Re: [GELORA45] Tionghoa dlm perang 10 November 1945

2018-11-10 Terurut Topik ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45]
Terimakasih bung Djie, ... baru ngeh kalau Henry Boen itu keponakan Tony 
Wen, terkecoh karena yang satu gunakan Wen yg lain gunakan Boen. Padahal 
Boen = Wen. Tidak sebagaimana biasa, kalau masih hubungan family, tentu 
gunakan ejaan yang sama, berdasarkan bunyi logat Hokkian, Khek atau 
Tiaochu, ... yg banyak di Indonesia.


Nampaknya ada saja sementara orang yang besar-besarkan peran Tionghoa 
dalam Pahlawan Nasional, menyatakan Tony Wen ikut terlibat dalam 
perobekkan bendera Belanda, ... Bikin hoax yang mengada-ada, ... bahwa 
keterlibatan Tionghoa dalam setiap gerakan Kemerdekaan dan Pertahankan 
Kemerdekaan RI tentu tidak perlu disangkal! Tapi, juga tidak ada 
perlunya membesar-besarkan dan mengada-adakan yang tidak ada!


Salam,

ChanCT



kh djie 於 10/11/2018 18:11 寫道:

Bung Chan,
Henry Boen, tetangga selang satu rumah dari almarhum Benny Gatot Setiono.
Istri Henry mengorganisir 2 kali reunie saya dengan bekas2 murid.
Tony Wen dulu pernah jadi guru olahraga di sekolah Pa Hoa Jakarta.
Ada potretnya di dinding. Orangnya gagah dan rupawan.
Henry Boen dapat peninggalan buku2 koleksinya Tony Wen. Boen = Wen.
Benny banyak pakai buku2 itu untuk tulis bukunya Tionghoa dalam 
Pusaran politik,

di samping catatan2 dari ayahnya, seorang journalist.
Tony Wen dan bung Karno pernah duduk satu meja dengan tokoh2 Tionghoa 
di Solo

bicarakan pengumpulan dana.
Dokter Ong Tjong Bing itu pernah diangkat jadi ketua Wayang Orang Ang 
Hien Hoo,

yang didirikan lagi setelah jamannya Oom Giok Bie.
Itu ditulis oleh Prof. Melanie Budianta,anak dari Tan Hong Bok. 
Melanie nichtnya
Sie Kong Loen, yang berkali kali jadi juara tennis double putera 
bersama Sugiarto.
Sie Kong Loen masih keponakan dari Tan Liep Tjiauw, juara single 
putera tennis.
Belakangan neefnya , Sie Nie Sie yang jadi juara.Baik Sie Kong Loen ( 
belakangan
setelah tidak kerja lagi) maupun Sie Nie Sie jadi tennis trainer di 
Amerika.

Salam,
KH

On Sat, 10 Nov 2018 at 10:13, ChanCT sa...@netvigator.com 
 [GELORA45] > wrote:


Tulisan dibawah dari WA, tanpa nama penulis yang jelas. Sekadar
untuk bahan pertimbangan saja:



*Tionghoa dlm perang 10 November 1945*

*PERISTIWA SURABAYA*

Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara
pihak tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini
terjadi pada tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa
Timur. Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia
dengan pasukan asing setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan
satu pertempuran terbesar dan terberat dalam sejarah Revolusi
Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas perlawanan
Indonesia terhadap kolonialisme.

Keterangan dari Henry Boen, keponakan Tony Wen dan lihat (Siauw
Giok Tjhan , 1981) , (Leo Suryadinata ,1981) , etc Apakah Almarhum
Tony Wen menjadi salah satu pemrakarsa merobek bagian biru dari
bendera Holland, dan mengibarkannya kembali sebagai Merah Putih
tidak ditulis dalam buku ini. Tentunya akan baik sekali kalau kita
dapat mendengar/membaca keseluruhan peristiwa ini. Sebenarnya
peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato (Oranye) itu terjadi
tanggal 19 September 1945.

Ternyata memang banyak sekali keturunan Tionghoa yang punya
kontribusi dalam sejarah termasuk perkembangan budaya dan ekonomi
di Indonesia. Saya katakan ternyata karena lewat buku ini saya
membaca (data + tulisan) banyak nama keturunan Tionghoa yang tidak
familiar banyak jasa, paling tidak berjuang ber-sama2 bangsa
Indonesia di Indonesia.

Sebagai tambahan: Bung Tomo yang disebut sebagai pahlawan karena
peristiwa di Surabaya ini adalah Pemimpin Besar BPRI (Barisan
Pemberontak Rakjat Indonesia) yang melalui radio melakukan pidato
yang ber-kobar untuk membakar semangat para pemuda di Surabaya dan
sekitarnya. Namun sayangnya pidato2 Bung Tomo tersebut tidak bebas
dari sikap rasialisnya yg anti-Tionghoa. Tema2 anti Tionghoa dlm
pidatonya sudah tentu menumbuhkan sentimen anti Tionghoa di
kalangan masyarakat Jawa Timur.

Untuk menanggulanginya, Go Gien Tjwan sebagai jurubicara Angkatan
Muda Tionghoa (AMT) mengucapkan pidato yang menekankan bahwa musuh
rakyat Indonesia bukan etnis Tionghoa melainkan Belanda. Ia juga
menyatakan bahwa etnis Tionghoa juga menjadi korban penjajahan
Belanda dan tidak menginginkan kembalinya penjajahan Belanda.

Siaw Giok Tjhan bersama kawan2nya pergi menemui Bung Tomo agar
mengubah sikapnya terhadap etnis Tionghoa, namun Bung Tomo tidak
bisa diyakinkan dan tetap berpendapat bahwa sebagian besar entis
Tionghoa pro-Belanda. Pada akhir Oktober 1945, Siauw Giok Tjhan
memimpin delegasi pemuda Tionghoa untuk bertemu dengan Bung Tomo
dan sejumlah tokoh Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) Soemarsono
dan Soedisman di Nangkajajar, sebuah kota kecil yang terletak
antara Surabaya dan 

Re: [GELORA45] Tionghoa dlm perang 10 November 1945

2018-11-10 Terurut Topik kh djie dji...@gmail.com [GELORA45]
Bung Chan,
Henry Boen, tetangga selang satu rumah dari almarhum Benny Gatot Setiono.
Istri Henry mengorganisir 2 kali reunie saya dengan bekas2 murid.
Tony Wen dulu pernah jadi guru olahraga di sekolah Pa Hoa Jakarta.
Ada potretnya di dinding. Orangnya gagah dan rupawan.
Henry Boen dapat peninggalan buku2 koleksinya Tony Wen. Boen = Wen.
Benny banyak pakai buku2 itu untuk tulis bukunya Tionghoa dalam Pusaran
politik,
di samping catatan2 dari ayahnya, seorang journalist.
Tony Wen dan bung Karno pernah duduk satu meja dengan tokoh2 Tionghoa di
Solo
bicarakan pengumpulan dana.
Dokter Ong Tjong Bing itu pernah diangkat jadi ketua Wayang Orang Ang Hien
Hoo,
yang didirikan lagi setelah jamannya Oom Giok Bie.
Itu ditulis oleh Prof. Melanie Budianta,anak dari Tan Hong Bok. Melanie
nichtnya
Sie Kong Loen, yang berkali kali jadi juara tennis double putera bersama
Sugiarto.
Sie Kong Loen masih keponakan dari Tan Liep Tjiauw, juara single putera
tennis.
Belakangan neefnya , Sie Nie Sie yang jadi juara.Baik Sie Kong Loen (
belakangan
setelah tidak kerja lagi) maupun Sie Nie Sie jadi tennis trainer di Amerika..
Salam,
KH

On Sat, 10 Nov 2018 at 10:13, ChanCT sa...@netvigator.com [GELORA45] <
GELORA45@yahoogroups.com> wrote:

>
>
> Tulisan dibawah dari WA, tanpa nama penulis yang jelas. Sekadar untuk
> bahan pertimbangan saja:
>
>
> *Tionghoa dlm perang 10 November 1945*
>
> *PERISTIWA SURABAYA*
>
> Pertempuran Surabaya merupakan peristiwa sejarah perang antara pihak
> tentara Indonesia dan pasukan Belanda. Peristiwa besar ini terjadi pada
> tanggal 10 November 1945 di Kota Surabaya, Jawa Timur. Pertempuran ini
> adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing setelah
> Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan terberat
> dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional atas
> perlawanan Indonesia terhadap kolonialisme.
>
> Keterangan dari Henry Boen, keponakan Tony Wen dan lihat (Siauw Giok Tjhan
> , 1981) , (Leo Suryadinata ,1981) , etc Apakah Almarhum Tony Wen menjadi
> salah satu pemrakarsa merobek bagian biru dari bendera Holland, dan
> mengibarkannya kembali sebagai Merah Putih tidak ditulis dalam buku ini.
> Tentunya akan baik sekali kalau kita dapat mendengar/membaca keseluruhan
> peristiwa ini. Sebenarnya peristiwa perobekan bendera di Hotel Yamato
> (Oranye) itu terjadi tanggal 19 September 1945.
>
> Ternyata memang banyak sekali keturunan Tionghoa yang punya kontribusi
> dalam sejarah termasuk perkembangan budaya dan ekonomi di Indonesia. Saya
> katakan ternyata karena lewat buku ini saya membaca (data + tulisan) banyak
> nama keturunan Tionghoa yang tidak familiar banyak jasa, paling tidak
> berjuang ber-sama2 bangsa Indonesia di Indonesia.
>
> Sebagai tambahan: Bung Tomo yang disebut sebagai pahlawan karena peristiwa
> di Surabaya ini adalah Pemimpin Besar BPRI (Barisan Pemberontak Rakjat
> Indonesia) yang melalui radio melakukan pidato yang ber-kobar untuk
> membakar semangat para pemuda di Surabaya dan sekitarnya. Namun sayangnya
> pidato2 Bung Tomo tersebut tidak bebas dari sikap rasialisnya yg
> anti-Tionghoa. Tema2 anti Tionghoa dlm pidatonya sudah tentu menumbuhkan
> sentimen anti Tionghoa di kalangan masyarakat Jawa Timur.
>
> Untuk menanggulanginya, Go Gien Tjwan sebagai jurubicara Angkatan Muda
> Tionghoa (AMT) mengucapkan pidato yang menekankan bahwa musuh rakyat
> Indonesia bukan etnis Tionghoa melainkan Belanda. Ia juga menyatakan bahwa
> etnis Tionghoa juga menjadi korban penjajahan Belanda dan tidak
> menginginkan kembalinya penjajahan Belanda.
>
> Siaw Giok Tjhan bersama kawan2nya pergi menemui Bung Tomo agar mengubah
> sikapnya terhadap etnis Tionghoa, namun Bung Tomo tidak bisa diyakinkan dan
> tetap berpendapat bahwa sebagian besar entis Tionghoa pro-Belanda. Pada
> akhir Oktober 1945, Siauw Giok Tjhan memimpin delegasi pemuda Tionghoa
> untuk bertemu dengan Bung Tomo dan sejumlah tokoh Pemuda Sosialis Indonesia
> (Pesindo) Soemarsono dan Soedisman di Nangkajajar, sebuah kota kecil yang
> terletak antara Surabaya dan Malang. Di dalam pertemuan tersebut berhasil
> disepakati bahwa para pemuda Tionghoa akan bergabung dengan BPRI dan
> Pesindo.
>
> Dalam pertempuran itu, warga Tionghoa menyebut diri sebagai TKR Chungking
> dan membawa bendera Kuo Min Tang sebagai identitasnya. Perlengkapan temput
> yang digunakan juga sedikit berbeda dengan pejuang lainnya, mereka
> menggunakan Fritz Helmet yang digunakan pasukan Wehrmacht (Jerman), lengkap
> dengan senapan Karaben (Kar) 98-K yang didapatkan dari Nazi Jerman pada
> 1930-an.
>
> Tak hanya ikut dalam pertempuran, warga Tionghoa juga terlibat dalam
> pengobatan terhadap pejuang yang terluka. Korps medis ini diberi nama
> Barisan Palang Merah Tionghoa. Satuan ini diberangkatkan dari RS Militer di
> Malang dan mendapat tugas untuk memasok ransum bagi para pejuang yang
> berasa di garis depan,
>
> Ikut merawat korban pertempuran 10 November 1945 yang dibawa ke Malang,
> Letnan Kolonel