[wanita-muslimah] Re: Saya adalah Ibu Rumah Tangga (oleh: Lizsa Anggraeny)
Dear All. Saya tergelitik membaca tulisan di bawah. Bagi saya Ibu Rumah tangga memang profesi hebat, tanpa harus membuat jadwal harian seperti karyawati kantorpun tetap hebat. Apalagi penulis di bawah, selain berprofesi sebagai Ibu RT juga ternyata beliau juga seorang menulis (yang disebutnya sebagai hobby) dan memimpin sebuah organisasi. Lha... bisa saja ada yang melihat dari sudut pandang yang lain. Profesi si penulis artikel di bawah ada penulis, dan menjadi Ibu RT adalah hobby :). Entahlah... ini interpretasi saya, masih ada dualisme dalam melihat posisi Ibu RT oleh si penulis. Walaupun penulis mengatakan bangga sebagai Ibu RT, tapi dalam bathin masih menganggap kerja kantoran lebih ok. Buktinya agenda harian aja menulis dengan bahasa karyawati kantoran, dengan alasan agar lebih semangat dalam menjalani pekerjaan. Kalo saya sih sama semangatnya ngurus kerjaan di luar or dalam rumah rumah, kecuali ngurus bunga.. Kalo yang ini saya bisa lebih semangat di banding ngikutin aksi demo tolak kekerasan terhadap perempuan dalam rmah tangga...hehe. Mungkin yang harus lebih digalakkan adalah kampanye karena masyarakat belum menghargai profesi Ibu RT ini sama penting dan hebatnya dengan profesi lain yang di luar rumah. Juga menjadi ibu RT adalah pilihan sadar perempuan bukan karena paksaan dari budaya, adat, interpretasi ajaran agama, kemiskinan, diskriminasi dalam lapangan pekerjaan dan lainnya. Yang saya heran, presiden Direktur kok tega dan kejam amat ya? Sebagai Ibu RT waktu kerja dan siap sedia 24 jam, tidak bisa ngambil cuti untuk istirahat... Seandainya saja RT itu dianalogikan sebagai perusahaan (seperti pekerjaan di RT dianalogikan sebagai pekerjaan di kantoran oleh penulis), tuh Direktur dah dari dulu2 di demo ama karyawannya. Bisa jadi, juga di pecat ama komisarisnya :). Sorry nih... pagi2 dah ngomentarin gini. Habis, lagi benah2 rumah mau ikut meeting di DPRD, kok malah membaca tulisan beginian... Prihatin aja, interpretasi ajaran agama di pakai sebagai dokrin untuk menindas perempuan. St Member WM yang budiman, mohon komentar saya ini jangan di forwart keman-mana ya? Apalagi saya anggota FLP HK dan anggota milist FLP :)). Ini di forwat ke WM untuk didiskusikan di WM toh? :). Peace, S --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Flora Pamungkas [EMAIL PROTECTED] wrote: Saya Adalah Ibu Rumah Tangga Oleh: Lizsa Anggraeny 21 Apr 2006 06:48 WIB Untuk rencana hari ini, dalam buku agenda tertulis: Membuat purchase order, meeting supplier, incoming inspection... Dan beberapa jadwal lainnya. Bukan, saya bukan karyawati kantoran. Saya hanya seorang isteri dengan profesi ibu rumah tangga. Rencana yang saya buat di atas pun sesungguhnya adalah agenda biasa berupa jadwal harian rumah tangga. Saya ibaratkan membuat daftar belanja kebutuhan sehari-hari dengan membuat purchase order; acara pergi ke pasar, supermarket, ataupun toserba saya istilahkan dengan meeting supplier; sedangkan incoming inspection adalah istilah untuk rapi-rapi rumah. Semua saya lakukan dengan tujuan agar lebih semangat dalam menjalani pekerjaan rumah. Ibu rumah tangga adalah profesi yang saya geluti semenjak berhenti kerja dari sebuah perusahaan. Saya menyebutnya profesi karena memang pekerjaan rumah tangga membutuhkan profesionalisme berupa keahlian, pengetahuan dan keterampilan sama dengan pekerjaan kantor lainnya. Jika di perusahaan saya hanya kebagian tugas mengurusi satu bagian yaitu general affair saja, ternyata di rumah tugas saya tidak hanya mentok di satu bagian. Di sini saya wajib berperan multiguna sebagai direktur, manajer, sekretaris sekaligus pekerja, yang tidak hanya bisa memahami, tapi juga harus bisa menguasai semua bagian. Yang semuannya nanti harus dilaporkan pada presiden direktur yaitu suami juga pada bagian komisaris tertinggi yaitu Allah swt. Pertama kali berhenti bekerja dan menjalani perkerjaan sebagai ibu rumah tangga, sepertinya ada perasaan tidak betah dan malu untuk mengakui. Mengingat selama ini dalam benak saya telah terpatri pikiran bahwa menjadi wanita karir lebih baik dibandingkan ibu rumah tangga. Ternyata, setelah benar-benar terjun fulltime menjalani pekerjaan rumah tangga, pikiran saya berubah total. Pekerjaan yang semula saya anggap remeh ini ternyata tidak sesederhana seperti dalam bayangan saat menjalaninya. Ibu rumah tangga adalah pekerjaan yang tidak hanya membutuhkan perangkat kasar berupa tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya yang diperlukan untuk mencuci, menyetrika, bebenah rumah. Tetapi dibutuhkan pula perangkat lunak berupa kelihaian sang otak dalam mengatur keuangan, mengolah makanan, meredam emosi yang ada serta beberapa perangkat lunak lainnya yang berhubungan dengan naluri keibuan berupa kelembutan, kesabaran untuk mengayomi rumah tangga. Terkadang ibu rumah tangga pun harus siap menjadi bodyguard yang dapat mendeteksi keadaan rumah tangga agar selalu adem, ayem, tentrem.
