Islam Dan Liberalisme
Penulis: Kholid Syamhudi, Lc.

20 March 2009 

Musuh-musuh islam tidak henti-hentinya menyerang kaum muslimin dan merusak 
agama mereka. Tidak cukup hanya dengan mencabik-cabik negara Islam menjadi 
negara-negara kecil dan terbelakang dengan mengambil sumber daya alamnya yang 
demikian kaya. Mereka masih terus dan akan terus merusak agama dan kehidupan 
kaum muslimin hingga mereka meninggalkan Islam dan mengikuti mereka. Allah 
Ta'ala berfirman:

Artinya: "Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) 
mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. 
Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam 
kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, 
dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya". [QS. Al-Baqarah: 
217]

Hal itu karena kedengkian yang terus ada dihati mereka.

Artinya: "Sebagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat 
mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang 
(timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran". [QS. 
Al-Baqarah: 109]

Semua ini telah terbukti dan dijelaskan dalam ayat lainnya. Mereka tidak 
berhenti hingga kaum muslimin murtad dan mengikuti agama mereka. Allah 
berfirman:

Artinya: "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga 
kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah:"Sesungguhnya petunjuk Allah itulah 
petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan 
mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi 
pelindung dan penolong bagimu". [QS. Al-Baqarah: 120]

Dalam ayat yang mulia ini Allah memerintahkan kita untuk menampakkan petunjuk 
Allah dalam menghadapi semua konspirasi mereka.

Karenanya, kita lihat banyak sekali pemikiran-pemikiran musuh-musuh Islam 
tersebut yang dimasukkan secara halus ataupun secara paksa masuk ke dalam tubuh 
kaum muslimin. Baik melalui tangan mereka secara langsung maupun melalui 
tangan-tangan anak-anak kaum muslimin yang tumbuh dalam didikan mereka. 
Anak-anak kaum muslimin ini mereka jejali dengan pemikiran dan harta berlimpah 
agar dapat menjalankan semua program terpadu mereka dalam merusak akidah Islam 
dan kaum muslimin. Memang mereka terlanjur kagum kepada para musuh tersebut dan 
terlalu butuh dengan bantuan finansial dan non finansial dari mereka sehingga 
dengan mudahnya menyebarkan pemikiran tersebut tanpa melihat akibat yang timbul 
darinya.

Diantara pemikiran yang disebarkan tersebut adalah pemikiran liberal 
(liberalisme) yang dengan bangganya menampakkan kepalanya ditengah-tengah kaum 
muslimin tanpa rasa khawatir dan takut sama sekali. Melihat ini semua nampaknya 
perlu kita mengetahui sedikit tentang pemikiran ini dalam tinjauan islam agar 
kita tidak terjerumus ke dalamnya. Lebih lagi di zaman yang penuh dengan fitnah 
ini.

Pengertian Liberalisme

Liberal adalah satu istilah asing yang diambil dari kata Liberalism dalam 
bahasa Inggris dan liberalisme dalam bahasa perancis yang berarti kebebasan. 
Kata ini kembali kepada kata Liberty dalam bahasa Inggrisnya dan Liberte dalam 
bahasa prancisnya yang bermakna bebas. [Hakikat Liberaliyah wa mauqif Muslim 
minha, Sulaiman al-Khirasyi, ha.l 12]

Liberalisme adalah istilah eropa yang sangat samar sehingga para peneliti baik 
dari mereka ataupun dari selainnya berselisih dalam mendefinisikan pemikiran 
ini. Namun seluruh definisi yang ada kembali kepada pengertian kebebasan dalam 
pengertian barat tentunya.

Tertulis dalam The World Book Encyclopedia pada pembahasan Liberalism : 
"Liberalism dianggap sebagai istilah yang samar, karena pengertian dan 
pendukung-pendukungnya berubah dalam bentuk tertentu dengan berlalunya 
waktu"[Dinukil dari Hakekat Libraliyah, hal. 16].

Oleh karena itu syeikh Sulaiman al-Khirasyi menyimpulkan bahwa Liberalisme 
adalah madzhab pemikiran yang memperhatikan kebebasan individu dan memandang 
kewajiban menghormati kemerdekaan individu serta berkeyakinan bahwa tugas pokok 
pemerintah adalah menjaga dan melindungi kebebasan rakyat, seperti kebebasan 
berfikir, mengungkapkan pendapat, kepemilikan pribadi dan kebebasan individu 
serta sejenisnya.

Ensiklopedia Inggris menuliskan: "Kata Liberty (kebebasan) adalah kata yang 
menyimpan kesamaran, demikian juga kata liberal. Seorang liberalis bisa jadi 
beriman bahwa kebebasan adalah masalah khusus individu semata dan peran negara 
harus terbatas atau bisa jadi beriman bahwa kebebasan itu adalah masalah khusus 
negara. Sehingga negara dengan kemampuannya atau kemungkinan menggunakannya 
sebagai alat penguat kebebasan" [Encyclopedia Britannica pada pembahasan 
liberalism, dinukil dari Hakekat Libraliyah al-Khirasyi, hal. 17]

Asas Pemikiran Liberal

Secara umum asas liberalisme ada tiga; kebebasan, individualis dan Aqlani 
(mendewakan akal).

1. Asas pertama: Kebebasan

Yang dimaksud disini adalah setiap individu bebas dalam perbuatannya dan 
mandiri dalam tingkah lakunya tanpa diatur dari negara atau selainnya. Mereka 
hanya dibatasi oleh undang-undang yang mereka buat sendiri dan tidak terikat 
dengan aturan agama. Dengan demikian liberalisme disini adalah sisi lain dari 
sekulerisme secara pengertian umum yaitu memisahkan agama dan membolehkan lepas 
dari ketentuannya. Sehingga menurut mereka manusia tu bebas berbuat, berkata, 
berkeyakinan dan berhukum sesukanya tanpa batasan syari'at Allah. Sehingga 
manusia menjadi tuhan untuk dirinya dan penyembah hawa nafsunya serta bebas 
dari hukum ilahi dan tidak diperintahkan mengikuti ajaran ilahi. Padahal Allah 
berfirman:

Artinya: "Katakanlah:"Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku 
hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya;dan demikian 
itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama 
menyerahkan diri (kepada Allah)". [QS. Al-An'am: 162-163]

dan firman Allah:

Artinya: "Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) 
dari urusan agama itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa 
nafsu orang-orang yang tidak mengetahui". [QS. al-Jaatsiyah : 18]

[Lihat Dalil al-'Uqul al-Haa'irah Fi Kasyfi al-Mazhahib al-Mu'ashorah, Haamid 
bin Abdillah al-'Ali hal. 18]

2. Asas kedua: Individualisme (Al-Fardiyah)

Dalam hal ini ada dua pemahaman dalam Liberalisme:

a. Individual dalam pengertian ananiyah (keakuan) dan cinta diri sendiri. 
Pengertian inilah yang menguasai pemikiran eropa sejak masa kebangkitan eropa 
hingga abad keduapuluh masehi.

b. Individual dalam pengertian kemerdekaan pribadi. Inilah pemahaman baru dalam 
agama liberal yang dikenal dengan Pragmatisme.

[lihat Hakekat Libraliyah al-Khirasyi, hal. 17]

3. Asas ketiga: Mendewakan Akal (Aqlaniyah)

Dalam pengertian kemerdekaan akal dalam mengetahui dan mencapai kemaslahatan 
dan kemanfaatan tanpa butuh kepada kekuatan diluarnya.

Hal ini dapat tampak dari hal-hal berikut ini:

a. Kebebasan adalah hak-hak yang dibangun diatas dasar materi bukan perkara 
diluar dari materi yang dapat disaksikan dan cara mengetahuinya adalah dengan 
akal, pancaindra dan percobaan.

b. Negara dijauhkan dari semua yang berhubungan dengan keyakinan agama, karena 
kebebasan menuntut tidak adanya satu yang pasti dan yakin; karena tidak mungkin 
mencapai hakekat sesuatu kecuali dengan perantara akal dari hasil percobaan 
yang ada. Sehingga -menurut mereka- manusia sebelum melakukan percobaan tidak 
mengetahui apa-apa sehingga tidak mampu untuk memastikan sesuatu. Ini dinamakan 
ideologi toleransi (al-Mabda' at-Tasaamuh)[1]. Hakekatnya adalah menghilangkan 
komitmen agama, karena ia memberikan manusia hak untuk berkeyakinan semaunya 
dan menampakkannya serta tidak boleh mengkafirkannya walaupun ia seorang 
mulhid. Negara berkewajiban melindungi rakyatnya dalam hal ini, sebab negara 
-versi mereka- terbentuk untuk menjaga hak-hak asasi setiap orang. Hal ini 
menuntut negara terpisah total dari agama dan madzhab pemikiran yang ada. 
[Musykilah al-Hurriyah hal 233 dinukil dari Hakekat Libraliyah hal 24]. Ini 
jelas dibuat oleh akal yang hanya beriman kepada perkara kasat mata sehingga 
menganggap agama itu tidak ilmiyah dan tidak dapat dijadikan sumber ilmu. 
-Ta'alallahu 'Amma Yaquluna 'Uluwaan kabiran-

c. Undang-undang yang mengatur kebebasan ini dari tergelicir dalam kerusakan 
-versi seluruh kelompok liberal - adalah undang-undang buatan manusia yang 
bersandar kepada akal yang merdeka dan jauh dari syari'at Allah. Sumber hokum 
mereka dalam undang-undang dan individu adalah akal.

