Re: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it

2009-04-05 Terurut Topik Anis Radianis
 'irrasional', ce'est la vie...
 
Terakhir dan yang terpenting, apa yang Cici ucapkan adalah hal yang wajar 
karena memang itulah sudut pandang Cici yang hidup dalam habitatnya sendiri. 
Sungguh suatu yang sangat aneh kalau Cici mendukung analisa saya, utong, Dendi 
dan masyarakat Indonesia di Belgia lainnya... Kalau kata Joshua.. Mosok Jeruk 
makan Jeruk...!!



Anis

-- Selamat untuk tidak memilih because we are just a rational human being.





From: Sulistiono Kertawacana sulistiono.kertawac...@alumni.ui.ac.id
To: PPIBelgia@yahoogroups.com
Sent: Saturday, April 4, 2009 11:56:02 AM
Subject: Re: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it


jadi ternyata ada kode  diplomatiknya  ya mba
untuk urut2an Foto hehhe 

Kind regards,
Sulistiono Kertawacana
http://sulistionoke rtawacana. blogspot. com/

Cici Marsianda Widiyanto wrote: 
 
Boleh saja tidak sependapat Mas Dendi, Indonesia adalah negara
demokrasi. Jangankan cuma kritik, tidak ikut Pemilu juga tidak ada
sanskinya.  Nah, boleh donk saya mengkiritik orang yang tidak mau
terlibat dalam proses politik negaranya sendiri tapi kemudian justru
mengkritik sistim politik yang dia tidak mau ikut terlibat padahal dia
bisa. Sampai kita menemukan sistim partisipasi politik lain yang lebih
baik, Pemilihan Umum adalah salah satu cara kita bernegara.  Saya hanya
melihat bahwa saat ini negara kita sedang mencari arah menuju yang
lebih baik. Apa tidak elok jika kita turut serta menentukan arah
tersebut ? 
 
Mungkin kita berbeda pandangan atas hal ini. So What ? Tidak masalah.
Kita tetep orang Indonesia.
 
Well, just a piece of my mind
 
 
(Saya kok tidak yakin urutan photo ditentukan oleh besar kecilnya
devisa. Biasanya sih urut abjad).

 


To: ppibel...@yahoogrou ps.com
From: dendiramdani@ yahoo.com
Date: Thu, 2 Apr 2009 03:42:51 -0700
Subject: RE: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it


Saya agak tidak sependapat dengan email
dibawah, terutama paragraph terakhir. Juga saya tidak mengerti apa yang
dimaksud dengan kalimat Jangan hanya bisa mengkritik. Coba ikut
menyelesaikan masalah. 

Saya pikir wajar-wajar saja tiap orang melontarkan kritik kepada orang
yg bekerja di publik sektor (birokrasi) atau para penyelenggara negara
(DPR dan pemerintahan: presiden/gubernur/ walikota) karena adalah
tugas mereka memberikan pelayanan publik. 

Tentang ikut menyelesaikan masalah, saya pikir dengan menjalankan peran
profesi masing-masing sebaik mungkin adalah kontribusi yang sangat
besar. Misalnya: yang lagi sekolah, sekolah lah yang baik; yang dosen
jadilah dosen yang baik; yang pegawai BUMN jadilah pegawai yang baik;
yang jadi birokrat di departemen atau pemda, jadilah birokrat yang
baik; yang kerja di sektor swasta jadilah pekerja yang baik dan
produktif. Kan tidak mungkin misalnya, seseorang yang dosen disuruh
menangai kisruh kampanye, ini kan tugas Panwaslu/KPU. Atau, yang kerja
di swasta ikut memberantas korupsi, ini kan tugasnya Kejaksaan dan KPK.

Tentang keikutsertaan pemilu, buat saya yang selalu golput sejak jaman
Soeharto, kecuali pemilu tahun 1999 karena aktif di partai, keputusan
tidak ikut memilih karena saya memandang semua partai sama kualitasnya,
tidak ada yg lebih baik atau buruk. Tidak ada satu pihak pun yang bisa
membawa perbaikan berarti, kalaupun ada perbaikan di Indonesia itu
adalah hasil proses alamiah sebagai keharusan sejarah. Seperti ketika
harga BBM turun, itu adalah keharusan sejarah karena harga minyak dunia
turun, bukan hasil kerja langsung SBY/JK. 