[wanita-muslimah] Re: Fw: Paranoia Penolakan RUU APP
Mas/Mbak... Yang menentang RUU APP itu, bukan berarti setuju pornografi, kayaknya hal ini dah bolak balik dituliskan oleh peserta milis di sini. Alasan penolakan, pasal-pasal yang bermasalah dan masih perlu dikaji ulang, juga sudah diposting di sini dan didiskusikan. Kalau membaca komentar Anda di bawah, saya menduga Anda yang belum paham-paham juga, bukan masyarakat awan. Mohon dibaca lagilah baik- baik posting dan diskusi terdahulu. Peace, S --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Mhoel [EMAIL PROTECTED] wrote: Seharusnya yang ikut menentang UU APP disuruh buka celana dan baju saja saat demo dan berorasi, sebagai simbol apa yng mereka inginkan sebenarnya. Biar masyarakat awam gampang menilai dan membedakan apa sih sebenarnya yang diributkan itu. Soalnya kalo ngomong byk distorsinya. Tapi malah mereka demo dengan pakaian sopan2 sesuai UU APP nya... - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, March 10, 2006 2:42 PM Subject: [wanita-muslimah] Fw: Paranoia Penolakan RUU APP - Forwarded by Wida Kusuma/JJ0269/JOC/ID on 03/10/2006 02:40 PM - Jumat, 10 Maret 2006 Paranoia Penolak RUU APP Irfan Junaidi Wartawan Republika Jalan yang harus dilalui Rancangan Undang-undang Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUU APP) untuk menjadi undang-undang (UU) masih terjal. Kelompok penolaknya makin giat menggelar kampanye. Hari Perempuan Sedunia yang jatuh 8 Maret menjadi momen kampanye. Artis dan model menggelar aksi di bundaran HI Pada tanggal itu pula, budayawan --yakni orang yang berkecimpung dalam kebudayaan-- ternama Goenawan Mohamad, menulis artikel di Koran Tempo berjudul 'RUU Porno': Arab atau Indonesia?. Saya mempersepsi, penyingkatan RUU APP menjadi 'RUU Porno' bukan tanpa motif. Lewat artikel ini, sangat terkesan budayawan tersebut menganggap dengan disahkannya RUU APP, aktivitas seni dan budaya akan kekeringan kreativitas. Dia juga menganggap RUU APP merupakan bentuk adopsi nilai-nilai dunia Arab. Sehari sebelumnya, 7 Maret, di Taman Budaya Yogyakarta, juga berlangsung aksi penolakan dihadiri seniman seperti Djaduk Ferianto, Butet Kertaredjasa, dan Djoko Pekik. Sikap mereka sama dengan mantan presiden Megawati, serta mantan ketua umum Golkar Akbar Tanjung, yang menyatakan penolakan RUU APP di Bali. Barisan penolak tak muncul tiba-tiba, tapi sudah dipersiapkan. Kebanyakan media mainstream termasuk dalam barisan ini. Akomodasi terhadap kelompok penolak RUU APP sangatlah berlebih. Media yang memberi ruang bagi kelompok pendukung RUU APP disebut sebagai media sektarian, menyesatkan, dan tidak berimbang. Alasan Penolakan Sedikitnya ada enam jenis alasan yang kerap dikemukakan para penolak RUU APP. Pertama, mereka menganggap aturan tersebut sebagai alat mengekang kebebasan kaum perempuan dan menjadikan perempuan sebagai korban. Larangan membuka segala hal sensual, seolah-olah hanya disasarkan kepada perempuan. Padahal, jika diamati pasal demi pasal, jelas sekali kata yang dipilih tidak menunjuk pada jenis kelamin tertentu. Mulai dari Pasal 4 hingga Pasal 33, hampir semuanya diawali dengan kata ''setiap orang''. Artinya, laki-laki maupun perempuan bisa terkena implikasi. Substansi pasal-pasal itu juga tidak menunjuk kelompok gender tertentu. Rancu jika aturan itu disebut merugikan perempuan. Alasan kedua, aturan itu bertentangan dengan adat istiadat di sebagian wilayah. Bali dan Papua kerap dijadikan modelnya, karena pakaian adatnya memang tidak menutup aurat secara sempurna. Mereka khawatir, warga di kedua wilayah tersebut bakal dijerat hukum jika RUU APP disahkan menjadi UU. Sungguh logika ini sangat dipaksakan. Logika yang sangat awam pun mengetahui bahwa aturan itu disiapkan bukan untuk menjerat masyarakat adat Bali yang hanya mengenakan kemben, maupun warga Papua yang hanya berkoteka. Lagi pula, dalam diskursus soal pornografi yang berjalan selama ini, masyarakat dari kedua wilayah tersebut tidak pernah ikut dihitung. Mengapa tiba-tiba mereka dijadikan 'tameng'? Dasar penolakan ketiga menyebutkan bahwa urusan pornografi dan pornoaksi cukup diatur Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Jika KUHP memang mencukupi, tentulah fenomena pornografi dan pornoaksi tidak akan marak seperti sekarang. Karena itulah perlu aturan yang menyempurnakannya. Alasan keempat menuding RUU APP sebagai bentuk intervensi negara terhadap ruang privat warga negaranya. Alasan ini kerap sekali terdengar. RUU APP seolah-olah dianggap hanya mengatur masalah pakaian dan tubuh perempuan an sich. Sensualitas yang dibatasi RUU APP adalah sensualitas yang memasuki ruang publik. Karena itu, istilah ''dipertontonkan di muka umum'', ''disiarkan/menyiarkan'', ''menyebarkan'', bertebaran dalam draf RUU tersebut. Sensualitas yang berada di ruang privat, memang tidak
[wanita-muslimah] Re: [Kelompok_Kajian_Islam_Indonesia] kekalahan islam apa penyebabnya?
Begini Bapak MQ... Wilayah Pasantren di maksud, di seberang jalannya pegunungan. Jadi mereka lari kegunung, itu cerita yang saya dengar dari mereka. Beberapa sempat juga tergulung air, tapi berhasil mencapai gunung. Walaupun seluruh bangunan hancur, mereka selamat, itu cerita yang saya dengar. Tiga dari anak2 tersebut saya dampingi ikut summer camp ke Jepang bersama 23 anak lainnya selama 3 minggu di Agustus 2005. Peace, S --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, H. M. Nur Abdurrahman [EMAIL PROTECTED] wrote: Aunty Raiya, nanti ana tanya kepada Abah. Yang ana ingin tanya, bagaimana mereka para santri yang 53 orang itu dengan 9 orang Ustadznya bisa luput dari tsunami? Tentu mereka sudah menceritakan kepada aunty pengalaman mereka bisa luput itu. Wassalam, MQ - Original Message - From: raiyabilly To: wanita-muslimah@yahoogroups.com Sent: Friday, March 10, 2006 15:10 Subject: [wanita-muslimah] Re: [Kelompok_Kajian_Islam_Indonesia] kekalahan islam apa penyebabnya? Numpang tanya Pak HMNA... Dayah Darul Hijrah mana yang bapak maksud ya? Setahu saya di Krueng saya cuma ada satu yang namnya dayah (pasantren Darul Hijrah). Masalahnya, Darul Hijrah yang saya ketahui, hancur Pak. Muridnya, sekitar 53 orang di tambah 9 ustaz pindah ke Pasantren di bawah tanggungjawab saya (Al Falah, Abu Lam - U). Sebagai catatan, beberapa members dari milis ini pernah menyumbang ke Pasantren Al Falah, yang duitnya di bawa langsung ama Mbak Herni pas Blionya ke Aceh. Murid2 Darul Hijrah numpang ditempat kami 6 bulan, sekarang dah pindah, karena kami juga membutuhkan ruangan untuk anak2 yatim/fakir karena konflik dan Darul Hijrah sudah dapat dukungan gedung baru. Peace, S Ana bilang ente berimajinasi yang tidak logis, karena mana ada masjid bersebelahan rumah bordel. Ana bilang ente lupa daratan, berpikir liberal, karena sebuah kisah nyata di Aceh. Ini kisah nyata tatkala tsunami di Aceh: Di Kreung Raya, sebuah dayeuh (pesantren) yang berdiri di tepi pantai, Darul Hijrah namanya, masih tetap seperti semula. Dayeuh dengan enam bangunan yang terbuat dari rumah panggung papan itu bahkan tak bergeser sedikit pun. Para santrinya tak kurang suatu apa. Menurut keterangan para santri gelombang tsunami memang menerpa. Namun, tepat di sekitar dayeuh, arus gelombang seakan melemah. Bahkan gelombang seolah terbelah dan membiarkan dayeuh terhindar dari terjangan tsunami. Padahal, tak jauh dari sana, tangki-tangki Pertamina yang berukuran besar, dari besi dengan bobot berton-ton telah porak- poranda. di Aceh itu bangunan masjid dibikin kokoh karena pemborongnya gak berani korupsi. sedangkan untuk bangunan yg laen mungkin sudah dikorupsi habis sehingga ketika ada tsunami bangunan tsb roboh. Lengkapnya silakan baca artikelnya Abah di bawah: Muammar Qaddhafi [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM ~- Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[wanita-muslimah] Mengembangkan Tafsir Sensitif Jender
