Saya agak tidak sependapat dengan email dibawah, terutama paragraph terakhir. 
Juga saya tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kalimat "Jangan hanya bisa 
mengkritik. Coba ikut menyelesaikan masalah". 

Saya pikir wajar-wajar saja tiap orang melontarkan kritik kepada orang yg 
bekerja di publik sektor (birokrasi) atau para penyelenggara negara (DPR dan 
pemerintahan: presiden/gubernur/walikota) karena adalah tugas mereka memberikan 
pelayanan publik. 

Tentang ikut menyelesaikan masalah, saya pikir dengan menjalankan peran profesi 
masing-masing sebaik mungkin adalah kontribusi yang sangat besar. Misalnya: 
yang lagi sekolah, sekolah lah yang baik; yang dosen jadilah dosen yang baik; 
yang pegawai BUMN jadilah pegawai yang baik; yang jadi birokrat di departemen 
atau pemda, jadilah birokrat yang baik; yang kerja di sektor swasta jadilah 
pekerja yang baik dan produktif. Kan tidak mungkin misalnya, seseorang yang 
dosen disuruh menangai kisruh kampanye, ini kan tugas Panwaslu/KPU. Atau, yang 
kerja di swasta ikut memberantas korupsi, ini kan tugasnya Kejaksaan dan KPK.

Tentang keikutsertaan pemilu, buat saya yang selalu golput sejak jaman 
Soeharto, kecuali pemilu tahun 1999 karena aktif di partai, keputusan tidak 
ikut memilih karena saya memandang semua partai sama kualitasnya, tidak ada yg 
lebih baik atau buruk. Tidak ada satu pihak pun yang bisa membawa perbaikan 
berarti, kalaupun ada perbaikan di Indonesia itu adalah hasil proses alamiah 
sebagai keharusan sejarah. Seperti ketika harga BBM turun, itu adalah keharusan 
sejarah karena harga minyak dunia turun, bukan hasil kerja langsung SBY/JK. 

Susah juga kalau memilih partai hanya berdasarkan "anggapan" bahwa partai A 
berkualitas baik sedangkan partai B berkualitas jelek. Juga, saya kira tidak 
ada relevansi "pemilih memilih dengan baik dan tulus" akan membuat negara maju. 
Yang perlu adalah pemilih yang rasional dan kritis yang bisa mendorong negara 
maju. 

Selain itu, tidak ada yang menjamin bagaimana mekanisme saya bisa mengontrol 
kinerja orang/partai yang saya pilih, kecuali 5 tahuk mendatang tidak memilih 
dia lagi (seandainya itu orang mencalonkan lagi dan partainya masih ada). Kalau 
pemilu partai saya pasti golput sebab saya tidak kenal orang dan tawaran 
program tidak jelas, dilihat dari sisi partainya jg tidak ada yg bisa menjamin 
kualitas dan integritas. 

Buat saya menentukan pilihan dalam pemilu seperti berjudi. Beruntung kalau 
kebetulan memilih yang baik; sial kalau kebetulan memilih yang buruk (tahunya 
itu caleg kena kasus suap/korupsi, misalnya). 

Tentang keikutsertaan Indonesia di G20, memang Indonesia cukup besar dibanding 
singapore dan malaysia dilihat dari size penduduk, luas wilayah dan size 
ekonomi, tapi kalau dilihat kapasitas per kapita (misalnya income per kapita), 
kemampuan militer, atau dari sisi keuangan pemerintah jauh sekali dibandingkan 
negara peserta G20. Contoh, cadangan devisa Indonesia cuma 60 milyar dolar, 
bandingkan dengan singapore yg penduduknya sama dengan jumlah bayi yang lahir 
di Indonesia setiap tahun, punya cadangan devisa 160 milyar dolar. Jangan tanya 
berapa jumlah cadangan devisa Cina. Makanya tidak heran kalau Pak Budioni dan 
Sri Mulyani, waktu difoto bareng-bareng dengan menteri keuangan dan gubernur 
bank sentral negara lain, nyempil sendiri paling pinggir, bukan di tengah.

salam,
dendi





--- On Thu, 4/2/09, Cici Marsianda Widiyanto <cie...@hotmail.com> wrote:

From: Cici Marsianda Widiyanto <cie...@hotmail.com>
Subject: RE: [PPIBelgia] Being Indonesian and proud of it
To: "ppibelgia@yahoogroups.com" <ppibelgia@yahoogroups.com>
Date: Thursday, April 2, 2009, 10:47 AM











    
            


Masalah negara dan bangsa Indonesia memang menarik untuk dibicarakan.  
Well,  Indonesia bersama India, Cina dan Korea Selatan adalah  negara 
berkembang yang diundang untuk menghadiri KTT G-20 di London untuk membicarakan 
solusi atas krisis ekonomi dunia. Presiden RI akan duduk bersama Presiden AS, 
PM Inggris dll untuk mengatasi krisis ini. Bukan sekedar duduk, pendapat 
Indonesia akan didengar dan didiskusikan. Kenapa bukan Malaysia ? Kenapa bukan 
Thailand ?

 

Sejak tahun 2004 Indonesia menjadi negara demokrasi ketiga terbesar di dunia 
setelah AS dan India. Sejak tahun 2004 telah digelar ratusan Pemilihan Kepala 
Daerah di berbagai daerah TK I dan TK II di Indonesia. Hampir seluruh sengketa 
terkait hasil PILKADA ini terselesaikan melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi. 
Memang ada yang berdampak pada pertentangan fisik seperti di Maluku Utara. 
Namun setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan relatif sengketa menjadi selesai.

 

Memang Tanggul Situ Gintung jebol dan membawa korban jiwa. Memang masalah 
LAPINDO tidak kunjung selesai permasalahannya. Memang kasus BLBI masih 
terkatung-katung. Memang Australia mengalami masalah bush fire terbesar 
beberapa waktu lalu, Memang bos AIG menggunakan dana talangan Pemerintah AS 
sebagai bonus mereka, Memang Belgia masih memiliki masalah politik pemerintahan 
yang tidak kunjung selesai. Pun Pakistan punya masalah terorisme yang makin 
menggila. There are no countries which are problem free. That is not the issue. 
The issue is how we handle them. How the problems are managed.

 

Jangan hanya bisa mengkiritik. Coba ikut menyelesaikan masalah. Bagaimana kita 
bisa ikut menyelesaikan masalah negara ? Mari Ikuti Pemilu. Pilih partai yang 
kita angap berkualitas. Pilih pemimpin yang baik. Apakah negara jadi maju ? Iya 
kalau para pemilih memilih dengan baik dan tulus.  

 

Well, sekedar saran.

 


 








Share your beautiful moments with Photo Gallery. Windows Live Photo Gallery

 

      

    
    
        
         
        
        








        


        
        


      

Kirim email ke