saya masih percaya middle class people akan menjadi motor perubahan, karena 
mereka terdiri dari individu yg dinamis tidak jumud dan tidak berada di awang2. 
tren saat ini terjadi pertentangan pemikiran antara konservatif & liberal, 
middle class yang dinamis merupakan pasar potensial bagi ke dua kubu tsb. 
semestinya middle class mampu menciptakan kubu tersendiri yg independen, 
mungkin dibutuhkan lebih banyak tipe indvidu seperti mbak Herni untuk 
mewujudkan ini :-) 

middle class ini kelak dapat menjadi sumber daya untuk membentuk civil society 
pada bidang politik dan profesional militer pada bidang pertahanan. sayang saat 
ini belum ada political will dari pemerintah untuk membentuk middle class 
secara kontinyu, buktinya anggaran pendidikan saja masih dibawah 20% :(

pks sebenarnya memenuhi kriteria sebagai parpol yang dapat membantu terciptanya 
civil society (kalau mereka mampu memanage unsur fundamentalis :-)), sayangnya 
mereka terkooptasi oleh kekuasaan, dan menggunakan cara2 pragmatis seperti 
jilbab untuk mencapai tujuan tsb, sehingga bertolak belakang dengan semboyan 
bersih & profesional.

eniwei jika dilihat bahwa iklim politik kita yang baru tumbuh 10 tahun yang 
lalu, menurut saya indonesia tidak terlihat mengecewakan, setidaknya 
dibandingkan dengan negera2 tetangga :-)

salam,
-ariel-



--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Herni Sri Nurbayanti" <nurbaya...@...> 
wrote:
>
> Itu dia, gimana memanfaatkan obrolan2 publik itu. Potensi publik. Selama ini 
> NGO cuma menempatkan publik sbg obyek, bukan subyek.  Sasaran kegiatan, bukan 
> pelaku kegiatan, terutama mereka yg bergerak di kebijakan. Kalaupun ada yg 
> mulai melakukan ini, cenderung sasarannya ke masyarakat menengah ke bawah 
> (kemiskinan toh jadi isu yg seksi sekaligus menjual buat semua orang, liat 
> aja tulisan di kompas kemarin). 
> 
> Ini otokritik saya sbg yg bekerja di NGO. Boleh dong sesekali otokritik ya? :)
> 
> Tapi, tidak rakyat kelas menengah. Menengah bukan dalam pengertian finansial, 
> tapi secara intelektual juga. 
> 
> Coba liat masyarakat menengah kita, gak jalan bukan? :-) Tidak pernah bisa 
> jadi masyarakat menengah yg kemudian menjadi motor perubahan. Kalaupun ada, 
> masyarakat menengah kita "diambil" oleh kalangan konservatif-fundamentalis. 
> Bener gak? :) Yg liberal, terlalu dekat ke elit politik hehehe... Liberal di 
> Indonesia kan memang dekat dng kalangan penguasa. 
> 
> Saya masuk ke masyarakat menengah, dan terus terang, saya gak mau gabung ke 
> salah satu dari kedua pilihan itu, hehe...
> 
> Di politik, ideologi itu sudah mati sejak tahun 60 atau 70an (lupa, hehe). Yg 
> ada adalah pragmatisme. Gimana cara kita menyelesaikan masalah. Silakan aja 
> bawa-bawa ideologi, toh masyarakat tetap menilai case by case. Itu yg terjadi 
> pada PKS. Kenapa kemudian kritik2 terhadap PKS adalah kritik2 yg sebenarnya 
> di tataran pragmatis, gimana PKS menyikapi sesuatu dan menyelesaikan masalah. 
> Imbasnya lebih besar, karena PKS bawa2 ideologi, sikap dan nilai. Langsung 
> deh, yg pragmatis tadi dibenturkan dng sikap dan nilai yg dibawa mereka. Itu 
> analisa sederhananya aja. Jadi, hati2 membawa-bawa dan mengemas ideologi. 
> 
> 
> salam,
> Herni
>  
> 


Kirim email ke