Mengembangkan Tafsir Sensitif Jender http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/11/swara/2499131.htm Kompas, 11 Mar 06 Farid Muttaqin Tafsir ajaran agama sensitif jender merupakan keniscayaan dalam menegakkan keadilan jender. Ini terkait dengan kuatnya ajaran agama dijadikan sebagai legitimasi berbagai bentuk diskriminasi serta kekerasan terhadap perempuan. Tafsir bias jender sebagai gambaran dominasi pemikir patriarki telah banyak memarjinalkan dan menutup jalan tumbuhnya pemikir perempuan yang bisa terlibat dalam berbagai pergulatan pemikiran Islam. Hal ini menjadikan produk pemikiran bias jender semakin tak tertandingi. Sayangnya, perubahan menuju berkembangnya tafsir sensitif jender tidak mudah. Produk tafsir bias jender telah menjadi realitas kebenaran yang dipercaya kesahihannya hampir oleh seluruh umat Islam. Mereka bahkan tidak memedulikan implikasi produk tafsir tersebut yang telah membuahkan kekerasan terhadap perempuan. Produk tafsir ini juga menjelmakan otoritas pemegang tafsir bias jender itu yang tidak boleh ditentang! Pengembangan tafsir sensitif jender dianggap sebagai upaya menentang kebenaran Islam yang bertahun-tahun mereka percayai sekaligus subversi terhadap pihak-pihakotoritatif yang bertahun-tahun jadi panutan. Selain itu, selama ini usaha penafsiran masih dianggap sebagai pekerjaan eksklusif, hanya boleh dilakukan elite intelektual yang dianggap memiliki penguasaan atas berbagai bidang keilmuan agama, seperti ulumul quran, ulumul hadits, nahw, sharaf, balaghah, dan lainnya, yang hampir mustahil dipenuhi mereka yang marjinal dalam pergulatan pemikiran Islam, seperti kaum perempuan. Menurut saya, ada dua hal penting yang bisa dilakukan untuk melampaui masalah di atas. Pertama, membangun pemahaman masyarakat Islam agar lebih sensitif terhadap persoalan perempuan sebagai upaya membangun penghargaan yang adil melalui prinsip antidiskriminasi. Prinsip ini harus disosialisasikan melalui forum seperti bahtsul masail, pengajian, tablig, dan khotbah Jumat, yang otomatis menuntut kita memberi perhatian terhadap terbangunnya pandangan sensitif jender pada kelompok strategis dakwah Islam seperti kiai, ustadz, guru mengaji, mubalig, dan tokoh agama lainnya. Kedua, mengubah pandangan bahwa penafsiran bukanlah upaya eksklusif yang hanya menjadi hak sekelumit elite intelektual Islam. Upaya penafsiran adalah hak semua umat beragama seiring dengan akal dan interaksi eksperimental baik secara sosial maupun spiritual mereka. Setiap umat beragama berhak mempertanyakan, merasa tidak puas, dan menyusun pandangan baru atas suatu pandangan agama klasik sebagai jalan tafsir. Hal ini karena beragama adalah proses mencari kebenaran yang tidak boleh berhenti sampai pemeluk agama merasa puas lahir dan batin, rasional dan dogmatis (spiritual), lalu ikhlas dan sadar menerima ajaran agama dengan tetap berprinsip pada nilai dasar agama: keadilan, antikekerasan, dan kemanusiaan. Dengan perspektif ini, kita bisa memberi peluang setara untuk melakukan kerja tafsir bagi perempuan yang tidak bisa mengakses sumber-sumber Islam yang dominan berbahasa Arab. Untuk itu, kita perlu membangun metode tafsir sensitif jender yang sederhana yang bisa dipakai penganut agama yang tidak memiliki kelebihan dalam mengakses sumber ajaran dan pengetahuan Islam. Dengan cara ini, kita dapat menggugurkan pandangan eksklusif atas kerja penafsiran agama serta membangun dasar perspektif bagi tafsir yang sensitif jender. Untuk membangun tafsir secara sederhana itu dapat dengan memahami dan mengaplikasikan analisis jender pada tafsir itu, yaitu mampu membedakan antara seks dan jender. Seks adalah jenis kelamin, sedangkan jender adalah jenis kelamin berdasarkan konstruksi sosial budaya yang memiliki ciri berubah-ubah dan bisa menjadi sifat, peran, dan ciri siapa pun tanpa memandang jenis kelamin seksualnya. Sebagai contoh, tafsir atas kepemimpinan (qiwamah) yang dalam tafsir bias jender diklaim hanya menjadi hak laki-laki. Jika qiwamah merupakan ciri lintas seksual, terbukti misalnya dalam sejarah terdapat pula pemimpin perempuan, maka jelas itu merupakan jender yang tidak tergantung pada jenis kelamin seksual. Oleh karena itu, tidaklah tepat memaknai kepemimpinan hanya sebagai hak eksklusif laki- laki. Penelusuran Cara lain dengan penelusuran sejarah ayat/hadis dan mengontekstualisasikannya dengan realitas saat ini. Memahami sejarah teks memberi pemahaman mengenai maksud dan tujuan ayat tersebut yang tentu tidak ahistoris, tetapi sangat tergantung pada situasi tertentu. Karena tidak ahistoris, kita bisa merelevansikan maksud dan tujuan ayat tersebut dengan kehidupan saat ini. Untuk mengatasi ketidakmampuan berbahasa Arab dan alat tafsir yang lain, bisa memanfaatkan terjemahan sebagai sumber dasar, meski banyak produk terjemahan Al Quran serta hadis yang bias jender. Analisis jender yang menjadi dasar perspektif akan membimbing kita untuk konsisten melakukan tafsir dengan
[wanita-muslimah] Rancangan Kekerasan terhadap Perempuan
Rancangan Kekerasan terhadap Perempuan http://www.kompas.com/kompas-cetak/0603/11/swara/2499099.htm Maria Hartiningsih Penerbitan Rancangan Undang-Undang Antipornografi dan Pornoaksi atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat tak dapat dilepaskan dari 14 produk kebijakan sejenis di tujuh kabupaten dan kota di tiga provinsi serta di tingkat nasional. Semua ini merupakan bagian dari kecenderungan umum dimulai tahun 2000, terkait dengan semakin menguatnya semangat konservatisme dan fundamentalisme agama. Itulah intisari catatan tahun 2005 Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) yang diluncurkan di Jakarta awal pekan ini. Kami menolak RUU APP bukan karena menghalangi upaya penanggulangan pornografi, tetapi karena materi RUU itu lebih tentang pengaturan perempuan, ujar Ketua Komisi Nasional Antikekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Kamala Chandra Kirana tentang RUU APP yang mendapat penolakan keras dari berbagai komponen masyarakat itu. Catatan itu menunjukkan sedikitnya delapan pasal dalam RUU itu mengatur perempuan berpakaian dan berkelakuan. Akademisi dari Universitas Indonesia, Dr Gadis Arivia, dalam peluncuran bukunya Feminisme: Sebuah Kata Hati di Jakarta, 8 Maret 2006, kembali menegaskan, RUU itu tidak sekadar mengandung kecurigaan terhadap perempuan, tetapi memusuhinya, seolah-olah tubuh perempuan kotor dan berbahaya. Kalau disahkan, RUU itu akan mensyaratkan pembentukan sebuah badan khusus bagi implementasinya. Dengan demikian, negara akan menjadi pelaku diskriminasi sistematik terhadap warga negaranya sendiri, khususnya yang berjenis kelamin (biologis) perempuan. Catatan Komnas Perempuan itu juga mengingatkan, produk kebijakan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari produk-produk kebijakan lain yang bertentangan dengan asas keberagaman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Contohnya terdapat dalam perda dan surat-surat edaran bupati mengenai seragam kerja, kesusilaan, pelacuran, busana muslim, pemulihan keamanan dan ketertiban berdasarkan ajaran moral, agama, etika, nilai- nilai daerah, serta tentang peningkatan kualitas ketakwaan dan keimanan di Kabupaten Cianjur, Garut, dan Tasikmalaya di Provinsi Jawa Barat, dan Kota Tangerang di Provinsi Banten. Selain itu juga ada perda-perda amar maruf nahi munkar, meliputi perda tentang zakat, baca tulis Al Quran dan busana muslim, perjudian, miras, narkoba, serta prostitusi di Kabupaten Enrekang, Maros, Bulukumba di Provinsi Sulawesi Selatan. Di tingkat nasional berupa Keputusan Fatwa Munas VI MUI tentang pengiriman tenaga kerja wanita ke luar negeri. Konsep berbangsa yang didasarkan pada asas pluralisme sedang ditantang dan sebuah hegemoni baru yang diskriminatif sedang dikerahkan, ujar Kamala. Kekerasan demi kekerasan Catatan tahunan 2005 itu merekam peningkatan angka kekerasan dalam rumah tangga sampai 45 persen dibandingkan tahun sebelumnya; sekitar 20.291 kasus KDRT dari 14.020 kasus, yang ditangani 215 lembaga di 29 provinsi. Ada delapan produk kebijakan di tingkat daerah dan nasional yang sangat berarti dalam upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak perempuan. Dua provinsi yang memimpin adalah Bengkulu dan Jawa Timur. Namun, kelegaan itu disapu oleh kekerasan terhadap perempuan di ruang publik oleh state actors. Kekerasan itu diakibatkan oleh kebijakan negara dan aparat negara. Begitu ditegaskan Myra Diarsi, aktivis dan salah satu komisioner Komnas Perempuan. Inti semua peraturan itu adalah menyerang integrasi perempuan dan menghambat mereka memperoleh hak-hak asasinya, tegasnya. Serangan terhadap kedaulatan perempuan atas nama kesusilaan yang paling akhir terjadi di Tangerang setelah Pemerintah Kota Tangerang memberlakukan Perda Nomor 8 Tahun 2005 tentang Larangan Pelacuran Tanpa Pandang Bulu. Perda itu menyebutkan, Setiap orang yang sikap atau perilakunya mencurigakan sehingga menimbulkan suatu anggapan bahwa ia/mereka pelacur, dilarang berada di jalan-jalan umum atau di tempat lain..., (Pasal 4). Penggunaan ancaman dan teror bagi media yang menyiarkan peristiwa penangkapan perempuan yang dituduh sebagai pelacur dan langsung disidang itu, menurut Myra, merupakan show of force untuk menunjukkan dukungan masyarakat. Pihak yang mencoba menjelaskan duduk persoalan dan berpikir secara jernih (mengenai persoalan itu) dianggap sebagai liyan (the other) dan ditakut-takuti dengan moralitas agama. Padahal UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah dengan jelas menyatakan, Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat dibatalkan (Pasal 145, Nomor 2). NAD Kebijakan tentang pemberlakuan Syariat Islam di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) mulai dijalankan tahun 2005, ditandai dengan munculnya organ-organ negara yang baru, seperti Dinas Syariat Islam, Wilayatul Hisbah (WH/Polisi Syariat), Majelis Permusyawaratan Ulama, dan Mahkamah Syariyah.
[wanita-muslimah] Perempuan Minta Dilibatkan dalam Pengambilan Keputusan
Rabu, 8 Maret 2006, 18:38 WIB Perempuan Minta Dilibatkan dalam Pengambilan Keputusan Reporter : Radzie http://www.acehkita.com/?dir=newsfile=detailid=723 Banda Aceh, acehkita.com. Kalangan perempuan Aceh meminta supaya dilibatkan dalam setiap proses pengambilan kebijakan publik di Nanggroe Aceh Darussalam. Selain itu, mereka juga meminta supaya pemberlakukan syariat Islam tidak hanya bagi perempuan, tapi menyeluruh terhadap semua aspek. Hal itu menjadi isu utama yang disuarakan perempuan Aceh saat memperingati International Women Day (Hari Perempuan se-Dunia) di depan kantor DPRD Aceh, Rabu (8/3). Belum adanya pelibatan perempuan dalam penentu kebijakan bisa dilihat dari Daftar Isian Pagu Anggaran Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias tahun 2005. Dalam DIPA itu, hanya 0,83 persen dana yang dianggarkan untuk pos pemberdayaan perempuan dan anak. Padahal, dalam DIPA itu dana total mencapai Rp 3 triliun. Sebuah kebijakan tidak akan memiliki pengaruh signifikan apabila belum mengakomodir poin-poin penting yang berkaitan dengan hak sosial politik perempuan, demikian tertulis dalam pernyataan sikap. Kepada pengambil kebijakan, untuk mengaplikasikan ide peka gender dan keberpihakan pada kepentingan perempuan dalam proses pengambilan keputusan. Mereka juga meminta supaya pemerintah membuka akses seluas-luasnya bagi khalayak, khususnya perempuan untuk mengetahui program pemerintah dan flot anggaran di setiap bidang pembangunan. Dalam aksi yang diikuti sekitar seribuan perempuan itu, mereka mengusung sejumlah spanduk dan poster yang bunyinya menolak kekerasan, penindasan, dan pelecehan terhadap perempuan. Aksi dimulai di depan Masjid Raya Baiturrahman dan kemudian menuju ke gedung dewan dengan berjalan kaki. Mereka juga meneriakkan yel-yel Hidup Perempuan, Perempuan Bersatu untuk Aceh Damai, dan lain sebagainya. Raihana Diani, Koordinator Organisasi Perempuan Demokratik (Orpad) Aceh, mengatakan, perhatian pemerintah terhadap perempuan di Aceh sangat kurang, termasuk dalam Rancangan Undang Undang Pemerintahan Aceh (RUU PA). Namun, Kawan-kawan telah berjuang memperbaiki agar RUU PA berpihak pada perbaikan kondisi perempuan, kata Raihana Diani dalam orasi. Kalau kondisi perempuan baik, maka Aceh juga akan baik. Menurutnya, persoalan perempuan Aceh saat ini kompleks. Pasalnya, Syariat Islam yang diberlakukan di Aceh sangat diskriminatif terhadap perempuan. Syariat Islam telah meminggirkan kaum perempuan di Aceh, kata Raihana yang disambut tepukan tangan peserta aksi. Dalam pernyataan sikap yang dibacakan di hadapan M Gade Salam (anggota DPRD Aceh yang menemui pengunjukrasa), para perempuan Aceh meminta supaya Syariat Islam di Aceh diberlakukan secara adil dan diberlakukan kepada semua komponen tanpa terkecuali. Harus juga ada hukuman terhadap para koruptor sebagai pelanggar Syariat Islam, tulis mereka dalam pernyataan sikap itu. Selain itu, mereka juga meminta supaya ada standardisasi berpakaian muslimah yang sesuai dan disosialisasikan kepada masyarakat sehingga tidak terjadi pelanggaran hak-hak terhadap perempuan; dan meminta Wilayatul Hisbah (polisi syariat) supaya diisi oleh orang-orang terpercaya dan punya kredibilitas yang baik dan bermoral serta menjalankan tugasnya sesuai dengan Syariat Islam. [dzie] Yahoo! Groups Sponsor ~-- Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM ~- Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
[wanita-muslimah] Re: [Kelompok_Kajian_Islam_Indonesia] kekalahan islam apa penyebabnya?
Numpang tanya Pak HMNA... Dayah Darul Hijrah mana yang bapak maksud ya? Setahu saya di Krueng saya cuma ada satu yang namnya dayah (pasantren Darul Hijrah). Masalahnya, Darul Hijrah yang saya ketahui, hancur Pak. Muridnya, sekitar 53 orang di tambah 9 ustaz pindah ke Pasantren di bawah tanggungjawab saya (Al Falah, Abu Lam - U). Sebagai catatan, beberapa members dari milis ini pernah menyumbang ke Pasantren Al Falah, yang duitnya di bawa langsung ama Mbak Herni pas Blionya ke Aceh. Murid2 Darul Hijrah numpang ditempat kami 6 bulan, sekarang dah pindah, karena kami juga membutuhkan ruangan untuk anak2 yatim/fakir karena konflik dan Darul Hijrah sudah dapat dukungan gedung baru. Peace, S Ana bilang ente berimajinasi yang tidak logis, karena mana ada masjid bersebelahan rumah bordel. Ana bilang ente lupa daratan, berpikir liberal, karena sebuah kisah nyata di Aceh. Ini kisah nyata tatkala tsunami di Aceh: Di Kreung Raya, sebuah dayeuh (pesantren) yang berdiri di tepi pantai, Darul Hijrah namanya, masih tetap seperti semula. Dayeuh dengan enam bangunan yang terbuat dari rumah panggung papan itu bahkan tak bergeser sedikit pun. Para santrinya tak kurang suatu apa. Menurut keterangan para santri gelombang tsunami memang menerpa. Namun, tepat di sekitar dayeuh, arus gelombang seakan melemah. Bahkan gelombang seolah terbelah dan membiarkan dayeuh terhindar dari terjangan tsunami. Padahal, tak jauh dari sana, tangki-tangki Pertamina yang berukuran besar, dari besi dengan bobot berton-ton telah porak- poranda. di Aceh itu bangunan masjid dibikin kokoh karena pemborongnya gak berani korupsi. sedangkan untuk bangunan yg laen mungkin sudah dikorupsi habis sehingga ketika ada tsunami bangunan tsb roboh. Lengkapnya silakan baca artikelnya Abah di bawah: Muammar Qaddhafi Yahoo! Groups Sponsor ~-- Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM ~- Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Balasan: Re: [wanita-muslimah] satosakaki2003 dan satosakaki2004.
Dear Pak/mas Bejo Paijo. Saya memang sangat bangga ada perempuan seperti Aisya di WM ini.Bukan karena saya perempuan, tapi karena kearifan yang dimiliki Aisya. Dan saya berharap semakin banyak perempuan dan laki-laki yang mempunyai hati yang lembut, pikiran cerdas dan selalu menyampaikan sesuatu dengan cara bijaksana seperti Mbak Ai... Saya masih belajar terus-menerus untuk bisa sesabarnya. Saya sampe baca berulang kali, bulak balik mencari bagian kalimat yang mana Mbak Aisya ini memuji Mas Sato dan menghina orang yang posting sejarah nabi. Yang saya pahami, Mbak Ai setuju dengan posting sejarah nabi, tapi keberatan dengan tulisan yang mengobarkan kebencian kepada orang lain. Juga mempertanyakan kenapa tulisan Mas Sato di posting ke sini, sementara yang bersangkutan sendiri tidak mempostingnya. Huruf kapitas saya duga, untuk penekanan bahwa sebagai seorang non muslimpun (dalam kalimat yang lain Mbak Ai menyebutkan ia benci Islam), tapi ia menghargai aturan WM. Sepanjang saya kenal dan membaca posting2 Mbak aisya secara reguler, saya belum pernah menemukan kata2 yang sangat tidak sopan dari postingnya. Ternyata cara orang membaca dan memahami sebuah informasi emang beda2 ya. Saya sangat sepakat, Bahwa Rasulullah telah mengangkat derajat perempuan di banding sebelum Beliau di utus. Laki-laki yang sebelumnya bisa punya istri lebih dari 100 tiba-tiba dibatasi menjadi maksimal 4 misalnya. Tapi saya tidak menganggap menjunjung harkat dan martabat perempuan sebagai sesuatu yang basi, karena apa yang diperjuangkan Rasullah dulu, tidak semuanya dipahami/dijalankan oleh penganut Islam generasi berikutnya. Interpretasi dari yang disampaikan oleh Rasulullah juga bisa sangat meluas atau menyempit sesuai dengan pemahaman, kepentingan, latar belakang budaya dll yang mempengaruhi penafsir. Memberjuangkan hak-hak perempuan harus terus dilanjutkan karena sampai saat ini masih ada ibu Lilis yang ditangkap karena di kira PSK, masih ada ibu2 dikampung saya ditangkap karena persoalan baju yang dipakainya tidak sesuai dengan selera polisi Syariah, sekarang malahan dalam UU PA bagian tubuh perempuan dianggap porno... Peace, S --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Bejo Paijo [EMAIL PROTECTED] wrote: Ya begitulah yang namanya Aisha. Orang yang sangat menjunjung toleransi dan yang sangat berkeinginan menjunjung harkat dan martabat perempuan, yang sebenarnya dah basi, karena dengan diutusnya Nabi Muhammad, wanita sudah diangkat derajatnya dibanding sebelum Beliau diutus. Kata-kata anda sangat tidak sopan walaupun di kasih emoticon senyuman, malah menurut saya anda menghina orang yang posting sejaah Nabi. Sungguh aneh. Sebetulnya anda bisa lebih sopan dengan Mas Rudy. Umpamanya bilang, Mas, sato itu dah basi, kita sebaiknya nggak usah nanggepi. Cukup itu aja. Tapi ini nggak. Anda malah memuji-muji Sato, pake huruf kapital lagi soal Muslim dan non muslim. Sungguh ironis. Tampaknya and lebih mementingkan toleransi daripada ukhuwah. Selamat deh. Kaum wanita bangga punya anda. Aisha [EMAIL PROTECTED] menulis: Mas Rudy, Tulisan mas Sato ini sudah beredar beberapa tahun yang lalu, ybs posting di milis2 lainnya selain WM, dan sudah ditanggapi banyak pihak. Saya rasa walaupun ybs membenci Islam - kelihatan dari tulisan2nya yang lain, dan ini juga sudah pernah dibahas panjang lebar beberapa tahun yang lalu di WM dengan teman2 anggota WM termasuk debat panjang berkali-kali ybs dengan pak HMNA. Jadi anda sebagai anggota yang relatif baru, komentar begini jadi terasa aneh, sebab kenapa kita harus mengulang lagi beragam komentar padahal anda yang tidak tahu bahwa ini sudah dibahas di milis2 lainnya. Jika mas Rudy memang menghormati milis WM ini, menghormati anggota wanita2 dan laki2 disini, tolong donk posting sesuatu yang bermanfaat, mas Sato saja penulis tulisan yang memang BUKAN MUSLIM ini tidak berani posting disini (beraninya di milis2 lainnya seperti milis islam-kristen atau milis tertutup, dan milis lainnya), lha ... anda yang MENGAKU MUSLIM (dan mukmin?) kok memasukkan tulisan seperti ini? Rasanya teman2 disini dulu juga ketika ada anggota yang posting artikel dari Poskota - ada yang protes. Kenapa pula harus bereaksi ke tulisan seperti ini? Jadi sebelum anda anda heboh menganggap bahwa wanita2 disini bungkam, kenali dulu bagaimana obrolan WM di sekian tahun yang lalu - yang beginian sudah basi untuk diobrolkan di milis lainnya, apalagi di WM - layak tidak tulisan seperti ini diperbincangkan di WM? Cobalah posting tulisan yang membuat orang jadi lebih sabar, lebih peka terhadap orang lain, lebih tekun belajar, dll. Cerita nabi bolehlah ...:) - bukan tulisan2 yang mengobarkan kebencian terhadap orang lain. Tolong lain kali mas Rudy jangan posting tulisan aneh begini di WM. Mungkin di milis yang saling marah saling hina atau milis tertutup, tulisan seperti ini bisa didiskusikan, tapi bukan di WM. Ini pendapat saya
[wanita-muslimah] Re: Mengarifi Batas Aurat Perempuan
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Kenapa jadi dibuat rumit ya? Okelah kalau kita kesulitan mencari kesepakatan ttg batasan aurat, sekalipun menurut sebagian ulama batasan itu sudah jelas, yaitu bagian tubuh yang harus ditutupi ketika seorang wanita shalat. Apakah masih ada perbedaan dalam hal ini? Masih:)). Secara umum di Indonesia termasuk di kampung saya di Aceh, saya melihat perempuan sholat pakai mukena putih. Yang nampak tangan (telapak tangan) dan muka. Ketika shalat di salah satu mesjid di Melbourne saya melihat sebagian besar perempuan shalat dengan pakaian sehari-hari. Ada yang memakai baju panjang yang menutupi mata kaki dan seluruh tangan dan rambut, ada yang hanya panjang bajunya sebatas betis, tidak memakai kaus kaki dan bajunya sesiku dan memakai selendang yang melingkar seluruh kepalanya (saya bisa melihat rambut di kening dan dekat kupingnya. Ada yang pakai baju sebetis tapi memakai kaus kaki. Ada yang seluruh tubuhnya tertutup termasuk memakai sarung tangan. Satu2nya yang memakai mukena cuma saya. Saya juga melihat pemandangan yang sama di salah satu mesjid di Pert, juga beberapa tempat lain di dunia. Perempuan -perempuan tadi berasal dari berbagai negara. Dengan contoh di atas, saya memanggap masih ada perbedaan batasan aurat atau bagian tubuh perempuan yang ditutupi dalam sholat. Saya lahir di Aceh dan mengikuti pola umum yang dipergunakan perempuan Indonesia. Memakai mukena. Tetapi saya tidak berani mengatakan bahwa perempuan yang sholat dengan pakaian sebetis dan sesiku itu salah dan tidak menutup aurat. Saya memang tidak tahu mereka dari negara mana asalnya, tapi boleh jadi kalau lahir di negara tersebut saya akan melaksanakan shalat dengan cara yang mereka lakukan:)). Peace, S Kalau memang muter-muter, saya hanya berharap, batasan itu: - tidak memperlihatkan wanita berpakaian dalam saja, atau memakai pakaian yang tipis, atau baju tidur. Apalagi yang lebih terbuka dari itu. - tidak memperlihatkan gerakan-gerakan adegan persetubuhan, atau gerakan-gerakan di sekitar pinggul dan dada wanita dan pinggul laki- laki - tidak memperlihatkan adegan suami istri yang sedang berhubungan badan Nah, mungkin ini bisa menjadi titik temu semua agama dan budaya? Dan bisa merumuskan batas-batas kesopanan orang Timur? Yang penting, VCD porno, situs porno, tabloid vulgar, majalah vulgar itu harus cepat-cepat diberantas. Jangan meributkan masalah batasan sehingga pemberantasan media vulgar itu menjadi terhambat atau bahkan batal. Saya ingat, dulu Elvis Presley begitu ditentang generasi tuanya karena dia menyajikan gerakan pinggul yang seronok zaman itu. Sehingga dia disebut Elvis The Pelvis. Tetapi kemudian rupanya pergerakan budaya porno lebih hebat dari protes para generasi tua itu. Sekarang fenomena Elvis itu ditiru persis oleh Inul. Apakah kita akan mengalami hal serupa itu juga? Dan di Indonesia akan bebas berkeliaran majalah semacam Playboy atau VCD porno dengan aktor atau artis orang Indonesia sendiri? Naudzu bilLaahi min dzaalik. Semoga Allah masih sayang sama Indonesia. Salam, Muhkito Afiff [EMAIL PROTECTED] Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com 02/27/2006 02:45 PM Please respond to wanita-muslimah@yahoogroups.com To wanita-muslimah@yahoogroups.com cc Subject [wanita-muslimah] Mengarifi Batas Aurat Perempuan Sabtu, 25 Februari 2006 http://kompas.com/kompas-cetak/0602/25/swara/2464223.htm PORNOGRAFI Mengarifi Batas Aurat Perempuan Fawaizul Umam Setelah sempat âmeredaâ, pro-kontra pornografi dan pornoaksi (mungkin nanti pornowicara) meruap lagi. Tristanti Mitayani, anggota Komisi I DPR, pun mengakui betapa hingga kini tak jua ada kesepakatan di Dewan soal definisi pornografi dan pornoaksi (Kompas, 23/1/2006). âApalagi tiap daerah berbeda-beda pengertiannya,â katanya. Bagaimana pandangan Islam tentang aurat perempuan karena (umat) Islam-lah yang paling riuh menyoalnya? Tulisan ini hendak menyisirnya dari ranah fikih, domain keilmuan Islam (klasik) yang uniknya acap dianggap sebagai syariat Islam itu sendiri. Secara etimologis, âauratâ adalah kata Arab yang berarti celah, kekurangan, anggota tubuh yang dipandang buruk sehingga memalukan bila terlihat. Alquran menyebutnya empat kali, dua berbentuk tunggal (QS 33: 13) dan sisanya plural (QS 24: 31, 58). Ulama ahli fikih umumnya mengacu Surat An-Nur Ayat 31 saat memaknai aurat sebagai bagian tubuh manusia yang memalukan bila terlihat dan mungkin bisa menimbulkan fitnah (baca: menggugah libido) jika dibiarkan terbuka. Namun, penyandaran sama tidak membuat mereka bersatu pendapat. Hal itu tampak pada perbedaan tafsir atas frase illa ma zhahara minha (kecuali yang biasa tampak terbuka) di ayat tersebut yang menganjurkan perempuan menutup aurat, kecuali yang memang biasa terbuka. Sebagian ulama mengategorikan muka dan
[wanita-muslimah] Re: Raju Masih Kecil Kok Sudah dipenjara
Kabar baik Mbak Ai :)). Maaf nih, saya telat membalas sapaan Mbak. Saya hanya melihat Raju kecil di gendong ibunya versi Kompas yang pertama. Melihat pandangan mata dan air mukanya saya menjadi trenyuh. Ia ketakutan. Saya kebetulan tidak melihat fersi layar kaca. Jadi dia menangis dan berteriak2 ya Mbak? Barusan saya lihat di web, Yeni Abd Rahman memberinya bola dengan tandatangan Gusdur. Katanya bola itu akan diberikan kalau Raju berhenti menangis. Menurut berita tersebut Raju berhenti menangis ketika mendapatkan bola, tapi saya melihat di foto di web tersebut, Yeni berbicara di mikrofon, di kelilingi orang2 banyak dan wajah Raju yang sedang menangis. Saya prihatiiin.. banget. Saya merasa korban (Raju) sedang diekploitasi. Walaupun dalam rangka memperjuangkan haknya karena diperlakukan secara tidak adil di pengadilan, seharusnya orang2 tidak menggunakan Raju langsung untuk kampanye. Entah itu wawancara TV, Koran, kedatangan orang2 yang simpati dan lainnya. Raju belum sembuh trauma psikologisnya, dia ketakutan dengan suasana sidang, dibentak2 ibu hakim, ketakutan di penjara dan berpisah dengan ortunya. Wong anak umur 12 tahun aja, ketika mulai sekolah di pasantren dan pisah ama ortu masih banyak yang nangis pada 3 bulan pertama kok. Apalagi baru usia 8 tahun, pisah ama ortu dan dibawa ketempat yang tidak nyaman dan dia merasa tidak aman. Saya fikir, kalau ortunya tidak paham soal ini, pendamping psikologis dari organisasi yang sekarang menangani kasus ini harus memberi tahu kepada ortunya, agar Raju jangan diizinkan wawancara lagi. Kalau yang membantunya betul2 konsen terhadap hak korban, maka pendampingnya or aktifis or organisasi yang konsen harus bekerja memperjuangkan hak Raju (sebagai simbul anak lainnya yang terlanggar hak) tanpa mengekspolitasi Raju. Jangan sampai terjadi retrauma karena kesalahan kita dalam menangani kasus. Kecuali yang konsen dan ingin bantu emang gila publisitas :). Raju perlu membicarakan pengalaman buruk dan ketakutannya kepada orang yang dekat dan dipercayainya. Mungkin Ibunya orang yang tepat dalam hal ini, tetapi tetap saja Ibunya perlu diskusi dengan orang yang sedikit punya latar belakang entah ilmu entah pekerjaannya dalam hal menangani anak2 yang yang trauma. Menangani kasus Raju yang mengalami kekerasan psikologis dan trauma, saya fikir tidak beda jauh dengan menangani kasus kekerasan terhadap perempuan (baik domestik, maupun publik, mis kasus perkosaan). Entah dalam milis ini ada psikolog, mohon pencerahan dalam hal ini. Kasian Raju :(. Peace, S Menanganai --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, Aisha [EMAIL PROTECTED] wrote: enteng aja jawabnya, kita sehati ...:) Akhir2 ini saya hanya ikut milis di WM saja, di KS juga jarang banget, milis lain2nya semua saya no-mailkan, gak sempet baca selain ada milis yang bebasin attachment, WM aja belum kebaca semua ... dan saya tidak ikut milis pembaca Kompas yang mas Irwan ikuti, baca Kompas sih iya tapi asli saya baru tahu lho ada milis pembaca Kompas, hehehe kuper banget ya padahal saya baca sejak dahulu kala ...:) atau mungkin karena kita satu bacaan korannya terus pola pikirnya jadi sama? ..:) Tentang puteranya mas Irwan yang ceritanya juga mirip dengan puteranya mba Fer, anak kecil itu memang baru belajar mengasah EQ-nya - mencoba belajar memahami dirinya dan orang2 lain di seputar dirinya, belajar berkomunikasi - mungkin karena keterbatasan untuk mengutarakan pendapatnya atau mengendalikan kemarahannya maka komunikasi itu bisa menimbulkan banyak solusi yang pakai otot bukan otak (emmm ... kalau sampai dewasa orang lebih suka memaki atau berantem untuk penyelesaian masalahnya dengan orang lain, apakah EQ-nya gak berkembang ya? kematangan psikologisnya tidak berkembang?). Bukan hanya ke teman saja anak2 itu berantem dikit lalu damai lagi, berantem dengan orang tua atau dimarahin orang tua juga, anak2 akan gampang memaafkan atau lupa dan cepat tersenyum lagi. Saya memperhatikan sodara2 yang cukup keras mendidik anak2nya (cukup keras disini karena orang tua saya tidak pernah memukul atau melukai tubuh saya sedikitpun, dimarahin sih iya kalau saya dianggap salah, tapi seringnya dipanggil nama lengkap lalu diomelin - dikuliahin tapi dikasih kesempatan untuk membela diri juga lalu ada kesepakatan2 baru dalam hubungan 'bilateral' dengan masing2 - ayah atau ibu, atau hubungan 'multilateral' dengan ayah ibu dan sodare2 ...:) Kembali ke sodara2 yang cukup keras mendidik anaknya, misalnya menjewer telinga atau memelototi anak dengan suara yang meninggi atau bentakan, kalau kita tanya ponakan, sayang sekolah disini saja sama tante, sama kakek, sama nenek ya, kan mamanya galak - eh ... ponakan2 itu malah memeluk ibunya, padahal baru sekian menit yang lalu dijewer sambil menjawab, nggak ah, aku sama mama aja, mama memang sedikit galak tapi dia baik kok, saya sering tertawa - anak2 itu pada dasarnya memandang
[wanita-muslimah] Satu lagi, Kasus Kekerasan Terhadap Anak :((. Anak Tiri Tewas Dianiaya
Anak Tiri Tewas Dianiaya Diduga, Penganiayaan Sudah Berlangsung Lama Kompas, 27 Feb 06 Jakarta, Kompas - Kekerasan terhadap anak kembali terjadi. Kali ini menimpa Dede Arjuendri (3). Hari Minggu (26/2) sekitar pukul 04.30 Dede meninggal setelah dianiaya Dovi Septa Rendi (25), ayah tirinya. Penganiayaan ini terjadi setelah Dede menumpahkan secangkir kopi panas milik Dovi. Di sekujur tubuh Dede, yang tinggal di Kampung Pinggir Rawa, Pegadungan, Kali Deres, ditemukan berbagai bentuk luka. Misalnya, luka melepuh di dada kiri, bekas sundutan rokok di punggung, dan lebam di punggung serta kaki. Namun, menurut Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Barat Komisaris Besar Edward Syah Pernong, Dede meninggal karena luka pada jaringan otak dan paru-paru. Luka itu diduga akibat penganiayaan yang dilakukan Dovi dalam waktu yang lama, kata Edward dalam jumpa pers, Minggu sore. Namun, Dovi menyangkal tuduhan itu. Saya paling menjewer telinganya. Itu juga karena Dede sering menganggap saya tidak ada. Jika saya ajak bicara, dia sering diam, katanya. Menurut Dovi, Dede baru tinggal bersamanya pada Agustus 2005. Sebelumnya Dede tinggal bersama neneknya di Indramayu, Jawa Barat. Januari 2005 saya menikah dengan Erni, ibu Dede, ucap Dovi. Selama tinggal bersama di rumah kos bertarif Rp 250.000 per bulan itu, Dovi mengaku hubungannya dengan Erni biasa-biasa saja. Tapi Dede baru baik kepada saya jika ada ibunya, tutur Dovi yang sejak dua bulan terakhir menganggur karena diberhentikan dari tempat kerjanya di sebuah rumah makan di kawasan Taman Palem, Jakarta Barat. Disiram kopi Pada Sabtu petang, lanjut Dovi, anak tirinya itu menumpahkan kopi yang akan dia minum. Karena kesal, Dovi lalu menumpahkan kopi yang tersisa ke kepala Dede. Sekitar pukul 20.00 Dede saya tinggal sendirian di rumah karena saya menjemput Erni. Saat pulang pukul 22.00 Dede sudah kejang-kejang, ucap Dovi. Erni selama ini bekerja di sebuah apotek di Jalan Daan Mogot. Melihat kondisi Dede yang sudah kejang-kejang, Dovi dan Erni lalu membawa Dede ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cengkareng. Setelah dirawat di unit gawat darurat, pukul 03.00 Dede dibawa pulang. Sebenarnya Dede harus dirawat di ruang perawatan intensif (ICU). Namun, ICU RSUD Cengkareng sudah penuh sehingga kami diminta membawa Dede ke RSUD Tangerang. Namun, untuk ke sana kami harus sewa ambulans Rp 500.000 dan biaya rumah sakit sekitar Rp 2 juta. Kami tidak punya uang. Untuk biaya Dede di RSUD Cengkareng yang sekitar Rp 500.000 saja, malam itu Erni harus utang sana-sini, papar Dovi. Sesampai di rumah, Dede terus kejang-kejang hingga akhirnya meninggal, sekitar 1,5 jam kemudian. Menurut Abdullah, tetangga Dovi, selama ini Dede memang sering dikurung di dalam rumah. Kami sudah sering menganjurkan agar Dede bermain dengan teman Yahoo! Groups Sponsor ~-- Join modern day disciples reach the disfigured and poor with hope and healing http://us.click.yahoo.com/lMct6A/Vp3LAA/i1hLAA/aYWolB/TM ~- Milis Wanita Muslimah Membangun citra wanita muslimah dalam diri, keluarga, maupun masyarakat. Situs Web: http://www.wanita-muslimah.com ARSIP DISKUSI : http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/messages Kirim Posting mailto:wanita-muslimah@yahoogroups.com Berhenti mailto:[EMAIL PROTECTED] Milis Keluarga Sejahtera mailto:keluarga-sejahtera@yahoogroups.com Milis Anak Muda Islam mailto:majelismuda@yahoogroups.com This mailing list has a special spell casted to reject any attachment Yahoo! Groups Links * To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/wanita-muslimah/ * To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] * Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/
Re: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM.
--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Eko, jika sang istri berkerja di malam hari, bagaimana jika suaminya membutuhkan? Atau siapa yang akan menemani anak untuk tidur? Bukankah anak itu secara fitrahnya dekat dengan si ibu? Wida Kesuma: Berkerja memang hak setiap orang, termasuk wanita. Tetapi kenapa harus berkerja di malam hari? Masalah keamanan bisa menjadi pertimbangan suami-istri. Tetapi rasanya banyak hal lain yang harus seorang istri dan ibu pertimbangkan sebelum memutuskan untuk berkerja di malam hari. Terutama menyangkut statusnya sebagai seorang istri dan ibu. Salam, Suraiya: Ikut nimbrung nih... Cuma menunjukkan situasi hari-hari yang terjadi di Aceh. Seorang ibu2 jualan nasi goreng dimalam hari di gerobak kecil yang diletakkan di depan toko-toko yang berjejer. Saya tidak tahu apakah alasannya bekerja dimalam hari, juga tidak tahu apakah si Ibu masih punya suami. Karena kepanasan dan alasan praktis dia memakai penutup kepala seperti topi (di Aceh bilangnya Songkok), soal pake kudung gede dia kesulitan menggoreng nasi. Mobil patroli WH (polisi syariah) lewat. Si Ibu diangkut pake mobil patroli, di permalukan/diejek orang sepanjang jalan. Seolah-olah penjahat besar. Kesalahannya? Karena kepalanya tidak ditutup kudung besar... dan hilanglah kesempatan mencari nafkah satu malam (biasanya mereka jualan nasi goreng dari pukul 17.30 s.d 22.00 malam). alau fatwa ini diberlakukan, si Ibu kehilangan lahan pekerjaannya, bukan hanya untuk semalam. Tadi kami mendiskusikan soal larangan fatwa tersebut. Seorang peserta diskusi (anggota DPRD perempuan)mengeluh, khawatir terhadap penerapan fatwa tersebut. soalnya sehari-hari dia bekerja siang hari. Tetapi ada masa-masa persiapan rancangan budget, membuat draf qanun (perda) sidang bisa sampai jam 2 malam. Dia khawatir, fatwa itu akan membuat kesempatannya rapat dimalam hari semakin terbatas. Padahal anggota DPRD perempuan sangat terbatas, dan banyak anggota DPRD yang tidak sensitif gender. Boro-boro buat UU yang berkeadilan gender, ingat kepentingan perempuan aja pas lihat istri di rumah (kata teman saya). Masih banyak contoh lain, dimana dalam situasi tertentu perempuan harus kerja dimalam hari. Seandainya bisa memilih tentu saja mereka lebih senang berada di rumah, tidur, santai atau apapun namanya. Tapi terkadang kehidupan begitu keras, membuat perempuan harus bekerja malam. Di kampung saya, yang sistim sawahnya tadah hujan, ada masa dimana banyak perempuan bersawah di malam hari setelah sepanjang hari bekerja. Alasannya adalah untuk mengejar waktu, jangan sampai sawah mengering, tapi padi belum sepenuhnya di tanam. Baru-baru ini, dalam proses pembuat RUU Pemerintah Aceh, dari sekian belas tim ahli cuma satu perempuan. Kalo dia engga hadir, banyak aspek kepentingan perempuan hilang. jadi