[yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya

2003-06-04 Terurut Topik Sharif Dayan
Widya Çastrena Dharmasiddha !

At 15:43 02-06-2003 +0200, HermanSyah XIV wrote:

Ini ada pendapat menarik dari salah satu sobat saya yang orang Aceh,

Saya sedang mencari sumber -entah halaman web, departemen sejarah atau
orangnya sekalian- yang mempunyai catatan atau penelitian mengenai perang
besar antara Aceh dan Kompeni. Kalau ada tinjauan / analisis penyerbuan ke
benteng VOC oleh Sultan Agung, boleh juga.


Sharif Dayan
di Palembang
--
-== http://www.ksatrian.or.id ==-
-== [EMAIL PROTECTED] (defense matter forum) ==-
-== To contribute article - write to [EMAIL PROTECTED] ==-


--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]




[yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya

2003-06-01 Terurut Topik Syafril Hermansyah
On Fri, 30 May 2003 23:35:43 +0700 DZArifin (D) wrote:

 Kalau memang begitu adanya, nampaknya bukan pendekatan militer yang
 kita perlukan buat mereka, tapi lebih ke pendekatan pembagian kue
 pembangunan yang adil.

Apa yg Anda nyatakan diatas benar, soal bagi kue lah yg menjadi
persoalan, akan tetapi jika caranya menyatakan ketidaksetujuan dg
memberontak adalah tidak benar.
Ketidak adilan terjadi dimana-mana (bergantung interprestasi juga sih), 
tidak hanya di Aceh atau Riau, ketidak adilan juga terjadi di Jakarta. 

Akan tetapi misalkan satu kecamatan/kabupaten diperlakukan tidak adil,
lalu dia menyatakan memisahkan diri dari Kodya/Provinsi ? (lihat kasus
kabupaten Tangerang yg ingin kembali ke Prov. Jawa Barat, krn merasa
diperlakukan tidak adil oleh Provinsi Banten).
Apakah kalau RT kita diperlakukan tidak adil oleh Pak RW lalu RT kita
memisahkan diri, menyatakan kemerdekaan ? Apakah kalau orang tua kita
membagi kue secara tidak adil lalu kita memisahkan diri dari rumah
(kabur, membuang nama keluarga) ?
Itu semua adalah cara kekanak-kanakan.

Jadi bgm caranya menyatakan ketidak setujuan kita thd hal-2x yg tidak
adil ? Ya ngomong, sampaikan hal itu kepihak terkait, syukur-2x bisa
disertai dg usulan bagaimana cara yg lebih baik. Bisa pakai saluran
DPRD, bisa pakai Demo (kan sekarang tdk dilarang, asal tertib), bisa
kirim surat ke MPR ada banyak cara.

S/d jaman pemerintahan Pak Harto, negara kita memang menganut pola
'trickle down effect' y.i. perkuat korporasi besar dan pada saatnya
diharapkan bisa 'menetes' kebawah. Cara itu terbukti tidak manjur, bukan
hanya di Indonesia tp juga di banyak negara lain.
Di jaman reformasi ini pola itu diubah, terlihat dg mulai diterapkannya
Otonomi Daerah. Kita memang belum berpengalaman dg Otoda ini shg masih
banyak kerikil menghambat, baik krn ketidak siapan Pemda maupun
keinginan mempertahankan status quo dari pejabat pemerintah pusat. Akan
tetapi arahnya sudah benar, orang daerahlah yg paling tahu pembangunan
mana yg perlu diprioritaskan, mereka bisa menghitung sendiri pendapatan
asli daerah perlu ditingkatkan seberapa jauh agar bisa punya cukup dana
untuk pembangunan infrastruktur daerahnya masing-2x.
 
 Tentang hal ini saya yakin para pengambil kebijakan kita juga
 mengetahuinya, tapi nampaknya suara yang lebih dominan adalah yang
 menganjurkan pendekatan militer. Mudah-mudahan pendekatan tersebut
 diambil bukan karena motivasi seperti yang pernah diuraikan oleh Pak
 Joni tempo hari, atau oleh karena merasa rugi kalau harus berbagi kue
 pembangunan.

Apakah Anda melihat ada indikasi kearah itu ?
 
 BTW, dana rehab sekolah-sekolah di Aceh sudah disetujui sebesar Rp 92
 M. Pertanyaannya, angin surga buat siapa? Warga Aceh, atau free rider
 mafia proyek??

Nggak usah berpikir negatif dululah, krn berpikir negatif akan memancing
pemikiran negtif lain.
Pembangunan itu utk rakyat Aceh, agar saudara-2x kita tidak terlantar
pendidikannya akibat gedung sekolahnya dibakar oleh GAM.

-- 
syafril
---
Syafril Hermansyahsyafril.yon1.mahawarman.net

List Administrator/Moderators yonsatu/[EMAIL PROTECTED]

--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]




[yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya

2003-05-31 Terurut Topik DZArifin
AWW.
Terima kasih Pak Joni, Bapak sudah menjelaskan tulisan saya untuk kita
semua. Memang itulah yang saya maksud.

Namun ada satu lagi masalah yang juga cukup serius (walaupun  sangat
obyektif berdasarkan analisa saya saja). Beberapa orang Aceh (kira-kira
belasan orang), yang kebetulan cukup akrab, saya mintai pendapatnya mengenai
operasi militer sekarang, mereka semuanya menyatakan ketidaksetujuannya.
Alasannya karena Jakarta lebih cenderung melindungi aset-aset ekonomi
daripada mempertahankan apa yang disebut jargon kesatuan. Seandainya Aceh
tidak ada apa-apanya seperti Gunung Kidul misalnya, Jakarta mungkin tidak
tega-tega amat.

Kebetulan dalam dua tahun terakhir ini saya juga beberapa kali dinas ke Riau
dan Bontang untuk beberapa hari (jadi pengamatannya sangat dangkal),
saudara-saudara kita di sana juga agak sinis mengomentari kebijakan
pembangunan Jakarta atas daerahnya, sayang kami tidak punya keberanian
seperti orang Aceh, demikian kata mereka. Mereka yang berpendapat seperti
itu (saudara Aceh, Riau atau Bontang/Kaltim) juga memahami Pancasila dan
NKRI, bahkan ada yang mengambil S2 bareng dengan saya dan sebagian besar PNS
pula!!

Kalau memang begitu adanya, nampaknya bukan pendekatan militer yang kita
perlukan buat mereka, tapi lebih ke pendekatan pembagian kue pembangunan
yang adil.

Tentang hal ini saya yakin para pengambil kebijakan kita juga mengetahuinya,
tapi nampaknya suara yang lebih dominan adalah yang menganjurkan pendekatan
militer. Mudah-mudahan pendekatan tersebut diambil bukan karena motivasi
seperti yang pernah diuraikan oleh Pak Joni tempo hari, atau oleh karena
merasa rugi kalau harus berbagi kue pembangunan.

BTW, dana rehab sekolah-sekolah di Aceh sudah disetujui sebesar Rp 92 M.
Pertanyaannya, angin surga buat siapa? Warga Aceh, atau free rider mafia
proyek??

Wassalam. DZArifin.


- Original Message -
From: Akhmad Bukhari Saleh [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Friday, May 30, 2003 1:45 PM
Subject: [yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya


  On Mon, 26 May 2003 18:32:45 +0700 DZArifin (D) wrote:

   Tapi cobalah kita memahami dan memberikan
   komentar tentang Aceh ini seandainya kita adalah
   orang Aceh, bukan orang Jawa!
   Saya kira sudut pandangnya akan lain.



  Maksudnya apa ya?  Sudut pandang apa ?
  Orang Aceh yg non GAM punya persamaan dg kita semua,
  y.i. warga negara kesatuan republik Indonesia.
  Sistem nilai yg dianutpun sama, Pancasila.
  Kita perlu berangkat dari hal-2x yg sama, bukan dari hal-2x
  yg berbeda krn nggak pernah akan ketemu kalau begitu caranya.

 --
--
 --

 Mungkin Doedoeng mengatakan begitu, karena berangkat dari analisis Nugroho
 yang berbasiskan ke-ethnik-an:

Saat saya melihat penunjukan Pak Endang Witarsa
sebagai Pangdam Iskandar Muda, saya langsung
setuju dengan pemilihan tersebut, berarti TNI sudah
membaca arah strategi perang GAM dan telah
menyiapkan operasi jangka panjang yaitu tahunan.
Mudah-mudahan saya tidak keliru bahwa pak Endang
pasti dari Jawa Barat. Jawa Barat indentik dengan
pasukan Siliwangi. Siliwangi adalah pasukan tempur
dengan pembinaan teritorial yang terbaik menurut
perjalanan sejarah TNI.

 Jadi sebetulnya di sini mulai munculnya salah persepsi.
 Seolah-olah keunggulan perang wilayah Siliwangi itu adalah karena
Siliwangi
 itu tentaranya Jawa Barat (baca: tentaranya tatar Sunda).
 Sehingga seolah-olah setiap orang Jawa Barat (baca: orang Sunda),
termasuk
 Mayjen. Endang ini (yang kalau dilihat namanya mestinya orang Sunda),
pasti
 jago pembinaan teritorial.
 Sehingga, seolah-olah lagi, Panglima TNI memilih dia jadi Pangdam di
daerah
 operasi melawan gerilya adalah karena dia orang Jawa Barat (baca: orang
 Sunda).

 Ini tentulah salah besar!
 Divisi Siliwangi justru representasi ke-bhineka-tunggal-ika-an yang
 terlengkap dalam profile TNI kita.
 Isi-nya Siliwangi, dari panglimanya sampai balok satu-nya, datang dari
 semua suku, ada Abdul Haris Nasution, Alex Kawilarang, Dadang Suprajogi,
 Ibrahim Adjie, Hartono Rekso Dharsono, sampai Iwan Sulanjana.
 Ketika mereka dulu sukses merebut hati rakyat Jawa Barat, dan
memisahkannya
 dari DI-TII, juga bukan issue ke-jawa-barat-an (baca: issue ke-sunda-an)
 yang diusung (lha wong Kartosuwiryo itu orang jawa...)

 Jadi kepakaran perang wilayah tidak ada urusannya sama ke-sunda-an atau
 ke-aceh-an seseorang.
 Si Endang Sunda yang sekarang panglima, tidak menjamin kelebihan atau
 kekurangan kinerja pembinaan wilayahnya dari si Djalil Aceh yang panglima
 sebelumnya.

 Persoalannya serdadu yang sedang mengejar-ngejar musuh republik ini di
 Bireun, misalnya, mampukah mereka memisahkan warganegara Indonesia yang
ada
 di sana dari pemberontak separatis itu, dengan keramah-tamahan,
keihklasan,
 senyum, berbicara dalam bahasa setempat, dsb.
 Inilah keunggulan Siliwangi (dulu). To win the heart and mind of the
people.
 Tidak dengan membentak-bentak

[yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya

2003-05-31 Terurut Topik Indradjaja Dalel
Bung Abas yth,
Bagus informasinya untuk pengetahuan kita. Terima kasih
Salam
Indradjaja Dalel

-Original Message-
From: Abas F Soeriawidjaja [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Friday, May 30, 2003 5:48 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya


Saya mencoba menyumbang pengetahuan saya tentang Aceh, yang belum tentu
benar, dan mohon rekan Ekek dari Aceh mengkoreksi bila ini salah.

A. Aceh, Gayo dan Tanaman Ganja.
  


--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]




[yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya

2003-05-31 Terurut Topik Syafril Hermansyah
On Fri, 30 May 2003 17:48:20 +0700 Abas F Soeriawidjaja (AFS) wrote:

 Segini dulu deh. Nanti saya coba juga menjelaskan mengapa para
 pemimpin pemberontakan Gam adalah para Tengku.
 Dan apa bedanya Teuku dengan Tengku.

Pak Abas, kata Tengku juga dipakai di Riau, itu adalah gelar Bangsawan.
Yg saya tahu kata Teuku (dibaca Tengku) di Aceh juga gelar Bangsawan,
apa benar ?


-- 
syafril
---
Syafril Hermansyahsyafril.yon1.mahawarman.net

List Administrator/Moderators yonsatu/[EMAIL PROTECTED]

--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]




[yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya

2003-05-31 Terurut Topik Abas F Soeriawidjaja
Pak Syafril Yth,
Berikut ini, pandangan saya yang subyektif, maafkan pada
rekan2 dari Aceh, apabila ada hal2 yang bersifat subyektif adalah
semata-mata pandangan pribadi dengan pengetahuan terbatas yang belum
tentu benar.

Masyarakat Aceh pada zaman Penjajahan Belanda, terkelompok dalam
prefektur2 atau daerah2 yang sedikit banyak terisolasi satu sama lain,
baik secara fisik maupun lingkungan kekuasaan.
Prefektur2 ini dipimpin oleh para Ulebalang yang bergelar bangsawan
Teuku.
Dan sebagaimana umumnya prefektur, para Bangsawan/Teuku, didampingi oleh
para Tengku yang merupakan tokoh Agama (Islam).
Kalau di Jawa Barat, para bangsawan prefektur2 adalah Bupati2 yang
didampingi oleh para Panghulu.
Kalau di Inggris barangkali setara dengan the King and the Bishop.

