Energi Alternatif Masih Sebatas "Pamer"
  
KOMPAS/AW SUBARKAH / Kompas Images 
Solusi panel sel surya untuk lingkungan nirkabel, satu-satunya yang
tampil dalam pameran CommunicAsia 2008 di Singapura.  

Jumat, 27 Juni 2008 | 04:02 WIB 
Oleh AW Subarkah

Untuk kebutuhan penyelenggaraan telekomunikasi di seluruh penjuru Tanah
Air memang syarat pertama harus tersedia pasokan listrik terus-menerus.
Persoalan akan muncul ketika menyangkut daerah yang sangat terpencil,
apakah sebuah pulau kecil atau daerah pegunungan yang sulit dijangkau
transportasi darat ataupun air.

Penerapan energi (listrik) alternatif atau listrik yang bukan dari
jaringan listrik PLN sampai sekarang tidak tertangani secara serius.
Persoalan energi ”di luar” PLN itu hanya akan menjadi perhatian ketika
harga minyak dunia meninggi, minyak diisukan akan segera habis, tetapi
setelah reda akan hilang tanpa bekas.

Masih ingat uji coba kendaraan biodiesel dari timur ke barat sampai
Aceh, sepertinya sekarang tidak ada bekasnya lagi. Energi alternatif
bagi otomotif itu seperti hanya menenteramkan sementara, tidak pernah
ada usaha secara teratur dan bertahap untuk mengembangkannya, termasuk
insentif bagi investor yang mau menanam pohon jarak, misalnya.

Orang lebih suka menanam sawit lebih karena nilai ekonomis sebagai
minyak cukup tinggi, tetapi juga sekaligus sebagai jalan membabat hutan
dan menjual kayu dengan harga mahal. Bukan seperti menanam jarak di
tempat tandus yang tidak ada hutan yang bisa diambil kayunya, sekalipun
penggunaan jarak tidak memengaruhi kebutuhan pangan manusia.

Semua sepertinya ingin menempuh jalan pintas, tidak pernah mau bersusah
payah membangun infrastruktur dasar dan dikembangkan secara ilmiah.
Maunya sekarang ada dan esok sudah beroperasi. Tidak heran kalau angin
surga seperti blue energy yang tidak pernah bisa dibuktikan kebenarannya
itu lebih dipercaya daripada sebuah jalan panjang melalui penelitian.

Jangan berharap semua datang seperti membalik tangan, bahkan untuk
energi alternatif yang sudah adapun sulit untuk diaplikasikan secara
luas begitu saja. Kementerian Ristek pada akhir era Habibie pernah
menggelar proyek Sel Surya Sejuta Rumah, tetapi bangkainya pun sekarang
tidak jelas. Padahal, pengalaman pada minimal sejuta orang yang pernah
menggunakan itu sudah sangat berarti.

Datangnya era baru dengan digelarnya jaringan seluler, terutama untuk
kebutuhan dasar penyelenggaraan telekomunikasi, kembali menyulut
tantangan itu. Walaupun dari ribuan base transceiver station (BTS),
sebuah menara penerima dan pemancar untuk perangkat telekomunikasi
telepon seluler yang dimiliki operator besar, mungkin hanya satu yang
bisa dibangun dengan energi alternatif.

Tidak mudah

”Kami sangat berhati-hati dalam menyikapi tantangan ini karena
investasinya sangat tinggi dan perlu daya yang besar untuk menghidupkan
BTS terus-menerus,” kata Hasnul Suhaemi, Dirut PT Excelcomindo Pratama
(XL) dalam wawancara dengan Kompas di sela-sela melakukan aktivitas di
arena CommunicAsia 2008 di Singapura belum lama ini.

Perusahaan yang baru saja mengejutkan dengan program telepon gratis ke
sesama pelanggan XL pada pukul 00.00-06.00 waktu setempat (untuk XL
bebas 18 Juni-18 Juli 2008) ini sekarang lebih mengandalkan sistem
charge and discharge. Dengan meningkatkan daya tampung baterai, sebagian
kebutuhan listrik sudah bisa diambil alih oleh baterai.

Bagaimanapun, ini juga bisa menjadi langkah menuju penggunaan energi
alternatif karena penggunaan sel surya juga tetap harus digantikan
baterai pada malam hari saat tidak ada matahari. Pihak XL sejauh ini
sudah menerapkan sel surya secara pasif, di mana energi yang dihasilkan
masih dipergunakan pendukung sebuah BTS terpencil di Sulawesi belum
menggerakkan transceiver pada BTS yang membutuhkan daya yang lebih
besar.

Sementara itu, berkembangnya jaringan di kawasan timur, jika jaringan
utama Palapa Ring Timur sudah beroperasi, kemungkinan penerapan energi
alternatif semakin terbuka. Tetapi, memang pemerintah harus
terus-menerus mendorong dan juga lupa memberi insentif kepada operator
yang mau menanamkan modalnya untuk membangun melalui energi alteratif.

Bukan sekadar memenuhi kebutuhan masyarakat terpencil, tetapi juga
bagian dari dukungan terhadap kelestarian lingkungan, kalau perlu
semakin banyak akan semakin hijau. Hanya, investasinya mahal. Menurut
Novel Manulang, Manager Power Engineering Departement XL, dibutuhkan
sekitar Rp 1,5 miliar. Perlu dipikirkan insentif yang jelas dari
pemerintah.

Para pejabat perusahaan pasti selalu memikirkan bagaimana mengembalikan
investasi yang besar, sedangkan tingkat pemakaian di kawasan terpencil
jauh lebih kecil. Di daerah terpencil yang tidak ada aliran listriknya,
sudah tentu juga sangat sedikit penggunanya karena setidaknya pengguna
telepon seluler juga terkendala dengan mengisi ulang baterai telepon
selulernyanya.

Sementara itu, persaingan yang berkaitan dengan tarif semakin menggila
saja. Membebaskan tarif merupakan langkah yang dramatis. Selama
kepemimpinan Hasnul terjadi lonjakan pengguna yang luar biasa. Sekarang
sudah ada 10 juta pelanggan XL dari kondisi 10,2 juta pada Juni tahun
lalu. ”Ini real customer dan pendapatan kami juga naik 50 persen,” kata
Hasnul, bangga.

Jaringan yang dimiliki sangat ramping dan bahkan dalam wawancara
kemarin, mantan Dirut Indosat itu menyebutkan jaringan XL sudah
seluruhnya berupa NGN yang sudah berbasis IP. Langkah ke depan anak
perusahaan Telekom Malaysia itu berniat memperbesar kapasitas komunikasi
data pada jaringan 3G dengan memperluas bandwidth.

Rintisan alternatif

Pada saat ini dunia pun sedang memasuki masa rintisan penggunaan energi
alternatif untuk mengoperasikan BTS di daerah terpencil. Kebanyakan
berbagai percobaan dilakukan di daerah terpencil di negara berkembang,
di mana tidak terdapat jaringan listrik dan angkutan bahan bakar ke
daerah tersebut sangat sulit, kalau toh bisa biayanya juga sangat mahal.

Di Indonesia penerapan energi alternatif untuk BTS pertama kali
dilakukan Telkomsel di daerah terpencil di Sumatera, tahun lalu.
Kemudian vendor jaringan Nokia-Siemens mencoba sebuah tenaga alternatif
hibrida yang menggabungkan sel surya dengan kincir angin di kawasan
Tangerang.

Menyusul Indosat saat ini sedang melakukan uji coba komersial BTS energi
alternatif yang menggunakan tenaga surya, angin, dan biofuel sekaligus.
Untuk uji coba yang diluncurkan dalam acara peringatan 100 Tahun
Kebangkitan Nasional diterapkan untuk dua BTS, yaitu BTS di Girisari,
Uluwatu, Bali, dan di Labuan, Lombok.

Dalam peluncuran itu Indosat juga menantang tim-tim inovator sekolah
untuk mengadu inovasi bidang wireless melalui kategori IWIC for School
dalam ajang Indosat Wireless Innovation Contest (IWIC) 2008. Berbeda
dengan dua kontes sebelumnya, kali ini lebih menekankan pada
pengembangan perangkat lunak atau software. Salah satu yang menarik
adalah bagaimana perangkat lunak bisa menghemat baterai.

Sementara itu, dalam Kongres Mobile Dunia yang berlangsung di Barcelona,
Spanyol, Februari, isu penghematan energi semakin kuat, penggunaan
energi alternatif salah satu yang menjadi perhatian. Meskipun dalam
pameran teknologi komunikasi dan informatika CommunicAsia 2008 yang baru
berlalu di Singapura sepertinya tidak dianggap penting dan nyaris tidak
ada vendor yang secara khusus memamerkan produk energi alternatif.

Di Barcelona setidaknya Toshiba memamerkan energi alternatif berupa fuel
cell atau baterai bahan bakar untuk penggunaan telepon seluler. Sistem
pengisian listrik tidak lagi berjam-jam, tetapi dengan menyuntikkan
bahan metanol ke tangki fuel cell beberapa menit saja, baterai sudah
segera terisi.

Motorola bahkan memamerkan energi gabungan (hibrida) berupa sel surya
dan kincir angin yang sudah diterapkan di Namibia, sedangkan untuk
kebutuhan telepon seluler menyediakan fuel cell. Beberapa produsen masih
terlihat memamerkan produk panel sel surya, bahkan di antaranya sudah
memperlihatkan produk elastis, sel surya yang bisa dilipat dan sangat
ringan, bisa dibentuk tas sampai tenda.

Ericsson tahun lalu di event yang sama memperlihatkan mesin pengolah
biodiesel yang bisa digunakan di kawasan terpencil tanpa tergantung pada
pengiriman bahan bakar solar. Produk seperti biji jarak bisa digunakan
sebagai bahan baku biodiesel untuk menggerakkan mesin diesel. Proyek
percontohan juga sudah dilakukan di kawasan terpencil di India ataupun
Afrika.

Adapun untuk mengisi telepon seluler, selain fuel cell yang masih
mengendala pada aturan penerbangan mengingat metanol merupakan bahan
yang mudah meledak. Aplikasi sel surya untuk kebutuhan telepon seluler
juga sudah berkembang, mulai dari panel kecil yang sudah dibuat
perusahaan telekomunikasi China, Hi-Tech Wealth, sampai panel fleksibel
yang bisa dilipat seperti plastik.

Para ilmuwan Jerman mentransformasikan panas tubuh menjadi energi
listrik. Dengan menggenggam telepon seluler yang dilengkapi dengan
transformer panas tubuh ini, baterai akan terisi, perbedaan panas akan
menyebabkan generator thermo-electric menghasilkan voltase 200 mV.


-- 
If you need an office in Surabaya you don't have to invest 
on furnitures, ac etc. Use our virtual office instead. 
Visit http://www.datacom.co.id/profile/office.htm or email 
mailto:[EMAIL PROTECTED] for enquiry that suit your needs.


------------------------------------

If you like this list, the moderator will be thankful
if you would transfer some amounts to BCA account no.
064 100 2762. Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/warnet2000/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/warnet2000/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke