Mba Ning,
Saya yang mengganti judul dengan pertanyaan kontrol diri atau mengontrol orang 
lain ini karena tertarik dengan pendapat mba Chae. Saya tidak mengerti kenapa 
tiba-tiba mba Ning memasukkan yang 5 dalam Islam untuk pengambilan keputusan 
saat kita ngobrol kontrol ini dengan halal haram?

Coba deh kita urai sedikit-sedikit ya, kita memperbincangkan masalah laki-laki 
yang ingin terjaga matanya, kalau menurut HAM, dia berhak untuk mendapat 
pemandangan yang "bersih" yang tidak membuat dirinya terangsang dan tergoda. Di 
pihak lain, ada juga wanita yang ingin memamerkan tubuhnya, kalau menurut HAM, 
dia juga berhak bukan?

Bagaimana solusinya untuk menengahi HAM masing-masing? Sebab kita tahu juga 
bahwa ada laki-laki yang mudah terangsang tergoda karena mungkin di 
lingkungannya semua tertutup, sementara ada laki-laki yang tidak gampang 
terangsang tergoda, atau mungkin juga terangsang tapi bisa mengendalikan 
dirinya untuk tidak melakukan perbuatan buruk.
Solusinya bagi yang mudah terangsang tergoda itu lakukan ibadah dengan benar! 
Sebab dengan puasa yang benar misalnya dia akan bisa mengendalikan syahwatnya, 
tapiiiii ... ada juga jalan pintas yaitu dengan mengontrol pihak lain, dalam 
hal ini wanita yang harus dikontrol, jika laki-laki tidak bisa mengendalikan 
dirinya memandang yang merangsang, maka dibuatlah aturan supaya wanita semua 
ditutup badannya, maka dunia akan aman tentram, tidak ada laki-laki yang jadi 
pemerkosa dan tidak ada laki-laki yang mau beristri banyak (poligami) karena 
matanya terjaga bersih dan pikirannya bersih dan hanya setia dengan 1 istri, 
begitu ya mba Ning?:)

Lalu, kenapa mba Ning tiba-tiba mengeluarkan rangkaian kalimat "hukum memandang 
aurat perempuan adalah HARAM bagi yang mudah tergoda, dan HALAL(MUBAH) bagi 
yang tidak mudah tergoda", menjadi aneh karena haram-halal itu siapa yang 
menentukan? Tuhan atau manusia? Itu sebabnya saya menjelaskan bahwa masalah 
kontrol (diri or orang lain) itu tidak bisa dibenturkan dengan halal-haram. 
Masalahnya adalah bahwa kita hidup di dunia yang majemuk, majemuk pemahaman 
agama dalam satu agama (lihat aja komunitas milis, kan beda-beda walaupun 
masing-masing mengaku memeluk agama Islam), belum lagi kemajemukan lainnya 
karena beda agama, beda budaya, dll. Jika halal-haram itu yang ngatur Tuhan, 
kita misalnya sudah tahu bahwa makan babi itu haram, lalu apakah semua muslim 
tidak makan babi? Jika ada muslim makan babi, apakah ada orang yang lalu 
mengejar muslim pemakan babi ini lalu menghukum atau membunuhnya? Tidak bukan? 
Jadi kenapa mba Ning ada ide haram-halal seperti itu? kan masalahnya sudah 
jelas bahwa kita hidup di masyarakat majemuk, HAM siapa yang akan dimenangkan? 
HAM laki-laki yang ingin tidak berdosa? atau HAM wanita yang mau berbaju bebas? 
Inti beragama itu kan supaya orang bisa jadi orang yang mampu mengendalikan 
dirinya untuk mampu berbuat baik dan mampu untuk tidak melakukan perbuatan 
buruk, jadi dibuatlah aturan-aturan tertentu yang bisa melindungi HAM 
masing-masing, seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, misalnya aturan di 
kantor tentang panjang rok dan tidak memperlihatkan belahan dada atau tidak 
berbaju sangat ketat. Laki-laki juga harus mampu mengendalikan dirinya dan 
tidak memaksa semua wanita harus memakai baju sesuai dengan keinginannya. 
Kecuali kalau misalnya di satu pesantren, seorang laki-laki, kepala pesantren 
(kiai) meminta semua wanita berjilbab, itu mungkin tidak apa-apa karena 
santriwati ini semuanya memang ingin menerapkan semua aturan Islam dengan 
keyakinan bahwa berjilbab itu satu-satunya pakaian. Tapi kalau penerapannya di 
negara yang tidak berbasis Islam dan penduduknya juga tidak semuanya muslim, 
apa mungkin ngontrol pihak lain daripada ngontrol diri sendiri?

salam
Aisha
---------
>From : Tri Budi Lestyaningsih
Aisha :
Jadi mba Ning, masalah kontrol diri vs mengontrol orang lain itu tidak
bisa dibenturkan dengan "hukum memandang aurat perempuan adalah HARAM
bagi yang mudah tergoda, dan HALAL(MUBAH) bagi yang tidak mudah
tergoda", tapi kendalikan diri untuk tidak mudah tergoda dan aturan
jelas untuk masalah aurat ini misalnya tayangan di tv, aturan berbusana
di kantor, dll. Halal haram sekedar di tingkat wacana sih tidak akan
berdampak selama tidak ada penegakan hukum (misalnya produsen dan
distributor VCD dan bacaan porno), zina haram, mabuk haram, dll kan
tetap saja ada yang melakukan.

Ning:
Dik Aisha, bukankah dasar pengambilan keputusan bagi Muslimin memang
hukum Islam yang 5 itu ? Bukankah orang mengendalikan diri dan
sebagainya juga asal muasalnya adalah dari hukum Islam yang 5 itu ? Atau
menurut dik AIsha, ada dasar lain yang mengharuskan pengendalian diri
tersebut ? Saya rasa hal di atas bukannya tidak bisa dibenturkan, tetapi
susah menjawabnya ya ;-)
 
Anyway, pembicaraan kita sudah agak melebar rupanya. Sebenarnya ini
bermula dari pertanyaan saya, apakah laki-laki yang ingin godhul bashor
itu terlanggar HAM-nya, ketika ada wanita yang mempertunjukkan auratnya
di depannya. Sampai tulisan yang terakhir ini, tidak ada yang menjawab
ya atau tidak. Malahan pembicaraan berbelok ke arah kontrol-mengontrol
ini... salah saya juga,, tidak keep the discussion on track.
Saya tidak percaya bahwa HAM seutuhnya akan bisa diterapkan. Karena
pasti akan tergantung dari siapa yang menilai. Masalah wanita yang
ber-HAM boleh mempertunjukkan apa yang ingin dia pertunjukkan tanpa ada
yang mengganggu atau melarang, sementara lelaki yang ber-HAM mustinya
boleh keluar rumah memandang berkeliling tanpa ada yang "mengganggu"
yang kita discuss ini kan hanya contoh kecil saja.
 
Wallahu'alam,
-Ning
-----------
From: Aisha
Mba Ning,
Mungkin mba Ning tidak tidak mengharamkan kontak mata, 
...........

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke