[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 & Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah

2004-02-26 Terurut Topik hermansyah
g hanya bisa dijadikan 
obat untuk mengangkat suatu negara dari jurang kehancuran, maka barulah 
kita bisa menentukan aspek kehidupan yang mana dulu berikut hukumnya yang 
harus dibenahi.  Aspek dan Hukum pendidikankah?, aspek dan hukum 
kehakimankah?, aspek dan hukum kehidupan beragamakah?, dlsb.  Apakah hukum 
seluruh aspek kehidupan bernegara itu dapat dibenahi secara sekuensial 
atau harus secara paralel?

Kalau saya boleh melangkah maju sedikit, dan menyorot aspek kehidupan 
beragama, maka saya ingin mengusulkan, agar hukum (UU) kehidupan beragama 
disempurnakan dengan menambahkan sebuah kesepakatan yang mengatur gelar 
dan fungsi ulama, dimana seseorang boleh disebut sebagai ulama, dan/atau 
bertingkah laku sebagai ulama, kalau ia telah lulus pendidikan ulama dan 
mendapatkan sertifikat ulama dari Majelis Agamanya masing2.  Ulama yang 
memperbodoh, mengagitasi dan mengintimidasi umatnya akan terkena jerat 
hukum.  Penyempurnaan hukum ini menurut saya perlu sekali dilakukan, 
mengingat, seperti saya sebutkan sebelumnya, manusialah yang mengakibatkan 
suatu agama itu terkesan jelek dan jahat, sehingga oleh karena itu, 
penyebaran dan pengajaran agama haruslah dilakukan oleh orang2 yang telah 
memenuhi suatu persyaratan.  Dengan demikian pengajaran dan penyebaran 
keyakinan suatu agama dapat berjalan dengan murni dan tepat, mengikuti 
kaidah2 pendidikan modern, tidak melanggar HAM, yang pada akhirnya hanya 
akan mendukung tercapainya cita2 konstitusi.

Saya amat mengerti bahwa pikiran2 saya ini dapat membuat emosi pada orang2 
yang keyakinan beragamanya merasa terusik.  Untuk itu saya mohon maaf, 
karena saya tak punya niat sedikitpun untuk mengusik keyakinan2 itu, sama 
halnya pula bahwa saya tidak mau orang2 itu memaksakan keyakinan 
keagamaannya itu kepada saya.  Pun, saya sama sekali tidak berkehendak 
untuk menggusur agama seperti yang anda tulis berikut: 'Kalau ada yang tidak beres 
dengan sistem sosial masyarakat, bukan agama 
nya yang mesti digusur, agama nggak salah mas ,barangkali perlu 
ditingkatkan pemahaman agama pemeluknya supaya  tidak dangkal dan 
konsisten.' Justru, saya sangat mendukung kalimat terakhir anda, yaitu 'perlu 
ditingkatkan pemahaman agama pemeluknya supaya  tidak dangkal dan 
konsisten.', yang salah satu realisasinya adalah dengan mewajibkan ulama 
bersertifikat itu. 

Senang dapat berkenalan dengan anda, mas Hudaya.
Salam hangat,
HermanSyah XIV.






<[EMAIL PROTECTED]>
02/26/2004 09:11
Please respond to yonsatu

 
To: [EMAIL PROTECTED]
cc: 
Subject:[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 & Sorga/Neraka- tanggapan 
buat mas 
Herrmansyah



Ah Mas Herman ini.., maaf ..kalau diperhatikan, Mas Herman kok sangat
"naif"  sekali  tentang agama,dan kelihatannya  memang "cenderung" apriori
.
Mudah-mudahan anda tidak punya pengalaman "traumatik" dengan agama dimasa
kecil atau saat ini.

Tindakan pelanggaran hukum dan pelaksanaan amal ibadah jangan dicampur 
aduk
mas Herman, mungkin mas Herman berpikir tentang konsep pahala dalam amal
ibadah, konsep "impas" dengan adanya pahala dalam amal ibadah dan 
perbuatan
tercela.
 Amal ibadah  dalam agama bukan seperti  transaksi  mas Herman, setelah
melanggar hukum-kemudian melakukan ibadah, terus. impas? Ulang lagi,
impas lagi? Ah... Mas Herman ini naif sekali.
Pelanggaran hukum dan amal ibadah seseorang dihadapan Tuhan punya
hitungannya sendiri, punya hakim sendiri, bukan disini.

Mas Herman  mengatakan karena mereka mengerti semua itu, mereka
melakukannya dan menjadi pemeluk agama yang saleh.
Dalam islam kita tidak bisa menjustifikasi diri kita sendiri, menjadi 
hakim
yang bisa menilai posisi diri dihadapan Tuhan.
 Seseorang yang beragama islam selama dia masih hidup dia tidak bisa
mengklaim dirinya lebih baik atau shaleh dari yang lain.
Seseorang  yang sejak  usia 5 tahun sudah melakukan amal ibadah secara
rutin, dihadapan Tuhan belum tentu lebih baik dari teman Mas Herman yang
barangkali baru dua tahun melaksanakan ibadah.

Salah satu   konsep pelaksanaan amal ibadah   dalam agama islam,   adalah
karena "cinta",  you do it because you love to do it, and you don't expect
anything  by doing it.
Gampangnya gini, di dunia yang kita cintai siapa, anak/istri/orang
tua/teman, kalau mereka meminta sesuatu, kita akan dengan senang hati
melakukannya  dan tidak  mengharapkan imbalan dari  mereka.
Kalau amal ibadah kita karena cinta, kita tidak akan "berhitung" mas 
Herman
( mudah-mudah ini tidak terlalu absurd buat mas Herman).

Mas Herman pernah lihat ayat-ayat Tuhan dalam  kitab suci, nggak? 
Al-Qur'an
misalnya,
Di Al-Qur'an, dijelaskan, bahwa Mas Herman terbentuk dari setetes mani,
bagaimana bumi terjadi dan berputar dalam orbitnya, dlsb.
Di dalam Al-Qur'an diberikan pengetahuan yang sangat luas kepada manusia
(yang sudah dirangkum 14 abad yang lalu), kalau mas Herman punya Al-Qur'an
coba  ja

[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 & Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah

2004-02-26 Terurut Topik Yanto R. Sumantri
h spesifik yang mengatur kehidupan sehari2
> kehidupan bernegara.  Maka kita kenal hukum (UU) mengenai pendidikan,
> kesehatan, kehakiman, kerukunan beragama, ketertiban umum, dlsb., dlsb.
> Lalu, kita sekarang bertanya, buat apa sih hukum itu dibuat?  Ya kan untuk
> mencapai cita2 negara itu seperti yang tertuang didalam Konstitusinya.
> Setahu saya, nggak ada konstitusi yang bertujuan membuat suatu negara
> menjadi negara paling miskin dan paling korup di dunia.  Maka, kalau semua
> kesepakatan yang telah dibuat dipelbagai bidang kehidupan itu kita
> laksanakan dengan konsisten, maka menurut teorinya cita2 konstitusi akan
> tercapai.
> 
> Nah, kalau mayoritas masyarakat suatu negara bodoh, hidup miskin,
> sementara korupsi meraja lela, ini mengindikasikan bahwa di negara itu,
> hukum dipelbagai bidang nggak diterapkan dengan konsisten.  Dan hukum yang
> nggak diterapkan itu, bukan hukum Tuhan, karena kita kan melihat juga
> bahwa suatu negara bisa miskin tapi masyarakatnya ternyata taat beragama
> (Iran, Irak, Afganistan, Indonesia, Senegal), yang berarti mereka mematuhi
> hukum Tuhan.  Hukum yang nggak mereka terapkan itu adalah 'janji' dan
> 'kesepakatan' mereka sendiri terhadap satu sama lain yang mereka tuliskan
> didalam UU dan peraturan yang mereka buat itu.  Janji dan kesepakatan
> inilah yang dilanggar, sehingga suatu negara akhirnya bisa terperosok
> menjadi negara yang paling miskin didunia.
> 
> Menurut saya, satu2nya cara untuk meraih cita2 konstitusi itu adalah
> dengan melatih kita semua untuk 'taat' pada kesepakatan yang telah kita
> buat bersama itu, ya hukum itu.  Rasanya, ketaatan pada hukum itu pasti
> akan semakin tebal, kalau seseorang itu patuh pula pada ajaran2 agamanya.
> Tapi, sayangnya kenyataan menunjukkan bahwa kepatuhan kepada Tuhan, toch
> tidak meningkatkan kepatuhan seseorang pada hukum.  Apalagi kalau kita
> setuju pada pendapat anda yang mengatakan bahwa sifat kedua hukum itu
> berbeda, seperti yang anda tulis: 'UU negara kalau anda bersalah melanggar hukum, 
> tertangkap, diadili dan
> kemungkinan dihukum. UU Tuhan cukup "bijaksana" dia tidak akan langsung
> menghukum anda.'  Kalau begini maka patuh pada hukum Tuhan akan memberikan efek 
> kontra
> produktif pada patuh pada hukum negara.  Wong, Tuhan saja 'bijaksana' kok,
> tidak langsung menghukum, ini manusia kok malah berani2nya langsung
> menghukum.  Maka hukum manusia ini pasti salah, sehingga harus dicari
> lubang dan celah untuk dilanggar!
> 
> Kalau kita bisa sepakat bahwa hukum negaralah yang hanya bisa dijadikan
> obat untuk mengangkat suatu negara dari jurang kehancuran, maka barulah
> kita bisa menentukan aspek kehidupan yang mana dulu berikut hukumnya yang
> harus dibenahi.  Aspek dan Hukum pendidikankah?, aspek dan hukum
> kehakimankah?, aspek dan hukum kehidupan beragamakah?, dlsb.  Apakah hukum
> seluruh aspek kehidupan bernegara itu dapat dibenahi secara sekuensial
> atau harus secara paralel?
> 
> Kalau saya boleh melangkah maju sedikit, dan menyorot aspek kehidupan
> beragama, maka saya ingin mengusulkan, agar hukum (UU) kehidupan beragama
> disempurnakan dengan menambahkan sebuah kesepakatan yang mengatur gelar
> dan fungsi ulama, dimana seseorang boleh disebut sebagai ulama, dan/atau
> bertingkah laku sebagai ulama, kalau ia telah lulus pendidikan ulama dan
> mendapatkan sertifikat ulama dari Majelis Agamanya masing2.  Ulama yang
> memperbodoh, mengagitasi dan mengintimidasi umatnya akan terkena jerat
> hukum.  Penyempurnaan hukum ini menurut saya perlu sekali dilakukan,
> mengingat, seperti saya sebutkan sebelumnya, manusialah yang mengakibatkan
> suatu agama itu terkesan jelek dan jahat, sehingga oleh karena itu,
> penyebaran dan pengajaran agama haruslah dilakukan oleh orang2 yang telah
> memenuhi suatu persyaratan.  Dengan demikian pengajaran dan penyebaran
> keyakinan suatu agama dapat berjalan dengan murni dan tepat, mengikuti
> kaidah2 pendidikan modern, tidak melanggar HAM, yang pada akhirnya hanya
> akan mendukung tercapainya cita2 konstitusi.
> 
> Saya amat mengerti bahwa pikiran2 saya ini dapat membuat emosi pada orang2
> yang keyakinan beragamanya merasa terusik.  Untuk itu saya mohon maaf,
> karena saya tak punya niat sedikitpun untuk mengusik keyakinan2 itu, sama
> halnya pula bahwa saya tidak mau orang2 itu memaksakan keyakinan
> keagamaannya itu kepada saya.  Pun, saya sama sekali tidak berkehendak
> untuk menggusur agama seperti yang anda tulis berikut: 'Kalau ada yang tidak beres 
> dengan sistem sosial masyarakat, bukan agama
> nya yang mesti digusur, agama nggak salah mas ,barangkali perlu
> ditingkatkan pemahaman agama pemeluknya supaya  tidak dangkal dan
> konsisten.' Justru, saya sangat mendukung

[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 & Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah

2004-02-26 Terurut Topik Rizal Ahmad
Dilahin pihak, seperti pengalaman saya, tanpa agama juga orang indonesia gak
terlalu takut ama hukum kesepakatan bersama.
Malah "lembaga"-nya terkesan melindungi dengan embel2 "masalah pribadi"
padahal jelas2 si "oknum" ini menggunakan "peralatan" mereka.
Akhirnya, tidak bisa cara baik2 seperti manusia biasa, yah pakai "all
available means".

Rizal

- Original Message - 
From: "Yanto R. Sumantri" <[EMAIL PROTECTED]>
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Friday, February 27, 2004 9:15 AM
Subject: [yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 & Sorga/Neraka- tanggapan buat
mas Herrmansyah


> Wah asyik juga membaca diskusi antara Hudaya (Ekek XIII) dan Hermansyah
> (Ekek XIV) , mengenai pandangan agama dalam kehidupan "nyata" ,khususnya
> di Indonesia.
>
> Saya samapai sekarang memang masih bertanya - tanya : Ada apa gerangan
> atau apakah ada hubungan(ndak tahu apa linier , hyperbol,kwardat
> terbalik . logorithmic atau apapun) antara banyaknya mesjid , gereja ,
> wihara , majlis ta'lim , pengajian ibu ibu ,bertambahnya wanita
> berjilbab ,  perayaan keagamaan , jumlah jemaah haji yang membludak dst
> dengan tingkat kehancuran republik , tingkat korupsi yang masih tinggi ,
> tingkat ketidak percayaan antar warga , tingkat perkelahian antar
> kelompok  , tingkat perkelahian antar RT ,tingkat pengangguran dsb.
>
> Apakah ada ?
>
> Nah Mas Hudaya , berangkali bisa memberikan pencerahan kepada saya (Ekek
> - III) , bagaimana 
>
> Mas Hermansyah : Anda merupakan orang yang sangat berfikiran sekuler ,
> dan saya senang bahwa Anda berani mengemukakan hal ini secara  terbuka .
>
> Saya setuju sekali bahwa banyak yang "beramal" kemudian "mencuri" atau
> bahkan mungkin kebanyakan "mencuri" dulu , sambil beramal "malu-malu" ,
> kemudian setelah banyak hasilnya baru kemudian  "beramal - saja".
> Ya macam macam lah, pergi haji berkali - kali , buat pengajian , sedekah
> , dan lain lain yang memperlihatkan 'kesolehan" nya.
>
> Banyak tuh yang begitu disekeliling kita !!!
>
> Jadi Mas Hudaya :
> Jangan salahkan siapapun kalau orang kayak Mas Hermansyah itu bertambah
> banyak ?
> Sebagai orang "beragama' ya harus takut juga doong sama hukum dunia
> (atau istilahnya Mas Hermansyah hukum yang telah disepakati oleh kita
> semua) , jangan takut sama hukum Akhirat saja.
>
> Anda mengambil contoh Singapura dimana hukum dilaksanakn secara
> konsisten !
> Untuk informasi Anda Mas Hudaya  : Orang Singpura itu tidak begitu
> peduli koq sama agama 
>
> Sekali lagi mohon pencerahan atas pertanyaan saya diatas.
>
> Yanto R.Sumantri
> (Ekek - III)
> [EMAIL PROTECTED] wrote:
> >
> > Hallo lagi mas Hudaya,
> > Senang mendapat tanggapan anda.  Disamping itu, sayapun jadi mengenal
> > anda, nggak tahu kalau anda ternyata Ekek XIII, berarti kakak angkatan
> > saya.
> >
> > Melihat subject email anda adalah tanggapan buat saya, tadinya saya mau
> > balas langsung ke japri anda, .  Tapi, karena anda menanggapi saya
secara
> > terbuka, maka saya pikir, saya akan menanggapi juga dulu deh secara
> > terbuka.  Nanti kalau ada kebutuhan untuk diskusi lanjut, barangkali
dapat
> > kita lakukan diantara kita saja, kecuali kalau rekan2 yang lain ingin
> > saling bertukar pikiran juga.
> >
> > Saya coba menanggapi pernyataan2 anda ya mas Hudaya.
> >
> > >Ah Mas Herman ini.., maaf ..kalau diperhatikan, Mas Herman kok
sangat
> > >"naif"  sekali  tentang agama,dan kelihatannya  memang "cenderung"
> > apriori
> >
> > Oo saya terkesan naif ya.  Yah, barangkali karena saya terlalu
> > menyederhanakan masalah ya, dengan mengatakan bahwa kalau sehabis
> > melanggar hukum lalu beramal ibadah, maka segala dosa dihapuskan, dst.,
> > dst.  Saya tahu ini pernyataan yang tidak benar, karena bukan yang
begini
> > yang diajarkan oleh agama bukan?  Tapi, yang banyak terjadi di negeri
kita
> > ini kan ya seperti itu?  Kita nggak bisa lagi membedakan mana amal
ibadah
> > yg murni dan mana yang kotor.  Dan ini sudah berpuluh2 tahun terjadi.
> > Melanggar hukum iya, melakukan amal ibadah dan saling nasihat menasihati
> > dalam hal keimanan juga iya.  Secara umum kelihatannya kan begitu,
persis
> > seperti contoh yang rekan Rizal Ahmad tulis:  "...Bagaimana mungkin
mereka mencoba menulis tentang hukum dan norma
> > tetapi sekaligus melanggarnya."
> >
> > Lantas, apa yang musti kita semua lakukan untuk menyembuhkan penyakit
> > 'berkepribadian ganda' itu?  Karena Indonesia adalah negara republik yg
> > berdasarkan konstitusi, maka

[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 & Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah

2004-02-26 Terurut Topik hudaya.taudjidi

Ah Mas Herman ini.., maaf ..kalau diperhatikan, Mas Herman kok sangat
"naif"  sekali  tentang agama,dan kelihatannya  memang "cenderung" apriori
.
Mudah-mudahan anda tidak punya pengalaman "traumatik" dengan agama dimasa
kecil atau saat ini.

Tindakan pelanggaran hukum dan pelaksanaan amal ibadah jangan dicampur aduk
mas Herman, mungkin mas Herman berpikir tentang konsep pahala dalam amal
ibadah, konsep "impas" dengan adanya pahala dalam amal ibadah dan perbuatan
tercela.
 Amal ibadah  dalam agama bukan seperti  transaksi  mas Herman, setelah
melanggar hukum-kemudian melakukan ibadah, terus. impas? Ulang lagi,
impas lagi? Ah... Mas Herman ini naif sekali.
Pelanggaran hukum dan amal ibadah seseorang dihadapan Tuhan punya
hitungannya sendiri, punya hakim sendiri, bukan disini.

Mas Herman  mengatakan karena mereka mengerti semua itu, mereka
melakukannya dan menjadi pemeluk agama yang saleh.
Dalam islam kita tidak bisa menjustifikasi diri kita sendiri, menjadi hakim
yang bisa menilai posisi diri dihadapan Tuhan.
 Seseorang yang beragama islam selama dia masih hidup dia tidak bisa
mengklaim dirinya lebih baik atau shaleh dari yang lain.
Seseorang  yang sejak  usia 5 tahun sudah melakukan amal ibadah secara
rutin, dihadapan Tuhan belum tentu lebih baik dari teman Mas Herman yang
barangkali baru dua tahun melaksanakan ibadah.

Salah satu   konsep pelaksanaan amal ibadah   dalam agama islam,   adalah
karena "cinta",  you do it because you love to do it, and you don't expect
anything  by doing it.
Gampangnya gini, di dunia yang kita cintai siapa, anak/istri/orang
tua/teman, kalau mereka meminta sesuatu, kita akan dengan senang hati
melakukannya  dan tidak  mengharapkan imbalan dari  mereka.
Kalau amal ibadah kita karena cinta, kita tidak akan "berhitung" mas Herman
( mudah-mudah ini tidak terlalu absurd buat mas Herman).

Mas Herman pernah lihat ayat-ayat Tuhan dalam  kitab suci, nggak? Al-Qur'an
misalnya,
Di Al-Qur'an, dijelaskan, bahwa Mas Herman terbentuk dari setetes mani,
bagaimana bumi terjadi dan berputar dalam orbitnya, dlsb.
Di dalam Al-Qur'an diberikan pengetahuan yang sangat luas kepada manusia
(yang sudah dirangkum 14 abad yang lalu), kalau mas Herman punya Al-Qur'an
coba  jangan hanya dilihat isinya, coba dibaca anggap saja dulu sebagai
pengetahuan umum bagi mas Herman.
Kalau Mas Herman gak punya Al-Qur'an, beli dulu atau pinjam sama teman.
Kalau  tertarik yang sedikit ilmiah, cari "The Bible, Science and Al
Qur'an" oleh Dr. Maurice Bacall

Ayat-ayat Tuhan memang tujuannya bukan untuk membuat manusia jera kok, dia
hanya memberi bimbingan hal baik dan buruk dalam kehidupan dunia dan  bukan
untuk di akhirat , anggap sama aja deh dengan UU negara .
Kalau tidak diikuti? ya nggak apa-apa
 And...as a person, you are free to choose ,to be good or bad people.
UU negara kalau anda bersalah melanggar hukum, tertangkap, diadili dan
kemungkinan dihukum. UU Tuhan cukup "bijaksana" dia tidak akan langsung
menghukum anda.
Saya kutip kata Mas Herman dibawah : "Yang akan membuat manusia jera
didunia adalah peraturan yang dibuat oleh manusia sendiri (dengan inspirasi
dari Tuhan(masih butuh , nih?)) yang diterapkan  dengan sungguh dan
konsisten".
Peraturan dibuat oleh siapapun tentu tujuannya pasti baik, tapi seberapa
besar sih kemampuan manusia menerapkan secara konsisten?

Peraturan bukan satu-satunya mas Herman, coba mas Herman perhatikan,
kondisi pelanggaran hukum banyak terjadi di negara  yang penduduknya miskin
dan tingkat pendidikannya masyarakatnya rendah.
Yang kaya dan pintar akan mengexploitir yang miskin dan bodoh, si kaya dan
si pintar akan mengendalikan sistem dan hukum sesuai kebutuhannya.
Perhatikan tetangga kita Singapura, Malaysia, atau negara maju,kalau basic
needs masyarakat sudah tercapai, penegakan hukum secara konsisten
sebagaimana harapan mas Herman akan menjadi suatu kebutuhan.
Sabar ya dulu mas.,

Dan satu lagi mas Herman,  jangan under estimate terhadap agama mas.
Kalau ada yang tidak beres dengan sistem sosial masyarakat, bukan agama nya
yang mesti digusur, agama nggak salah mas ,barangkali perlu ditingkatkan
pemahaman agama pemeluknya supaya  tidak dangkal dan konsisten.

Percaya deh mas Herman, sooner or later agama itu akan menjadi kebutuhan
personal seseorang, kalau mas Herman belum, mungkin nanti..
Pemahaman agama secara mendalam harus mulai  dari diri sendiri, itupun
kalau kita mau.


Salam Kenal
Hudaya
Ekek XIII






,


   
   
  [EMAIL PROTECTED]

  com  To:  [EMAIL PROTECTED]  
  
   cc: 
   
  02/24/2004 06:07 Subject