Susah juga kalau memilih partai hanya berdasarkan anggapan bahwa
partai A berkualitas baik sedangkan partai B berkualitas jelek. Juga,
saya kira tidak ada relevansi pemilih memilih dengan baik dan tulus
akan membuat negara maju. Yang perlu adalah pemilih yang rasional dan
kritis yang bisa mendorong negara maju. 

Selain itu, tidak ada yang menjamin bagaimana mekanisme saya bisa
mengontrol kinerja orang/partai yang saya pilih, kecuali 5 tahuk
mendatang tidak memilih dia lagi (seandainya itu orang mencalonkan lagi
dan partainya masih ada). Kalau pemilu partai saya pasti golput sebab
saya tidak kenal orang dan tawaran program tidak jelas, dilihat dari
sisi partainya jg tidak ada yg bisa menjamin kualitas dan integritas. 

Buat saya menentukan pilihan dalam pemilu seperti berjudi. Beruntung
kalau kebetulan memilih yang baik; sial kalau kebetulan memilih yang
buruk (tahunya itu caleg kena kasus suap/korupsi, misalnya). 

Tentang keikutsertaan Indonesia di G20, memang Indonesia cukup besar
dibanding singapore dan malaysia dilihat dari size penduduk, luas
wilayah dan size ekonomi, tapi kalau dilihat kapasitas per kapita
(misalnya income per kapita), kemampuan militer, atau dari sisi
keuangan pemerintah jauh sekali dibandingkan negara peserta G20.
Contoh, cadangan devisa Indonesia cuma 60 milyar dolar, bandingkan
dengan singapore yg penduduknya sama dengan jumlah bayi yang lahir di
Indonesia setiap tahun, punya cadangan devisa 160 milyar dolar

RE: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it

2009-04-02 Terurut Topik Cici Marsianda Widiyanto

Masalah negara dan bangsa Indonesia memang menarik untuk dibicarakan.  Well,  
Indonesia bersama India, Cina dan Korea Selatan adalah  negara berkembang yang 
diundang untuk menghadiri KTT G-20 di London untuk membicarakan solusi atas 
krisis ekonomi dunia. Presiden RI akan duduk bersama Presiden AS, PM Inggris 
dll untuk mengatasi krisis ini. Bukan sekedar duduk, pendapat Indonesia akan 
didengar dan didiskusikan. Kenapa bukan Malaysia ? Kenapa bukan Thailand ?

 

Sejak tahun 2004 Indonesia menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia 
setelah AS dan India. Sejak tahun 2004 telah digelar ratusan Pemilihan Kepala 
Daerah di berbagai daerah TK I dan TK II di Indonesia. Hampir seluruh sengketa 
terkait hasil PILKADA ini terselesaikan melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi. 
Memang ada yang berdampak pada pertentangan fisik seperti di Maluku Utara. 
Namun setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan relatif sengketa menjadi selesai.

 

Memang Tanggul Situ Gintung jebol dan membawa korban jiwa. Memang masalah 
LAPINDO tidak kunjung selesai permasalahannya. Memang kasus BLBI masih 
terkatung-katung. Memang Australia mengalami masalah bush fire terbesar 
beberapa waktu lalu, Memang bos AIG menggunakan dana talangan Pemerintah AS 
sebagai bonus mereka, Memang Belgia masih memiliki masalah politik pemerintahan 
yang tidak kunjung selesai. Pun Pakistan punya masalah terorisme yang makin 
menggila. There are no countries which are problem free. That is not the issue. 
The issue is how we handle them. How the problems are managed.

 

Jangan hanya bisa mengkiritik. Coba ikut menyelesaikan masalah. Bagaimana kita 
bisa ikut menyelesaikan masalah negara ? Mari Ikuti Pemilu. Pilih partai yang 
kita angap berkualitas. Pilih pemimpin yang baik. Apakah negara jadi maju ? Iya 
kalau para pemilih memilih dengan baik dan tulus.  

 

Well, sekedar saran.

 


 








_
Manage multiple email accounts with Windows Live Mail effortlessly.
http://www.get.live.com/wl/all

RE: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it

2009-04-02 Terurut Topik dendi ramdani
Saya agak tidak sependapat dengan email dibawah, terutama paragraph terakhir. 
Juga saya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kalimat Jangan hanya bisa 
mengkritik. Coba ikut menyelesaikan masalah. 

Saya pikir wajar-wajar saja tiap orang melontarkan kritik kepada orang yg 
bekerja di publik sektor (birokrasi) atau para penyelenggara negara (DPR dan 
pemerintahan: presiden/gubernur/walikota) karena adalah tugas mereka memberikan 
pelayanan publik. 

Tentang ikut menyelesaikan masalah, saya pikir dengan menjalankan peran profesi 
masing-masing sebaik mungkin adalah kontribusi yang sangat besar. Misalnya: 
yang lagi sekolah, sekolah lah yang baik; yang dosen jadilah dosen yang baik; 
yang pegawai BUMN jadilah pegawai yang baik; yang jadi birokrat di departemen 
atau pemda, jadilah birokrat yang baik; yang kerja di sektor swasta jadilah 
pekerja yang baik dan produktif. Kan tidak mungkin misalnya, seseorang yang 
dosen disuruh menangai kisruh kampanye, ini kan tugas Panwaslu/KPU. Atau, yang 
kerja di swasta ikut memberantas korupsi, ini kan tugasnya Kejaksaan dan KPK.

Tentang keikutsertaan pemilu, buat saya yang selalu golput sejak jaman 
Soeharto, kecuali pemilu tahun 1999 karena aktif di partai, keputusan tidak 
ikut memilih karena saya memandang semua partai sama kualitasnya, tidak ada yg 
lebih baik atau buruk. Tidak ada satu pihak pun yang bisa membawa perbaikan 
berarti, kalaupun ada perbaikan di Indonesia itu adalah hasil proses alamiah 
sebagai keharusan sejarah. Seperti ketika harga BBM turun, itu adalah keharusan 
sejarah karena harga minyak dunia turun, bukan hasil kerja langsung SBY/JK. 

Susah juga kalau memilih partai hanya berdasarkan anggapan bahwa partai A 
berkualitas baik sedangkan partai B berkualitas jelek. Juga, saya kira tidak 
ada relevansi pemilih memilih dengan baik dan tulus akan membuat negara maju. 
Yang perlu adalah pemilih yang rasional dan kritis yang bisa mendorong negara 
maju. 

Selain itu, tidak ada yang menjamin bagaimana mekanisme saya bisa mengontrol 
kinerja orang/partai yang saya pilih, kecuali 5 tahuk mendatang tidak memilih 
dia lagi (seandainya itu orang mencalonkan lagi dan partainya masih ada). Kalau 
pemilu partai saya pasti golput sebab saya tidak kenal orang dan tawaran 
program tidak jelas, dilihat dari sisi partainya jg tidak ada yg bisa menjamin 
kualitas dan integritas. 

Buat saya menentukan pilihan dalam pemilu seperti berjudi. Beruntung kalau 
kebetulan memilih yang baik; sial kalau kebetulan memilih yang buruk (tahunya 
itu caleg kena kasus suap/korupsi, misalnya). 

Tentang keikutsertaan Indonesia di G20, memang Indonesia cukup besar dibanding 
singapore dan malaysia dilihat dari size penduduk, luas wilayah dan size 
ekonomi, tapi kalau dilihat kapasitas per kapita (misalnya income per kapita), 
kemampuan militer, atau dari sisi keuangan pemerintah jauh sekali dibandingkan 
negara peserta G20. Contoh, cadangan devisa Indonesia cuma 60 milyar dolar, 
bandingkan dengan singapore yg penduduknya sama dengan jumlah bayi yang lahir 
di Indonesia setiap tahun, punya cadangan devisa 160 milyar dolar. Jangan tanya 
berapa jumlah cadangan devisa Cina. Makanya tidak heran kalau Pak Budioni dan 
Sri Mulyani, waktu difoto bareng-bareng dengan menteri keuangan dan gubernur 
bank sentral negara lain, nyempil sendiri paling pinggir, bukan di tengah.

salam,
dendi





--- On Thu, 4/2/09, Cici Marsianda Widiyanto cie...@hotmail.com wrote:

From: Cici Marsianda Widiyanto cie...@hotmail.com
Subject: RE: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it
To: ppibelgia@yahoogroups.com ppibelgia@yahoogroups.com
Date: Thursday, April 2, 2009, 10:47 AM















Masalah negara dan bangsa Indonesia memang menarik untuk dibicarakan.  
Well,  Indonesia bersama India, Cina dan Korea Selatan adalah  negara 
berkembang yang diundang untuk menghadiri KTT G-20 di London untuk membicarakan 
solusi atas krisis ekonomi dunia. Presiden RI akan duduk bersama Presiden AS, 
PM Inggris dll untuk mengatasi krisis ini. Bukan sekedar duduk, pendapat 
Indonesia akan didengar dan didiskusikan. Kenapa bukan Malaysia ? Kenapa bukan 
Thailand ?

 

Sejak tahun 2004 Indonesia menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia 
setelah AS dan India. Sejak tahun 2004 telah digelar ratusan Pemilihan Kepala 
Daerah di berbagai daerah TK I dan TK II di Indonesia. Hampir seluruh sengketa 
terkait hasil PILKADA ini terselesaikan melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi. 
Memang ada yang berdampak pada pertentangan fisik seperti di Maluku Utara. 
Namun setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan relatif sengketa menjadi selesai.

 

Memang Tanggul Situ Gintung jebol dan membawa korban jiwa. Memang masalah 
LAPINDO tidak kunjung selesai permasalahannya. Memang kasus BLBI masih 
terkatung-katung. Memang Australia mengalami masalah bush fire terbesar 
beberapa waktu lalu, Memang bos AIG menggunakan dana talangan Pemerintah AS 
sebagai bonus mereka, Memang Belgia masih memiliki masalah politik

RE: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it

2009-04-02 Terurut Topik Cici Marsianda Widiyanto

 

Boleh saja tidak sependapat Mas Dendi, Indonesia adalah negara demokrasi. 
Jangankan cuma kritik, tidak ikut Pemilu juga tidak ada sanskinya.  Nah, boleh 
donk saya mengkiritik orang yang tidak mau terlibat dalam proses politik 
negaranya sendiri tapi kemudian justru mengkritik sistim politik yang dia tidak 
mau ikut terlibat padahal dia bisa. Sampai kita menemukan sistim partisipasi 
politik lain yang lebih baik, Pemilihan Umum adalah salah satu cara kita 
bernegara.  Saya hanya melihat bahwa saat ini negara kita sedang mencari arah 
menuju yang lebih baik. Apa tidak elok jika kita turut serta menentukan arah 
tersebut ? 

 

Mungkin kita berbeda pandangan atas hal ini. So What ? Tidak masalah. Kita 
tetep orang Indonesia.

 

Well, just a piece of my mind

 

 

(Saya kok tidak yakin urutan photo ditentukan oleh besar kecilnya devisa. 
Biasanya sih urut abjad).


 


To: PPIBelgia@yahoogroups.com
From: dendiramd...@yahoo.com
Date: Thu, 2 Apr 2009 03:42:51 -0700
Subject: RE: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it









Saya agak tidak sependapat dengan email dibawah, terutama paragraph terakhir. 
Juga saya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kalimat Jangan hanya bisa 
mengkritik. Coba ikut menyelesaikan masalah. 

Saya pikir wajar-wajar saja tiap orang melontarkan kritik kepada orang yg 
bekerja di publik sektor (birokrasi) atau para penyelenggara negara (DPR dan 
pemerintahan: presiden/gubernur/walikota) karena adalah tugas mereka memberikan 
pelayanan publik. 

Tentang ikut menyelesaikan masalah, saya pikir dengan menjalankan peran profesi 
masing-masing sebaik mungkin adalah kontribusi yang sangat besar. Misalnya: 
yang lagi sekolah, sekolah lah yang baik; yang dosen jadilah dosen yang baik; 
yang pegawai BUMN jadilah pegawai yang baik; yang jadi birokrat di departemen 
atau pemda, jadilah birokrat yang baik; yang kerja di sektor swasta jadilah 
pekerja yang baik dan produktif. Kan tidak mungkin misalnya, seseorang yang 
dosen disuruh menangai kisruh kampanye, ini kan tugas Panwaslu/KPU. Atau, yang 
kerja di swasta ikut memberantas korupsi, ini kan tugasnya Kejaksaan dan KPK.

Tentang keikutsertaan pemilu, buat saya yang selalu golput sejak jaman 
Soeharto, kecuali pemilu tahun 1999 karena aktif di partai, keputusan tidak 
ikut memilih karena saya memandang semua partai sama kualitasnya, tidak ada yg 
lebih baik atau buruk. Tidak ada satu pihak pun yang bisa membawa perbaikan 
berarti, kalaupun ada perbaikan di Indonesia itu adalah hasil proses alamiah 
sebagai keharusan sejarah. Seperti ketika harga BBM turun, itu adalah keharusan 
sejarah karena harga minyak dunia turun, bukan hasil kerja langsung SBY/JK. 

Susah juga kalau memilih partai hanya berdasarkan anggapan bahwa partai A 
berkualitas baik sedangkan partai B berkualitas jelek. Juga, saya kira tidak 
ada relevansi pemilih memilih dengan baik dan tulus akan membuat negara maju. 
Yang perlu adalah pemilih yang rasional dan kritis yang bisa mendorong negara 
maju. 

Selain itu, tidak ada yang menjamin bagaimana mekanisme saya bisa mengontrol 
kinerja orang/partai yang saya pilih, kecuali 5 tahuk mendatang tidak memilih 
dia lagi (seandainya itu orang mencalonkan lagi dan partainya masih ada). Kalau 
pemilu partai saya pasti golput sebab saya tidak kenal orang dan tawaran 
program tidak jelas, dilihat dari sisi partainya jg tidak ada yg bisa menjamin 
kualitas dan integritas. 

Buat saya menentukan pilihan dalam pemilu seperti berjudi. Beruntung kalau 
kebetulan memilih yang baik; sial kalau kebetulan memilih yang buruk (tahunya 
itu caleg kena kasus suap/korupsi, misalnya). 

Tentang keikutsertaan Indonesia di G20, memang Indonesia cukup besar dibanding 
singapore dan malaysia dilihat dari size penduduk, luas wilayah dan size 
ekonomi, tapi kalau dilihat kapasitas per kapita (misalnya income per kapita), 
kemampuan militer, atau dari sisi keuangan pemerintah jauh sekali dibandingkan 
negara peserta G20. Contoh, cadangan devisa Indonesia cuma 60 milyar dolar, 
bandingkan dengan singapore yg penduduknya sama dengan jumlah bayi yang lahir 
di Indonesia setiap tahun, punya cadangan devisa 160 milyar dolar. Jangan tanya 
berapa jumlah cadangan devisa Cina. Makanya tidak heran kalau Pak Budioni dan 
Sri Mulyani, waktu difoto bareng-bareng dengan menteri keuangan dan gubernur 
bank sentral negara lain, nyempil sendiri paling pinggir, bukan di tengah.

salam,
dendi





--- On Thu, 4/2/09, Cici Marsianda Widiyanto cie...@hotmail.com wrote:


From: Cici Marsianda Widiyanto cie...@hotmail.com
Subject: RE: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it
To: ppibelgia@yahoogroups.com ppibelgia@yahoogroups.com
Date: Thursday, April 2, 2009, 10:47 AM




Masalah negara dan bangsa Indonesia memang menarik untuk dibicarakan.  Well,  
Indonesia bersama India, Cina dan Korea Selatan adalah  negara berkembang yang 
diundang untuk menghadiri KTT G-20 di London untuk membicarakan solusi atas 
krisis ekonomi dunia. Presiden RI akan duduk bersama

Re: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it

2009-04-01 Terurut Topik Anis Radianis
Tulisan ini sepertinya mengajak orang2 Indonesia agar tetap jalan 'ditempat' 
oleh karena alasan sentimentil. Segala kekurangan dianggap kelebihan, sudah 
jelas negara tidak baik masih saja menutup mata. Lagi pula sepertinya antara 
definisi 'berbangsa' dan 'bernegara' yang ada di pembukaan UUD '45 dicampur 
aduk. 

Bangsa adalah sesuatu yang tidak bisa hilang semenjak kita lahir, dimanapun 
kita berada, di eropa, di amerika, kita adalah bangsa Indonesia, bahkan buat 
beberapa Orang Indonesia yang memiliki kewarganegaraan asing sekalipun. We can 
not change that...  Tapi kalo soal warga negara itu sudah urusan Bernegara 
dimana bangsa Indonesia bisa memilih untuk tetap attach ke Negara Indonesia 
atau negara lain. Nyatanya kualitas 'Negara Indonesia' akhir2 ini sangat 
menurun bahkan cenderung memalukan. Tapi apa malu sebagai Bangsa Indonesia, 
TIDAK.. Kita malu kepada Negara Indonesia yang gagal melindungi Bangsanya., 
seperti pada kasus Situ Gintung. Tapi kita tidak malu sebagai Bangsa Indonesia 
karena itu adalah hal yang berbeda. Coba lihat berapa banyak bangsa Indonesia 
yang sudah berkarya di negara lain dan meraih sukses tidak hanya buat negara 
yang ditinggali tetapi juga buat Negara Indonesia sendiri.

Saya mencoba menceritakan pengalaman pribadi pada saat mengajukan kredit mobil 
di salah bank di Belgia. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pribadi saya 
sudah lolos, tetapi sistem bank-nya memblok salah satu point yang membuat saya 
terkejut. Hanya karena sebagai warga negara Indonesia yang berada di Belgia, 
mereka harus mengecek apakah saya terlibat dengan jaringan teroris. Artinya 
secara tidak langsung Negara Indonesia termasuk negara black list dalam issue 
ini. Sedih ? tidak, Lah wong tidak terlibat. Malu ? iya.. kok bisa2nya dianggap 
'miring' sebagai orang dengan kewarga negaraan Indonesia. Andai saja saya sudah 
jadi warga negara Belgia, atau negara asing lainnya mungkin langsung lancar, 
even saya orang yang sama.

So menjadi bangga sebagai Bangsa Indonesia adalah sesuatu yang HARUS, tapi 
bangga sebagai warga Negara Indonesia, Tunggu dulu. Selama Negara Indonesia 
dipimpin oleh orang2 rakus kekuasaan dan manipulator ulung, Impian agar bisa 
'Berbangsa dan Bernegara Indonesia' adalah mimpi siang bolong. Mohon maaf buat 
para pendiri Negara Indonesia yang ada di liang kubur, impian Anda hanya 
tinggal impian. 

Jadi tidak ada yang salah dengan 'Bangsa Indonesia', tapi banyak kesalahan yang 
dilakukan oleh 'Negara Indonesia' kepada Bangsanya sendiri... Sungguh Suatu 
Ironi .  So lebih baik GOLPUT karena negara (via pejabat2 korup) telah 
memanipulasi rasa cinta bangsanya demi kepentingan pribadi... Masya Allah 



Anis

Bayu, Apa udah ada info tentang kewarganegaraan ganda ? so Berbangsa Indonesia 
dan Bernegara Belgia... :) 




From: Cici Marsianda Widiyanto cie...@hotmail.com
To: ppibelgia@yahoogroups.com ppibelgia@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, April 1, 2009 9:40:05 AM
Subject: RE: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it


nampaknya tulisan ini memang sdh ada di Jakarta Post.
Very Inspiring... ..
 


 To: ppibel...@yahoogrou ps.com
From: ya...@vub.ac. be
Date: Tue, 31 Mar 2009 18:44:32 +0200
Subject: re:[PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it


Dear Pak Bayu

Yang bikin surat ini kelihatannya seorang journalis ya, wah bagus sekali 
pemaparannya. Kalau bisa tulisan ini dikirim ke Koran JAKARTA POS.. dijamin 
pasti dimuat.

Salam hormat

Yulheri Abas

By the way: Being Indonesian and proud of it

Sun, 03/29/2009 11:14 AM | Headlines 

Another head scratching moment for me and for people who assist me - as an
Indonesian passport holder I always face the same issue every time I need or
plan to go to other countries outside ASEAN. Applying for entry visas, with
stacks of documents and tedious preparations required. At the end I always
feel overwhelmed filling in the forms and preparing necessary documents. 

One has suggested to me to change nationality to make it easier for me
whenever I need to travel overseas. You know, for citizens of some
countries, they have visa waivers so they can just jump up and go overseas
anytime they want. 

As a spontaneous person I feel this visa issue burdening me a lot. When I am
in the mood for travel I need to check entry requirement first, then have to
start applying for visas. Depending on the country and my luck (and so far I
have been lucky), I will get a visa approved in 1-2 weeks. But, hey, the
anticipation may not be there anymore. But what can I do? Nothing. Just try
to keep my name clear so every time I apply for a visa or when I enter any
country the immigration officer's computer will flash Clear or Not in the
dangerous list or whatever. 

Back to the suggestion of changing nationality, I suddenly remember one
story of an Indonesian singer who already went international. She has been
living outside Indonesia for many years and had established her reputation

Re: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it

2009-04-01 Terurut Topik dendi ramdani
Saya suka argument Anis... Tobbb... berani jujur 

Buat saya tulisan di Iene Muliati itu tidak lebih dari ungkapan sentimentil 
saja, dari seseorang yang rindu karena lama tinggal di luar negeri (Sepertinya 
dia tinggal di LN kalau dilihat gaya tulisannya). 

Berkata jujur dan harus malu dengan apa yang banyak terjadi, Situ Gintung 
contoh terakhir, adalah langkah awal. 

Saya rasa kita banyak salah dalam memandang nagara kita. Contohnya, selalu 
ditanamkan persepsi bahwa Indonesia adalah negara gemah ripah loh jinawi, 
negara kaya raya. Kaya dari mana? Yang nyata adalah kalau diambil garis 
kemiskinan 2 dolar per orang sehari, 100 juta lebih penduduk miskin terdata. 

Satu lagi yang selalu ditanamkan bahwa Indonesia adalah negara strategis karena 
diapit 2 benua (Australia dan Asia) dan 2 samudra (pasifik dan Hindia). Kalau 
dilihat dari geopolitik dan geoekonomi, posisi Indonesia sebetulnya ada di 
gang-buntu. Sebab pusat ekonomi dan politik ada di utara. Memang di seberang 
pasifik ada US, tapi dia mainnya nyebrang Atlantik untuk ke Eropa, atau 
nyebarang pasifik untuk berinteraksi dengan Jepang, bukan Indonesia. Di Selatan 
Indonesia lebih parah lagi sebetulnya lahan kosong, karena  Australia walaupun 
di Selatan tapi agak ke timur mainnya ke Utara langsung. Disebelah barat 
Indonesia adalah benua Afrika, ini bukan center ekonomi politik. Mungkin India 
yg agak strategis, itu pun agak ke utara sedikit, tapi Indoa interaksinya juga 
lebih banyak ke utara. 

Jadi, kalau dilihat dari peta geoekonomi-politik dunia, Indonesia hanya berada 
di pinggiran saja sebetulnya. Rasanya salah, menganggap kita adalah strategis 
dan besar, kecuali dari jumah penduduk dan luas wilayah. Tapi dari segi 
economic dan political power lemah sekali. Apalagi dalam sepuluh tahun 
terakhir, sejak Cina dan India sudah take off, posisi Indonesia disusul. 
Indonesia yang seharusnya sejajar secara ekonomi dengan Malaysia dan Singapore, 
karena tahun 70-80an masih setara, sekarang sudah kehilangan momentum. Tidak 
mudah mencari, menunggu atau menciptakan momentum untuk maju lagi. Tapi, 
berkata jujur mungkin modal awal.

salam,
dendi






 

salam,
dendi

--- On Wed, 4/1/09, Anis Radianis aradia...@yahoo.com wrote:

From: Anis Radianis aradia...@yahoo.com
Subject: Re: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it
To: PPIBelgia@yahoogroups.com, ppibelgia@yahoogroups.com 
ppibelgia@yahoogroups.com
Date: Wednesday, April 1, 2009, 1:36 PM












Tulisan ini sepertinya mengajak orang2 Indonesia agar tetap jalan 
'ditempat' oleh karena alasan sentimentil. Segala kekurangan dianggap 
kelebihan, sudah jelas negara tidak baik masih saja menutup mata. Lagi pula 
sepertinya antara definisi 'berbangsa' dan 'bernegara' yang ada di pembukaan 
UUD '45 dicampur aduk. 
Bangsa adalah sesuatu yang tidak bisa hilang semenjak kita lahir, dimanapun 
kita berada, di eropa, di amerika, kita adalah bangsa Indonesia, bahkan buat 
beberapa Orang Indonesia yang memiliki kewarganegaraan asing sekalipun. We can 
not change that...  Tapi kalo soal warga negara itu sudah urusan Bernegara 
dimana bangsa Indonesia bisa memilih untuk tetap attach ke Negara Indonesia 
atau negara lain. Nyatanya kualitas 'Negara Indonesia' akhir2 ini sangat
 menurun bahkan cenderung memalukan. Tapi apa malu sebagai Bangsa Indonesia, 
TIDAK.. Kita malu kepada Negara Indonesia yang gagal melindungi Bangsanya., 
seperti pada kasus Situ Gintung. Tapi kita tidak malu sebagai Bangsa Indonesia 
karena itu adalah hal yang berbeda. Coba lihat berapa banyak bangsa Indonesia 
yang sudah berkarya di negara lain dan meraih sukses tidak hanya buat negara 
yang ditinggali tetapi juga buat Negara Indonesia sendiri.
Saya mencoba menceritakan pengalaman pribadi pada saat mengajukan kredit mobil 
di salah bank di Belgia. Segala sesuatu yang berhubungan dengan pribadi saya 
sudah lolos, tetapi sistem bank-nya memblok salah satu point yang membuat saya 
terkejut. Hanya karena sebagai warga negara Indonesia yang berada di Belgia, 
mereka harus mengecek apakah saya terlibat dengan jaringan teroris. Artinya 
secara tidak langsung Negara Indonesia termasuk negara black list dalam issue 
ini. Sedih ? tidak, Lah wong
 tidak terlibat. Malu ? iya.. kok bisa2nya dianggap 'miring' sebagai orang 
dengan kewarga negaraan Indonesia. Andai saja saya sudah jadi warga negara 
Belgia, atau negara asing lainnya mungkin langsung lancar, even saya orang yang 
sama.
So menjadi bangga sebagai Bangsa Indonesia adalah sesuatu yang HARUS, tapi 
bangga sebagai warga Negara Indonesia, Tunggu dulu. Selama Negara Indonesia 
dipimpin oleh orang2 rakus kekuasaan dan manipulator ulung, Impian agar bisa 
'Berbangsa dan Bernegara Indonesia' adalah mimpi siang bolong. Mohon maaf buat 
para pendiri Negara Indonesia yang ada di liang kubur, impian Anda hanya 
tinggal impian. 
Jadi tidak ada yang salah dengan 'Bangsa Indonesia', tapi banyak kesalahan yang 
dilakukan oleh 'Negara Indonesia' kepada Bangsanya sendiri

[PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it

2009-03-30 Terurut Topik Herbhayu AN
By the way: Being Indonesian and proud of it

Sun, 03/29/2009 11:14 AM  |  Headlines 

Another head scratching moment for me and for people who assist me - as an
Indonesian passport holder I always face the same issue every time I need or
plan to go to other countries outside ASEAN. Applying for entry visas, with
stacks of documents and tedious preparations required. At the end I always
feel overwhelmed filling in the forms and preparing necessary documents. 

One has suggested to me to change nationality to make it easier for me
whenever I need to travel overseas. You know, for citizens of some
countries, they have visa waivers so they can just jump up and go overseas
anytime they want. 

As a spontaneous person I feel this visa issue burdening me a lot. When I am
in the mood for travel I need to check entry requirement first, then have to
start applying for visas. Depending on the country and my luck (and so far I
have been lucky), I will get a visa approved in 1-2 weeks. But, hey, the
anticipation may not be there anymore. But what can I do? Nothing. Just try
to keep my name clear so every time I apply for a visa or when I enter any
country the immigration officer's computer will flash Clear or Not in the
dangerous list or whatever. 

Back to the suggestion of changing nationality, I suddenly remember one
story of an Indonesian singer who already went international. She has been
living outside Indonesia for many years and had established her reputation
as a reputable international singer in Europe. She changed her Indonesian
nationality to another nationality. She told the papers that as an
international artist she had difficulties and often has a headache applying
for and getting entry visas to perform or do overseas tours and the
Indonesian embassy people did not help her much too. Exchanging nationality
for ease of travel? 

It is true that being Indonesian we often have to line up outside the
embassy applying for visas that may or may not be approved, with stacks of
documents and financial proofs that should be prepared, and we have to wait
for at least 1 week or, it could be worst, 1 month to get it. In the
process, our passports will be kept with them. Honestly I hate this waiting
time. I am hopeless without my green passport. 

Now come to think of it, why do people, in this case governments, always
make things so complicated? Is it their nature not to trust anybody? So is
it that we are guilty before proven innocent? 

Maybe changing nationality is worth doing it. But, my blood is Indonesian.
Although, like many Indonesians, I swear a lot about the country, but, it is
my country, and I belong to it. I was, am and always will be Indonesian. No
matter what. 

I never knew that I loved my country until I realized it one day. I still
remember vividly that day. I was about to move to Canada. It was late
November. I was at Cengkareng airport in Jakarta, waiting for my flight. It
was not a time when the national anthem was normally played publicly, but,
suddenly I heard the Indonesian national anthem. I was dumb struck and
started crying quietly. I missed Indonesia already. I promised myself that
being Indonesian overseas meant that I had to represent Indonesia, make the
country proud of me, and that I would be proud of the country and defend it.


Despite any troubling things that have been happening in Indonesia, I am
never ashamed of being Indonesian. I am sometimes sad and disappointed with
what's happening in the country but am never ashamed of the country. If any
bad news about Indonesia reaches the shores where I live, I will always take
it as my responsibility to help the country to explain  - especially to
non-Indonesian people or people who are not familiar with Indonesia - what
exactly is happening. 

I always believe it is our duty to learn the best things wherever we live
overseas and bring them back to Indonesia someday, perhaps to help build a
better Indonesia in the future. 

Well, in the end, with my discovering my true love of my country, Indonesia,
it is really worth going through the headaches and bother of applying for
entry visas rather  than exchanging my identity. I am Indonesian. I will
always be Indonesian. And I am proud of it.  

- Iene Muliati 

 

Bayu.