Melalui para Teuku/Ulebalang inilah Penjajah Belanda mengendalikan
kekuasaannya di Aceh.
Sebagaimana para bangsawan di Jawa, mereka dimanjakan oleh Penjajah
Belanda dan mendapat prioritas dalam pendidikan, demikian juga para
Teuku.
Pada zaman itu intelektual lahir dari para Teuku dan kerabatnya.

Ketika Penjajahan Belanda berakhir 1945 - 1950 ( Revolusi Kemerdekaan),
para Teuku tidak disukai masyarakat dan katanya bahkan terjadi
pembantaian (?) terhadap para Teuku oleh rakyat Aceh, karena dipandang
sebagai kaki tangan Penjajah.
Katanya terjadi pengungsian besar2an dari para Teuku/Ulebalang dan
keluarganya ke Pulau Jawa.
Setelah Kemerdekaan, kekuasaan para Ulebalang berakhir, dan kepemimpinan
sosial diambil alih oleh para Tengku sebagai The Second Leader di
masyarakat.
Perubahan drastis beralihnya kepemimpinan masyarakat ke para Tengku,
menimbulkan kekosongan Kepemimpinan Sosial, mereka ini tidak mempunyai
pengalaman sebagai Pemimpin Sosial, karena mereka adalah para Pemimpin
dalam bidang Agama.
Akibatnya para Tengku yang lahir dari bangunan struktur masyarakat
dibawah Ulebalang, sering gagal memecahkan masalah2/konflik2 sosial di
masyarakat.Mereka hanya pandai memberi fatwa2 yang tidak/belum tentu
menyelesaikan realitas persoalan/konflik.

Contoh dari pengalaman saya, masalah2 konflik sosial maupun
orang-perorang sering tidak jelas benar-salahnya, karena konflik2
didalam masyarakat diselesaikan melalui upara perdamaian yang disebut
Peusijuk ( pesejuk = membuat yang panas menjadi sejuk )dan disertai
dengan do'a bersama, kadang2 disertai dengan Wejangan/Siraman Rohani.
Dan menurut pengalaman saya,akibatnya konflik2 yang sama berulang dan
terus menerus terjadi tanpa ada penyelesaian yang jelas, karena selalu
berakhir dengan Peusijuk yang sifatnya hanya perdamaian formal yang
hanya menunda persoalan.

Kegagalan para Tengku, kemudian melahirkan Informal Leaders yang
berani dan tegas serta bisa mengambil keputusan.
Dan celakanya , biasanya mereka, Informal Leaders ini adalah jagoan2
kampung, mereka lebih didengar dan dimintai untuk menyelesaikan
masalah2 oleh masyarakat, meskipun sebenarnya masyarakat sendiri,
sehari-harinya tidak menyukai para jagoan tersebut.
Sebagaimana tingkah laku para jagoan kampung, mereka juga sering
bertidak sewenang-wenang terhadap masyarakat.

Patut diketahui, Gelar Teuku, Cut (untuk bangsawan wanita) adalah
diturunkan,artinya gelar ini diturunkan ke anak.
Sedangkan Tengku, adalah gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada
seseorang pemimpin, jadi tidak diturunkan ke anak.
Jagoan2 kampung itu kemudian secara langsung kemudian mengambil alih
Tengku2 yang lahir dari struktur bangunan prefektur Ulebalang dan
menjadi Tengku2 baru yang berkuasa di kampungnya ( atau beberapa
kampung yang berdekatan).

Segini dulu deh, mudah2an bermanfaat.

Wassalam,


-Original Message-
From: Syafril Hermansyah [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Saturday, May 31, 2003 4:46 PM
To: [EMAIL PROTECTED]
Subject: [yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya


On Fri, 30 May 2003 17:48:20 +0700 Abas F Soeriawidjaja (AFS) wrote:

 Segini dulu deh. Nanti saya coba juga menjelaskan mengapa para 
 pemimpin pemberontakan Gam adalah para Tengku. Dan apa bedanya Teuku 
 dengan Tengku.

Pak Abas, kata Tengku juga dipakai di Riau, itu adalah gelar Bangsawan.
Yg saya tahu kata Teuku (dibaca Tengku) di Aceh juga gelar Bangsawan,
apa benar ?