Islam dan Liberal

Dari pemaparan diatas jelaslah bahwa Liberalisme hanyalah bentuk lain dari 
sekulerisme yang dibangun diatas sikap berpaling dari syari'at Allah, kufur 
kepada ajaran dan petunjuk Allah dan rasulNya Shallallahu'alaihi Wasallam serta 
menghalangi manusia dari jalan Allah. Juga memerangi orang-orang sholih dan 
memotivasi orang berbuat kemungkaran, kesesatan pemikiran dan kebejatan moral 
manusia dibawah slogan kebebasan yang semu. Kebebasan yang hakekatnya adalah 
mentaati dan menyembah syeitan. Lalu bisakah Islam bergandengan dengan Liberal?

Upaya menyatukan Islam dan Liberal.

Pemikiran Liberal masuk kedalam tubuh kaum muslimin melalui para penjajah 
colonial, kemudian disambut orang-orang yang kagum dengan modernisasi eropa 
waktu itu. Muncullah dalam tubuh kaum muslimin kelompok madrosah Al-Ishlahiyah 
dan madrasah At-Tajdid (kaum reformis) serta Al-Ashraniyun (kaum modernis) yang 
berusaha menggandengkan islam dengan liberal ditambah dengan banyaknya pelajar 
muslim yang dibina para orientalis dinegara-negara eropa. Upaya menyatukan 
liberalism kedalam islam sudah dilakukan oleh gerakan 'Islahiyah' pimpinan 
Muhammad Abduh dan para muridnya kemudian ditahun 60-an muncullah gerakan 
reformis (Madrasah At-Tajdid) dengan tokoh seperti Rifa'ah ath-Thohthawi dan 
Khoiruddin at-Tunisi. Pemikiran mereka ini tidaklah satu namun mereka memiliki 
kesamaan dalam upaya menggabung ajaran islam dengan modernisasi barat dan 
merekonstruksi ajaran agama agar sesuai dengan modernisasi barat. Oleh karena 
itu pemikiran mereka berbeda-beda sesuai dengan pengetahuan mereka terhadap 
komodernan barat dan kemajuannya yang terus berubah. Demikian juga mereka 
sepakat menjadikan akal sebagai sumber hukum sebagaimana akal juga menjadi 
sumber hukum dalam agama liberal.

Dari sini jelaslah kaum reformis dan modernis ini ternyata memiliki prinsip dan 
latar belakang serta orientasi pemikiran yang berbeda-beda meskipun mereka 
sepakat untuk mengedepankan logika akal daripada Al-Qur'an dan sunnah dan 
pengaruh kuat pemikiran barat.

Ada diantara mereka yang secara terus terang mengungkapkan niat mereka 
menghancurkan islam karena terpengaruh pemikiran nasionalisme sekuler atau 
sayap kiri komunis. Ada yang berusaha memunculkan keraguan kedalam tubuh kaum 
muslimin dengan berbagai istilah bid'ah yang sulit dicerna pengertiannya atau 
dengan cara membolak-balikkan fakta dan realitas ajaran islam sejati dengan 
pemikiran dan gerakannya. Mereka menempatkan orang sesat dan menyimpang sebagai 
pemikir yang bijak dan ksatria revolusioner. Sementara para ulama islam 
ditempatkan sebagai kalangan yang kolot konservatif dan tidak tahu hak asasi 
manusia.[2]

Yang lebih menyakitkan lagi adalah ungkapan sebagian mereka yang menuduh orang 
yang kembali merujuk nash syari'at sebagai orang yang kolot dan paganis. Prof. 
Fahmi Huwaidi dalam artikelnya yang berjudul: Watsaniyun Hum 'Abadatun Nushush 
(Paganis itu adalah mereka yang menyembah nash-nash Syari'at) menggambarkan hal 
tersebut sebagai paganisme baru (Watsaniyah jadidah). Hal itu karena Paganisme 
tidak hanya berbentuk penyembahan patung berhala semata, karena ini adalah 
paganisme zaman dahulu. Namun paganism zaman ini telah berubah menjadi bentuk 
penyembahan simbol dan rumus pada penyembahan nash-nash dan ritualisme. (Lihat 
Al-Aqlaniyun Aprakh al-Mu'tazilah al-'Ashriyun, hal.63).

Sebenarnya hakekat usaha mereka ini adalah mengajak kaum muslimin untuk 
mengikuti ajaran barat (westernisasi) dan menghilangkan akidah islam dari tubuh 
kaum muslimin serta memberikan kemudahan kepada musuh-musuh islam dalam 
menghancurkan kaum muslimin. Sehingga mereka menganggap aturan liberal dan 
demokrasi adalah perkara mendesak dan sangat cocok dengan hakekat islam dan 
ajarannya serta tidak mengingkarinya kecuali fundamentalis garis keras.

