Cing kumaha lamun ieu kajadian ninggang di anak maranehna?
Punten teu disundakeun!


Joki Kelas 5 SD, Tewas Digebuki Tramtib


KEBAYORAN BARU, WARTA KOTA- Nasib tragis dialami Irfan, murid SD yang
nyambi menjadi joki 3 in 1. Anak berusia 14 tahun itu tewas dihajar
sejumlah petugas Tramtib. Lebih tragis lagi, keluarganya baru tahu
sehari kemudian. Diduga ia dianiaya karena berani melawan petugas
ketika ditangkap pada saat menjual jasa sebagai joki. Rabu (10/1)
kemarin, jenazah Irfan dimakamkan di di TPU Karet Tengsin, Jakarta Pusat. 

Pelajar kelas 5 SD 01, Kota Bambu, Palmerah, itu tewas dihakimi
sejumlah petugas Tramtib dan Satpol PP di Jalan Paku Buwono VI,
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (8/1) siang. Keberadaan korban
baru diketahui keluarganya Selasa (9/1) menjelang tengah malam. Namun
keluarga menemukan Irfan sudah terbujur kaku di kamar jenazah RS Cipto
Mangunkusumo, Jakarta Pusat.

Tewasnya Irfan baru terkuak setelah kawan-kawan korban sesama joki 3
in 1 dibebaskan dari Panti Sosial Kedoya. Mereka dikirim ke sana usai
ditangkap petugas Tramtib. Sedangkan Irfan mendapat perlakuan lain.
Karena melawan dan berani menggigit tangan petugas, anak itu digebuki
sampai akhirnya meninggal dunia di Puskesmas Kelurahan Gunung,
Kabayoran Baru, Jakarta Selatan.

Ditemui usai pemakaman Irfan kemarin, beberapa kawan korban
menuturkan,  Senin pagi sekitar pukul 09.00 para petugas Tramtib dan
Satpol PP dari Kecamatan Kebayoran Baru melakukan penertiban para joki
yang menjual jasa di kawasan Jalan Paku Buwono VI, Jakarta Selatan.
Total ada 15 joki laki-laki dan perempuan yang ditangkap.

Di antara para joki yang mangkal di jalan itu, ada 10  joki yang
ditemui Warta Kota kemarin siang. Mereka adalah Ny Narti (35) dan anak
laki-lakinya Nanda (2), Nani (37), Tetok (25), dan kawan-kawannya yang
berusia belasan tahun yakni Jamal, Elang, Iis, Johari, Endang, Rizal.

Menurut penuturan mereka, Narti dan Nani posisinya cukup dekat dengan
Irfan ketika ditangkap petugas Tramtib di dekat SPBU Jalan Paku
Buwono, Senin lalu. Kedua wanita itu melihat dengan jelas Irfan
dipukuli bagian kepala dan wajahnya sampai jatuh telentang.

Irfan kemudian diangkut petugas ke puskesmas di Jalan Bumi yang
jaraknya sekitar 200 meter dari lokasi penganiayaan. Narti sendiri
berhasil lolos dari kejaran petugas dengan susah payah sambil
menggandeng anak balitanya. Diduga  petugas memang tidak serius
mengejar wanita bersama anak laki-lakinya itu dan membiarkan keduanya
melarikan diri. Sedangkan 15 joki lainnya diangkut ke Panti Sosial
Kedoya, Jakarta Barat.

Sakit 
Dugaan penganiayaan oleh petugas Tramtib itu sudah dilaporkan ke
Polsektro Kebayoran Baru Baru, Jakarta Selatan, oleh kakak korban, M
Noor Aris (28). Pemuda itu adalah saudara korban satu ayah lain ibu.
Menurut Noor Aris, ayahnya Ining (55) menikah tiga kali. Dari istri
pertama, Ining dikaruniai satu anak yakni M Noor Aris. Namun
pernikahan buruh serabutan itu kandas di tengah jalan. Ining lalu
menikah lagi. Dengan istri kedua, hingga keduanya bercerai tidak
mendapat keturunan.

Sedangkan dari istri ketiga Ny Sutihat (45), Ining mendapatkan dua
anak. Si bungsu Irfan meski usianya 14 tahun masih duduk di kelas 5 SD
01, Kota Bambu. Untuk menghidupi keluarganya, Ining bekerja serabutan
sedangkan istrinya menjadi pembantu rumah tangga.

Tidak terima atas kematian Irfan yang diyakini mendapat perlakuan
tidak wajar dari para petugas Tramtib, para joki dan keluarga korban
mengadukan kasusnya ke polisi. Kepala Polsektro Kebayoran Baru Kompol
Agus Risendi didampingi Kanit Reskrim Iptu Heru Ruspiandi kepada para
wartawan mengatakan, pihaknya telah menerima pengaduan kasus tewasnya
Irfan. "Sudah 9 petugas Satpol PP dimintai keterangan. Hasilnya, semua
menyatakan bahwa korban meninggal karena sakit," ujar Agus.

Namun demikian, tegas Agus, bila kemudian hari ternyata ada bukti dan
saksi yang bisa membuktikan bahwa korban tewas akibat penganiayaan
maka ke-9 petugas itu akan dikenai sanksi membuat laporan palsu.
Apalagi jika di antara mereka juga terdapat pelakunya, maka hukumannya
bisa bertambah. Polisi  sedang melakukan penyelidikan.

Kompol Agus mengimbau agar orang yang melihat peristiwa yang
menyangkut kematian Irfan segera memberikan keterangan ke Polsektro
Kebayoran Baru. Polisi menjamin keamanan bagi warga yang ikut aktif
ambil bagian dalam penegakan hukum. Polisi juga sedang menunggu hasil
visum et repertum yang dilakukan RS Cipto Mangunkusumo.

Sementara itu Camat Kebayoran Baru Samsudin Noor ketika dikonfirmasi
membenarkan bahwa ada anak yang menjual jasa sebagai joki meninggal
dunia. Namun Samsuddin Noor membantah anak buahnya melakukan
penganiayaan terhadap bocah itu.

Dikatakannya, para petugas menemukan anak itu dalam kondisi sakit di
pinggir Jalan Pakubuwono VI. Lalu para petugas mengangkutnya ke
Puskesmas Kelurahan Gunung yang dekat dengan lokasi tersebut. Tidak
lama kemudian jiwa remaja yang saat itu belum diketahui identitasnya
tersebut meninggal dunia.

Camat menambahkan, bila di kemudian hari ternyata korban tewas akibat
penganiayaan, akan dilakukan tindakan sebagai mana mestinya. Namun
pejabat itu tetap berkeyakinan bahwa anak buahnya tidak melakukan hal
itu. "Anak buah kami tidak akan melakukannya, karena sudah mendapat
pengarahan dan belajar dari peristiwa lain," katanya dengan santai
sambil terus mengoperasikan ponselnya.

Sedangkan dokter puskesmas yakni Dr Linggiawati yang memeriksa Irfan
tidak bersedia memberikan keterangan kepada wartawan. "Silakan
menghubungi Kapolsek Kebayoran Baru," ujarnya.

Jenazah Irfan diautopsi di bagian forensik RSCM Selasa malam. Menurut
sebuah sumber, di tubuh korban  terdapat luka-luka bekas benturan
benda tumpul, terutama di bagian wajah.  Kedua orangtua korban
menuntut agar peristiwa kematian anak bungsunya itu diproses sesuai
hukum dan pelakunya mendapat hukuman setimpal dengan perbuatannya. (yos) 

Kirim email ke