Pei: "Dan secara sadar pula saya lebih memilih percaya jika seandainya
Imam Mahdi digambarkan seperti PBB yang direformasi..."

Artinya, Imam Mahdi masa depan nggak boleh ditafsirkan harafiah, jadi
berbahaya, paling nggak jadi sempit.

Sejalan dengan konsep kenabian, pendapat menarik dari Pak Ary,saya
copy paste di bawah ini:
"Yang ada sekarang adalah kenabian kolektif
sebagai umat, ketika nilai-nilai Islam itu ditafsirkan dan diwujudkan
oleh umat secara kolektif dengan berbagai cara dialog yang baik."

Pertama, kita nggak bisa melarang dengan paksa atau kekerasan kalau
seorang mengaku mahdi/nabi - kecuali kalau sekte itu sudah melakukan
kekerasan atau melanggar kepentingan umum, yaitu kriminalitas atau
perdata.

Kedua, kita tawarkan solusinya - yang seperti dicontohkan Pak Pei dan
Pak Ary, bagaimana menyematkan 'sosok mahdí' atau nilai-nilai kenabian
 dalam etika kehidupan kita sekarang ini.

salam
Mia

--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Muhammad Syafei"
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Tiap ada yang ngomong soal Imam Mahdi .. sy kok selalu teringat jaman
> kecil dulu waktu masih demen2nya baca komik dan cerita2 silat Kho Ping
> Ho atau SH Mintarja ..
> 
> Tentu saja ada momen2 membayangkan mana yang paling hebat Mahesa Jenar
>  dengan sosro birowonya, si buta dari gua hantu, mandala si siluman
> sungai ular .. atau malah si seruling emas .. :D
> 
> Ni belum lagi tokoh2 superhero produk amrik maupun lokal macem
> superman, spiderman, godam, gundala dll..
> 
> Intinya sih cerita2 tentang sosok yg memiliki kekuatan super yang
> -nyaris- tak terkalahkan dan bisa mengatasi segala hal .. 
> 
> Imam Mahdi? jika sang "jagoan" ini digambarkan sebagai seorang
> individu dengan berbagai keistimewaannya .. secara sadar saya memilih
> untuk tidak percaya .. 
> 
> Dan secara sadar pula saya lebih memilih percaya jika seandainya Imam
> Mahdi digambarkan seperti PBB yang direformasi (terutama tanpa hak
> veto segelintir negara itu), atau Bill Gates yang duduk semeja dengan
> Linus dengan didukung IBM, Dell, HP, dll .. yg kemudian melahirkan PC
> dg OS legal, murah dan terjangkau oleh sebagian besar masyarakat
> miskin dunia. Atau yang semacam itulah .. :D
> 
> Waktu terus bergulir .. Jaman terus berubah .. dan tiap orang -pada
> dasarnya- juga bebas memilih apakah impian/bayangannya masih terpaku
> di masa lalu, atau bergulir dan berubah seiring waktu yang berjalan?
> 
> Dan untuk bisa bebas memilih tentunya tiap orang harus membebaskan
> dirinya dulu dari berbagai "intimidasi", "penjajahan" dan yg
> sejenisnya .. Logikanya mana ada orang yg tidak bebas yang bisa memilih?
> 
> Lah .. ini saya ngomong apa ya .. kok ngelantur .. :D
> 
> Salam

IMHO,
banyak penafsiran memang harus dikaji ulang agar kembali ke kemurnian
Islam.
Namun secara umum memang sulit, dan ini juga telah diprediksi oleh Nabi.

Penyakit hati yang bersumber pada kurangnya ilmu dan besarnya rasa
takut seperti
"takut kurang", "takut kalah", "takut tidak dipandang", "takut dianggap
pengkhianat", "ria sehingga takut dianggap tidak saleh" merupakan
persoalan
mendasar umat. Akibatnya mudah kita bersikap culas, tidak adil, tidak suka
melihat orang lain lebih baik dll. Dan persoalan itu terutama bukan ketika
berhadapan dengan apa yang dianggap "nilai-nilai yang berbeda" tapi malah
betul-betul terlihat ketika berhadapan dengan nilai-nilai yang
sebetulnya mirip.

Akibatnya terjadilah paradox.
Kita kutuk Bush, tapi kita melakukan juga apa yang Bush lakukan
Kita bilang Bush ngawur soal crusader, tapi secara praktikal kita
sepertinya
setuju soal itu malah jadi bagian dari crusader.
Kita caci maki inkuisisi, tapi dengan mudah kita zholimi orang yang
berbeda
Kita cemooh gereja katolik, tapi kita (ingin) membuat institusi yang sama
Kita bicara ukhuwah, tapi malah memecahbelah dengan memprioritaskan
perbedaan.

Penafsiran ttg Islam itu terlalu penting untuk diserahkan kepada
segelintir
orang. Bukankah salah satu pilar Islam menyatakan bahwa semua orang harus
bertanggungjawab pada penafsiran yang dia pilih? Tidaklah mungkin tanggung
jawab itu dialihkan dengan kata-kata "saya ikut pendapat si anu". Jika
ada yang
bilang akan menanggung dosa, sudah jelas kesesatannya. Sudah lewat masanya
nabi-nabi, kependetaan, imam-imam. Yang ada sekarang adalah kenabian
kolektif
sebagai umat, ketika nilai-nilai Islam itu ditafsirkan dan diwujudkan
oleh umat
secara kolektif dengan berbagai cara dialog yang baik.

Ketika rasul bicara ttg ulama sebagai pewaris nabi, tentu saja tidak
mengacu
pada ulama pada istilah khusus saat ini, tapi pada ulama secara umum,
orang-orang yang berilmu. Ulil Albab bukan orang yang hanya membaca
quran lalu
'ting' mendapatkan pemahaman, tapi orang yang bekerja, berfikir untuk
mendapatkan pemahaman sehingga muncul pemahaman thd ayat dari hasil
bekerjanya
itu. Yang ada sekarang itu kan lebih banyak partisan dibanding yang
bekerja.




Kirim email ke