Demikianlah usaha mereka ini akhirnya menghasilkan penghapusan banyak sekali 
pokok-pokok ajaran islam dan memasukkan nilai-nilai liberalisme dan humanisme 
kedalam ajaran islam dan aqidah kaum muslimin. Karena itu seorang orientalis 
bernama Gibb menyatakan: "Reformasi adalah program utama dari liberalisme 
barat. Kita tinggal menunggu saja semoga orientasi tersebut dari kalangan 
reformis bias menjadi semacam managerial modern untuk menggali nilai-nilai 
liberalisme dan humanism"[Menjawab Modernisasi Islam, hal 178].

Demikianlah nilai-nilai pemahaman liberal masuk kedalam tubuh kaum muslimin dan 
kita berlindung kepada Allah darinya dan dari semua penyeru ajaran ini

Liberal dalam pandangan hukum Islam

Liberalisme adalah pemikiran asing yang masuk kedalam islam dan bukan hasil 
dari kaum muslimin. Pemikiran ini menafikan adanya hubungan dengan agama sama 
sekali dan menganggap agama sebagai rantai pengikat yang berat atas kebebasan 
yang harus dibuang jauh-jauh. Para perintis dan pemikir liberal yang menyusun 
pokok-pokok ajarannya dalam semua marhalah dan sepanjang masa telah membentuk 
liberal berada diluar garis seluruh agama yang ada dan tidak seorangpun dari 
mereka yang mengklaim adanya hubungan dengan satu agama tertentu walaupun agama 
yang menyimpang.

Sehingga Liberalisme sangat bertentangan dengan islam bahkan banyak sekali 
pembatal-pembatal keislaman yang ada padanya, diantaranya:

  1.. Kufur 
  2.. Berhukum dengan selain hukum Allah 
  3.. Menghilangkan aqidah Al-Wala Dan Bara' 
  4.. Menghapus banyak sekali ajaran dan hukum islam. 
Sehingga para ulama menghukuminya sebagai kekufuran sebagaimana dalam fatwa 
Syaikh Shalih Al-Fauzan yang dimuat dalam Surat kabar al-Jazirah hari Selasa 
tanggal 11 Jumada akhir tahun 1428 H.

Adakah Islam Liberal?

Sungguh amat mengherankan masih juga ada orang yang ingin menggabungkan antara 
liberal dengan Islam padahal jelas sekali ketidak-mungkinannya. Sehingga bila 
ada yang menyatakan, saya adalah muslim liberal atau istilah Jaringan Islam 
Liberal ini adalah satu perkara yang kontradiktif. Ironisnya orang yang disebut 
profesor atau intelektual tidak tahu atau pura-pura tidak tahu tentang hal ini.

Wallahu al-Hadi ila Shirath al-Mustaqim.

Referensi.

  1.. Hakikat Liberaliyah Wa Mauqif Muslim Minha, Sulaiman al-Khirasyi 
  2.. Al-'Ashraniyun Baina Mazaa'im At-Tajdid Wa Mayaadin At-Taghrib Muhammad 
Hamid an-naashir dalam edisi bahasa Indonesia berjudul Menjawab Modernisasi 
Islam, terbitan Darul Haq 
  3.. 'Al-Aqlaniyun Aprakh Al-Mu'tazilah Al-'Ashriyun, Syeikh Ali Hasan Ali 
Abdulhamid , cetakan pertama tahun 1413 H, Maktabah al-ghuraba al-Atsariyah. 
  4.. Dalil Al-'Uqul Al-Haa'Irah Fi Kasyfi Al-Mazhahib Al-Mu'ashorah, Haamid 
bin Abdillah al-'Ali 
Artikel UstadzKholid.Com


--------------------------------------------------------------------------------

[1] Pemikiran ini disampaikan John Look dalam kitab Risalah fi at-Tasamuh 
(lihat Hakekat Libraliyah hal 24). 

[2] Lihat tulisan Muhammad Hamid An-Naashir dalam kitab Al-'Ashraniyun Baina 
Mazaa'im At-Tajdid Wa Mayaadin At-Taghrib dalam edisi bahasa Indonesia berjudul 
Menjawab Modernisasi Islam, terbitan Darul Haq hal 174. Juga lihat sebagian 
pujian mereka kepada mu'tazilah yang dinukilkan Syeikh Ali Hasan Ali Abdulhamid 
dalam kitab 'Al-Aqlaniyun Aprakh al-Mu'tazilah al-'Ashriyun hal.61-68.

 


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke