Re: [GELORA45] Fw: Mengapa Nasionalisme Berhasil di China tetapi Gagal di Barat?
Kekuasaan Pemerintah Tiongkok sejak Republik Rakyat Tiongkok ditegakkan, 1 Oktober 1949 bukanlah kekuasaan Imperio, sekalipun suku Han (dari 56 suku) merupakan mayoritas mutlak, lebih dari 95% jumlah penduduk Tiongkok! Sejak RRT ditegakkan dibawah Partai Komunis Tiongkok (PKT), prinsip yang dijalankan adalah berorientasi pada RAKYAT, kepentingan rakyat banyak itulah yang dijadikan dasar perjuangan. MENGABDI RAKYAT itulah yang dipegang teguh sampai sekarang dalam memperjuangkan pembangunan bangsa dan masyarakat Tiongkok. Patut diketahui, sekalipun suku Han menempati posisi mayoritas mutlak penduduk, kebijakan yang mereka jalankan justru berusaha melindungi dan mendahulukan suku-minoritas jangan sampai tertindas apalagi musnah, ...! Keluarlah kebijakan aneh dalam konstitusi RRT, tidak hanya memberi kelonggaran bagi anak-anak suku-minoritas bisa diterima masuk Universitas, bahkan melarang pria suku Han mengawini perempuan suku-minoritas, sebaliknya boleh. Mengapa? Karena dikalangan suku-minoritas itu juga berpandangan patriakat, keturunan menurut garis ayah. Untuk melindungi keturunan suku-minoritas habis ditelan suku-Han, dikeluarkanlah kebijakan peria suku Han dilarang mengawini perempuan suku-minoritas. Dan, saat RRT keluarkan kebijakan “anak tunggal” bagi seluruh warga Tiongkok diakhir tahun 1978 dengan sangat ketat, justru TIDAK BERLAKUKAN bagi suku-minoritas, ... setiap suku-minoritas tetap diperbolehkan melahirkan anak banyak! Tentu setelah perkembangan kebijakan afermatif positif dijalankan berkepanjangan, terjadi ekses samping yang kurang baik, akhirnya 2-3 tahun yl. diperbaiki juga. Larangan kawin silang dengan suku-minoritas dicabut, berubah menjadi sitiap keluarga diperbolehkan mengikuti garis ayah atau ibu! Artinya, setiap keluarga tetap boleh mempertahankan identitas suku-minoritas, mengikuti garis ibu, sekalipun ayah dari suku-Han! Dan, ... ketentuan pembatasan “anak tunggal” juga dicabut, bahkan dianjurkan setiap keluarga bisa lebih dari satu anak! Prinsip MENGABDI RAKYAT juga tetap dipegang teguh oleh RRT, bisa dilihat bagaimana pemerintah Tiongkok bisa dengan sigap mengatasi wabah Covid-19 yang merebak di Wuhan Januari tahun 2020 ini, ...! Bukankah keberanian dan ketegasan di pertengahan Januari menutup rapat kota Wuhan, begitu disimpulkan wabah corona-baru menular dari manusia kemanusia. Tanpa mempedulikan pengorbanan kebebasan pribadi seseorang yang didisiplin ngerem dirumah dan kerugian ekonomi akibat kota Wuhan ditutup-rapat itu, untuk menyelamatkan kesehatan rakyat seluruh negeri dan rakyat dunia, ... Sekalipun kebijakan itu dituduh Amerika dan negara barat sebagai pelanggaran HAM! Disini nampak terjadi perbedaan prinsip, kepentingan dan keselamatan pribadi seseorang atau kepentingan RAKYAT BANYAK yang diutamakan! Prinsip yang dipegang Tiongkok, sesuai dengan budaya Tionghoa yang sudah ribuan tahun, mereka bersemboyan “Dibawah langit ini demi RAKYAT!”, yang yang diutamakan adalah kepentingan rakyat banyak, sedang kepentingan pribadi harus tunduk dan bisa dikebawahkan demi kepentingan rakyat banyak! Tidak terbalik, lebih mengutamakan kepentingan dan kebebasan pribadi tanpa pedulikan kepentingan dan keselamatan rakyat banyak. Dimana ketentuan pakai masker saja tidak bisa! Bahkan kita bisa lihat disana-sini terjadi pemukulan akibat menegur orang yang tidak pakai masker masuk bus-umum atau supermarket, ... sangat menyedihkan mendengar berita seorang supir bus harus meninggal akibat dipukuli 3 pemuda tidak pakai masker yang dilarang naik bus! Dan, ... hasilnya bisa terlihat jelas, didunia ini hanya RRT yang mampu dalam waktu sangat singkat, 70 hari berhasil mengendalikan merebaknya wabah covid-19, memulai kerja normal kembali secara bertahap! Sedang negara-negara maju didunia, termasuk Amerika kedodoran meenangani wabah covid-19, sudah lebih 8 bulan tidak juga nampak berhasil mengendalikan dengan baik! Satu-satu jalan harus menunggu keberhasilan vaksin disuntikkan pada rakyatnya, ... From: BILLY GUNADIE Sent: Monday, November 16, 2020 7:45 AM To: sa...@netvigator.com Subject: Re: [GELORA45] Fw: Mengapa Nasionalisme Berhasil di China tetapi Gagal di Barat? Apakah Nationalisme di China itu bukannya Emperor Ampir 85% Han ethnicity... Di US.. Caucasian 60%...?..and kapitalis 1%... Obamacare jadi masalah Sent from Rogers Yahoo Mail on Android On Sun., Nov. 15, 2020 at 6:32 p.m., Chan CT wrote: mata mata politik di BaBe: Mengapa Nasionalisme Berhasil di China tetapi Gagal di Barat? Klik untuk baca artikel: http://share.babe.news/s/wFedejpQvR Mengapa Nasionalisme Berhasil di China tetapi Gagal di Barat? mata mata politik 15 November 2020 pukul 06.06 Follow Empat tahun terakhir kepemimpinan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengingatkan negara-negara Barat bahwa daya tarik nasionalisme bersifat universal. Nasionalisme dapat berkembang lebih mudah di negara-negara otoriter
[GELORA45] Fw: Mengapa Nasionalisme Berhasil di China tetapi Gagal di Barat?
mata mata politik di BaBe: Mengapa Nasionalisme Berhasil di China tetapi Gagal di Barat? Klik untuk baca artikel: http://share.babe.news/s/wFedejpQvR Mengapa Nasionalisme Berhasil di China tetapi Gagal di Barat? mata mata politik 15 November 2020 pukul 06.06 Follow Empat tahun terakhir kepemimpinan Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah mengingatkan negara-negara Barat bahwa daya tarik nasionalisme bersifat universal. Nasionalisme dapat berkembang lebih mudah di negara-negara otoriter seperti China, tetapi menjadi kekuatan yang sangat kuat di mana-mana. Pada Oktober 2020, Presiden China Xi Jinping menyampaikan pidato nasionalis yang berapi-api pada peringatan 70 tahun keterlibatan China dalam Perang Korea. Setelah menyatakan bahwa China memperoleh “perdamaian dan rasa hormat melalui kemenangan”, Xi menjelaskan bahwa China tidak perlu takut kepada “negara mana pun dan tentara mana pun, tidak peduli seberapa kuat mereka dahulu”, yang dengan kata lain merujuk ke Amerika Serikat. Nasionalisme adalah komponen utama dari legitimasi negara China, menurut opini Matt Johnson di South China Morning Post, terutama sejak Xi menjadi presiden. Bagian penting dari Pemikiran Xi Jinping, yang telah diabadikan dalam pembukaan Konstitusi China, berkaitan dengan penegasan kembali kekuatan ekonomi, politik, dan militer China. Mulai dari Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) hingga perluasan dan modernisasi angkatan bersenjata, China kini mengerahkan kekuatannya lebih luas daripada sebelumnya. Salah satu mesin paling kuat dari kebangkitan ini adalah nasionalisme China yang diperkuat dan dihidupkan kembali. Kebangkitan nasionalisme di seluruh dunia telah menjadi salah satu perkembangan internasional yang paling diawasi dalam dekade terakhir, mulai dari kemenangan Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Pilpres AS 2016, referendum Brexit di tahun yang sama, hingga kemenangan pemilu partai-partai nasionalis di seluruh Eropa dan di negara-negara seperti Brasil. Namun, banyak dari kemenangan nasionalis tersebut kini sedang terurai. Presiden Amerika terpilih Joe Biden telah mengalahkan Trump dalam Pilpres AS 2020. Sementara itu, jauh lebih banyak orang Inggris sekarang mengaku akan memilih untuk tetap bertahan di Uni Eropa jika referendum diadakan hari ini (56,8 persen versus 34,9 persen yang masih akan memilih untuk mendukung Brexit). Di Eropa, dukungan untuk partai nasionalis di Jerman, Prancis, Italia, dan negara-negara lainnya pun telah menurun. Meskipun nasionalisme bersifat fundamental bagi kebangkitan China, Matt Johnson berpendapat di South China Morning Post, hal itu tidak berlaku di negara-negara demokrasi Barat seperti yang dikhawatirkan banyak orang beberapa tahun lalu. Mengapa China dapat menggunakan nasionalisme sebagai kekuatan politik yang mengejutkan dengan cara yang tidak dilakukan oleh negara-negara demokrasi liberal? Pertama, China adalah negara satu partai yang otoriter. Hal itu memungkinkannya memperkuat visi nasionalis yang koheren sambil menekan pandangan yang berbeda tentang identitas dan tujuan nasionalnya. China telah membangun infrastruktur sensor terbesar dan paling efektif dalam sejarah manusia. Sejumlah besar media sosial dan situs media internasional diblokir, banyak perilaku dilacak dan diawasi dengan ketat, sementara publikasi konten online dikontrol dengan ketat. Para calon pemimpin otoriter di negara demokrasi liberal (seperti Trump) tidak memiliki kemewahan ini, yang berarti mereka tidak dapat menyebarkan propaganda nasionalis hampir seefisien atau seragam seperti China. Amerika Serikat memiliki masyarakat sipil yang kuat dengan akses informasi yang tidak terbatas. Hal ini memungkinkan munculnya banyak gagasan yang bersaing tentang kebangsaan, sejarah, peran pemerintah Amerika, dan sebagainya. Ketika Trump bersumpah bahwa dia akan mengutamakan “America first”, dia sedang berbicara dengan satu Amerika di antara banyak Amerika yang lainnya. Meskipun terdapat banyak China juga, pemerintah negara itu berada dalam posisi yang lebih kuat untuk menghasilkan persepsi bahwa hanya ada satu versi bangsa. Presiden Amerika Serikat Donald Trump melemparkan topi “Make America Great Again” selama kampanye Pilpres AS 2020 di Wilkes-Barre Scranton International Airport di Avoca, negara bagian Pennsylvania pada 2 November 2010. Para calon pemimpin otoriter di negara demokrasi liberal seperti Trump tidak dapat menyebarkan propaganda nasionalis hampir seefisien atau seragam seperti China. (Foto: Reuters) Kedua, tidak seperti gerakan dan partai nasionalis di Barat, nasionalisme China tidak melihat ke dalam. China menyadari bahwa pengaruh internasional negara itu bergantung padanya untuk menjadi lebih terintegrasi dengan ekonomi global, bukan kurang. Jadi, ketika Amerika Serikat dan Inggris mundur dan menarik diri dari berbagai perjanjian perdagangan besar-besaran dan Uni Eropa, Inisiatif Sabuk dan Jalan (BRI) China pun terus melebarkan sayap.