan Desember 2008 (berdasarkan data FAO 2009): beras Thailand jenis A1 super (medium) turun 15% dari US$ 365/ton menjadi US$ 310/ton, harga jagung turun 28% dari US$ 204/ton menjadi US$ 147/ton, harga kacang kedelai turun 30% dari US$ 541/ton menjadi US$ 378/ton. Demikian juga harga komoditas ekspor perkebunan seperti CPO sudah turun 54% dari US$ 1.059/ton pada Januari 2008 menjadi US$ 488/ton pada November 2008, harga kopi turun 35% dari US$ 2.300/ton pada Januari 2008 menjadi US$ 1.500/ton pada Desember 2008. Harga karet kering (crumb rubber) turun 33% dari Rp 23.700/kg pada September 2008 menjadi Rp 16.000/kg pada November 2008, dan sebagainya. Lantas apakah petani masih untung dengan harga di atas? Jawabannya ya! Hanya marginnya menurun tajam. Karet rakyat biaya produksinya kurang lebih Rp 2,5 juta/ha/tahun dengan produksi rata-rata 1.200 kg/tahun, jadi sekalipun harga di tingkat petani Rp 6.000/kg, petani masih untung Rp 4,8 juta/tahun/ha. Keuntungan itu sudah tidak layak untuk hidup normal. Juga kelapa sawit, biaya produksi lebih rendah kurang lebih Rp 2,0 juta/ha/tahun dengan rata-rata produksi 1.500/kg Tandan Buah Segar (TBS). Jadi, jika harga di tingkat petani Rp 600/kg TBS, petani masih untung Rp 8,8 juta/ha/tahun. Biaya hidup normal dibutuhkan sedikitnya Rp 1,1 juta/bulan atau Rp 13,2 juta/tahun. Pasar Dalam Negeri Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah agar petani mampu bertahan di tengah krisis seperti ini. Pertama adalah meningkatkan produktivitas komoditas pertanian. Masih banyak petani kita yang kurang optimal dalam penggunaan pupuk, berbagai alasan dikemukakan seperti harga pupuk mahal, pupuk sulit didapat, modal kurang atau tanah masih subur. Peranan aparat penyuluh pertanian sangat diperlukan di sini. Subsidi pupuk kepada pekebun rakyat, swasta dan negara perlu dipertimbangkan. Harga jual kepada pelaku ekonomi ini sebaiknya disamakan saja dengan petani tanaman pangan. Ini adalah salah satu stimulus fiskal dari pemerintah. Hal ini juga untuk mengurangi kelangkaan pupuk dalam negeri. Kedua adalah memperluas lahan pertanian, pemanfaatan lahan-lahan telantar di seluruh tanah air atau lahan kritis yang layak dibudidayakan sangat diperlukan terutama bagi petani berlahan sempit/gurem. Petani pekebun yang sudah memiliki lahan milik 2 ha tidak perlu diberikan, tapi yang memiliki 1 ha ke bawah layak diberikan, sehingga mampu hidup dengan taraf normal. Hal ini juga sekaligus untuk menjalankan reformasi agraria di Indonesia. Reformasi agraria terutama land reform ini dapat dijalankan secara terbatas sesuai dengan ketersediaan lahan dan dana. Ketiga adalah memperkuat pasar dalam negeri. Konsumen domestik saat ini masih belum dapat menikmati harga terjangkau dari komoditas perkebunan seperti kopi, minyak goreng, cokelat, dan jagung. Mungkin pedagang masih menggunakan stok lama dengan harga pembelian yang lama. Penurunan harga ini akan dapat meningkatkan daya beli masyarakat. Apalagi pemerintah sudah menurunkan harga BBM. Agar lebih berdampak pada penurunan harga pemerintah dapat membuat peraturan dan menekan Organda agar ongkos transportasi segera turun. Menstabilkan Harga Beras Keempat, menurunkan tingkat suku bunga. Suku bunga saat ini relatif tinggi dan tidak akomodatif bagi dunia usaha pertanian, apalagi investasi di bidang perkebunan yang memiliki grace period 4-5 tahun. Amerika Serikat misalnya menurunkan tingkat suku bunganya sampai hanya 0,25%/tahun agar masyarakat dan pelaku usaha bergairah untuk berinvestasi. Karena resesi ini melanda sebagian dunia maka untuk menarik investor dari luar negeri dan mencegah larinya mata uang dolar sangat tidak mungkin untuk saat ini. Apalagi tingkat inflasi kita relatif rendah. Pemerintah sudah menurunkan BI rate 50 basis poin lagi menjadi 8%/tahun. Suku bunga kredit juga diharapkan turun agar daya beli masyarakat meningkat. Kelima, mempertahankan nilai dan volume ekspor dengan kondisi yang ada saat ini. Sekalipun jumlah dan nilai ekspor pertanian kita mengalami penurunan, tapi kita harus dapat mempertahankannya dengan melakukan berbagai strategi pemasaran, seperti
[wanita-muslimah] Pemerintah Diminta Lindungi PRT di Negeri Sendiri
http://www.antara.co.id/arc/2009/2/16/pemerintah-diminta-lindungi-prt-di-negeri-sendiri/ 16/02/09 02:43 Pemerintah Diminta Lindungi PRT di Negeri Sendiri Lebak (ANTARA News) - Pemerintah diminta melindungi pekerja pembantu rumah tangga (PRT) karena saat ini banyak pembantu mendapatkan gaji di bawah standar Upah Minimum Kabupaten (UMK) juga kerapkali mendapat penyiksaan dari majikan. Saya sendiri setiap bulan hanya menerima gaji Rp300 ribu, kata Uni (30) seorang Pembantu Rumah Tangga di Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Minggu. Uni mengatakan, sejauh ini pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja setempat belum ada penyetaraan gaji bagi pembantu rumah tangga baik berupa surat keputusan bupati atau gubernur. Karena itu, gaji pembantu rumah tangga hanya ditentukan kesepakatan bersama majikan dan tidak ada pengaturan SK bupati atau gubernur untuk menyesuaikan UMK. Dia mengatakan, pihaknya berharap pemerintah segera melindungi pembantu rumah tangga dengan aturan ketenagakerjaan, sehingga mereka menerima gaji dari majikan yang layak disesuaikan dengan UMK berlaku. Begiu pula, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah harus mengeluarkan Undang-undang perlindungan terhadap pembantu rumah tangga. Sebab, Undang-undang itu dapat melindungi bagi pekerja pembantu rumah tangga dalam menerima gaji juga mendapatkan perlindungan keamanan. Saya merasa prihatin adanya kekerasan yang dilakukan majikan terhadap pembantu rumah tangga, katanya. Sri (30) pembantu rumah tangga di rumah warga keturunan di Rangkasbitung, mengatakan, dengan tidak adanya perlindungan dari pemerintah seringkali PRT menjadi korban penganiayaan. Selama ini, uar dia, pembantu rumah tangga masih dipandang pekerjaan yang rendahan, sehingga seringkali mendapat perlakuan tidak adil baik gaji maupun tindakan kekerasan. Saya sendiri bekerja sudah empat tahun, namun gaji yang diterima hanya Rp400 ribu, katanya. Sementara itu, sejemlah pembantu rumah tangga di perumahan Depag Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, mengatakan dalam menyambut Hari Nasional PRT sehingga pemerintah daerah bisa memperjuangkan gaji standar UMK juga mendapat perlindungan hukum. Diperkirakan PRT di sini sebanyak 50 orang dan hingga kini menerima gaji di bawah Rp400 ribu per bulan, kata Yati (35) seorang pembantu rumah tangga di BTN Depag, Rangkasbitung.(*)
[wanita-muslimah] First woman minister ignites hopes
http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=119245d=15m=2y=2009 Sunday 15 February 2009 (20 Safar 1430) First woman minister ignites hopes Hassna'a Mokhtar | Arab News JEDDAH: History was made yesterday with the appointment by royal decree of a Saudi woman, Nora bint Abdullah Al-Fayez, as the deputy education minister for girls' affairs. This is an honor not only for me, but for all Saudi women. In the presence of a comprehensive operational team, I believe I'll be able to face challenges and create positive change, Al-Fayez told Arab News. Al-Fayez began her career as a schoolteacher in 1982 working her way up to become in 2001 the director general of the women's section at the Institute of Public Administration. Her long experience in the educational sector and her husband's encouragement and support paved the way for her to reach this position. Many Saudis welcomed the new deputy minister expressing hope in her appointment. A woman educator working in a supervisory position said this was a wise decision to serve and develop the Kingdom's educational sector. This is a successful step. We've always suffered from having a man occupy the position. A woman knows what problems and challenges her peers face. It's a change for the better, said the educator. Ali Al-Twati, a Saudi academic and writer, said having a woman occupy the position of deputy minister is a must. It is compulsory, not optional, to have women occupy leadership positions. Since the number of schools in Saudi Arabia exceeds 10,000, girls need a reference in the ministry to listen to their issues and understand them, said Al-Twati. He also said that segregation makes it easier for women in the Kingdom to reach high leadership positions. There are more women in key positions in the country than in developed countries, he added. Haifa Jamal Al-Lail, dean of Effat College, expressed her delight, adding that the appointment serves as an impetus for women to get into leading positions to contribute to the development of Saudi society. This is not just about having the first woman deputy minister. It's about having more women in important positions. Al-Fayez's presence in the Ministry of Education will make women's voices heard, said Al-Lail. Despite optimism for a better future, Khaled Al-Radihan, assistant professor of anthropology at King Saud University in Riyadh, said it would not be easy. There is a conservative stream of people who won't accept the situation easily. If the deputy minister proves herself and succeeds, then things might take a different turn. However, it's a positive change and a good opportunity for a better future, said Al-Radihan. Asma Siddiki, associate dean for development at the Dubai School of Government, congratulated Al-Fayez, describing her appointment as a milestone for women in Saudi Arabia. Our government is to be commended for recognizing women's achievements. Given the remarkable progress women are making in the Kingdom, and the investment the government is making in education, I don't doubt there'll be many such senior appointments in the future, said Siddiki. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Mother calls for law against child marriage
http://www.arabnews.com/?page=1section=0article=119221d=15m=2y=2009 Sunday 15 February 2009 (20 Safar 1430 Mother calls for law against child marriage Walaa Hawari | Arab News RIYADH: Despite continuous efforts by private and government bodies to eliminate marriages involving minors, such marriages do take place every so often. In a recent case, two sisters from Al-Jouf, aged 13 and 14, were married off by their father to two elderly men. Their father held their hands as they signed their marriage contracts. They did not know what they were signing, said the mother of the two girls, Nowayer. When I was informed, I rushed to their father's house and confronted the marriage contractor asking him whether he heard the girls consent to the marriages, and whether he had seen results of their premarital tests. He replied it was the father's prerogative to marry them, she added. Nowayer, an educational supervisor and mother of five girls and one boy, said she was in an abusive marriage for over eight years before filing for divorce. She said her ex-husband was aggressive, uncivilized and irresponsible. When I asked him to divorce me he refused, something that forced me to go to court to file for khula (a form of divorce granted under Islamic law in which a woman is able to secure a divorce in lieu of financial compensation), she said. Her husband demanded SR100,000, a sum Nowayer was unable to pay, and she remained trapped for more than two years. I tried to explain to the judge that I did not have the money and that my dowry was not even close to this amount, but the judge insisted, said Nowayer, adding she was able to convince her ex-husband to reduce the amount to SR70,000, which she was able to raise with the help of her family. After securing a divorce, Nowayer's difficulties increased as her husband used her children to make her life more difficult. He would not pay child support or even ask about them for months. Sometimes, he would take them and forbid me from seeing them for months, she said. She added that her ex-husband totally ignored her children for 18 months before their marriages. One day, last month, he called asking the older girls, who are 13 and 14, to dress up as he would be picking them up and taking them to a family occasion, she said. It was only when she received a phone call from her sister that she realized what was going on. I rushed to his house barefoot to find that the marriage contractor had begun my little children's marriages, she said. Nowayer sent a telegram to the minister of justice and the minister of health asking them to interfere, but received no response. I even informed the Social Services Department in Riyadh who promised to interfere but as soon as the issue reached the Al-Jouf province, where I live and where my ex-husband has many connections because of his line of work, things got stalled, she said. Nowayer had no choice but to contact human rights organizations to try and reverse the marriages or postpone consummation for at least three years until the girls grow older. The Human Rights Commission is the only body that responded. They have taken my case and my requests to the Ministry of Justice, and are following up on them, she said. Zuhair Al-Harithy, HRC spokesman, said his organization was following up on this and other similar cases. He added that recommendations have been sent to the Ministry of Justice to take action. It's our mission to introduce human rights into society and create awareness about them, he said, adding that there are cultural issues that need to be tackled in a progressive manner. Al-Harithy said the HRC and the ministries of Justice and Health share common interests. The Ministry of Health recently issued a report on the physical and emotional problems women endure as a result of early marriage. The report was subsequently sent to the minister of justice, along with recommendations to set a minimum marriage age. In the meantime, Nowayer - prevented from seeing her daughters by her former in-laws - waits for a solution to her problem. I wonder when there will be a law protecting women and children from being lost in this weird system. I struggled to get a divorce. I was deprived from alimony and my children did not receive child support. Finally, I've ended up losing my little girls who are no more than kids to a marriage that I know for sure they have no understanding or comprehension of, said Nowayer. We need a law organizing the family. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Laporan: Sukriansyah S. Latief, Missouri, Amerika Serikat
http://www.ambonekspres.com/index.php?act=newsnewsid=25600 Senin, 16 Feb 2009, | 1 Laporan: Sukriansyah S. Latief, Missouri, Amerika Serikat Sheila Coronel dan Etika 'Investigative Journalism' TAK sah rasanya seorang jurnalis mengaku sebagai 'wartawan paripurna', bila tak mengenal Sheila Soto Coronel dan sepak terjangnya. Dialah perempuan jurnalis asal Filipina, yang tidak bisa dipisahkan dari perkembangan jurnalisme di Asia, bahkan di belahan dunia ini, khususnya dalam perkembangan 'investigative journalism'. Dia kini memang tak muda lagi. Di usianya yang ke-50 tahun, Sheila tidak lagi turun ke lapangan mencari fakta dan 'membongkar' dokumen. Sekarang dia lebih banyak 'bergaul' dengan buku dan mahasiswa pascasarjana di Universitas Columbia, New York, Amerika Serikat. Sejak 26 Desember 2006, dia diangkat menjadi Director of The Stabile Center for Investigative Journalism di kampus tersebut. Dia pun sudah bergelar Professor of Professional Practice. Saya pertama kali bertemu Sheila di Malaysia ketika mengikuti 'course on advantage reporting' yang diadakan SEAPA, 18-20 Juli 2002. Ketika itu, dia masih amat bersemangat memberikan materi tentang 'investigative reporting' kepada puluhan jurnalis dari Asia Tenggara. Menurutnya, ketika itu, bukan sebuah karya jurnalistik 'investigative reporting' bila jurnalis tidak mengungkap fakta yang disembunyikan atau 'membongkar' dokumen dan hasilnya bisa mengubah pandangan masyarakat, misalnya yang benar adalah A, bukan B seperti yang selama ini umum diketahui. Dan yang lebih penting adalah, liputan itu mempunyai dampak atau pengaruh yang lebih baik bagi masyakarat. Begitulah Sheila. Ketika bertemu kembali Jumat, dua pekan lalu, di tempat kerjanya 604F, sebuah ruangan yang tak begitu luas di kampus Univeristas Columbia, dia tampak sedikit lebih tua, tapi tetap semangat menerima saya dan jurnalis dari TV One, Metro TV, serta Batam News. Sheila kembali bercerita tentang 'investigative journalism', tapi lebih banyak di ranah akademik, dan masalah etika yang sering diabaikan jurnalis. Dia juga mengenang ketika beberapa tahun lalu ke Makassar. Masih kuat dalam ingatannya, pisang epe di sepanjang Pantai Losari, dan nikmatnya makan ikan bakar di Makassar. Sheila memulai karir jurnalistiknya sebagai reporter di Philipine Panorama pada tahun 1982, sebuah majalah yang punya banyak pembaca. Dia juga pernah bergabung sebagai reporter politik di Manila Times, dan menulis dengan sangat baik untuk The Manila Chronicle. Sheila juga pernah menjadi 'stringer' untuk The New York Times di Amerika dan The Guardian di Inggris. Di bidang akademik, Sheila lulus strata 1 di bidang ilmu politik di Univeritas Filipina dan masternya tentang sosiologi politik di London School of Economics. Sepanjang perjalanannya sebagai jurnalis, Sheila telah menghasilkan banyak liputan-liputan investigasi, termasuk pelanggaran hak asasi manusia di Filipina. Baik itu ketika secara politik pemerintahan Ferdinand Marcos kehilangan kekuatan, maupun di masa pemilihan pemerintahan Corazon Aquino. Dalam pemerintahan Aquino, Sheila menulis sedikitnya tujuh laporan investigasi tentang upaya kudeta. Tulisannya tidak hanya tentang kudeta, korupsi, dan militer, tapi juga tentang rakyat yang miskin sementara penguasa bisa berfoya-foya. Misalnya tentang istri Ferdinand, Imelda Marcos yang punya begitu banyak koleksi sepatu dan perhiasan. Juga tentang yayasan milik keluarga Marcos, yang ketika itu, Imelda memberikan 10 juta peso per tahun kepada yayasan, lantas dari mana uang sebanyak itu? Pada tahun 1989, bersama beberapa temannya, Sheila mendirikan Philippine Center for Investigative Journalism (PCIJ). Organisasi ini banyak memberikan pelatihan kepada jurnalis di Filipina, bahkan di Asia, tentang keterampilan melakukan pelaporan investigasi dan penulisan mendalam. Di masa kepemimpinan Sheila, PCIJ berkembang pesat memberikan pelatihan-pelatihan investigasi, termasuk yang bekerjasama dengan SEAPA, yang memberikan pelatihan kepada wartawan di Malaysia itu. Sheila makin dikenal karena menjadi editor dan menulis banyak buku tentang 'investigative reporting'. Dia pun mendapatkan banyak penghargaan, salah satunya adalah Magsaysay Award for Journalism, Literature, and The Creative Communication Arts, pada tahun 2003. Kini Sheila juga tercatat sebagai Board of Directors pada The Center for Public Integrity, sebuah lembaga swadaya masyarakat yang mendedikasikan diri untuk pembuatan laporan-laporan investigasi, yang berkantor di Washington DC. Menurut Sheila, bagi seorang jurnalis, harus selalu peka terhadap sebuah laporan yang kelihatannya terlalu sempurna atau benar atau 'too good to be true'. Karena, kata Sheila, tidak ada yang sempurna di dunia ini, pasti ada kekurangannya. Maka, kalau ada laporan peristiwa atau dokumen laporan keuangan yang terlalu rapi atau sempurna, tanpa
[wanita-muslimah] Exposed: Tel Aviv man has 32 women and 89 children
http://www.haaretz.com/hasen/spages/1064257.html Tel Aviv polygamist Goel Ratzon. Reproduction Last update - 20:32 15/02/2009 Exposed: Tel Aviv man has 32 women and 89 children By Haaretz Service Tags: tel aviv polygamist A Tel Aviv man in his late fifties is living with 32 women with whom he has fathered 89 children, an Israeli television station revealed last week. The women are subject to strict discipline, but say that they are all living with Goel Ratzon by their own accord. They are not allowed to communicate with men, be in physical contact with their biological family, eat meat, smoke, drink alcohol or dress immodestly. Ratzon is held by his companions to be the savior (Goel in Hebrew) of the universe, and is attributed godly and supernatural abilities. Many of the women have tattooed his name and portrait on their bodies. The names of every one of Ratzon's 89 children include his own first name. For instance, one of his sons is called Avinu Ha-Goel (our father the savior) and he has a daughter named Tehilat Ha-Goel (glory of the savior). Ratzon told Channel 10 that there had been several attempts at collective suicide when some of the women thought he was going to leave them. Also in the film, some of the women said they would commit mass suicide if anyone tried to harm their leader. They are all registered as single mothers, and live in separate quarters. Whenever Ratzon comes to visit, the children are required to kiss his shoes, and worship the tattoo of his portrait on their mother's arm. National Council for the Child Director Dr. Yitzhak Kadman said that the authorities have very little room for maneuver. The man is treading a fine line, Kadman said. As long as these children go to school regularly and are not suffering from neglect or flagrant abuse, there's not much the authorities can do. The law does not permit to prevent people from living in a certain lifestyle just because it seems inappropriate to some. On Friday, one of Ratzon's companions was hospitalized after claiming to have tried to commit suicide. She was brought to Kaplan Hospital in Rehovot by Ratzon, who was accompanied by some of his other companions. The woman was released the next day. She said that she had taken a large amount of anti-depressants and that she could not remember whether she had medical insurance or not. Ratzon, for his part, said he could not remember the woman's name. As soon as they came I knew it was this guy from TV, a hospital staff member said. They walked in, and one of the women was supported by another. They really stood out. The Tel Aviv welfare services and the National Insurance Institute said they were familiar with the case. The woman's apparent suicide attempt on Friday has been seen by authorities as a premeditated provocation to mitigate public pressure to clamp down on the cult. An estranged friend of one of the women said that the group was very sophisticated and aware of the repercussions of being exposed to the public. They are not stupid, just very extreme, he said. Maybe they fear that the exposure might affect their way of life, and they're acting tactically. I don't think it was the TV report - they wouldn't agree to do it unless they thought that it might benefit them in any way. Everything there is under control. According to one of the women's friends, they probably thought that if they make the first step, no one will harm them... That's their way of dealing with the authorities [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Islamic women seek recognition of their rights
http://www.iht.com/articles/2009/02/15/asia/women.php A woman practicing yoga in Kuala Lumpur on Nov. 26. (Zainal Abd Halim/Reuters) Islamic women seek recognition of their rights By Sabrina Tavernise Sunday, February 15, 2009 KUALA LUMPUR: The religious order banning women from dressing like tomboys was bad enough. But the fatwa by Malaysia's leading clerics against yoga was the last straw. They have never even done yoga! said Zainah Anwar, head of a Malaysian women's rights group called Sisters in Islam. Anwar argues that the edict, issued late last year by Malaysia's National Fatwa Council, was pure patriarchy. Islam, she said, was only a cover. It was frustrations like these that drew several hundred Muslim women to a conference in this Muslim-majority country over the weekend. Their mission was to come up with ways to demand equal rights for women. And their tools, however unlikely, were the tenets of Islam itself. Secular feminism has fulfilled its historical role, but it has nothing more to give us, said Ziba Mir-Hosseini, an Iranian anthropologist who has been helping to formulate some of the arguments. The challenge we face now is theological. The advocates came from 47 countries to participate in the project, called Musawah, the Arabic word for equality. They spent the weekend brainstorming and learning the best Islamic arguments to take back to their own societies as defense against clerics who insist that women's lives are dictated by men's strict interpretations of Islam. We are trying to develop a new language, offer it to the world and use it, said Marwa Sharafeldin, an activist from Egypt. Anwar, the main organizer, said her group was almost alone when she started it 20 years ago, but now it is one of many. It's a movement whose time has come. The repression comes not from the Koran, the women argue, but from the human interpretation of it, in the form of Islamic law, or Fiqh, which has ossified over the centuries while their globalized lives have galloped ahead. So they are going back to the original text, arguing that its emphasis on justice makes the case for equality. Feminist Islamic scholarship is trying to unearth the facts that were there, Mir-Hosseini told a room of eager activists Sunday morning. We can't be afraid to look at legal tradition critically. She referred to the work of Muslim intellectuals, like Nasr Abu Zayd of Egypt and Abdolkarim Soroush of Iran, among others, reformers who argue that the Koran must be read in historical context, and that laws derived from it - stoning for adultery, for example - can change with the times. Both men are in exile in the West. Mir-Hosseini argues that Muslim societies are trapped in a battle between two visions of Islam. One, legalistic and absolutist, emphasizes the past. The other is pluralistic and more inclined toward democracy. In Iran, reformers were gaining ground, she said, but President George W. Bush's war on terror put them on the defensive. It's really a struggle between two worldviews, she said, adding that time was on the side of the women, who call themselves Islamic feminists. It was the rise of political Islam that brought the women together. As Malaysia's progressive family laws began to be rolled back in the late 1980s, Anwar and several other women formed a reading group for the Koran. There is an understanding that mullahs know best, that you cannot speak, Anwar said. Muslim women's groups are coming out to challenge that authority. Some scholars argued that the effort sounded unrealistic and would have no impact, mainly because it appeared to ignore more than a thousand years of Islamic legal scholarship and practice. Religious authorities are the only ones with the power to interpret laws, and circumventing that well-entrenched system would require replacing it altogether. This kind of argument is being made at the margins of the Islamic world, said Bernard Haykel, an expert on Islamic law at Princeton University. It has shape and form, but no substantive content. There's no real way of actually bringing about these changes. But others made the case that change, though incremental, was happening at the grass roots in a number of Muslim societies. Isobel Coleman, a senior fellow at the Council on Foreign Relations who attended the conference, maintains that women's movements are making progress, as girls' education increases and the Western world is a click away on satellite TV. Women are even taking positions in religious institutions, she said: A woman has headed the Shariah College at Qatar University. It's a slow shift, said Coleman, whose book on the topic, Paradise Beneath Her Feet, will be published by Random House in 2010. It's just beginning to come together as a movement. There have been some successes. In Morocco, sweeping changes of family in favor of women went into effect in 2004. Critics argue that it was only possible
[wanita-muslimah] Indonesian Tried in Malaysian Court for Protesting with Opposition
http://www.tempointeractive.com/hg/nasional/2009/02/13/brk,20090213-159948,uk.html Indonesian Tried in Malaysian Court for Protesting with Opposition Friday, 13 February, 2009 | 16:53 WIB TEMPO Interactive, Kuala Lumpur:The Kuala Kangsar Session Court in Perak State, Malaysia, yesterday tried an Indonesian citizen, Idris Muhammad Thaib, inc court for taking part in a demonstration without a license. Idris, 34, was arrested on February 6 along with eight other pro-opposition demonstrators who protested against the alleged seizure of power in Perak. The Indonesian migrant working at the Padang Changkat plantation in Perak will be charged with Chapters 27 (4) and (8) of the 1967 Police Acts. If found guilty, the defendant will be fined a maximum of 10.000 Malaysian ringgit fines and sentenced to one year imprisonment. At the end of the trial, chief judge, Norsalha, approved the prosecutor's request to postpone the sentence, as requested by the nine defendants. Eight Malaysian defendants were asked for collateral of 4.000 Malaysian ringgit each, while Idris was asked to pay 5.000 Malaysian ringgit. His passport was detained during the trial. When contacted by Tempo, the Indonesian Embassy's Information Attaché, Eka Suripto confirmed there was such a case. The Malaysian government has not officially notified us, but the Indonesian Embassy has sent a few representatives of the consulate to Perak, Eka said. However, with regards to this case, the Indonesian Embassy does not plan to provide an attorney since the Malaysian government has provided a pro ono attorney. We normally provide one for serious cases, like crimes with death penalties, he said. Nevertheless, Eka promised to keep monitoring the case. We have sent a few consular representatives to Perak, he said, also promising that the Indonesian Embassy will intervene if some irregularity is found during the trial. SAFWAN AHMAD [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] TNI Menolak Disidik Polisi
http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2009/02/15/brk,20090215-160163,id.html TNI Menolak Disidik Polisi Minggu, 15 Februari 2009 | 22:35 WIB TEMPO Interaktif, Jakarta : Tentara Nasional Indonesia meminta agar pasal-pasal dalam Rancangan Undang-Undang Peradilan Militer dipertimbankan dengan masak-masak. Posisi penyidik yang dialihkan dari polisi militer kepada kepolisian menurut Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia Marsekal Muda Sagom tidaklah tepat. Masa saudara muda mau memeriksa saudara tua, ujarnya kepada Tempo, Minggu (15/02). Polisi dan tentara, kata Sagom pada dasarnya berasal dari satu rumah. Jika diibaratkan sebuah keluarga maka polisi adalah saudara bungsu tentara. Ibaratnya dia anak ke-empat, anak yang paling kecil, ujarnya. Kondisi inilah yang akan menimbulkan masalah psikologis jika kemudian polisi diberi kewenangan menyidik tentara dalam kasus-kasus pidana umum. Lebih lanjut Sagom menjelaskan bahwa masalah psikologis ini bukan sesuatu yang direka-reka. Sebab secara institusi TNI bisa menerima bila memang undang-undang menentukan tentara harus disidik polisi. Tapi perorangan di tentaralah yang belum bisa menerima itu, ujar Sagom. Sagom tak menolak jika tentara juga warga Negara Indonesia, namun tentara memiliki tugas khusus. Tentara mengemban tugas yang tidak sama dengan warga negara lain, kami adalah alat pertahanan negara, ujarnya. Dengan tugas khusus inilah maka dalam bidang penegakan hukumpun tentara memiliki polisi yang berbeda dengan sipil yaitu polisi militer. Merekalah yang mendisiplinkan dan menyidik tentara jika ada kesalahan yang dilakukan tentara. Dalam penegakan hukum berikut sanksinya, lanjut Sagom tentara bahkan mendapatkan hukuman yang lebih berat dari sipil. Selain hukuman fisik/penjara mereka juga mendapat hukuman administratif, ujarnya. Karena itu Sagom mempertanyakan bagaimana menjalankan hukuman administratif yang contohnya pencopotan ini jika tentara dibawa ke peradilan sipil. Hakim atau jaksanya kan tidak berwenang mencopot. Alasan ini, kata dia bukanlah sekedar alasan karena tentara meminta kekebalan. Sebagai tentara kami selalu siap menjalankan keputusan pemerintah, ujarnya. Tapi kalau tentara harus berada di dua peradilan, menurut Sagom itu mengada-ada. Sagom juga mempertanyakan posisi polisi militer jika RUU Peradilan Militer benar-benar disahkan. Apa harus hilang, lalu bagaimana dengan struktur tentara kita. Polisi militer itu ka nada dalam system ketentaraan dinegara manapun didunia. TITIS SETIANINGTYAS [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Damai tapi Kalah
http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/02/16/HK/mbm.20090216.HK129521.id.html 52/XXXVII 16 Februari 2009 Damai tapi Kalah Tommy Soeharto membuktikan lagi keperkasaannya di pengadilan. Dua kemenangan sudah diraihnya dalam tahun ini. Satu dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, setelah menang di pengadilan banding di Guernsey, Inggris. Perdamaian dengan Menteri Keuangan pun terbukti tidak berpengaruh terhadap putusan pengadilan. Deretan kekalahan pemerintah vs Tommy semakin panjang. SEKALI lagi, Hutomo Tommy Mandala Putra menang dalam pertarungan melawan pemerintah. Rabu pekan lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan perdata yang diajukan Menteri Keuangan terhadap PT Vista Bella Pratama, PT Manggala Buana Bakti, PT Humpuss, PT Timor Putra Nasional, Hutomo Mandala Putra, dan Amazonas Finance Ltd. sebagai turut tergugat. Majelis hakim yang diketuai Reno Listowo dan beranggota Sugeng Riyono serta Panji Widagdo dalam putusannya menegaskan, jual-beli hak tagih (cessie) atas utang Timor antara pemerintah (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan Vista Bella adalah sah. Dugaan adanya afiliasi di antara para tergugat juga dinyatakan hakim tidak terbukti. Maka majelis hakim menolak gugatan untuk seluruhnya, kata Reno, ketika membacakan putusan. Menurut majelis, ada tiga hal yang mendasari kemenangan Pangeran Cendana ini. Pertama, perjanjian jual-beli cessie Timor antara Badan Penyehatan dan Vista Bella dinilai sah secara yuridis. Sah-tidaknya cessie tergantung dari sah-tidaknya perjanjian. Kami menilai, pengalihan hak tagih itu sudah sesuai dengan perjanjian, Reno menambahkan. Kedua, kelima tergugat tidak terbukti melawan hukum, seperti yang didalilkan penggugat. Ketiga, terkait afiliasi, majelis menyatakan tidak ada bukti yang menyebutkan hubungan antara Vista Bella dan Manggala, Humpuss, Timor, dan Hutomo Mandala. Tidak ada bukti juga yang memperlihatkan Timor mengintervensi penjualan hak tagih dari Badan Penyehatan ke Vista Bella. Tak satu pun bukti surat maupun saksi dari penggugat yang membuktikan tuduhan afiliasi itu, ujar Reno. Gugatan perdata Menteri Keuangan berawal dari utang Timor Rp 4,5 triliun, yang macet dan dialihkan ke Badan Penyehatan pada 1999. Oleh badan ini, hak tagih ke Timor dijual ke Vista Bella seharga Rp 446 miliar-hanya 11 persen dari nilai aset Timor. Cessie itu kembali dijual Vista Bella ke Amazonas, perusahaan Singapura yang berbadan hukum di British Island. Belakangan, Amazonas menuntut Vista Bella di Pengadilan Negeri Jakarta Utara atas rekening Timor Rp 1,2 triliun di Bank Mandiri. Putusan pengadilan memenangkan Amazonas yang menyatakan, antara lain, penjualan hak tagih Timor ke Amazonas adalah sah. Pemerintah menggugat perdata Vista Bella karena diduga berafiliasi dengan Humpuss melalui Manggala. Sedangkan Tommy Soeharto merupakan pemegang saham mayoritas sekaligus komisaris utama di Timor dan Humpuss. Gugatan ini, menurut Nur Taman, jaksa pengacara negara, diperkuat dengan bukti transfer uang dari Humpuss ke Vista Bella melalui Manggala. Bukti ini memperkuat kalau uang yang dibayarkan ke BPPN bukan uang Vista Bella, melainkan dari perusahaan lain yang terkait, di mana tergugat V (Tommy) sebagai pengurusnya, Nur Tamam menjelaskan seusai sidang. Sebaliknya, majelis menilai transfer US$ 8,3 juta pada 10 April 2003 dari Humpuss ke Manggala tidak ada kaitannya dengan jual-beli cessie. Pembayaran itu bukan untuk Vista Bella, melainkan pihak lain di luar negeri, ujar Reno. Majelis juga yakin, Tommy tidak terafiliasi dengan Vista Bella, karena Tommy bukan pemegang saham. Selain itu, tidak ada pemegang saham Vista Bella yang menjadi pemegang saham Timor. Nur Tamam menilai majelis mengabaikan bukti dari jaksa. Hakim lebih mempertimbangkan bukti dari pihak tergugat, katanya. Atas putusan hakim itu, jaksa menyatakan keberatan. Kami akan banding. Seusai sidang, Sugeng Riyono menjelaskan, putusan diambil melalui diskusi panjang, yang berakhir dengan suara bulat lewat musyawarah, pada 2 Februari lalu. Ketiga hakim sepakat, katanya. Dia mengakui, persoalan ini menarik perhatian publik. Hanya, katanya, penggugat tidak bisa membuktikan gugatannya. Orang boleh saja curiga pihak tergugat saling memiliki hubungan, tapi kami mendasarkan pada bukti formal. l l l SEJATINYA, Menteri Keuangan telah berdamai dengan Vista Bella pada akhir November tahun lalu. Akibat perdamaian itu, kedua pihak setuju membatalkan perjanjian jual-beli cessie Timor, dan sama-sama menghentikan gugatan perdata. Dengan begitu, kata Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan, Mulya Nasution, hak tagih utang Timor kembali ke pemerintah. Adapun uang Timor, sebesar Rp 1,2 triliun, di rekening penampungan sementara Departemen Keuangan berstatus jaminan yang telah disepakati dan disetujui Vista Bella untuk di-set off, atau sebagai pengurang utang Timor kepada pemerintah. Perjanjian ini sah, jadi sah juga kalau kami mencairkan
[wanita-muslimah] Menakertrans Tetap Mengatur Pengiriman TKI ke Luar Negeri
Refleksi: Dengan terus dikirim TKI ke luarngeri menunjukkan ketikkemampuan penguasa rezim NKRI untuk meciptakan sektor-sektor perekenomian yang dapat menampung tenaga kerja sesuai pertumbuhuhan demografi. Apa pendapat Anda? http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=52000ik=6 Menakertrans Tetap Mengatur Pengiriman TKI ke Luar Negeri Minggu 15 Februari 2009, Jam: 19:38:00 JAKARTA (Pos Kota) - Menakertrans, Erman Suparno akan tetap menerapkan Permenakertrans No.22/2008 tentang Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI Ke Luar Negeri, meskipun ada pihak yang mengajukan gugatan dan uji materi ke Mahkamah Agung (MA). Biarkan saja, tetap jalan kok, kata Erman, usai melantik pejabat eselon II dan III jajarannya di Gedung Depnakertrans Kalibata. Ketika ditanya tentang gugatan uji materi oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat ke MA, Erman mengatakan tidak akan menanggapi gugatan itu terlalu jauh. Yang jelas Permen 22 saya keluarkan karena, pertama, (untuk memenuhi) amanat undang-undang, kedua (merupakan) kewenangan saya, ketiga, memang harus diatur lingkupnya, kata Erman. Menurutnya, diperlukan peraturan yang menjadi acuan penempatan TKI keluar negeri oleh swasta. Pihak-pihak swasta yang bisa menempatkan adalah perusahaan jasa TKI (PJTKI), kedua, perusahaan multinasional yang ingin merekrut TKI langsung. Itu yang diatur, kalau tidak diatur, siapa yang mengatur, kata Erman. Sebelumnya, Senin (9/2) lalu ribuan orang dari aliansi peduli TKI yang terdiri atas berbagai LSM TKI dan organisasi buruh, didampingi pengacara dari Sentot Associates mengajukan permohonan hak uji materi terhadap Peraturan Menakertrans itu serta Keputusan Mennakertrans Nomor 200/MEN/IX/2008 dan Nomor 201/MEN/IX/2008. Surat permohonan hak uji materi itu diterima Panitera Muda Tata Usaha Negara MA, Ashadi dengan nomor register 05/P/HUM/Th.2009. MA telah mengirimkan berkas permohonan uji materi itu kepada Mennakertrans Erman Suparno pada Kamis (12/2) untuk diberi tanggapan dalam waktu 14 hari kerja [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Kapal Jagad Samudera Tenggelam, 1 Nyawa Melayang
Refleksi: Kalau ada satistik kecelakaan, maka mungkin sekali bukan saja kecelakan lalu lintas darat menempatkan NKRI pada tempat juara dalam skala internastional, tetapi juga kecelekaan di bidang pelayaran mempunyai posisi yang sama. Takdir ataukah kemampuan menjamin keselamatan tak beres penyebab sering terjadi kecelakaan darat, laut dan udara? http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=51993ik=5 Kapal Jagad Samudera Tenggelam, 1 Nyawa Melayang Minggu 15 Februari 2009, Jam: 19:27:00 SERANG (Pos Kota) - Kapal Jagad Samudera berpenumpang 11 orang tenggelam setelah dihantam ombak tinggi di perairan Selat Sunda di sekitar Merak, Banten, Sabtu (14/2) malam. Dalam musibah itu, Suparto,43, nahkoda kapal ditemukan tewas di perairan Suralaya Kecamatan Pulo Merak, Minggu. Korban yang masih dalam pencarian yakni Kamsin, Roni, Sahrudin dan Rebidin. Korban yang berhasil menyelamatkan diri yaitu Muhammad Yusuf, Jenni, keduanya awak kapal serta penumpang kapal yakni Hastari, Aliudin, Jahiri, dan Ujang. Menurut Direktur Polisi Air Polda Banten, AKBP. Alex Fauzy Rasyad, Minggu, musibah yang menimpa kapal moring Jagad Samudera terjadi sekitar pukul 20:30, saat kapal yang dinahkodai Suparto tersebut melakukan perjalanan pulang ke dermaga di sekitar Pulorida. BERSIHKAN TONGKANG Para awak kapal itu, sebelumnya telah selesai membersihkan Tongkang Marina 12 yang mengangkut Batubara, di Perairan Tanjung Pujut. Namun, dalam perjalanan pulang, gelombang tinggi menghempas haluan kapal yang dinaiki tiga ABK dan delapan pekerja sepesialis pembersih tongkang. Kapal langsung tenggelam, karena ombak masuk dari arah haluan kapal, kata Alex. Penyelamatan segera dilakukan. Tim SAR berhasil menyelamatkan enam awak kapal dalam keadaan terapung-apung tak sadarkan di tengah lautan. Mereka langsung dibawa ke markas Polair untuk diberikan pertolongan. Dari informasi ke enam korban itu, kami memperoleh keterangan masih ada lima korban lainnya, ujar Alex. Berbekal dari informasi itu, tim SAR gabungan kembali melakukan pencarian korban hilang dengan melakukan penyisiran disekitar lokasi kejadian. Sekitar pukul 07:30 petugas menemukan suparto dalam kondisi sudah tak bernyawa di sekitar perairan Suralaya. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Gadis Berkelamin Ganda Menanti Uluran Tangan
Refleksi: Bagaimana pendapat Anda sebagai ahli ilmu surgawi terhadap wanita ini? http://www.poskota.co.id/news_baca.asp?id=51972ik=3 Gadis Berkelamin Ganda Menanti Uluran Tangan Minggu 15 Februari 2009, Jam: 7:46:00 JAKARTA (Pos Kota) - Gadis ini ke mana-mana selalu berpenampilan sebagaimana layaknya wanita. Mengenakan baju wanita dan jilbab setiap ke sekolah. Tapi siapa sangka jika ia ternyata memiliki kelamin ganda. Fenomena yang jarang terjadi ini dialami Nurhikmah, 16. Ia adalah anak pasangan Sahri, 60, dan Titin Maimunah, 50. Mereka tinggal di Kampung Bulak Teko, RT 011/011, Kalideres, Jakarta Barat. Sahri, 60, yang ditemui di rumahnya, Sabtu (14/2), mengatakan keanehan yang terdapat pada tubuh anaknya diketahui saat Nurhikmah dilahirkan. Saat itu suster bilang anak saya laki-laki, tapi setelah saya lihat, kok perempuan. Suster juga bingung, jelasnya. Dia kemudian membawa Nur ke RSCM. Karena pada waktu itu di RSCM sedang tidak ada dokter anak, maka Nur dialihkan ke RS Harapan Kita. Saat itu dokter bilang kalau anak saya sudah bisa pipis, berarti normal, tuturnya. Keanehan yang menimpa Nur ternyata pernah dialami oleh kakaknya, Siti Masitoh. Namun setelah dewasa, Siti yang sekolah di madrasah aliyah ini hanya memiliki satu kelamin wanita. Hanya saja, payudara Siti tidak tumbuh seperti wanita pada umumnya dan memiliki suara seperti pria. Sedangkan Nur sampai saat ini punya dua kelamin. Tapi penisnya berukuran kecil, tutur Sahri. Diakuinya, penampilan Nur yang bersekolah di madrasah tsanawiyah swasta ini memang agak kelaki-lakian. Dia anak yang tomboy dan suka main bola, imbuhnya. BUTUH BANTUAN Ketua RW 011, Cecep, 45, yang juga masih saudara dengan keluarga ini, mengatakan kondisi yang dialami anak-anak Sahri membutuhkan bantuan dari semua pihak. Cecep mengaku sudah membantu mengurus surat ke kelurahan dan kecamatan untuk meringankan biaya operasi. Anak-anak tersebut juga sudah dibawa ke RSCM untuk menjalani pemeriksaan. Rencananya pada liburan sekolah besok, operasi akan dilaksanakan. Tapi keluarga ini masih kebingungan soal biaya. Saya punya uang darimana untuk operasi, saya sudah tua dan tidak bekerja, jelas ayah 6 anak ini. Siti dan Nur selama ini diperlakukan sebagai perempuan oleh keluarga dan lingkungannya. Saat mereka berganti kelamin menjadi laki-laki kelak, dibutuhkan bantuan dari banyak pihak untuk menguatkan mentalnya. Kita harus hati-hati, karena ini menyangkut perasaan. Mereka berdua merasa kalau selama ini adalah perempuan. Sedangkan dokter mengatakan jika mereka adalah lelaki. Perlu banyak penyesuaian tentunya, ujar Ketua RW. (anis/ok)@ [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Diam-Diam Kemiskinan Meningkat!
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2009021406181016 Sabtu, 14 Februari 2009 Diam-Diam Kemiskinan Meningkat! H. Bambang Eka Wijaya TAKUT benturan dengan nyaringnya iklan sukses partai berkuasa, secara diam-diam angka kemiskinan di negeri kita meningkat! ujar Umar. Fakta tersebut diungkap di DPR oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua Bappenas Paskah Suzetta, dengan lonjakan angka kemiskinan secara absolut dari 32,38 juta orang menjadi 33,714 juta orang pada 2009! (Kompas, 13-2) Rupanya fakta itu yang disambar Ketua Umum DPP PDI-P Megawati untuk menuding pemerintahan SBY gagal mengendalikan dampak krisis global! sambut Amir. Kata Megawati di forum pengusaha bertanya parpol menjawab kemarin, pemerintah menyalahkan faktor-faktor luar negeri sebagai penyebab tak tercapainya janji mereka! Padahal, tegas Megawati, seharusnya kita mengantisipasi pengaruh luar itu agar bisa mengendalikan eksesnya di dalam negeri! Fakta itu bisa dibawa retorika politik ke mana saja! timpal Umar. Di sisi lain, pukulan dampak krisis keuangan global ini juga tidak mudah untuk ditutup-tutupi dengan retorika serapi apa pun! Jadi, lebih baik kita tinggalkan gemuruh retorika, menyimak lebih saksama secara kualitatif realitas peningkatan kemiskinan jutaan orang warga bangsa! Sebab, ketika suatu gelombang situasi menenggelamkan jutaan orang menjadi OMB--orang miskin baru--secara kualitatif tingkat kemiskinan OML--orang miskin lama--juga menjadi makin lebih dalam lagi! Jadi makin lebih sukar pula usaha kita mengentaskannya! Namun begitu kita jangan fatalistik, menyerah seolah tak ada lagi usaha yang bisa dilakukan untuk menguak jalan keluar! tegas Amir. Pemerintah telah menyiapkan dana stimulus Rp71,3 triliun untuk meningkatkan daya beli rakyat, meningkatkan daya saing dan daya tahan dunia usaha, serta meningkatkan belanja infrastruktur padat karya! Semua itu diharapkan bisa menjadi bantalan agar empasan krisis global terhadap warga miskin tidak terasa terlalu menyakitkan! Harapan pada usaha-usaha yang ditempuh pemerintah tak ada salahnya! sambut Umar. Tapi, coba kita simak ulang perdebatan tentang stimulus yang diajukan Obama di Kongres AS, meski akhirnya disetujui! Kata kalangan kontrastimulus, stimulus hanya menyelamatkan dan lebih dinikmati segelintir orang di Wall Street yang bergaji jutaan dolar setahun--biang penyulut krisis itu sendiri! Sejauh mana bisa dijamin, stimulus tidak hanya membuat basah kuyup segelintir orang yang menerima guyuran, sedang rakyat cuma kecipratan ala kadarnya? Namanya stimulus, jangan diharapkan berlebihan! entak Amir. Stimulus itu ucapan keseleo lidah dari siti mulus, merangsang! Kalau lauk mirip jengkol, untuk merangsang nafsu makan! Bukan kenyang dari makan jengkolnya, melainkan merangsang supaya makan nasinya jadi banyak! Justru stimulus sebagai siti mulus yang seksi itulah, keandalannya mengatasi laju kemiskinan yang kian masif, jadi kurang bisa diharapkan! tukas Umar. Karena siti mulus yang seksi itu lebih mungkin ditonjolkan sebagai pajangan dalam kampanye sukses! Kampanye indahnya program, bukan hasilnya mengentaskan kemiskinan--yang menurut hitungan Bappenas tak terbendung peningkatannya! [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Ari Sigit Jadi Capres: Belum Tentu Seperti Penerus Orba Lainnya
http://www.lampungpost.com/aktual/berita.php?id=6639 Minggu, 15 Februari 2009 Ari Sigit Jadi Capres: Belum Tentu Seperti Penerus Orba Lainnya JAKARTA (LampostOnline): Masuknya Ari Sigit dalam nominasi capres Partai Pemuda Indonesia (PPI) disambut positif pimpinan Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) Laksamana Sukardi. Menurutnya hal itu memang hak politik seseorang dan jangan dilihat dari identifikasi dengan keluarganya. Belum tentu juga dia seperti penerus Orde Baru lainnya, kata pria yang akrab disapa Laks ini di sela-sela syukuran SP3 kasus VLCC di kediamannya, Jl Birah I, Kebayoran Baru, Jakarta, Minggu (15/2/2009). Dia juga meminta agar tidak muncul penolakan hanya karena posisi Ari sebagai cucu mantan presiden Soeharto. Itu hak politik sesorang. Biarkan saja, toh belum tentu kesandung masalah hukum. Kalau kita benci sama Orba, masak terus dia nggak boleh nyalon, kami harus dewasa dan itu hak politik setiap orang. Biarkan masyarakat menilai dan memilih, tegasnya. n DTC/L- [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] 43 Pengacara Siap Dampingi Buchtar CS
Cendrawasih Pos 16 Februari 2009 43 Pengacara Siap Dampingi Buchtar CS *Sidang Perdana Digelar Rabu(18/2) JAYAPURA-Sebanyak 43 penasehat hukum (PH) di Jayapura, dipastikan akan mendampingi tersangka makar, Buchtar Tabuni Cs dalam persidangan. Kesiapan 43 PH untuk mendampingi Bucthar Cs ini, diungkapkan Ketua Tim Penegakan Hukum Kasus Makar Buchtar Tabuni Cs, Pieter Ell, SH. Untuk diketahui, kasus yang sempat menyedot perhatian publik ini, rencananya akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jayapura, Rabu (18/2) lusa. Menurut Pieter Ell, dari perkara tersebut kliennya yang saat ini statusnya telah menjadi tahanan kejaksaan telah disepakati akan didampingi sekitar 43 Penasehat Hukum. Hanya saja dalam proses persidangan nantinya Pieter menyampaikan kemungkinan hanya separoh dari jumlah tersebut yang bisa hadir. Dari tuduhan yang dikenakan kepada kliennya, Pieter menyoroti tentang pasal 160 KUH Pidana yang sekarang dikenakan untuk Buchtar Cs, dimana menurut pria yang suka mengenakan kacamata hitamnya ini menganggap pasal tersebut tidak relevan lagi untuk diterapkan saat sekarang. Pasal 160 KUH Pidana ini sebenarnya digunakan pada zaman penjajahan Belanda untuk menjerat pejuang atau rakyat yang menentang pemerintahan Belanda pada waktu itu lalu diadopsi oleh pemerintah Indonesia. Jadi pasal tersebut saya pikir sudah tidak relevan lagi untuk diterapkan jika digunakan saat ini, jelas Pieter Ell saat dikonfirmasi, Ahad (15/2). Jika tetap diterapkan, maka Pieter Cs berencana akan melakukan yudisial review untuk meminta ke mahkamah konstitusi menghapus pasal tersebut. Menyangkut persidangan nantinya dikatakan, telah dilakukan koordinasi dengan para PH untuk menindaklanjuti proses sidang. Yang terpenting menurut Pieter adalah apakah akan diajukan eksepsi atau tidak. Ini yang sedang kami bahas, karena kasus makar ini boleh dibilang menyedot perhatian masyarakat. Jadi hal tekhnis seperti ini yang kami bicarakan, beber Pieter. Ia juga mengomentari soal perkara Buchtar yang lebih condong pada permasalahan politik. Menurut saya, penyelesaiannya sebaiknya melalui jalur politik pula, saran Pieter menengahi. Dari pokok masalah ini, jika melihat kebelakang, pada tahun 1998 lanjut Pieter saat itu dikatakan banyak perkara makar, dimana banyak masyarakat Papua menghadap Presiden Habibie untuk meminta merdeka. Begitu juga kasus Alm Theys Eluay dan Sekjend PDP, Thaha Alhamid dan lainnya. Namun dari sekian banyak kasus serupa bisa diselesaikan tanpa harus menggunakan jalur hukum melainkan tetap melalui jalur politik. Dilakukan melalui kongres Papua pada tahun 2000 yang disetujui oleh Gus Dur ini salah satu contohnya, kisahnya. Melihat kondisi ini, Pieter menekankan sesungguhnya perkara makar bukanlah satu tindakan hukum yang perlu menjadi prioritas, tetapi ada tiga hal penting yang sebaiknya segera disikapi yakni pelurusan sejarah, penyelesaian kasus pelanggaran HAM begitu pula dengan permasalahan ekonomi. Ini adalah 3 akar masalah yang harus diselesaikan dan bukan karena kasus makar lalu disidangkan, sementara perkara pokok tadi dinomor sekiankan, ungkapnya. Jika tetap berpatokan pada proses hukum tindakan yang dimaksud, maka Pieter memprediksikan kedepannya akan muncul kasus yang sama dan tetap tidak menyelesaikan masalah. Sementara menyangkut pemindahan Buchtar dari tahanan Polda ke Lapas Narkotika, Doyo Baru Kabupaten Jayapura dan dikembalikan ke Lapas Abepura, Pieter menganggap hal tersebut wajar dilakukan, namun sedikit disayangkan karena sempat terjadi miss komunikasi antara PH dengan pihak kejaksaan pada saat proses pemindahan. Ya paling tidak ada informasi pemberitahuan, karena kami bertanggung jawab terhadap proses hukum kedepan dan status Buchtar masih tahanan yang menjalani proses hokum, bukan narapidana, sehingga menurut saya komunikasi itu penting guna menghindari isu yang berkembang di masyarakat, lanjut Pieter yang hari Senin besok (hari ini) akan bertemu Buchtar guna membicarakan soal persidangannya. Rupanya sidang perkara dugaan makar yang dituduhkan kepada Buktar Tabuni yang akan digelar Rabu (18/2), diperkirakan akan mendapat penjagaan ketat dari polisi. Pasalnya pihak pengadilan Negeri Jayapura telah melayangkan surat permintaan bantuan pengamanan kepada kepolisian atas digelarnya kasus tersebut. Kami telah mengirimkan permohonan pengamanan kepada pihak kepolisian guna mengamankan jalannya sidang tersebut, ungkap Ketua Pengadilan Negeri Jayapura, Aman Barus, SH saat ditemui Cenderawasih Pos, Jumat (13/2) di Pengadilan Negeri kemarin. Sidang yang beragendakan pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) ini akan dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Manungku Prasetyo, SH bersama Lucky R Kalalo, SH dan H Simarmata, SH MH sebagai anggotanya. Setelah menerima berkas perkara dengan nomer 78/Pid.B/2009/PN-JPR pada tanggal (10/2), saya langsung memerintahkan kepada ketiga hakim tersebut dapatnya memimpin sidang atas kasus buktar tabuni,
[wanita-muslimah] Penyakit Itu Bernama PHK
Jawa Pos [ Senin, 16 Februari 2009 ] Penyakit Itu Bernama PHK Oleh Pribakti B. * Di dunia kedokteran dikenal berbagai macam penyakit. Ada yang namanya penyakit bawaan lahir, penyakit keturunan, penyakit tidak menular, sampai penyakit menular. Karena itu, ahli farmasi harus selalu bekerja keras menciptakan obat penumpas berbagai penyakit itu. Bahkan, akhir-akhir ini macam penyakit yang menyerang manusia semakin beragam dan tidak sedikit yang sampai hari ini dinyatakan belum ada obatnya. Namun, ternyata di luar kehidupan dunia kedokteran, ada juga penyakit menular yang tidak kalah bahayanya, namanya PHK (pemutusan hubungan kerja). Menyaksikan gelombang PHK masal segera tiba, saya ingat akan sebuah kisah. Syahdan, ada seorang Pak Tua yang rumahnya di pinggir pantai. Setiap pagi Pak Tua itu memunguti hewan kecil yang terdampar ke pinggir oleh deburan ombak malam hari. Berbagai hewan kecil itu akan mati jika tidak bisa kembali ke laut lepas. Karena itu, setiap pagi Pak Tua memunguti ikan-ikan kecil serta ubur-ubur untuk dilemparkan kembali ke laut. Suatu kali datang anak kecil menertawakan apa yang dilakukan Pak Tua ini. Katanya, ''Pak, bukankah pekerjaan ini sia-sia, karena pantai ini begitu panjang dan jauh lebih banyak binatang laut yang tidak bisa Bapak selamatkan ketimbang yang bisa Bapak pungut yang jumlahnya mungkin hanya belasan?'' Pak Tua menjawab, Kalaupun aku tidak bisa menyelamatkan semuanya, aku merasa berkewajiban menyelamatkan sebisa-bisanya yang masih dalam jangkauanku. Memulai Sama pula dengan hal keterpurukan akibat krisis global yang melanda bangsa ini yang berujung dengan PHK. Tentu semua tahu kalau kini sudah berskala besar dan mengkhawatirkan. Bisa jadi pula di luar kemampuan pribadi seorang Presiden SBY untuk bisa mengatasinya. Meski demikian, seperti nasihat Pak Tua, kita wajib memulai dan berbuat sesuatu yang pasti bisa dilakukan untuk bangsa ini. Lalu, dari mana harus dimulai? Pertama, mulai dari diri sendiri. Kita harus perkuat tekad dan komitmen untuk berani berbeda melawan arus gelombang demoralisasi dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam lingkungan kantor, keluarga maupun masyarakat. Kedua, harus menetapkan target untuk berusaha membantu teman agar berada sekapal dengan kita. Setiap hari kita bertanya, apa yang telah aku lakukan buat diriku dan temanku untuk memengaruhi komitmen moral agar tidak tergelincir? Bila dua usaha ini semua dilakukan dengan benar, insya Allah penyakit PHK bisa diberantas penularannya. Lebih jauh lagi, kita juga perlu memperluas dan memperkuat penyadaran dan pencerahan hidup melalui berbagai forum apa saja yang bisa dimanfaatkan. Sesungguhnya jatuh bangun sebuah bangsa pasti digerakkan oleh faktor sebab yang bekerja di balik semua peristiwa, baik yang dianggap kecil maupun yang besar, yang disadari maupun yang tidak disadari, yang baik maupun yang buruk, yang diterima maupun yang diingkari. Dengan logika seperti itu, sebenarnya keterpurukan yang menimpa bangsa ini jelas merupakan produk kita sendiri. Jalinan antara faktor struktur dan kultur politik yang demikian pengap sehingga sudah sulit dipisahkan lagi, mana variabel sebab dan mana variabel akibat. Tapi, bagaimanapun, akhirnya kita semua menanggung akibatnya dan secara moral kita turut bertanggung jawab, mengingat struktur dan kultur tidak bisa dimintai tanggung jawab. Bagi mereka yang begitu dangkal memahami dan menjalani hidup, mata hati dan pikirannya hanya mampu memandang karma yang berlaku dalam jarak pendek, terutama yang terkait langsung dengan kebutuhan fisik. Orang yang menjadikan kekayaaan materi sebagai ukuran sukses dan sumber kebahagiaan harus siap hidupnya gelisah karena kualitas dan masa berlakunya hanya berlangsung pendek. Terlebih jika cara meraihnya tidak mengikuti kaidah hukum moral dan sosial, karma negatif yang akan ditemuinya. Di sekeliling kita sudah banyak contoh. Mereka yang dahulu hebat karena dengan seenaknya menjarah harta negara, kini mulai merasakan akibatnya. Rasa harga diri lenyap dan sejarah mengutuk sebagai perusak bangsa. Bukan pembangun bangsa. Di tengah hantaman keterpurukan yang masih mendera, kita harus bisa keluar dari jerat dampak negatif masa lalu. Kita bangun optimisme sambil melakukan pertobatan serta belajar dari kesalahan masa lalu. Drama tragis keluarga Cendana, misalnya, lalu sekian figur publik harus mendekam di ruang tahanan serta menjadi cacian masyarakat melalui media masa. Memang sebagian hukum Tuhan telah diberlakukan di dunia. Yang pasti, Tuhan tidak pernah menghukum suatu bangsa, tetapi mereka sendiri yang sebenarnya berbuat aniaya dan bertindak kejam pada dirinya. Celakanya, manusia lebih senang memilih bertindak bengis dan bodoh pada sesama. Untuk itu mari semua ini kita renungkan. Kita berharap keterpurukan ini merupakan proses menuju ke arah kedewasaan dan peningkatan dalam berbangsa dan bernegara. Paling tidak kita berniat mencapai tahapan hidup yang
[wanita-muslimah] Golkar Mulai Gelar Survei Tujuh Nama Capres
Jawa Pos [ Senin, 16 Februari 2009 ] Golkar Mulai Gelar Survei Tujuh Nama Capres Akbar Tandjung Sambut Positif JAKARTA - Partai Golkar bakal mengejar ketertinggalan dari kompetitornya di pemilu dan pilpres. Hari ini partai berlambang beringin itu mulai menggelar survei tujuh nama capres mereka ke daerah-daerah. Gerbong Golkar itu bergerak setelah Wapres Jusuf Kalla yang juga ketua umum Partai Golkar tiba dari kunjungannya di empat negara. Informasi yang diterima Jawa Pos menyebutkan, Kalla kemarin mendarat di tanah air sekitar pukul 06.00. Dia disambut beberapa kolega sesama partai. Di antaranya, Menko Kesra Aburizal Bakrie, politikus senior Partai Golkar Theo L. Sambuaga, dan Wakil Ketua Umum Golkar yang juga Ketua DPR Agung Laksono. Kalla langsung menggelar pertemuan di kediamannya. Di sana sudah ada beberapa petinggi partai. Di antaranya, Sekjen Partai Golkar Sumarsono dan Ketua DPP Partai Golkar Andi Mattalatta yang juga Menkum HAM. Pertemuan perdana fungsionaris partai dengan ketua umumnya sejak keberangkatan Kalla ke luar negeri (LN) pada 31 Januari itu dimanfaatkan untuk melaporkan perkembangan terkini di tanah air. Mulai isu pencapresan hingga tekanan agar Partai Golkar segera mengumumkan capresnya kendati belum melalui pemilu legislatif. Golkar saat ini berada dalma tekanan dari sejumlah kadernya agar segera mengumumkan nama capres. Dalam hal penetapan capres, dibandingkan dengan parpol besar lain, Golkar kalah cepat. Misalnya, PDIP yang sudah menetapkan Mega atau Demokrat yang mencapreskan SBY. Di internal Golkar juga berkembang pemikiran bahwa mereka memilih opsi untuk menjadikan Kalla sebagi cawapres SBY. Menurut Soemarsono, kendati banyak tekanan, tidak ada perubahan seperti keputusan Rapimnas Golkar pada Oktober lalu. Pihaknya tetap akan mengumumkan capres setelah pemilu legislatif. ''Itu tidak bisa diganggu gugat,'' tegasnya. Namun, bukan berarti partai pemenang Pemilu 2004 itu berdiam diri. Rencananya, kata Sumarsono, hari ini Partai Golkar akan mulai menjaring capres dari internal partainya di tingkat DPD provinsi. Perwakilan partai di tingkat provinsi akan mengumpulkan aspirasi kepada DPP. ''Penjaringan tetap dari bawah. Ini murni kami menjaring aspirasi dari daerah-daerah,'' katanya. Sempat muncul dugaan, penjaringan capres itu sebenarnya sudah bisa dilakukan beberapa waktu lalu. Namun, hal itu tak bisa segera dilakukan karena Kalla belum datang. Namun, Sumarsono membantah dugaan tersebut. Penjaringan, kata dia, adalah mekanisme biasa sebuah partai. ''Kalau yang seperti ini, tidak perlu tanda tangan Pak JK (Jusuf Kalla, Red). Yang seperti ini cukup saya sama Pak Agung (Wakil Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono, Red) sudah beres,'' elaknya. Penjaringan capres yang mulai berjalan di internal beringin mendapat apresiasi positif dari Akbar Tandjung. ''Sudah seharusnya DPP Partai Golkar menindaklanjuti keputusan rapimnas (Oktober 2008, Red). Jadi, itu sudah benar,'' kata Akbar. Meski begitu, Ketua DPR periode 1999-2004 itu tetap memberikan saran. Menurut dia, kandidat capres dari Golkar yang diinventarisasi DPP dari rekomendasi daerah-daerah sebaiknya mendapat kesempatan untuk menyampaikan visi dan misi. Lebih baik lagi, imbuh Akbar, bila forum rapimnasus untuk memilih dan menetapkan capres Golkar nanti juga melibatkan DPD kabupaten/kota. ''Kalau ini bisa dilakukan, berarti sudah cukup baik. Walaupun tidak murni konvensi,'' katanya. Dia menambahkan, AD/ART Partai Golkar memang menyebutkan, rapimnas diikuti DPP dan DPD provinsi. Tapi, untuk memperkuat basis dukungan, kata dia, sebaiknya mengikutsertakan jajaran kepemimpinan Golkar di DPD tingkat II. ''Biar semua lebih bertanggung jawab atas apa yang diputuskan nanti,'' tegasnya. Mekanisme pengerucutan capres Golkar di rapimnasus sebaiknya bagaimana? ''Masing-masing DPD tingkat II harus diberi kesempatan untuk menyampaikan pilihan secara tertulis atau voting,'' jawab Akbar. (aga/pri [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Partisipasi Masyarakat Dalam Kekerasan Bernuansa Agama Cukup Tinggi, Menurut Survei
http://id.christianpost.com/dbase.php?cat=societyid=1071 Partisipasi Masyarakat Dalam Kekerasan Bernuansa Agama Cukup Tinggi, Menurut Survei Friday, Feb. 13, 2009 Posted: 2:42:15PM PST Berdasarkan survei yang dilakukan Litbang Depag pada 2007 dan 2008 yang mengangkat tema Tindak Kekerasan Keagamaan di 13 Propinsi di Indonesia, Menteri Agama, Muhammad Maftuh Basyuni menyimpulkan bahwa tindakan masyarakat dalam berbagai bentuk kekerasan bernuansa agama dinilai cukup tinggi. Pernyataan tersebut disampaikan Maftuh di hadapan Kakanwil Depag Jateng, H. Mashudi dan para pejabat Kanwil Depag Jawa Tengah, Rabu (11/2) lalu di Semarang. Hasil survei tersebut didasarkan pada tingkat Partisipasi Potensial Agresif (PPA), yaitu kesediaan masyarakat untuk terlibat dalam berbagai bentuk kekerasan bernuansa agama yang dinyatakan cukup tinggi, katanya. Dari survey berdasarkan PPA tersebut juga terlihat bahwa NAD mempunyai persentase PPA tertinggi sebesar 62 persen, sedangkan di Sumatera dan Jawa bagian Barat masing-masing 44 persen dan 36 persen, jelasnya. Sebaliknya, Hasil survei memperlihatkan Partisipasi Aktual Agresif (PAA) masyarakat dalam berbagai bentuk tindak kekerasan bernuansa agama relatif rendah. Keterlibatan dalam merazia tempat hiburan menempati urutan paling atas dengan nilai PPA paling tinggi, yakni sebesar 5,3 persen di NAD, 2,7 persen di Sumatera dan 1,3 persen di Jawa Bagian Barat. Meskipun tingkat PAA (Partisipasi Aktual Agresif) di ketiga wilayah tersebut rendah, bukan berarti bahwa fenomena tindak kekerasan keagamaan tidak signifikan, tambahnya. Berdasarkan hasil survey tersebut juga dapat disimpulkan pula bahwa potensi masyarakat untuk melakukan atau terprovokasi dalam kekerasan sangat tinggi. Partisipasi semua pihak secara aktif mutlak diperlukan guna meredam potensi-potensi tersebut,himbau Maftuh. [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Gerindra Targetkan 15 Juta Anggota
Media Indonesia Minggu, 15 Februari 2009 20:35 WIB Gerindra Targetkan 15 Juta Anggota ANTARA BANDAR LAMPUNG--MI: Ketua Dewan Pembina Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto menargetkan jumlah anggota partai tersebut mencapai 15 juta orang pada akhir Februari 2009. Sampai saat ini anggota yang telah memiliki kartu sebanyak 10 juta orang, pekan depan bisa 12 juta dan akhir bulan ditargetkan 15 juta, katanya pada pidato politik HUT ke-1 Partai Gerindra di Bandarlampung, Minggu. Ia pun mengakui bahwa kian banyaknya warga yang bergabung menandakan partai tersebut menjadi harapan masyarakat. Dulu ketika partai ini baru terbentuk, banyak yang menertawakan dan mencemooh, katanya. Namun, lanjut dia, ada gerakan dari bawah yang terus meningkat sehingga partai tersebut berkembang pesat. Hal ini karena Partai Gerindra adalah partai rakyat. Partai orang kecil, pedagang, nelayan, buruh, PNS, dan seluruh rakyat Indonesia, katanya di depan ribuan massa yang memadati GOR Saburai Bandarlampung. Karena partai ini berasal dari rakyat, kata Prabowo, sudah saatnya rakyat yang harus memimpin. Ia menjelaskan pihaknya terpaksa mendirikan partai untuk mengumpulkan dan mengakomodasi keinginan rakyat untuk melakukan perubahan. Prabowo yang hadir didampingi Sekjen DPP Partai Gerindra A Muzani menambahkan sistem ekonomi saat ini tidak bisa membawa kesejahteraan dan kemakmuran kepada rakyat Indonesia. Setelah 63 tahun merdeka, sistem yang ada hanya membawa kepada kesejahteraan sekelompok orang, katanya. (Ant/OL-03) [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Sekali Lagi, Hukum sebagai Panglima Keadilan
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=6857:sekali-lagi-hukum-sebagai-panglima-keadilan-catid=78:umumItemid=131 Sekali Lagi, Hukum sebagai Panglima Keadilan Oleh : Pdt. Sumurung Samosir, STh Kita dapat melihat teramat banyak kasus di negeri ini yang mempertontonkan kebijakan hukum yang mencederai rasa keadilan. Keadilan seolah bukan menjadi bagian dari penegakan hukum. Hukum dijalankan di atas segenap kekuatan uang, otot, dan kuasa. Banyak fakta yang menunjukkan pengadilan bukan tempat yang baik untuk berburu keadilan. Upaya hukum dalam rangka mewujudkan kemakmuran masyarakat terkendala karena pengadilan sering terjebak pada ragam permainan kekuasaan dan kepentingan. Pengadilan tidak selalu mencerminkan tanggung jawab untuk menjadi penjaga nurani dan pintu gerbang keadilan. Jika keadilan sering dicederai, lambat laun akan kehilangan martabatnya. Martabat hukum tidak berdaya menghadapi kuasa kegelapan yang menyelimuti wajah peradilan. Hukum hanya menjadi barang mainan dan kehilangan hal yang mendasar: rasa keadilan. Prinsip dasar negara yang berdiri di atas prinsip rechstaat (negara hukum) dan bukan machstaat (negara politik) tidak bisa berjalan. Intrik politik melalui tangan-tangan kekuasaan selalu jauh lebih kuat. Termasuk untuk menciptakan keputusan-keputusan hukum. Tujuan hukum dalam masyarakat modern adalah untuk memakmurkan masyarakatnya, bukan memecah-mecahnya di mana hanya wong cilik bisa dikenai proses keadilan yang maharumit, sementara wong gedhe bisa mempermainkan hukum. Luka dalam rasa keadilan yang terjadi dalam berbagai kasus di negeri ini merupakan cermin dari gagalnya bangsa ini membangun keadaban hukum. Juga berarti sebagai kegagalan pemimpin untuk menjaga amanat penegakan nilai dan rasa keadilan. Sudah begitu lama keadilan menjadi barang yang mudah dipermainkan kekuasaan dan uang. Martabatnya jatuh ke titik paling rendah. Sudah begitu banyak orang tahu keadilan susah diwujudkan di negeri ini. Keadilan tidak untuk semua, namun untuk sebagian kecil saja. Hukum dan keadilan bukan saja bagaikan saudara tiri yang jauh, melainkan sering seperti musuh. Mereka jarang bisa bertemu karena begitu seringnya kekuatan lain (kuasa, otot, dan uang) yang menceraikannya. Keadilan di negeri ini amat langka diperoleh karena keadilan tidak pernah menjadi bagian dari cara berpikir, berperilaku, dan berelasi para penguasa dan penegak hukum kita. Perilaku mereka lebih mengutamakan kekuasaan dan popularitas. Rakyat memperoleh pendidikan utama tentang keadilan di negeri ini adalah sebuah bayang-bayang kamuflase. Para penguasa dan penegak hukum kita tidak memiliki gugus insting yang melahirkan cakrawala kekuasaan yang mengedepankan rasa keadilan bagi semua. Hukum tak lagi bermartabat karena mereka yang bermartabat hanyalah mereka yang berkekuasaan dan berkekayaan. Hukum sering kali hanya pajangan dan retorika pasal-pasal. Di depan cengkeraman kekuasaan dan orang kuat, hukum tidak lagi memiliki taring. Hukum tumpul akibat banyak macam sebab. Hukum mandul karena kepandaiannya hanya menginjak ke bawah dan mengangkat yang atas. Hukum belah bambu telah mengiris-iris rasa keadilan di negeri ini. Itulah perilaku yang menghancurkan martabat hukum Indonesia dan martabat kita sebagai bangsa. Tragedi itu bisa jadi akan makin mempertebal awan mendung dalam sistem hukum bangsa kita. Apa yang kita perdengarkan tentang Indonesia sebagai negara hukum sering kali hanya sebagai pemanis mulut. Apa yang kita kenal sebagai kedaulatan hukum adalah deretan kepalsuan demi kepalsuan. Keadilan tidak termanifestasi dalam kenyataan. Kenyataan yang termanifestasi di bumi kita ini adalah kekuatan, otot, kekuasaan, uang, dan segala hal yang berkomparasi dengannya. Hukum dan keadilan bagaikan dua sisi mata uang. Didamba selalu berdekatan, tapi tak pernah menyatu. Keduanya menghadap sisi-sisi yang lain dari realitas hidup warga. Keadilan hanya alat untuk memaniskan realitas kehidupan yang demikian pahit. Ironis sebab hukum dan keadilan merupakan (sekadar) hiburan bagi rakyat kecil. Litani jeritan kekecewaan dan kesedihan. Tipu daya hukum ditegakkan di atas prinsip-prinsip keadilan sosial. Hukum juga harus memegang teguh apa yang disebut sebagai kesederajatan (equality) dan menghindari diskriminasi. Hukum mengemban misi kemanusiaan dan ingin menciptakan proses yang berperikemanusiaan. Kita semua hidup sedang menuliskan sebuah sejarah. Baik-buruk, benar-salah, tegas, dan plin-plannya sebuah catatan sejarah masa mendatang berawal dari semua tindakan kita hari ini. Sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang tak akan percaya. Dengan terus-menerus menggerus rasa keadilan, kita akan mengulang proses penyejarahan yang gelap. Bahwa hukum ditegakkan bukan karena prinsip keadilan sosial. Di negara yang mengagungkan hukum sebagai payung (rechstaat),
[wanita-muslimah] Ketua DPRK Banda Aceh, Muntasir Hamid: Senjata Api Ilegal Masih Bebas Berkeliaran di Aceh
http://www.analisadaily.com/index.php?option=com_contentview=articleid=6890:ketua-dprk-banda-aceh-muntasir-hamid-senjata-api-ilegal-masih-bebas-berkeliaran-di-acehcatid=42:nadItemid=112 Ketua DPRK Banda Aceh, Muntasir Hamid: Senjata Api Ilegal Masih Bebas Berkeliaran di Aceh Banda Aceh, (Analisa) Berbagai aksi kriminal yang menggunakan senjata api membuktikan bahwa senjata api ilegal itu masih bebas berkeliaran di Aceh. Untuk itu pemerintah pusat diminta untuk segera memerintahkan polisi dan Panglima Kodam yang ada di daerah untuk segera mengamankan senjata itu. Karenanya, Ketua DPRK Banda Aceh Muntasir Hamid menegaskan pemerintah pusat jangan terlalu percaya kepada laporan-laporan Asal Bapak Senang (ABS) yang dibawakan oleh pejabat daerah atau saipapun saja, seolah-olah Aceh ini aman. Saya tidak sependapat itu. percaya atau tidak senjata masih banyak di Aceh, saya bisa memberi buktinya, tegas Ketua DPRK Banda Aceh Muntasir Hamid pada wartawan, Kamis (12/2). Muntasir tidak bisa memprediksikan, masih maraknya peredaran senjata api ilegal di Aceh ini, apakah ini dalam rangka untuk menggagalkan pemilu atau motif yang benar-benar kriminal karena tuntutan atau desakan ekonomi. Dengan gamblang Muntasir menyatakan, yang pegang senjata ilegal ini adalah mantan-mantan kombatan GAM. Karenanya, demi keutuhan negara dan memadamkan ide separatis, perlu tindakan tegas dari aparat keamanan. Hanya Segelintir Dikatakan, masyarakat sudah melihat manisnya perdamaian, nikmatnya kedamaian. Namun harus diketahui pula, bahwa yang mengecap manisnya perdamaian ini hanya segelintir kelompok, tidak semua kombatan GAM itu bisa menikmati perdamaian di Aceh, hanya segelintir, hanya yang dekat-dekat dengan petingginya saja yang dekat-dekat dengan elit, bagi-bagi tanah, kapling, semua, bagi-bagi proyek. Muntasir menyatakan, di Aceh ini aksi bunuh-membunuh sudah berlalu itu. Makanya stop pembunuhan, stop pertikaian. Namun, mari nikmati perdamaian. Tapi perdamaian ini jangan dinodai dan jangan membodohi orang-orang kampung. Menurut Ketua DPRK ini, para anggota-anggota mantan GAM yang pernah pegang senjata, sebenarnya adalah tugas BRA inilah menyelesaikan. Oleh karenanya BRA harus bisa memainkan peran sehingga mantan GAM ini tidak lagi mencari rezeki dengan panggul senjata. Peredaran senjata di Aceh sampai sekarang masih banyak. Untuk itu, pemerintah pusat juga harus betul-betul teliti, kalau perlu harus lebih banyak lagi mengirim orang-orang yang menyelidiki senjata. Ini tentunya tugas kepolisian yang di-back up oleh Panglima Kodam untuk membersihkan senjata ilegal. Kasihan masyarakat jika terus diintimidasi, jadi korban perampokan dan aksi kriminal lainnya, tegas Muntasir. (irn) [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Deplu Pulangkan Korban Trafficking
16/02/2009 - 04:02 Deplu Pulangkan Korban Trafficking Windi Widia Ningsih INILAH.COM,Jakarta - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Amman,Jordania telah berhasil memulangkan satu orang korban trafficking in personal di wilayah Kurdistan,Irak, ke Indonesia. WNI tersebut adalah Casinah binti Dulkasan Iwing. Casinah merupakan WNI asal Kabupaten Subang, ia adalah salah satu korban dari trafficking in personal. Ia diselundupkan ke Kurdistan melalui Dubai. Berdasarkan rilis yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri, Minggu (15/2) menyatakan upaya pemulangan Casinah dimulai sejak, ia menghubungi Direktur Perlindungan WNI, Teguh Wardoyo pada bulan Desember 2008. Atas bantuan seorang warga negara Irak yang berpengaruh di Kurdistan, akhirnya KBRI Amman berhasil menegosiasikan pemulangan Casinah dengan majikannya. KBRI Amman untuk memulangkan Casinah ke Indonesia telah mengirimkan seorang stafnya untuk menjemput dan mengurus kepulangan Casinah. Casinah yang tiba pada Minggu Februari 2009 langsung di bawa ke RS Kepolisian Pusat Sukanto, Kramat Jati, Jakarta, untuk menjalani medical check up. Sebelumnya Casinah selain pernah kerja Dubai selama 2 tahun. Ia juga sempat berkerja selama 2 tahun lamanya di kurdistan. [win/bar]
[wanita-muslimah] Kak Seto Cicipi Kesaktian Dukun Imut
16/02/2009 - 03:03 Kak Seto Cicipi Kesaktian Dukun Imut Seto Mulyadi (inilah.com/ Subekti)INILAH.COM, Jombang - Fenomena dukun imut Muhammad Ponari (9) mampu mencuri perhatian Ketua Komnas Perlindungan Anak, Seto Mulyadi alias Kak Seto. Tokoh yang dikenal dekat dengan dunia anak ini langsung turun ke rumah Ponari di Dusun Kedungsari Desa Balongsari Kecamatan Megaluh, Jombang, Minggu (15/2) petang. Usai bertemu dengan dukun cilik itu, Kak Seto menyarankan agar batu petir yang ada di tangan Ponari lebih baik ditaruh di dalam tungku air ukuran besar. Selanjutnya, para pasien baru mengantre air tersebut dengan dipandu oleh panitia pengobatan. Usulan yang dilontarkan kak Seto bukan tanpa alasan. Dengan teknik tersebut ia yakin, sekolah Ponari tidak akan terganggu. Selain itu juga untuk menghindari berjubelnya antrean. Dengan cara itu hak-hak Ponari sebagai anak tidak akan terampas. Dengan kata lain Ponari masih bisa bermain dan bersekolah, dan kepentingan pasien juga terlayani, kata Kak Seto usai bertemu dengan Ponari dan keluarganya. Dalam kunjungan bersama rombongan itu Kak Seto sempat bertemu dengan keluarga Ponari selama 30 menit dan dilakukan secara tertutup. Praktis, kondisi itu menyulitkan sejumlah wartawan yang akan mengambil gambar. Ditanya masalah kondisi psikologis Ponari, Kak Seto yang baru saja melangkah dari halaman rumah sederhana itu mengatakan, kondisi psikologis Ponari hingga saat ini masih stabil. Namun, hal itu berbeda dengan kondisi fisiknya. Menurutnya, kondisi fisik Ponari turun drastis karena kelelahan saat melakukan pengobatan terhadap ribuan pasien. Yang pasti untuk menghindari ekploitasi terhadap Ponari, kami mengharapkan agar dibuat penjadwalan serta mekanisme pengobatan. Dengan demikian, kondisi psikologis dan fisik Ponari tak akan terganggu, paparnya. [beritajatim/bar]
[wanita-muslimah] Raja Abdullah Mengangkat Perempuan Sebagai Menteri
Raja Abdullah Mengangkat Perempuan Sebagai Menteri Minggu, 15 Februari 2009 | 12:19 WIB TEMPO Interaktif, Riyadh:Raja Arab Saudi Abdullah telah mengangkat seorang wanita ke jabatan dewan menteri untuk pertama kalinya sebagai bagian dari pergantian kabinet yang dilakukannya. Pada pergantian kabinet ini, Raja Abdullah melantik ketua mahkamah agung yang baru, menteri kesehatan, menteri kehakiman, dan menteri informasi. Raja Abdullah melantik Noor Al-Faiz pada kementerian dewan Arab Saudi. Wanita ini akan menjabat sebagai Deputi Menteri Pendidikan Perempuan Arab Saudi. Saya sangat bangga dinominasikan dan terpilih pada posisi yang sangat terhormat ini. Saya berharap perempuan lain akan mengikuti jejak saya pada masa depan, kata Al-Faiz, Minggu (15/2). Khaleed Al-Maeena, editor pada situs Arab News mengaku senang dengan kabar ditunjuknya Al-Faiz. Ini mengirimkan sinyal bahwa daripada raja melantik birokrat dia menunjuk seorang perempuan sebagai menteri, jelasnya. Nada kegembiraan juga dilontarkan Jamal Khashoggi, editor koran Al- Watan. Kabar ini adalah langkah besar ke depan, dalam pendidikan perempuan di dalam masyarakat Arab Saudi, katanya. Pergantian kabinet ini adalah yang terbesar yang pernah dilakukan Raja Abdullah sejak mengambilalih kekuasaan pada 2005.
[wanita-muslimah] Perempuan adalah Agen Perubahan
Perempuan adalah Agen Perubahan oleh Haifa Fahoum Al Kaylani 08 Maret 2008 Cetak Email London Berlawanan dengan anggapan umum, perempuan di dunia Arab telah mencapai kemajuan sangat penting dalam beberapa tahun terakhir. Telah ada CEO-CEO perempuan, pejabat pemerintah perempuan, profesor perempuan, insinyur perempuan; perempuan menjalankan berbagai e- bisnis dan lembaga-lembaga keuangan. Saat ini, kebanyakan negara-negara Arab memiliki sekurang-kurangnya satu orang menteri perempuan dalam pemerintahan, jika tidak lebih. Di Tunisia, 40 persen dokter dan 70 persen apoteker adalah perempuan. Berbagai undang-undang dan keputusan yang memberikan perempuan kesetaraan hak-hak untuk berperan serta dalam dewan-dewan lokal, dewan-dewan penasihat, dan dewan-dewan kota telah diloloskan menjadi undang-undang di berbagai negara Arab. kaum Perempuan Teluk diperkirakan memiliki sekitar 40 miliar US dolar kekayaan pribadi. Di Mesir, perempuan merupakan 31 persen angkatan kerja di sektor pemerintahan. Yang paling nyata, di keseluruhan dunia Arab, 70 persen lulusan universitas pada tahun 2007 adalah perempuan. Namun, pemanfaatan berbagai kemampuan perempuan Arab melalui peran serta ekonomi dan politik tetap rendah secara kuantitas, seperti yang ditunjukkan oleh rendahnya jumlah perempuan dalam pemerintahan 6,5 persen dibandingkan dengan rata-rata dunia sebesar 15.7 persen. Angkatan kerja Arab terdiri atas 25-30 persen perempuan, dibandingkan dengan rata-rata global sebesar 45 persen. Tak ada pembangunan ekonomi, sosial atau politik dalam masyarakat mana pun tanpa perempuan memainkan peran yang menjadi hak mereka dalam perekonomian dan masyarakat pada umumnya. Kemitraan internasional dan multilateral memiliki kekuatan untuk memungkinkan, mengilhami, dan mendidik perempuan agar berhasil dalam peran sertanya dalam masyarakat Arab, perekonomian Arab, dan politik Arab. Kita bekerja dan hidup dalam dunia yang semakin tanpa batas karena itu pertukaran pengetahuan dan pengalaman melalui dialog antar budaya sangat vital dalam mencapai kemajuan dan pembangunan di seluruh masyarakat kita. Peningkatan kerjasama dan penguatan hubungan antara berbagai organisasi dan bangsa dapat bermanfaat dalam hal ini. Sebuah jaringan organisasi internasional, seperti Forum Perempuan Internasional Arab (AIWF) yang bermarkas di London, didirikan pada tahun 2001, memiliki anggota dan kontak di 45 negara lebih, dari Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika. AIWF penting artinya dalam menghubungkan kaum perempuan profesional Arab satu sama lain dan mitra mereka dalam masyarakat internasional. Pertukaran pengetahuan dan pengalaman seperti itu, serta sebuah fokus pada pembangunan kapasitas, pelatihan, pengembangan keterampilan, dan sumber daya manusia, yang dapat mengembangkan potensi profesional dan politik dari semua anggota, memastikan kelanjutan pemberdayaan perempuan di wilayah tersebut. Kelanjutan dari rangkaian tindakan ini, penting artinya dalam mengajak organisasi-organisasi masyarakat madani, sektor korporat, dan pemerintah untuk menciptakan sebuah forum dialog dan pertumbuhan yang tak tertandingi. Kita harus terus mendukung konferensi dan prakarsa, seperti konferensi Mitra Perubahan: Menyadari Potensi Perempuan Arab dalam Sektor Swasta dan Publik pada bulan Juni 2008 mendatang, yang secara bersama-sama diadakan oleh AIWF dan Bank Dunia, yang menggali tema-tema terkini untuk mendorong peran perempuan dalam kehidupan ekonomi dan publik. Ketika perempuan sejahtera, keluarga dan masyarakat juga sejahtera. Dengan mendorong pemberdayaan strategis perempuan dari segala sektor penting bagi kontribusi efektif dalam ekonomi pengetahuan global. Melalui peningkatan akses terhadap informasi, promosi keragaman kebudayaan, kemitraan bisnis secara proaktif, dan keterbukaan terhadap berbagai prospek bisnis internasional yang berharga, persekutuan yang strategis, dan praktik terbaik, perempuan dapat menjadi agen perubahan positif untuk mendorong sebuah agenda kesejahteraan dan perdamaian. ### * Ny. Haifa Fahoum Al Kaylani adalah ketua pendiri Forum Perempuan Internasional Arab (www.aiwfonline.com). Artikel ini ditulis untuk Kantor Berita Common Ground (CGNews) dan dapat dibaca di www.commongroundnews.org. Sumber: Kantor Berita Common Ground, 4 Maret 2008, www.commongroundnews.org Telah memperoleh hak cipta.
[wanita-muslimah] Pertukaran Lintas Iman Indonesia
Pertukaran Lintas Iman Indonesia oleh Arian Fariborz 08 Maret 2008 Cetak Email Bonn, Jerman- Katedral Katolik di Jakarta hanya berada di seberang jalan tempat ibadah umat Muslim terbesar di kota itu, yaitu masjid Istiqlal. Gereja itu seringkali penuh oleh ratusan umat Nasrani yang berkumpul di halaman dalam gedung untuk beribadah. Namun beberapa minggu lalu, kedamaian hilang dari sana. Selama masa natal, katedral tersebut, seperti gereja-gereja lainnya di negeri itu, harus dijaga oleh polisi karena takut diserbu kelompok- kelompok Islam politik radikal. Ketakutan yang tak terbukti. Tiga tahun terakhir, merujuk pada kepemimpinan gereja-gereja Protestan dan Katolik di negeri itu, paling tidak 108 bangunan gereja dan komunitas telah dibobol, dibakar atau diancam, terutama di Jawa Barat. Gomar Gultom adalah pastor dan pemimpin Gereja Protestan di Indonesia. Ia yakin ada seribu alasan bagi peningkatan kekerasan ini. «Sebagian Muslim melihat kehadiran umat Nasrani atau gereja-gereja di Indonesia dalam konteks Kristenisasi,» katanya. «Jika kami membangun sebuah gereja, mereka melihatnya sebagai agenda pusat Kristenisasi. Mereka khawatir umat Muslim yang tak terdidik akan menjadi Nasrani.» Penyerbuan-penyerbuan, bukan hanya pada umat Nasrani, tetapi juga pada sekte Muslim seperti Ahmadiyah, adalah hasil dari kekurangpahaman akan prinsip-prinsip keagamaan, hasutan untuk bertindak intoleran dan melakukan kekerasan, bersama meningkatnya kemiskinan di negeri itu. Banyak umat Nasrani mengkritik pemerintah Indonesia karena diam saja melihat kekerasan religius itu dan kurang keras menjaga hukum yang menjamin kebebasan beragama. Pasukan keamanan sering dituding hanya berdiri dan menonton penyerbuan yang dilakukan oleh kelompok ekstrim. Tetapi, organisasi- organisasi Muslim liberal dan pemuka-pemuka Nasrani tepercaya terus mempromosikan dialog lintas agama. «Setiap tahun kami membuat program Seminar Agama,» kata Dr. Erick Barus dari Batak, Sumatra Utara. «Kami mengundang seluruh partisipan dari berbagai agamatermasuk ulama-ulama Muslim.» Mereka mendiskusikan bagaimana meningkatkan hubungan antar umat dan mereka memiliki ulama Muslim yang mengajar pastor-pastor Kristen tentang Islam, membahas masalah-masalah seperti makna «jihad» atau sikap Muslim terhadap terorisme. «Kami harus belajar lebih banyak lagi tentang agama lain,» tutur Barus. «Ini penting bagi demokrasi.» Selain inisiatif-inisiatif nasional, juga ada aktivitas-aktivitas di tingkat lokal. Di Jawa Tengah, misalnya, umat Nasrani mengunjungi komunitas Muslim untuk bersama-sama mempelajari prinsip-prinsip Islam. Selama sebulan, mereka hidup di pesantren dan mengadakan kegiatan sosial dan amal di pedesaan. Kerjasama dengan kelompok- kelompok Muslim liberal dan Nadhathul Ulama (NU) organisasi Muslim terbesar di negeri itumeningkat pesat sejak tahun 1990-an. Franz Magnis-Suseno, seorang Jesuit Jerman yang telah tinggal lama di Jakarta, mengatakan bahwa meskipun hubungan dengan NU meningkat dan terjadi banyak dialog, masalah-masalah itu masih ada. Ia mengatakan bahwa beberapa Muslim liberal memang angkat bicara, tetapi umat Muslim lainnya, sejauh ini, hanya melihat mereka sebagai kelompok marginal, sehingga tak banyak berpengaruh. Secara umum, kelompok ekstrimlah yang meningkat pengaruhnya. «Semenjak kejatuhan Presiden Suharto, kelompok ekstrim telah mengeksploitasi kebebasan demokratis negeri ini, « kata Magnis menjelaskan, «Merekalah yang menciptakan segala keributan di masyarakat, sedang kelompok moderat cenderung diam saja.» ### * Arian Fariborz adalah penulis Jerman dan kontributor langganan Qantara.de. Artikel ini disebarluaskan oleh Kantor Berita Common Ground (CGNews) dan dapat dibaca di www.commongroundnews.org. Sumber: Qantara.de, 8 Februari 2008, www.qantara.de Telah memperoleh hak cipta.
[wanita-muslimah] Kaum Perempuan di Negara-Negara Muslim Menuntut Pembaruan Lebih Besar
Kaum Perempuan di Negara-Negara Muslim Menuntut Pembaruan Lebih Besar oleh Basma Al-Mutlaq 23 Maret 2007 Cetak Email London Pada sebuah pertemuan yang diselenggarakan di Chatham House, London pada tanggal 14 Februari, Sheikha Mozah Al-Mesned, istri emir Qatar, mengatakan bahwa harus ada kebangkitan besar-besaran di kedua pihak agar dapat mencapai pemahaman yang lebih baik antara masyarakat Muslim dan Barat. Sheikha yang merupakan pendamping hidup emir Qatar, Ketua Yayasan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Pengembangan Masyarakat Qatar, Presiden Dewan Tertinggi Urusan Keluarga dan Wakil Ketua Dewan Pendidikan Tertinggi mengawali pidatonya dengan menolak terminologi keliru yang menggambarkan hubungan Muslim- Barat, dan menyatakan tujuannya untuk meruntuhkan paradigma benturan peradaban yang berkembang dengan menekankan tujuan-tujuan bersama dan kesadaran akan pentingnya persekutuan. Ia juga menggarisbawahi arti penting penyelesaian politik maupun kebudayaan untuk ketegangan-ketegangan yang sedang terjadi dan memperingatkan bahwa agar dapat membangun sebuah kenyataan alternatif, perlu keterlibatan pemikiran kritis. Sheikha Mozah menyoroti pertukaran positif yang terjadi antara peradaban Muslim dan Eropa di masa lalu, selain konflik-konflik yang berlangsung. Tantangan pada masa kini, ia berkata, adalah untuk membentuk sebuah etika global dan menghadapi masalah ketidakpuasan politis, khususnya di kalangan orang muda. Ia menambahkan bahwa jawabannya terletak pada pembaruan pendidikan, walaupun pendidikan yang terbebas dari mobilisasi politik tidak akan menjamin hilangnya kekerasan. Ia juga mengatakan bahwa media sangat bersalah karena telah memprioritaskan kekerasan. Penghargaan harus diberikan kepada Sheikha Mozah atas kehadirannya yang karismatis dan semangatnya untuk mewakili negaranya dengan cara yang positif. Ketika ditanya tentang keadaan kaum perempuan di Qatar, ia sekedar menjawab dengan menunjuk dua orang perempuan muda yang duduk di barisan depan dan berkata, Kedua perempuan ini menduduki jabatan menteri di Qatar. Saya tidak perlu berkata apa-apa lagi. Emansipasi dan pemberdayaan perempuan di Qatar tidak akan pernah tercapai tanpa, pertama, peran filantropis dan efektif Sheikha Mozah dalam mendorong kaum perempuan Qatar maju, dan kedua, kesiapan rakyat Qatar dan kerelaan mereka mengikuti berbagai perubahan ini. Contoh Qatar belum pernah terjadi sebelumnya di wilayah tersebut mengingat waktu dan skala perubahan yang begitu mendalam dan keberhasilan terbesarnya terletak terutama dalam pencapaian sebuah keseimbangan antara perlindungan terhadap identitas Muslimnya dan penerapan kebijakan yang progresif sebuah kebijakan yang menjamin kesetaraan hak sebagai warga negara bagi kaum perempuan. Keberhasilan kaum perempuan di negara-negara seperti Kuwait, Bahrain, UEA, dan Qatar membuat banyak perempuan di sekitar wilayah Arab Saudi melihat pencapaian-pencapaian mereka sendiri yang tidak seberapa, khususnya di ruang publik. Kaum perempuan di Arab Saudi, yang telah memberikan sumbangan berarti dalam bidang bisnis, pendidikan, dan kebudayaan, masih belum memperoleh pengakuan dan kesetaraan upah, serta perjuangan agar dapat diperhatikan. Bahkan dalam bidang-bidang kedokteran, di mana para perempuan Saudi biasanya meruak, mereka tetap gagal meraih kedudukan kekuasaan. Seperti yang sering diberitakan, agama mendominasi hampir segala aspek kehidupan di Arab Saudi, yang menyulitkan bagi perempuan untuk menanyakan hak-hak mereka karena takut dicap, diasingkan, dan dituduh liberal dan sekuler. Namun, kita dapat mempertanyakan sebagian representasi-representasi Islam yang keliru dan praktik sosial umum yang telah diserap seluruh masyarakat, seperti kawin paksa, cerai paksa, kekerasan terhadap perempuan, perwalian (seorang perempuan harus didampingi seorang kerabat laki-laki dan memperlihatkan izin yang ditandatangani walinya di setiap pelabuhan), serta undang-undangan perceraian dan perwalian anak yang berat sebelah. Penting artinya untuk mengubah pola-pola sosial dan budaya dengan cara menarik sebuah garis pembatas antara praktik-praktik agama dan sosial; antara suatu penafsiran Islam yang meningkatkan kedudukan perempuan dalam masyarakat dan praktik-praktik sosial yang membatasi dan menindas. Apa yang dituntut kaum perempuan di kebanyakan negara Muslim adalah pemikiran kembali tentang kedudukan mereka dalam masyarakat dan pelaksanaan hak maupun kewajiban laki-laki dan perempuan dalam Islam secara tepat. Namun dasar pemikiran dari perubahan yang terukur dan penuh kehati- hatian yang diambil oleh kebanyakan negara Muslim mungkin disebabkan oleh ketakutan mereka terhadap neo-kolonialisme. Fokus internasional terhadap isu perempuan telah diakui oleh banyak negara Muslim sebagai tantangan pasca kolonial yang sesungguhnya. Karena bagaimana kita dapat melakukan perubahan progresif tanpa mengikuti hukum Barat yang dicontohkan dalam
[wanita-muslimah] Pendidikan Islam tidak mengenal Pembedaan!
www.rahima.or.id === Pendidikan Islam tidak mengenal Pembedaan! Adalah Dyana, seorang perempuan Afganistan, yang mengalami keputusasaan hidup setelah dia menyadari bahwa ia adalah perempuan. Dyana merasa putus asa, sebab sebagai perempuan di bawah rezim Thaliban, selain harus kehilangan pekerjaan dan berlindung di balik burqa, diapun harus rela kehilangan haknya untuk pergi ke sekolah, karena rezim Thaliban mengharuskan perempuan berada di rumah. Kalaupun dia hendak keluar rumah maka ia harus ditemani oleh muhrimnya. (Sumber, Republika, 11 Juni 2002) Cerita Dyana mungkin bukan cerita pertama yang pernah anda dengar, bahkan mungkin hanya bagian kecil dari banyak cerita tentang diskrimi- nasi terhadap perempuan. Dalam kasus Dyana, alih-alih atas nama ajaran agama Islam, Thaliban menerapkan aturannya terhadap perempuan hingga kepada aturan boleh atau tidaknya mereka pergi ke sekolah. Bila dicermati, rezim Thaliban bukanlah satu-satunya rezim yang pernah memperlakukan warga negara perempuannya seperti itu. Arab Saudi, Iran, dan beberapa negara lain kerap menerapkan aturan khusus terhadap perempuan. Kebijakan terbaru yang dikeluarkan Arab Saudi misalnya, negri petro dolar ini ternyata baru beberapa tahun ini saja membolehkan warganegara perempuannya memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) sendiri-sendiri. Sebelumnya para warga negara perempuan Arab hanya numpang identitas KTP ayah atau suami mereka, yaitu dengan mencantumkan nama ayah atau suami mereka sebelum nama sendiri. Alasannya adalah hanya karena dalam teks ajaran Islam dikatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin perempuan (QS ;Annisa : 34) Dan atas dasar itu juga perhatian pendidikan kaum perempuan di Arab Saudi sangat minim. Karena baru 4 dasa warsa terakhir ini saja perempuan Arab Saudi, yang semula hampir semuanya buta huruf, mendapatkan haknya untuk belajar.. Itupun belum semuanya dapat masuk Universitas (Koran Tempo, 11 Maret 2002). Pertanyaannya, apakah benar ajaran Islam sedemikian ketat membatasi perempuan, pun membatasi mereka untuk mendapatkan hak berpendidikan? Sudah sedemikian diskriminatifkah Tuhan kepada kaum yang bernama perempuan? Bagaimana pandangan Islam sesungguhnya tentang hak perempuan, terutama di dalamnya hak berpendidikan? Sesungguhnya bila kita cermati dalil naqli atau teks-teks yang ada, hak yang paling penting yang diberikan Islam kepada perempuan justru adalah hak pendidikan. Dalam hal ini, jika kita melihat kembali sejarah pra-Islam, kultur dan budaya masyarakat jahiliyahlah yang ingin didekonstruksi oleh Islam. Kultur yang diskriminatif terhadap perempuan, pun diskriminasi terhadap hak berpendidikan dan berpengetahuan bagi perempuan. Islam datang justru memberikan penghargaan dan kesempatan kepada perempuan untuk mendapatkan pengetahuan yang sama dengan laki-laki. Sebab dalam Islam kemuliaan bukan diukur pada banyaknya harta, atau ukuran fisik dan kepantasan publik, tetapi justru diukur berdasarkan ketaqwaan dan keilmuan. Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu di antara kalian (QS. Al-Mujadalah: 11). Hal ini ditegaskan kembali oleh Nabi SAW dengan menyatakan bahwa hanya dengan menuntut ilmulah kebodohan akan sirna. Dan cara melawan kebodohan itu adalah dengan membuka selebar-lebarnya peluang menuntut Ilmu. Bahkan dikatakannya tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina!. Beliau juga menyatakan bahwa menuntut ilmu pada konteks ini menjadi sebuah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh umatnya, tanpa perbedaan jenis kelamin. Tholabul 'Ilmi Farîdhotun 'alâ kulli muslimin wa muslimatin (Hadits Riwayat Ibnu Majah). Perempuan, selain sebagai poros regenerasi manusia selanjutnya, di tangannyalah para generasi baru itu dididik. Bahkan jika kita baca kembali kutipan Syaikh Muhammad Al-Ghazali yang menyitir syair seorang sastrawan Arab, Hafidh Ibrahim, Ibu adalah sekolah, jika engkau mempersiapkannya, berarti engkau mempersiapkan bangsa yang berketurunan baik (Imam Al Ghazali, Mulai dari Rumah, Syaikh Muhammad Al-Ghazali , Mizan, 2001), jelas memposisikan perempuan (Ibu) sebagai poros utama pendidikan. Sehingga tidak logis kemudian jika arus pengetahuan untuk perempuan terhambat karena masalah- masalah seperti ketiadaan muhrim, peran domestik yang harus dilakukan, atau lainnya. Justru arus utama pengetahuan itu seharusnya ditujukan kepada para perempuan terlebih dahulu. Karena baik tidaknya pola didikan para Ibu ini akan sangat tergantung pada tingkat pengetahuan dan pendidikan yang dimilikinya. Tahap perkembangan Pendidikan Islam Pada awalnya, proses pendidikan umat Islam dimulai dari Nabi SAW, yang mengajarkan sendiri prinsip-prinsip Islam kepada sahabat- sahabatnya. Dia mengajar secara sembunyi dan terang-terangan. Secara sembunyi dilakukannya di rumah Al-Arqom. Di sana tidak ada pemisahan laki-laki dan perempuan. Semua diajarkannya bersama-sama dan dengan kapasitas yang sama. Karena memang semuanya harus
[wanita-muslimah] Dalam Sejarah pendidikan Islam; tidak ada segregasi laki-laki dan perempuan