Dia memilih untuk selalu hadir.. rapat dimulai jam 9 pagi sampe sore. Malam mereka melanjutkan lagi, terkadang mereka sampai jam 3 malam, pernah pulang jam 7 pagi (menjelang hari-hari terakhir penyelesaian RUU).padahal itu dalam kondisi ramadahan. Kalo engga ingat banyak kepentingan perempuan yang harus dia perjuangkan, dia bilang lebih enak duduk manis di rumah. Ini cuma beberapa contoh aja Mas/Mbak wida. peace, Suraiya Eko Bambang Subiyantoro [EMAIL PROTECTED] Sent by: wanita-muslimah@yahoogroups.com 02/22/2006 09:03 AM Please respond to wanita-muslimah@yahoogroups.com To jano ko wanita-muslimah@yahoogroups.com cc Subject Re[2]: [wanita-muslimah] Fatwa Melarang Perempuan Bekerja Malam Melanggar HAM. rekan jano ko, Satu tawaran diskusi yang menarik. Prinsip dasar yang ditawarkan oleh Al-Quran adalah prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM). Al-Quran sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusian, saling menghormati, toleransi, tidak diskriminatif, anti kekerasan dan cinta damai. Tentu saja, sebagai umat Islam saya sangat menjunjung tinggi Al-Quran sebagai prinsip dasar dalam hidup saya, karena saya meyakini di Al-Quran sangat menjunjung tinggi HAM. Dalam konteks ini maka, persoalannya bukan HAM atau Al-Quran yang dipertanyakan, namun bagaimana implementasi Al-Quran dalam suatu tatanan sosial masyarakat ini yang patur kita diskusikan. Menurut saya ini penting diperhatikan, karena akan ada proses yang namanya tafsiran. Sejauhmana tafsiran itu benar- benar mendekati nilai-nilai Al-Quran dan siapa yang paling berhak melakukan tafsiran atas Al-Quran, itu yang menjadi masalahnya. Dalam proses tafsiran itulah, pemaknaan atas kemanusian, cinta damai, tidak diskriminatif, toleransi menjadi satu taruhannya. Ketika para penafsir itu adalah pihak-pihak yang anti toleransi, diskriminatif, pro kekerasan, maka kemuliaan Al-Quran pada akhirnya disalahtafsirkan. Ketika para ulama ini melarang perempuan bekerja malam hari pertanyaannya adalah apakah dalam Al-Quran memang ada larangan untuk perempuan bekerja malam hari?. Pada
[wanita-muslimah] Raju Masih Kecil Kok Sudah dipenjara
Ini lagi... Salah satu lagi salah satu bentuk ketidakadilan di Indonesia. Hukum yang masih sangat compang camping. Peace, Suraiya http://www.kompas.com/kompas-cetak/0602/22/utama/2459558.htm Raju Masih Kecil Kok Sudah Dipenjara... Khaerudin Raut ketakutan terpancar di wajah mungilnya. Suara bocah kelas III SD itu pun terbata. Jiwanya terguncang hebat. Ruang sidang, petugas berseragam, dan rumah tahanan mungkin akan menjadi mimpi buruk bagi Muhammad Azwar (8) sepanjang hidupnya. Bocah yang akrab dipanggil Raju oleh teman-teman sepermainannya itu harus memikul beban yang tak semestinya ditanggung anak seusianya. Tak terbayangkan, perkara kecil, perkelahian antarteman, berbuntut masuk ruang tahanan dan sidang di pengadilan berhari-hari. Sidang dijalaninya di Pengadilan Negeri Stabat Cabang Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Raju malu diejek teman-teman di sekolah. Mereka bilang, Raju masih kecil kok sudah dipenjara, tutur Raju. Rabu siang, 31 Agustus 2005, yang menjadi awal semua peristiwa ini, mungkin tak diingat Raju. Ia hanya tahu, hari itu sepulang sekolah dia diejek Armansyah, kakak kelasnya yang berumur 14 tahun. Perkara saling ejek anak SD yang lumrah terjadi ini berbuntut perkelahian. Raju tak terima dengan ejekan Armansyah. Mereka berkelahi. Keduanya sama-sama terluka. Masih terlihat bekas cakaran di wajah dan robekan di bibir Raju. Demikian pula Armansyah. Dari visum dokter, iga dan pinggul kirinya mengalami memar. Seharusnya perkara ini selesai saat kedua orangtua anak-anak ini bertemu. Sugianto, ayah Raju, sepakat membiayai pengobatan Armansyah. Namun, entah mengapa, orangtua Armansyah mengadukan Raju kepada polisi. Anak bungsu pasangan Sugianto dan Saedah itu disangka melakukan penganiayaan. Sugianto kini menyesal. Mengapa ketika Raju yang juga mengalami memar dan luka di wajahnya tak divisum dokter. Anak saya juga mengalami penganiayaan, ujar Sugianto. Maka, mulailah mimpi buruk dalam kehidupan Raju. Pada September 2005, tiga kali Sugianto harus membawa Raju ke Kantor Polisi Sektor Gebang, Kabupaten Langkat, untuk disidik. Dalam pemeriksaan, Raju sama sekali tidak didampingi penasihat hukum ataupun petugas dari Balai Pemasyarakatan Anak (Bapas). Petugas Bapas terkait sesungguhnya bisa memberikan rekomendasi apakah Raju layak ditahan atau tidak. Saat dalam proses penyidikan, Raju memang belum ditahan. Berkas perkara Raju dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Stabat Cabang Pangkalan Brandan. Perkara ini dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Stabat Cabang Pangkalan Brandan pada 12 Desember 2005. Saedah, yang mendampingi Raju pada sidang pertama, menuturkan betapa anaknya ketakutan. Raju menangis minta pulang. Ia sangat takut, ujarnya. Ruang sidang menjadi mimpi buruk kedua Raju setelah kantor polisi. Hakim tunggal yang mengadili perkara Raju, Tiurmaida H Pardede, dirasakan telah menyidangkan perkara ini demikian tegas. Raju merasa diperlakukan sebagai pesakitan yang pantas duduk di kursi terdakwa. Suara tegas ibu hakim menjadi seperti bentakan yang menakutkannya. Raju akhirnya menangis di persidangan. Raju takut karena bu hakimnya bentak-bentak Raju, ujar bocah yang lahir pada 9 Desember 1997 itu. Yang membuat orangtuanya prihatin, perkataan sang hakim pada sidang pertama seperti sudah menyudutkan Raju. Menurut Saedah, pada sidang pertama hakim langsung memvonis anaknya. Hakim bilang, dari raut mukanya saja dia tahu bahwa anak saya memang anak nakal, ujar Saedah. Di persidangan kedua, 19 Januari 2006, Raju benar-benar menjadi pesakitan. Oleh sang hakim, bocah yang hobi bermain sepak bola sepulang sekolah ini diharuskan menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Pangkalan Brandan, terhitung sejak hari itu hingga 2 Februari. Raju dianggap memberikan keterangan berbelit sehingga perlu ditahan. Raju takut kerangkeng (penjara). Banyak orang jahat di sana, ujar anak itu dengan mata berkaca-kaca. Tak tega melihat penderitaan anaknya, Sugianto pun tiap malam harus rela mendampingi anaknya di rutan. Raju diperbolehkan menginap di ruangan kantor, tidak di sel, ujarnya. Ketakutan yang teramat sangat dan rasa rindu dengan suasana rumah, teman-teman, dan sekolah membuat Raju stres. Hampir setiap saat Raju menangis minta pulang agar bisa sekolah. Selama 14 hari Raju benar- benar dikurung. Sugianto dengan sangat mengiba meminta agar anaknya diizinkan bersekolah. Ia tak tahan setiap saat melihat Raju menangis di ruang tahanan. Raju akhirnya diizinkan keluar rutan pada jam sekolah. Setiap pagi saya jemput Raju untuk sekolah. Sorenya saya pulangkan ke rutan, kata Sugianto menceritakan. Kasus Raju mungkin tak akan pernah diketahui andai tak ada staf divisi hukum Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) Medan, Jonathan Panggabean dan Suryani Guntari. Keduanya secara kebetulan tengah berada di Pengadilan Negeri Stabat Cabang Pangkalan Brandan pada 2 Februari 2006, atau pada persidangan ketiga Raju. Suryani merasa tak