Fw: [GELORA45] Tentang Ibu Muslimah Penyapu Gereja dan,Virus Dengki di Atas Kasus Intoleransi

2018-02-13 Terurut Topik Chalik Hamid chalik.ha...@yahoo.co.id [GELORA45]
 

   - Pesan yang Diteruskan - Dari: 'Chan CT' sa...@netvigator.com 
[GELORA45] Kepada: GELORA_In 
Terkirim: Rabu, 14 Februari 2018 00.45.01 
GMT+1Judul: Fw: [GELORA45] Tentang Ibu Muslimah Penyapu Gereja dan,Virus Dengki 
di Atas Kasus Intoleransi
     

  From: 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] Sent: Tuesday, February 
13, 2018 11:29 PM


 

https://news.detik.com/kolom/d-3865069/tentang-ibu-muslimah-penyapu-gereja-dan-virus-dengki-di-atas-kasus-intoleransi

 
Selasa 13 Februari 2018, 15:06 WIB
Sentilan Iqbal Aji Daryono

Tentang Ibu Muslimah Penyapu Gereja dan 


Virus Dengki di Atas Kasus Intoleransi
Iqbal Aji Daryono - detikNewsIqbal Aji Daryono   Iqbal Aji Daryono (Ilustrasi: 
Edi Wahyono)  Jakarta - Baru saja terjadi peristiwa geger di Gereja St. 
Lidwina, Sleman, Jogja. Seorang lelaki muda membacok jemaat gereja yang sedang 
beribadah. Memang belum ada keterangan resmi dari polisi tentang siapa 
pelakunya. Namun sudah tersebar ke khalayak dari para saksi di sekitar, bahwa 
si pembacok melakukan itu dengan motif keyakinannya, dan membenci umat yang 
berbeda agama dengan dirinya.

Mendengar peristiwa itu, seorang dokter yang aktivis Muhammadiyah datang ke TKP 
bersama istrinya. Dokter Ahmad Muttaqin Alim namanya, datang untuk menyatakan 
simpati dan belasungkawa. Kebetulan Pak Dokter datang masih berkain sarung, 
karena rumah mereka cuma sepelemparan molotov dari gereja. Sebagai keluarga 
muslim yang taat, istri Pak Dokter juga memang berjilbab.

Maka, ketika dalam kunjungan mereka Bu Alim ikut bebersih lantai gereja yang 
masih berdebu karena remah-remah patung Yesus yang dihancurkan si penyerang, 
Pak Dokter gatal memotretnya. Foto itu tersebar cepat. Saya sendiri ikut 
menyebarkannya di akun Facebook saya, dan ada ribuan orang yang ikut membaginya.

Inilah visualisasi foto itu: Seorang ibu berjilbab memegang sapu dan pengki, 
membersihkan lantai gereja. Di hadapannya ada salib besar, dan di sebelahnya 
ada patung Yesus yang wajahnya sudah hancur. Adakah pemandangan yang lebih 
dramatis dari ini?

Bayangkan saja. Dada ribuan orang tengah dagdigdug karena ada kabar buruk 
tersebar tentang seorang pemuda muslim yang menyerang gereja dan menyabetkan 
parang ke beberapa jemaat termasuk ke pasturnya. Maka, foto ibu penyapu itu 
ibarat hydrant yang disemprotkan ke tumpukan bara. Ia setara dengan segelas es 
teh yang disuguhkan saat Anda megap-megap karena saking hausnya.

Adakah yang buruk dari pesan perdamaian yang tersebar lewat foto itu? Saya kira 
tidak sama sekali. Ia bukan ajakan kepada umat muslim untuk murtad pindah 
keyakinan. Ia tidak menunjukkan seorang muslimah yang ikut beribadah dengan 
cara Katolik. Ia juga tidak membawa secuil pun pesan agar penonton foto itu 
membenci Islam, membenci umat Islam, mendiskreditkan kaum muslimin, atau saling 
berkonspirasi untuk melemahkan ghirah keislaman yang berkobar-kobar. Sama 
sekali tidak.

Yang saya bayangkan akan muncul sebagai efek dari foto itu sesederhana 
mekanisme komunikasi publik dalam logika marketing-informasi yang paling 
gampang. Pertama, umat Katolik jadi percaya bahwa si pembacok bukan 
representasi umat Islam, dan tidak semua orang Islam berpandangan sama dengan 
si pembacok. Kedua, umat Islam dari kalangan awam jadi paham bahwa agamanya 
bukan agama yang mendukung tindakan si pembacok, dengan bukti bahwa seorang 
muslimah bersimpati kepada korban pembacokan. Ketiga, secara lebih luas foto 
itu membela kehormatan Islam dan umat Islam. Apa yang sekilas terkesan buruk 
dari perilaku berislam seorang oknum muslim dengan segera dinetralisasi oleh 
citra dalam foto itu.

Namun malang sekali, ternyata tak semua orang mengambil kesan positif seperti 
itu. Banyak di antara kerumunan itu yang lebih suka mengambil buruknya (entah 
dari warung mana mereka mengambilnya), dan justru mengekspresikan sikap-sikap 
dengki yang jauh dari proporsional. Saya heran luar biasa.

Lalu kenapa banyak orang Islam sendiri yang konon mengaku pencinta damai justru 
tidak suka dengan tersebarnya foto ibu muslimah penyapu gereja? Apakah mereka 
ingin proses netralisasi citra dalam benak publik awam tidak berjalan, sehingga 
nantinya secara "hukum marketing informasi" si tukang bacok bisa-bisa malah 
menjadi representasi tunggal atas Islam?

Simak saja beberapa tulisan yang tersebar luas di media sosial. Di situ 
dikatakan bahwa umat Islam juga korban, terbukti dari dua kasus yang terjadi di 
Jawa Barat beberapa waktu lalu, tentang ulama yang dipukuli dan dibunuh. Dengan 
kenyataan itu, kenapa para pejabat dan tokoh seperti Buya Syafii Maarif hanya 
mendatangi Gereja St. Lidwina? Begitu mereka menggugat, sembari mengatakan 
bahwa semua itu merupakan sikap tidak adil kepada umat Islam.

Lebih nyelekit lagi ketika tak kalah banyaknya orang membagi unggahan dangkal 
di Facebook yang secara spesifik menghujat Buya Syafii Maarif. Buya digugat 
karena mengunjungi Gereja St. Lidwina untuk menyatakan prihatin, padahal belia

Fw: [GELORA45] Tentang Ibu Muslimah Penyapu Gereja dan,Virus Dengki di Atas Kasus Intoleransi

2018-02-13 Terurut Topik 'Chan CT' sa...@netvigator.com [GELORA45]


From: 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45] 
Sent: Tuesday, February 13, 2018 11:29 PM



https://news.detik.com/kolom/d-3865069/tentang-ibu-muslimah-penyapu-gereja-dan-virus-dengki-di-atas-kasus-intoleransi



Selasa 13 Februari 2018, 15:06 WIB
Sentilan Iqbal Aji Daryono
Tentang Ibu Muslimah Penyapu Gereja dan 

Virus Dengki di Atas Kasus Intoleransi
Iqbal Aji Daryono - detikNews
Iqbal Aji Daryono 

 Iqbal Aji Daryono (Ilustrasi: Edi Wahyono) 

Jakarta - Baru saja terjadi peristiwa geger di Gereja St. Lidwina, Sleman, 
Jogja. Seorang lelaki muda membacok jemaat gereja yang sedang beribadah. Memang 
belum ada keterangan resmi dari polisi tentang siapa pelakunya. Namun sudah 
tersebar ke khalayak dari para saksi di sekitar, bahwa si pembacok melakukan 
itu dengan motif keyakinannya, dan membenci umat yang berbeda agama dengan 
dirinya.

Mendengar peristiwa itu, seorang dokter yang aktivis Muhammadiyah datang ke TKP 
bersama istrinya. Dokter Ahmad Muttaqin Alim namanya, datang untuk menyatakan 
simpati dan belasungkawa. Kebetulan Pak Dokter datang masih berkain sarung, 
karena rumah mereka cuma sepelemparan molotov dari gereja. Sebagai keluarga 
muslim yang taat, istri Pak Dokter juga memang berjilbab.

Maka, ketika dalam kunjungan mereka Bu Alim ikut bebersih lantai gereja yang 
masih berdebu karena remah-remah patung Yesus yang dihancurkan si penyerang, 
Pak Dokter gatal memotretnya. Foto itu tersebar cepat. Saya sendiri ikut 
menyebarkannya di akun Facebook saya, dan ada ribuan orang yang ikut membaginya.

Inilah visualisasi foto itu: Seorang ibu berjilbab memegang sapu dan pengki, 
membersihkan lantai gereja. Di hadapannya ada salib besar, dan di sebelahnya 
ada patung Yesus yang wajahnya sudah hancur. Adakah pemandangan yang lebih 
dramatis dari ini?

Bayangkan saja. Dada ribuan orang tengah dagdigdug karena ada kabar buruk 
tersebar tentang seorang pemuda muslim yang menyerang gereja dan menyabetkan 
parang ke beberapa jemaat termasuk ke pasturnya. Maka, foto ibu penyapu itu 
ibarat hydrant yang disemprotkan ke tumpukan bara. Ia setara dengan segelas es 
teh yang disuguhkan saat Anda megap-megap karena saking hausnya.

Adakah yang buruk dari pesan perdamaian yang tersebar lewat foto itu? Saya kira 
tidak sama sekali. Ia bukan ajakan kepada umat muslim untuk murtad pindah 
keyakinan. Ia tidak menunjukkan seorang muslimah yang ikut beribadah dengan 
cara Katolik. Ia juga tidak membawa secuil pun pesan agar penonton foto itu 
membenci Islam, membenci umat Islam, mendiskreditkan kaum muslimin, atau saling 
berkonspirasi untuk melemahkan ghirah keislaman yang berkobar-kobar. Sama 
sekali tidak.

Yang saya bayangkan akan muncul sebagai efek dari foto itu sesederhana 
mekanisme komunikasi publik dalam logika marketing-informasi yang paling 
gampang. Pertama, umat Katolik jadi percaya bahwa si pembacok bukan 
representasi umat Islam, dan tidak semua orang Islam berpandangan sama dengan 
si pembacok. Kedua, umat Islam dari kalangan awam jadi paham bahwa agamanya 
bukan agama yang mendukung tindakan si pembacok, dengan bukti bahwa seorang 
muslimah bersimpati kepada korban pembacokan. Ketiga, secara lebih luas foto 
itu membela kehormatan Islam dan umat Islam. Apa yang sekilas terkesan buruk 
dari perilaku berislam seorang oknum muslim dengan segera dinetralisasi oleh 
citra dalam foto itu.

Namun malang sekali, ternyata tak semua orang mengambil kesan positif seperti 
itu. Banyak di antara kerumunan itu yang lebih suka mengambil buruknya (entah 
dari warung mana mereka mengambilnya), dan justru mengekspresikan sikap-sikap 
dengki yang jauh dari proporsional. Saya heran luar biasa.

Lalu kenapa banyak orang Islam sendiri yang konon mengaku pencinta damai justru 
tidak suka dengan tersebarnya foto ibu muslimah penyapu gereja? Apakah mereka 
ingin proses netralisasi citra dalam benak publik awam tidak berjalan, sehingga 
nantinya secara "hukum marketing informasi" si tukang bacok bisa-bisa malah 
menjadi representasi tunggal atas Islam?

Simak saja beberapa tulisan yang tersebar luas di media sosial. Di situ 
dikatakan bahwa umat Islam juga korban, terbukti dari dua kasus yang terjadi di 
Jawa Barat beberapa waktu lalu, tentang ulama yang dipukuli dan dibunuh. Dengan 
kenyataan itu, kenapa para pejabat dan tokoh seperti Buya Syafii Maarif hanya 
mendatangi Gereja St. Lidwina? Begitu mereka menggugat, sembari mengatakan 
bahwa semua itu merupakan sikap tidak adil kepada umat Islam.

Lebih nyelekit lagi ketika tak kalah banyaknya orang membagi unggahan dangkal 
di Facebook yang secara spesifik menghujat Buya Syafii Maarif. Buya digugat 
karena mengunjungi Gereja St. Lidwina untuk menyatakan prihatin, padahal beliau 
tidak mendatangi para ulama yang dianiaya. "Ulama dianiaya dan dibunuh ente 
diam saja. Tapi begitu ada yang nyerang gereja, ente ribut!"

Suara-suara dengki seperti itu menyebar dengan cepat, gampang, diiringi 
umpatan-umpatan. Saya berdecak kagum dan tak habis pikir. Betulkah segampang 
itu u

[GELORA45] Tentang Ibu Muslimah Penyapu Gereja dan,Virus Dengki di Atas Kasus Intoleransi

2018-02-13 Terurut Topik 'j.gedearka' j.gedea...@upcmail.nl [GELORA45]


https://news.detik.com/kolom/d-3865069/tentang-ibu-muslimah-penyapu-gereja-dan-virus-dengki-

di-atas-kasus-intoleransi?_ga=2.38770148.697008542.1518535085-663793591.1518535085

Selasa 13 Februari 2018, 15:06 WIB


   Sentilan Iqbal Aji Daryono


 Tentang Ibu Muslimah Penyapu Gereja dan


 Virus Dengki di Atas Kasus Intoleransi

Iqbal Aji Daryono - detikNews

Iqbal Aji Daryono 
 

Share *0* 
 
Tweet 
 
Share *0* 
 
31 komentar 
 

Tentang Ibu Muslimah Penyapu Gereja dan Virus Dengki di Atas Kasus 
Intoleransi Iqbal Aji Daryono (Ilustrasi: Edi Wahyono)
 
 
 
 

*Jakarta* - Baru saja terjadi peristiwa geger di Gereja St. Lidwina, 
Sleman, Jogja. Seorang lelaki muda membacok jemaat gereja yang sedang 
beribadah. Memang belum ada keterangan resmi dari polisi tentang siapa 
pelakunya. Namun sudah tersebar ke khalayak dari para saksi di sekitar, 
bahwa si pembacok melakukan itu dengan motif keyakinannya, dan membenci 
umat yang berbeda agama dengan dirinya.


Mendengar peristiwa itu, seorang dokter yang aktivis Muhammadiyah datang 
ke TKP bersama istrinya. Dokter Ahmad Muttaqin Alim namanya, datang 
untuk menyatakan simpati dan belasungkawa. Kebetulan Pak Dokter datang 
masih berkain sarung, karena rumah mereka cuma sepelemparan molotov dari 
gereja. Sebagai keluarga muslim yang taat, istri Pak Dokter juga memang 
berjilbab.


Maka, ketika dalam kunjungan mereka Bu Alim ikut bebersih lantai gereja 
yang masih berdebu karena remah-remah patung Yesus yang dihancurkan si 
penyerang, Pak Dokter gatal memotretnya. Foto itu tersebar cepat. Saya 
sendiri ikut menyebarkannya di akun /Facebook/ saya, dan ada ribuan 
orang yang ikut membaginya.


Inilah visualisasi foto itu: Seorang ibu berjilbab memegang sapu dan 
pengki, membersihkan lantai gereja. Di hadapannya ada salib besar, dan 
di sebelahnya ada patung Yesus yang wajahnya sudah hancur. Adakah 
pemandangan yang lebih dramatis dari ini?


Bayangkan saja. Dada ribuan orang tengah dagdigdug karena ada kabar 
buruk tersebar tentang seorang pemuda muslim yang menyerang gereja dan 
menyabetkan parang ke beberapa jemaat termasuk ke pasturnya. Maka, foto 
ibu penyapu itu ibarat hydrant yang disemprotkan ke tumpukan bara. Ia 
setara dengan segelas es teh yang disuguhkan saat Anda megap-megap 
karena saking hausnya.


Adakah yang buruk dari pesan perdamaian yang tersebar lewat foto itu? 
Saya kira tidak sama sekali. Ia bukan ajakan kepada umat muslim untuk 
murtad pindah keyakinan. Ia tidak menunjukkan seorang muslimah yang ikut 
beribadah dengan cara Katolik. Ia juga tidak membawa secuil pun pesan 
agar penonton foto itu membenci Islam, membenci umat Islam, 
mendiskreditkan kaum muslimin, atau saling berkonspirasi untuk 
melemahkan /ghirah/ keislaman yang berkobar-kobar. Sama sekali tidak.


Yang saya bayangkan akan muncul sebagai efek dari foto itu sesederhana 
mekanisme komunikasi publik dalam logika marketing-informasi yang paling 
gampang. Pertama, umat Katolik jadi percaya bahwa si pembacok bukan 
representasi umat Islam, dan tidak semua orang Islam berpandangan sama 
dengan si pembacok. Kedua, umat Islam dari kalangan awam jadi paham 
bahwa agamanya bukan agama yang mendukung tindakan si pembacok, dengan 
bukti bahwa seorang musli