www.rahima.or.id Dalam Sejarah pendidikan Islam; tidak ada segregasi laki-laki dan perempuan Wawancara dengan Azyumardi Azra Saat kita membicarakan Islam dan Pendidikan(tarbiyah, ta'lim) maka rujukan yang mu'tabar (dianggap tepat) adalah melihat tarikh (sejarah atau riwayat) pada masa awal Islam, saat Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Menyampaikannya. Pun demikian, ketika kita akan menengok praktek yang terjadi dengan hak perempuan dan lelaki dalam mencari ilmu, baik ilmu agama atau pengetahuan umum. Prof. DR. Azyumardi Azra, M.A., sebagai sejarawan dan yang pernah meneliti jaringan ulama Indonesia dan Timur Tengah menyatakan, bahwa tidak ada pembedaan antara lelaki dan perempuan dalam sistem pendidikan di zaman Nabi. Selain mengungkap fakta sejarah, ia juga mengomentari seputar masalah gender, pendidikan seks (sex education), pendidikan Islam mutakhir hingga persoalan remaja yang kebablasan. Swara Rahima (SR) : Apakah ada persoalan dengan segregasi dalam pendidikan, yakni pemisahan lelaki dan perempuan, misalnya di Pesantren, terkait dengan keadilan gender? Azyumardi Azra (AA) : Menurut pandangan saya, khususnya dari sudut sejarah, misalnya tradisi sosial sejak masa Nabi kemudian masa Sahabat, sesungguhnya tidak ada segregasi (pemisahan laki-laki dan perempuan) dalam proses menuntut ilmu, dsb. Bahkan mereka terlibat dalam kehidupan sosial. Hanya pada masa aspek-aspek doktrin dari Islam mulai dirumuskan oleh para ulama dalam bentuk pertama, mungkin ilmu Hadis, Tafsir, Kalam, Fiqh, dsb memang ada kecenderungan perempuan tersegregasi. Karena itulah, khususnya pada abad ke-2 Hijriyah, perempuan jika mau menuntut ilmu, pada umumnya belajar dengan sama ayahnya, atau kepada para ulama tertentu secara khusus dan terpisah dari laki-laki. SR: Artinya, segregasi dalam pendidikan tidak memiliki akar geneologi sejarahnya pada zaman Nabi? AA: Kalau dilihat akar sejarah Nabi, tidak ada! Misalkan, kita baca riwayat Nabi menyampaikan Islam, tidak ada pembedaan, apakah Nabi ketemu dengan perempuan, atau juga saat Nabi melaksanakan pendidikan di Dar al-Arqam. Tidak ada indikasi yang menyebutkan bahwa ada pemisahan laki-laki dan perempuan. SR: Lalu, sejak kapan munculnya kesan ada segregasi dalam Islam? AA: Saya kira, secara historis, munculnya segregasi dalam Islam pada masa belakangan. Kalau kita lihat sumbernya, doktrin-doktrin fiqhiyah, mengenai laki-laki dan perempuan mulai terumuskan secara lebih mapan oleh para fuqaha. Maka pada masa itulah batas-batas tentang hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan itu terumuskan. Kemudian yang menjadi bahagian dari masyarakat muslim. Oleh karena itu, kalau kita lihat dalam lembaga-lembaga pendidikan di Timur Tengah, khususnya setelah bangkitnya ortodoksi sunni, dalam pengertian; Fiqh Madzhab empat, Kalam Asy'ari, Tasawuf al-Ghazali, yang lalu direpresentasikan dalam lembaga pendidikan oleh Nizhamiyah. Madrasah Nizhamiyah di Baghdad itu memang hanya disediakan khusus untuk lelaki, perempuan tidak ada (dilarang, red.). Jadi, kalau ada perempuan yang ingin menuntut ilmu, ingin menjadi ulama', harus belajar private kepada guru atau para ulama tertentu yang dipercayai oleh orang tuanya. Dan dari situlah muncul ulama'-ulama' perempuan, tapi tidak melalui co-ed (ko-edukasi, bergabung, atau bersama-sama, red.) dengan lelaki di Madrasah. Dalam sejarah ada lembaga yang disebut kuttab; lembaga dasar. Yaitu pendidikan dasar untuk belajar mengaji, belajar tata bahasa Arab, baca-tulis al-Qur'an, pokoknya tentang dasar-dasar Islam, seperti juga, aqidah, ibadah, dan tentang yang pokok-pokok itu. Dan dalam prosesnya dalam kuttab ini juga tidak ada pemisahan antara lelaki dan perempuan. SR: Sekedar perbandingan, dalam mencetak kader-kader agama, misalnya, apakah dalam tradisi Kristen (baca: agama lain) juga ada segregasi? AA: Oh iya, jelas. Segregasi itu dalam sistem pendidikan masyarakat Eropa dan Barat sangat kuat. Bahwa perempuan itu mendapatkan pendidikan yang universal, sistem pendidikan yang dikenal dalam pendidikan Barat disebut dengan co-ed, laki-laki dan perempuan itu belajar dalam satu kelas, itu juga fenomena yang relatif baru. Yakni, secara universal, baru terjadi pada awal abad ke-20. Nah, sekarang juga masih terjadi, perguruan tinggi yang disebut dengan college, memang masih segregated. Seperti tempat belajar saya di Coloumbia, itu ada college khusus untuk perempuan, namanya Barnard College, laki-laki tidak boleh belajar di situ. Di Harvard juga ada. Terlepas dari itu, memang kemudian, pendidikan yang co-ed, mulai meluas baru pada awal abad ke-20 ini. SR: Mengapa hanya pada sekolah-sekolah keagamaan saja diterapkan sistem segregasi? sementara pada pendidikan umum itu tidak ada? AA: Hal ini bisa dilihat dari dua perspektif. Pertama, dari perspektif tradisional, baik di dalam masyarakat muslim maupun Eropa. Dalam masyarakat Eropa, kenapa perempuan di-pisahkan. Karena memang citra, pandangan terhadap
[wanita-muslimah] Yang Luput; Pendidikan Perempuan
www.rahima.or.id Yang Luput; Pendidikan Perempuan Oleh Ala'i Najib Ibu adalah sekolah bangsa jika engkau persiapkan seorang Ibu dengan baik, maka engkau sedang menyiapkan bangsa yang tangguh. Inilah kata hikmah yang tidak pernah saya lupa setiap berbicara tentang perempuan dalam banyak aspeknya. Sebab pendidikan dimana proses belajar di ruang formal maupun non formal terjadi, adalah syarat bagi keberhasilan melakukan transaksi kehidupan. Di negeri ini, tak kurang R.A.Kartini sampai Rasuna Said berjuang untuk pendidikan kaum perempuan. Nasib perempuan, bagaimanapun hebatnya dibicarakan dan diseminarkan, masih menjadi ironi. Jika ada kemiskinan di sebuah negeri, maka perempuanlah kelompok yang paling miskin, jika ada kelompok buta huruf, maka perempuanlah yang banyak buta huruf (Ann Hartfiel, In Support of Women: Ten Years of Funding by The Inter- American Foundation September 1982, p.2). Di Indonesia, statistik perempuan menunjukkan ketimpangan yang menyolok. Ini bisa dilihat misalnya Statistik Indonesia untuk pendidikan dan kebudayaan yang dikeluarkan Bappenas 1997 menunjukkan bahwa antara tahun 1980-1990, angka masuk sekolah laki-laki dan perempuan selalu lebih rendah dibanding laki-laki dan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin kecil siswa perempuannya. Jika dirunut ketimpangan pendidikan perempuan dikarenakan masyarakat masih berpandangan male oriented, pandangan yang mengedepankan pendidikan laki-laki daripada perempuan. Dengan konsep bahwa anak laki-laki kelak menjadi kepala keluarga, maka sebuah keluarga dimana terdapat anak laki-laki dan perempuan dengan ekonomi pas-pasan pasti akan mendahulukan pendidikan tinggi anak laki-lakinya daripada anak perempuan. Anggaran pemerintah terhadap pendidikan di banyak negara - terutama negara berkembang- memang lebih kecil dibanding anggaran yang lain, hal ini menyebabkan pendidikan bukan saja konsumsi mewah yang tak banyak dijangkau masyarakat umum, namun juga menciptakan masyarakat berkelas; orang awam dan orang berpendidikan. Boleh dikata, hanya yang punya uang yang mampu sekolah, sebab ternyata beasiswa tidak untuk semua orang. Kemiskinan tentu bukan satu-satunya sebab yang memarginalkan pendidikan perempuan, male oriented juga paralel dengan budaya yang kuat mengakar bahwa perempuan tidak sepantasnya berpendidikan tinggi karena nanti hanya akan ke dapur. Persepsi ini tidak diluruskan bahwa peran di dapurpun menuntut pengetahuan. Tanpa tahu nutrisi yang baik, mustahil perempuan bisa menyiapkan menu yang sesuai dengan kebutuhan gizi keluarga. Koran Tempo edisi November menurunkan laporan bahwa mempunyai istri yang cerdas lebih menguntungkan terutama dalam hubungannya dengan gizi keluarga, tapi tidak sebaliknya, kalau seseorang mempunyai suami cerdas.Budaya bahwa perempuan adalah konco wingking, sehingga tak perlu dididik juga turut mensubordinatkan perempuan. Fakta-fakta di atas menunjukkan betapa pendidikan -dalam arti yang sebenar-benarnya- bagi perempuan bukan ketertinggalan yang harus dikejar, tapi dilanggengkan. Memang banyak perempuan sekarang yang sudah memegang peranan penting, tapi itu hanya representasi kecil yang belum mencapai keterwakilan penduduk di muka bumi dan harus dicatat tidak semuanya punya sense of gender. Sulitnya, lingkungan pendidikan keagamaan juga turut berperan membentuk persepsi ini, lihatlah misalnya; seorang perempuan yang masuk fakultas kehutanan, mestilah ia bercita-cita menjadi insinyur kehutanan, tapi apakah ada di pesantren perempuan, santrinya berani bercita-cita menjadi ibu Nyai? yang mengajar di pesantren? Sebaliknya laki-laki, nyarisnya semuanya diproyeksikan jadi: Kyai. Kalau ini terjadi secara simultan, bagaimana kita mengharapkan, nanti yang mengajar fikih, tafsir atau disiplin ilmu keagamaan lain perempuan? Padahal posisi ini sangat penting, sebab pengajaran keagaamaan yang berperspektif gender bisa digerakkan sebab guru atau bu Nyai yang merupakan tokoh kunci. Selain faktor-faktor di atas, adanya trend bahwa perempuan yang sekolah tinggi kemudian tidak mengembangkan karirnya dan memilih kembali ke ruang domestik menimbulkan persepsi bahwa memang tugas perempuan adalah mengurus rumah tangga dan ini tidak dianggap sebagai pilihan sadar individu. Faktor-faktor diatas juga sebenarnya kita sadari telah dikembangkan secara budaya, dikukuhkan oleh negara, mungkin dinikmati laki-laki dan juga diamini perempuan, tetapi benarkah ketertinggalan ini dilegitimasi penafsiran agama? Bagaimana sebenarnya teks-teks agama menjelaskan duduk soal pendidikan perempuan? Wahyu pertama (QS. 96:1) misalnya dipahami sebagai perintah iqra', membaca, daras yang wajib untuk seluruh kaum muslimin. Perintah belajar bersifat umum, tidak ada pembedaan laki- laki dan perempuan. Surat 2;30, yang berbunyi sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi dan surat Hud: 61, Dan Dia yang menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menugaskan kamu untuk
[wanita-muslimah] Menuju Pendidikan yang Memihak Perempuan
www.rahima.or.id Menuju Pendidikan yang Memihak Perempuan Oleh Faqihuddin Abdul Kodir Kemuliaan di sisi Allah SWT - dan tentu di sisi manusia- hanya bisa didapatkan melalui keimanan dan keilmuan. Seperti yang dinyatakan di dalam al-Qur'an: Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang- orang yang berilmu di antara kalian (QS. Al-Mujadalah: 11). Sama seperti halnya keimanan, keilmuan hanya bisa didapatkan melalui pengkondisian, kemauan, pencarian dan usaha yang keras dari semua pihak. Bahwa seseorang tidak akan memperoleh kecuali apa yang ia usahakan (QS. An-Najm, 53: 39). Proses ini biasa dinamakan dengan pendidikan. Karena itu, pendidikan merupakan hak semua orang, dan pada saat yang sama penyelengaraan pendidikan merupakan kewajiban bagi mereka yang menguasai sumber daya; orang tua terhadap anak, orang kaya untuk orang miskin, dan yang paling bertanggung jawab adalah negara terhadap seluruh rakyatnya. Sekalipun pendidikan merupakan hak seluruh rakyat, pada kenyataanya mereka yang diposisikan lemah adalah mereka yang paling banyak terhambat untuk memperoleh kesempatan pendidikan. Perempuan misalnya, karena posisi sosialnya yang dilemahkan, ia memperoleh kesempatan pendidikan lebih terbatas jika dibandingkan dengan laki-laki, padahal jumlah penduduk perempuan sedikit lebih banyak dari laki-laki. Dari data BPS mulai tahun 1980-1990 misalnya, menunjukkan bahwa rata-rata angka masuk perempuan ke lembaga pendidikan lebih kecil bila dibandingkan dengan angka masuk laki-laki. Semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin kecil angka rata-rata masuk perempuan. Tingkat SD, perbandingan perempuan dengan laki-laki adalah 49.18 %:50.83 %, di tingkat SMP; 46.34%:53.56%, di tingkat SMA; 41.45 %:58.57%, di perguruan tinggi; 33.60%:66.40%. Tentu saja, untuk tingkat yang lebih tinggi, kesempatan perempuan akan jauh lebih sedikit. Kesempatan yang kecil ini berimbas juga pada posisi-posisi lain bagi perempuan, baik sosial, ekonomi, maupun politik. Di parlemen kita hanya ada 8 % perempuan, begitu juga di DPR di daerah, di Malang misalnya hanya ada dari total 45 anggota DPRD hanya ada 4 orang perempuan, dan di Kota Cirebon tidak ada seorangpun perempuan yang menduduki DPRD (lihat: Jurnal Perempuan, no. 23, 2002, h.7-16). Kesempatan yang lebih kecil ini merupakan salah satu ketimpangan pendidikan bagi perempuan. Ketimpangan lain adalah segregasi yang lebih sering menistakan perempuan, stereotipe yang menempatkan perempuan hanya untuk jenis pendidikan tertentu dan yang lebih parah adalah kurikulum dan materi pendidikan yang masih melestarikan ketidak-adilan bagi perempuan. Ketimpangan ini merupakan tanggung jawab semua orang, terutama negara terhadap rakyatnya. Masyarakatpun, dengan kulturnya yang tidak adil terhadap perempuan, ikut bertanggung jawab dalam pelestarian ketimpangan pendidikan perempuan. Agama (atau lebih tepat pemaknaan terhadap agama), sebagai salah satu unsur dari kultur masyarakat bahkan menjadi unsur utama, menjadi sangat bertanggung jawab dalam hal ketimpangan gender. Karena itu, pengajaran agama perlu dilihat ulang, terutama yang terkait dengan teks-teks hadits. Beberapa teks hadits -dari sisi sanad kebanyakannya adalah lemah- yang menghambat aktifitas pendidikan perempuan harus segera dihentikan pengajaran dan periwayatannya. Apabila teks-teks hadits seperti ini tertulis dalam kitab-kitab maupun buku kurikulum, ia harus dikoreksi dan dikritik dengan pengetahuan yang memadai. Seperti hadits yang memerintahkan perempuan untuk selamanya tinggal di dalam rumah, untuk mengikuti perintah suami dan melayani segala kebutuhannya. Teks hadits ini dikutip oleh Imam Al-Ghazali (w.505H) dalam magnum opusnya Ihya ulûm ad-dîn dan Imam Nawawi (w. 1315H) dalam kitab Uqûd al-Lujjain ketika berbicara mengenai kewajiban seorang isteri (lihat: FK3, Wajah Baru Relasi Suami Isteri; Telaah Kitab 'Uqûd al-Lujjayn, 2001:126-128). Beberapa pendakwah agama pada saat ini, seperti dinyatakan oleh Syekh Muhammad al-Ghazali dalam kitab As-Sunnah an-Nabawiyyah (1992:51), juga menjadikan teks hadits seperti ini sebagai dasar untuk melarang perempuan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Teks hadits ini sekalipun dikutip oleh beberapa ulama terkenal, tetapi ia adalah hadits yang dha'îf, atau lemah dan tidak bisa dipertanggungjawabkan, seperti yang dinyatakan oleh Mahmud Muhammad Haddad dan Syekh Muhammad al-Ghazali. Teks hadits yang seperti ini akan banyak menghambat perempuan untuk memperoleh pengetahuan dan pendidikan. Beberapa teks hadits yang sejenis juga harus dikritik dan dimaknai ulang. Seperti pelarangan perempuan untuk terlibat dalam aktifitas masjid. Ketika perempuan dilarang untuk mengikuti shalat di masjid, berarti adalah penghambatan terhadap perempuan untuk memperoleh pengetahuan, pendidikan dan informasi. Karena masjid bagi umat Islam adalah pusat pengetahuan dan pendidikan, di samping sarana untuk ibadah ritual.
[wanita-muslimah] Ada Apa dengan Santri Perempuan?