-- 
syafril
---
Syafril Hermansyahsyafril.yon1.mahawarman.net

List Administrator/Moderators yonsatu/[EMAIL PROTECTED]

--[YONSATU -
ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]




--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]




[yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya

2003-05-30 Terurut Topik DZArifin
AWW.
Saya tidak tahu apakah ada di antara anggota kita yang berasal dari Aceh.
Tapi cobalah kita memahami dan memberikan komentar tentang Aceh ini
seandainya kita adalah orang Aceh, bukan orang Jawa! Saya kira sudut
pandangnya akan lain.
Wassalam. DZArifin

- Original Message -
From: Nugroho Setyabudi [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 26, 2003 8:36 AM
Subject: [yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya


 Panglima TNI di hari hari pertama pemberlakuan darurat militer sudah
 mengingatkan seluruh pasukan TNI bahwa mereka tidak akan menemukan GAM
 dengan baju loreng dan kaca mata hitam, mereka sekarang sudah pakai sarung
 semua. Saya yakin jajaran komando strategi TNI sudah memahami hal
tersebut.
 6 bulan adalah waktu untuk membungkam GAM untuk tidak show of force terus
 terusan. Saat saya melihat Penunjukan Pak Endang Witarsa sebagai Pangdam
 Iskandar Muda, saya langsung setuju dengan pemilihan tersebut , berarti
TNI
 sudah membaca arah strategi perang GAM dan telah menyiapkan operasi jangka
 panjang yaitu tahunan. Mudah-mudahan saya tidak keliru bahwa pak Endang
 pasti dari Jawa barat.Jawa barat indentik dengan pasukan Siliwangi.
 Siliwangi adalah pasukan tempur dengan pembinaan teritorial yang terbaik
 menurut perjalanan sejarah TNI. DI/TII bisa dilumpuhkan total setelah
kurun
 waktu tahunan dengan strategi pembinaan teritorial.




--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]




[yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya

2003-05-30 Terurut Topik Syafril Hermansyah
On Mon, 26 May 2003 18:32:45 +0700 DZArifin (D) wrote:

 Saya tidak tahu apakah ada di antara anggota kita yang berasal dari
 Aceh. 

Ada.

 Tapi cobalah kita memahami dan memberikan komentar tentang Aceh
 ini seandainya kita adalah orang Aceh, bukan orang Jawa! 

Maksudnya apa ya ?

 Saya kira sudut pandangnya akan lain.

Sudut pandang apa ?

Orang Aceh yg non GAM punya persamaan dg kita semua, y.i. warga negara
kesatuan republik Indonesia. Sistem nilai yg dianutpun sama, Pancasila.
Kita perlu berangkat dari hal-2x yg sama, bukan dari hal-2x yg berbeda
krn nggak pernah akan ketemu kalau begitu caranya.

-- 
syafril
---
Syafril Hermansyahsyafril.yon1.mahawarman.net

List Administrator/Moderators yonsatu/[EMAIL PROTECTED]

--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]




[yonsatu] Re: Strategi Anti Perang Gerilya, beda jaman ngkali?

2003-05-27 Terurut Topik Syafril Hermansyah
On Mon, 26 May 2003 20:50:45 +0700 Nusetyo Ekantono (NE) wrote:

 Mungkin karena jaman anti gerilya sekarang sudah banyak yang pinter
 dan berniat untuk minter-i, dan sudah banyak pamrih nya, bagaimana
 mau sukses?, sedang jaman anti gerilya yang dulu, banyak yang seneng
 berjuang tanpa pamrih, masih sedikit yang merasa pinter dan kebetulan
 belum punya kemauan untuk minter-i, sudah terbukti sukses.

Ok, kalau kondisinya berubah artinya strategi juga harus diubah,
demikian pula cara mengelola pasukan, logistik, PR harus diubah.
Perubahan macam apa atau kearah mana yg diperlukan ?
 
 Eh jangan-jangan ratusan SD yang dibakar di Aceh adalah usaha untuk
 membuta proyek dari kedua Departemen yang paling.,
 rehabilitasi gedung SD, hitung sendiri.

Bisa-2x lbh besar biaya kuli, krn ada 'biaya risiko diculik GAM' :-)


-- 
syafril
---
Syafril Hermansyahsyafril.yon1.mahawarman.net

List Administrator/Moderators yonsatu/[EMAIL PROTECTED]

--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]