Ada Apa dengan Santri Perempuan? Oleh: Mahrus eL-Mawa Santri, dalam 'adat (tradisi) pesantren memiliki filosofi tersendiri, bila dilihat dari akar katanya. Paling tidak,istilah santri itu ada empat huruf; sin (:sâtirul 'awrât, yang menutup aurat), nun (:nâ'ibul 'ulamâ, pengganti ulama), ta (:târikul ma'âshi, yang meninggalkan kemaksiatan), dan ra (:ar-râji rahmatallâhi, yang mengharapkan rahmat Allah). Dengan definisi semacam ini, maka santri adalah orang yang saleh; orang yang beribadah sungguh-sungguh, atau orang yang mendalami agama Islam.1 Barangkali, karena pemaknaan semacam itu, sebutan santri, menjadi sesuatu yang perlu dibedakan dengan yang lain. Ia akan lebih mempunyai beban atau dituntut lebih dibanding dengan sebutan lainnya, seperti pelajar, mahasiswa, pengajar, dll. Kesan atau harapan yang hampir sama, dengan sebutan nyai, kyai, ustadz, ustadzah, romo, pendeta, bikshu, bikshuni, dst. Sekalipun, sebutan-sebutan demikian, saat ini telah berubah, seiring dengan perkembangan sosial, budaya, dan politik. Termasuk juga dalam hal ini, sebutan atau makna dari istilah 'ulama2 . Hanya saja, nilai-nilai kesantrian tersebut, seringkali kontra produktif (baca: kontradiktif), bila kita menengok perjalanan santri perempuan Indonesia, sekurangnya. Atau hal itu seperti dikatakan banyak pihak, bahwa Islam tidak konsisten dan tidak maju, karena ulah dari pihak umat Islam sendiri (mahjûbun li al-muslimin). Sejak Islam masuk di Indonesia (baca: Nusantara), posisi dan peran perempuan kurang mendapatkan perhatian yang sama atau setara dengan lelaki. Pengajaran atau pendidikan bagi perempuan Islam, secara terbuka baru dibolehkan pada tahun 1919, umpamanya. Saat itu, KH. M. Bishri Syansuri (1886-1980), mendirikan kelas khusus untuk santri- santri perempuan di pesantrennya. Hal itu dilakukan setelah pendirian pesantren Mamba'ul Ma'arif pada tahun 1917 di Den Anyar. Adapun Madrasah Diniyyah yang khusus santri putrinya, baru berdiri pada tahun 1930.3 Hal ini hampir bersamaan dengan pendirian Madrasah Diniyah li al-Banat, 1 November 1923 oleh Rangkayo Rahmah el-Yunusiah di Minangkabau.4 Masa sekarang, seperti pesantren, madrasah, ataupun lembaga pendidikan Islam, khususnya yang mengakomodasi perempuan, tentu saja sudah cukup banyak didirikan di berbagai penjuru pelosok Nusantara. Soalnya, kenapa bagi santri perempuan tetap saja mendapat perlakuan yang tidak setara atau dibedakan dengan santri lelaki. Contoh sederhana, santri perempuan tidak boleh ikut terlibat secara aktif di kampus. Sebab, jika menjadi aktifis kampus, maka ia akan sering pulang (larut) malam. Masalahnya, bukan sekedar peraturan yang telah ditetapkan oleh pengurus atau pengasuh pesantren, lebih dari itu, karena akan mempunyai citra sebagai santri perempuan yang tidak dapat menjaga nilai kesantriannya; santri putri yang terlalu bebas, liberal, dst. Hal yang sama, sistem pendidikan di lingkungan pesantren masih memiliki kesan bias gender. Secara kelembagaan pesantren masih menerapkan sistem segregatif, memisahkan ruang perempuan dan ruang laki-laki dengan dalih agama. Segregasi ini tidak hanya terjadi pada tingkat pembagian ruangan, akan tetapi juga pada tingkat keilmuan. Santri laki-laki dengan kebebasannya yang lebih, biasanya akan mendapatkan kesempatan yang lebih untuk mengakses informasi ilmu, apabila dibandingkan dengan santri perempuan yang memang sangat dibatasi. Materi pendidikan yang didapatkan perempuan tidak sepadat yang didapatkan laki-laki. Santri perempuan secara keilmuan biasanya lebih diarahkan kepada menghapal, misalnya, menghapal al-Qur'an, daripada ke arah menganalisis. Santri laki-laki belajar ilmu-ilmu alat (:Sharaf, Nahwu, Bahasa Arab, Mantiq, Balaghah, dsb), santri perempuan belajar ilmu-ilmu yang berkaitan dengan ubudiyah, dan juga kepada suaminya kelak, misalnya belajar Fiqh dan ilmu Akhlak. Pelabelan negatif (stereotype) terhadap santri perempuan tersebut, sesungguhnya berlaku juga bagi perempuan di tempat lain. Sementara, pengajaran pada anak-anak sesungguhnya perlu mempertimbangkan situasi zaman juga. Maka, apakah hal ini masih perlu diteruskan atau ditinjau ulang tentang pemahaman nilai atau peraturan bagi santri perempuan tersebut. Sebab, seperti diketahui, zaman kita sekarang adalah era demokrasi dan kesetaraan lelaki-perempuan. Perlu Keadilan, Segera !!(?) Dalam suatu syair Arab disebutkan, Ibu adalah madrasah. Bila engkau mempersiapkannya, maka engkau telah mempersiapkan bangsa yang mulia. Pernyataan yang mirip juga diungkapkan Prof. Katarina Tomasevski, pelapor khusus masalah pendidikan PBB (Persatuan Bangsa-Bangsa). Katanya, Mendidik satu perempuan adalah mendidik satu keluarga besar. Perempuan yang tidak berpendidikan cenderung menurunkan anak- anak yang juga tidak berpendidikan.5 Dari dua pernyataan tersebut, dan dengan menyoal pasal perempuan di atas, dimana para santri perempuan masih dibeda-bedakan karena jenis kelaminnya, maka tak
[wanita-muslimah] Aih... Perempuan Cerdas Sulit Orgasme
Aih... Perempuan Cerdas Sulit Orgasme Tiara Anisa INILAH.COM, Jakarta - Seberapa cerdaskah pasangan Anda? Jika pasangan Anda termasuk perempuan cerdas, berarti Anda harus sedikit kerja keras untuk membuatnya orgasme. Hasil survei di Jerman, seperti dilansir harian Telegraph, menyimpulkan bahwa perempuan cerdas kebanyakan lebih sulit mencapai orgasme saat ML, karena mereka terlalu sibuk berpikir. Hasil riset itu menunjukkan, semakin tinggi pendidikan seorang perempuan, semakin kecil kemungkinan perempuan itu mencapai kepuasan seks. Studi itu melibatkan 2.000 perempuan di Jerman berumur antara 18-49 tahun. Survei ini dilakukan oleh situs gaya hidup Jerman. Hasilnya, 62% perempuan yang telah menyelesaikan pendidikan mereka mengakui bahwa mereka kerap mengalami masalah untuk mencapai orgasme. Dan hanya sekitar 38% perempuan dengan kualifikasi pendidikan rendah yang mengakui memiliki permasalahan dengan orgasme. Hmm, bagaimana dengan pasangan Anda? Apakah dia termasuk perempuan sangat cerdas? [L1]
[wanita-muslimah] Membuat Sejarah (GeGer 2,5%)
Membuat Sejarah (GeGer 2,5%) By: Prof. Dr. Achmad Mubarok MA sumber, http://mubarok-institute.blogspot.com Sejarah terkadang berlangsung seperti yang dirancang oleh para pelaku sejarah, terkadang berjalan sendiri menyimpang jauh dari yang dirancang. Oleh karena itu ada pelaku sejarah, ada orang yang terbawa oleh arus sejarah dan ada orang yang menjadi korban sejarah. Bung Karno dulu berusaha mengukir sejarah Indonesia, tetapi di ujung beliau menjadi korban dari sejarah yang diukirnya. Pak Harto juga merancang sejarah Indonesia untukbisa tinggal landas. Ujungnya seperti yang kita saksikan, rancangannya berantakan, dan beliau juga mengalami nasib yang tak jauh berbeda dengan Bung Karno. Peristiwa besar terkadang dipicu oleh peristiwa kecil, bahkan terkadang dipicu oleh sesuatu yang sesungguhnya tidak ada. Ada contoh kecil yang kebetulan melibatkan nama saya. Secara terbuka saya sebagai wakil ketua umum Partai Demokrat ditegur oleh Bapak SBY selaku ketua Dewan Pembina Partai. Yang membuat peristiwa itu menjadi besar adalah karena tegurannya dilakukan secara terbuka, lewat konperensi pers yang ditayangkan oleh semua stasiun TV nasional. Dapat diduga, malam itu dan hari-hari berikutnya Koran,TVdan radio se Indonesia selalu menyebut nama saya, dan seakan ada konflik besar dalam koalisi Demokrat Golkar atau SBY-JK). Mendadak saya menjadi selebritis, dikejar TV, wartawan, dan telpon serta SMS tak pernah berhenti berdering. Nama Achmad Mubarok selalu disebut dan wajah saya ditayangkan berulang-ulang disemua tayangan TV,sebagai pemicu peristiwa, atau sebagai newsmaker. Benarkah saya sebagai pemicu ? ternyata heboh itu bersumber dari sesuatu yang tidak ada, karena saya sesungguhnya tidak pernah berfikir, tidak berbuat dan tidak berkata seperti yang diberitakan. Lalu apa sesunguhnya yang terjadi. Di sela-sela acara rapimnas Partai Demokrat di Kemayoran, sementara saya menunggu persiapan liputan life ANTV , ada seorang mendekati saya dari samping , saya tahu dia wartawan, tetapi tidak wawancara resmi, seperti orang ngobrol biasa, tidak direkam, dia bertanya. Pak Kenapa koalisi tidak dibangun sekarang ? Saya jawab. Kalau koalisi sekarang , itu sama dengan koalisi di awang-awang,wong realita politiknya belum nampak. Nanti habis Pemilu legislatip tuh, baru nampak the real politiknya. Tapi kan sudah kelihatan partainya?kata wartawan. Saya jawab. Eh ,pemilu itu bisa membuat yang kecil jadi besar, dan yang besar menjadi kecil. Koalisi harus kuat,paling tidak 50 % lebih, maka hanya partai yang memperoleh angka signifikan yang bisa menjadi pilar koalisi . Angka signifikan itu berapa pak ?. ah relatip itu., tetapi yang jelas kalau mencari 50% ya bukan partai yang hanya memperoleh 2,5 %. Seandainya PKS dapat 20 % ? tanya wartawan. Itu adalah realitas, siapapun akan memperhatikan. Kalau Golkar hanya dapat 2,5 % ? tanya wartawan. Itu juga realitas,jawab saya. Apa mungkin Golkar bisa turun jadi 2,5% ? tanya wartawan lagi. ha ha ha ha, di dunia ini apa aja bisa terjadi. Jawab saya geli. Rupanya watawan ini kreatip. Ia mengambil potongan ini untuk memancing pak Yusuf Kalla, dengan pertanyaan.Pak,kata Pak Mubarok Demokrat akan gandeng PKS karena golkar hanya dapat 2,5%. Pak Yusuf Kalla terpancing, merespon dengan jawaban jangan mimpi buruk lah dan seterusnya seperti yang sudah kita dengar. Bayangkan, dialog yang sama sekali tidak melecehkan siapa-siapa dan tidak meramalkan siapa-siapa bisa berkembang sangat dahsyat, setelah Pak JK mengomentari,hingga Pak SBY pun ikut konperensi pers. Untung Pak SBY sangat bijak, menegur saya tetapi menutup dengan kalimat pujian;,saya kenal pak Mubarok,orangnya lurus dan lugu, tidak punya pikiran jahat. Saya juga sudah membantah melalui koran dan TV, tetapi sejarah berjalan terus.Di Golkar berkembang wacana-wacana baru, mungkin akan berkembang menjadi alur sejarah yang tak dibayangkan, mungkin juga akan berhenti seminggu lagi setelah muncul issue baru yang lebih segar sehingga tidak menjadi sejarah. Kata orang penganut teologi Jabariah (predestination), semua itu sudah diatur oleh Tuhan dari atas, kita tinggal terima. Kata orang yang menganut teologi Qadariyah, wah ini bisa kita mainkan ke arah yang kita inginkan. Kata orang Ahlussunnah waljamaah. Mari kita berfikir dan berbuat yang baik, selanjutnya kita tawakkal kepada Alloh,apapun hasilnya.. Begitu melekatnya angka 2,5% dengan nama saya, kemarin ada teman muallaf, pengusaha, bertanya lewat telpon; saya punya harta ini dan itu, nilai semuanya sekian. Berapa zakat yang harus saya keluarkan pak ? saya jawab langsung, 2,5%. Ehh teman saya langsung jawab, pak yang bener dong jawabnya, saya ini bukan golkar.,Padahal maksud saya zakatnya sebesar 2,5% dari nilai yang dia sebut. Huebaat kan ? Wassalam, agussyafii [Non-text portions of this message have been removed]
[wanita-muslimah] Abidah El Khalieqy: Cinta Kiai dan Pesantren
Tuh kan, abidah bukan anak salafy, dia anak hmi. Ngajinya memang dulu di persis. --Original Message-- From: Penerbit Mizan Subject: [PasarBuku] Abidah El Khalieqy: Cinta Kiai dan Pesantren Abidah El Khalieqy: Saya Cinta Kiai dan Pesantren Abidah El Khalieqy tidak hanya dikenal sebagai penyair, tapi juga novelis yang produktif. Lima novel telah ditulisnya, selain buku kumpulan puisi dan kumpulan cerita pendek. Salah satu novelnya, Geni Jora, (diterbitkan Qanita, Mizan Grup), memenangi Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta 2004. Novel ini berkisah tentang pemberontakan seorang perempuan santri bernama Geni Jora. Ia melawan perlakuan-perlakuan tidak adil terhadap perempuan, yang dibungkus oleh budaya patriarki, dalam bahasa agama dan jubah tradisi. Dengan latar dunia pesantren di Jawa, melanglang ke alam dan budaya Timur Tengah dan Maghribi, diekspresikan melalui bahasa yang lincah, cerdas, nakal, dan jenaka, novel ini membalut pemberontakan gender dalam jalinan kisah cinta dan pencarian diri yang kompleks dan memikat. Perempuan kelahiran Jombang, 1 Maret 1965, yang mulai menulis sejak usia 12 tahun ini pernah memperoleh penghargaan seni dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (1998). Tahun lalu ia menerima Ikapi dan Balai Bahasa Award. Melalui karya-karyanya, istri penyair Hamdy Salad ini menyuarakan persoalan perempuan. Dalam benak saya, perempuan di Indonesia masih termarginalkan. Jadi, menurut saya, kondisi perempuan sudah sangat parah, ujar ibu tiga anak ini. Namanya melambung setelah novelnya, Perempuan Berkalung Sorban (2001), diangkat ke layar lebar oleh sutradara Hanung Bramantyo. Apalagi setelah film tersebut menuai kontroversi. Beberapa adegan di film Perempuan Berkalung Sorban (PBS) dianggap melecehkan pesantren dan kiai. Mana yang melecehkan? Ini adalah kritik bagi kiai dan pesantren yang kami cintai, kata perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Putri Modern Persis, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, ini. Di kediamannya, kawasan Maguwoharjo, Yogyakarta, Abidah menerima wartawan Tempo Muhammad Syaifullah untuk sebuah wawancara, Rabu lalu. Berikut ini petikannya. Bagaimana proses kreatif Perempuan Berkalung Sorban? Pada awalnya ini ide YKF (Yayasan Kesejahteraan Fatayat), LSM milik Nahdlatul Ulama Yogyakarta, untuk membuat suatu novel tentang pemberdayaan perempuan. Maka dirancang novel Perempuan Berkalung Sorban ini dan saya sebagai penulisnya. Tujuan menulis PBS? Novel ini untuk mensosialisasi hak-hak reproduksi perempuan yang sudah diratifikasi oleh PBB. Jadi saya ketika itu diminta mengadakan riset tentang hak-hak reproduksi perempuan selama hampir dua tahun. Riset lapangan untuk memberi setting tempat dan yang fisik-fisik selama tiga bulan, di Kaliangkrik, Kajoran, Magelang, Jawa Tengah. Di satu kampung ada banyak pesantren salaf. Lokasinya di pegunungan. Saya juga menemukan orang-orang yang naik kuda. Sesudahnya, mengikuti seminar-seminar yang dilakukan oleh YKF selama hampir dua tahun, kemudian saya menulis selama sembilan bulan. Karena kontraknya hanya satu tahun, dua tahun saya lakukan di luar kontrak. YKF dan Ford Foundation yang membiayai proyek ini. Saya mau bekerja sama dengan Ford Foundation karena saya sebagai sastrawan dalam menulis, apa isinya, saya memiliki otoritas pribadi. Mereka tidak boleh ikut campur tangan. Sebetulnya semua isi dan teknik penulisan murni dari saya sebagai sastrawan. Ini memang sifatnya pesanan soal reproduksi perempuan. Tetapi kenapa saya mau--yang sebagai sastrawan memiliki independensi--karena yang diinginkan mereka adalah yang selama ini tema-tema yang menjadi sorotan saya. Kebetulan misi dan sorotannya sama. Apa yang Anda sampaikan dalam PBS? Saya ingin perempuan memiliki kemandirian, perempuan harus menguasai ilmu. Ilmu pengetahuanlah yang akan menjawab nasib perempuan. Derajat ditentukan dengan ilmu. Kenapa memilih tema feminisme? Awal-awal saya kuliah, saya aktif di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan kemudian saya tidak tertarik masalah politik. Ketika itu, isu tentang feminisme yang ditulis dalam novel seperti Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Sadawi dibahas di mana-mana. Saya juga mulai tertarik untuk membahas persoalan perempuan. Dan dalam benak saya, perempuan di Indonesia masih termarginalkan. Jadi, menurut saya, kondisi perempuan sudah sangat parah. Memang harus dicari akar permasalahannya dan disuarakan sekeras-kerasnya. Artinya, harus ada revolusi pemikiran bahwa ini adalah sesuatu yang sangat mendesak. Selama ini soal perempuan memang sudah banyak ditulis, soal penderitaan mereka dan keterpinggiran mereka. Tetapi bagaimana solusi ke depan untuk menyikapi kondisi seperti ini kan belum ditulis. Bagaimana Anda menanggapi kontroversi PBS? Ini lucu dan ironi. Kenapa? Yang dikontroversikan mereka itu, ya, itu yang dikritik dalam film dan buku (novel). Anehnya, para pengkritik tidak mau nonton. Mereka tidak tahu