Sama-sama menyambut Ramadhan nih, tetapi dengan 'gaya' yang rada-rada
beda, boleh dong...
=========================================

Di tahun 1987 almarhum Umar Kayam menulis kolom "Sebuah Perjalanan
Pulang".
Kolom itu diilhami film berjudul A Trip to Bountiful.
Ceritanya, seorang ibu sepuh yang sebel banget dengan kehidupan
sehari-harinya, lalu dia minggat, meninggalkan anak dan mantunya,
kembali ke Bountiful, desa tempat dia dibesarkan.
Dia menjumpai desa leluhurnya itu telah mati dan rumahnya sendiri
telah roboh. Tapi dia sangat bahagia, dia telah "pulang", walau cuma
sesaat, karena tak lama kemudian anak dan mantunya berhasil menebak
jalan pikirannya (ibu tak punya tujuan minggat lain selain pulang ke
Bountiful), lalu menjemputnya dan membawanya kembali.

"Pulang". Sebuah kata pendek yg mengandung makna begitu dalam.
Ah bukan! Sekedar "makna mendalam" kurang tepat untuk melukiskan
dahsyatnya Pulang.
Umar Kayam bilang Pulang adalah konsep yang penuh magic.
Dalam saduran bebas berikut, bisa kita simak lebih jauh bagaimana Umar
Kayam menggambarkan daya magis yang terkandung dalam kata "Pulang".

**

Pulang berarti masuk kembali ke jagad lama yang sudah sangat kita
kenal: tempe bacem dan sayur lodeh masakan Ibu, kopi kental dan
batuk-batuk Bapak, kamar mandi di belakang yang berbau pesing.
Juga harapan akan pelukan keteduhan dalam lindungan rumah: selimut
kain Ibu yang usang, dan sentuhan jari-jari keriput Nenek.
Pulang adalah bertemu kembali dengan dunia yang dulu memeluk kita,
tapi kemudian merenggang digerogoti waktu: pasar sudah disulap jadi
shopping centre, jalan yang makin lebar dan rumah-rumah yang digusur.
Dan ketika keterasingan dan ketakutan mulai merayapi akibat melihat
jagad lama itu ternyata semakin kusam, buru-buru kita berkemas untuk
kembali ke ibukota, ke neraka yang aneh tetapi terus saja menarik diri
kita bagai besi berani.

**

Bagi sebagian di antara kita, Pulang kadangkala menimbulkan rasa perih
di hati, dan memaksa bulir-bulir air mata menetes walau sekuat apa pun
kita berusaha mencegahnya.
Ya, itulah yang terjadi ketika pada waktu pulang, kita mendapati Ayah
terbaring sakit dan kondisinya makin menurun.
Atau ketika kita melihat rumah yang ditinggali Ibu sudah semakin
reyot, sedangkan kita sendiri tak mampu berbuat apa-apa untuk
mencegahnya, karena rumah kita sendiri di ibukota sebentar lagi habis
masa kontraknya (dan itu berarti sebuah akrobat cash flow harus
dijalani untuk beberapa waktu lamanya).

Pulang dan bertemu kawan main masa kecil, bisa menimbulkan reaksi yang
berbeda-beda, karena sadar atau tidak setiap dari kita akan melakukan
suatu studi komparasi.
Bertemu si A yang tetap saja menunggui bengkel atau toko kecil warisan
keluarganya, akan membuat kita bersyukur karena kita telah mengambil
keputusan yang tepat untuk berani terima tantangan kehidupan yang
keras di ibukota, meninggalkan kampung yang (damai dan ayem sih, tapi
...) stagnan.
Sebaliknya, bertemu si B yang sukses mengembangkan sawah ladangnya
menjadi sebuah perkebunan modern walau berskala sedang-sedang saja,
mungkin membawa sedikit rasa sesal mengapa dulu kita tidak jeli
melihat peluang di kampung halaman sendiri.

Pulang buat seorang perempuan yang dikhianati suaminya yang
berselingkuh, adalah suatu hal yang berbeda lagi.
Ketika dia meninggalkan suaminya untuk pulang ke rumah orang tuanya
sendiri, dia mendapati bahwa memang cinta kasih orang tua adalah tanpa
syarat dan keikhlasan yang tak bertepi.
Dia pulang bukan karena kalah bersaing dengan perempuan lain dalam
memperebutkan cinta laki-laki itu. Dia ingin bertemu dengan ayah
ibunya yang mencintai dirinya apa adanya, dan keinginan itu hanya bisa
dipenuhi oleh sebuah perjalanan Pulang.

Beberapa waktu lalu seorang sahabat lama saya pulang dari perjalanan
belajar di negeri nun jauh di sana.
Saya kira dia pulang untuk cuti beberapa minggu, mengumpulkan energi,
sungkem dan mohon restu orang tuanya, dan ketika batere semangatnya
sudah fully charged maka dia akan berangkat lagi menyelesaikan tugas
berat itu.
Tapi ternyata dia benar-benar pulang. Scholarshipnya terpaksa
dibatalkan karena pemerintah negeri sono itu lebih mengutamakan bujet
untuk berperang melawan poros-poros setan.
Sebetulnya saya tercekat juga, tapi saya segera sadar bahwa teman saya
ini bukan orang yang pulang karena kalah perang, tapi semata-mata
sebuah pencapaian prestasi yang tertunda karena kurangnya dukungan
logistik.
Maka saya jabat erat tangannya, dan dalam hati berdoa semoga pada
suatu sa'at yang tidak terlalu lama lagi dia bisa mendapat kesempatan
yang lebih baik.

Katanya sih, perjalanan Pulang yang paling dahsyat dilakukan ikan
Salmon.
Mengawali hidup di hulu, mereka lalu ke hilir, lalu merantau di laut.
Ketika tiba waktunya untuk berkembang biak, mereka menempuh perjalanan
yang penuh derita ke hulu, menentang arus air, memanjat air terjun.
Tiba di hulu, memijah, dan mati.
Entah mengapa Tuhan menunjukkan metafor ini kepada kita, apa yaa
kiranya pesan yang ingin disampaikan kepada kita?

Satu dua orang mungkin enggan Pulang.
Mungkin dia merasa kurang berhasil dalam perantauannya, sehingga tidak
punya kebanggaan untuk dipamerkan ketika pulang.
Mungkin terlalu banyak pertanyaan yang tak bisa dia jawab ketika dia
pulang: kapan menikah kan kamu sudah mapan, kapan punya anak, apa kamu
dan binimu sudah ke dokter; dan lain-lain pertanyaan yang dirasa si
penanya masih cukup wajar tapi bagi si tertanya terasa mengganggu
pribadi dirinya.
Ada juga orang yang enggan pulang, karena dia sekarang sudah jadi
orang besar maka dia malu mengakui masa lalunya yang kelam, mungkin
seperti legenda Malin Kundang itu, tapi orang seperti ini rasa-rasanya
hanya satu di antara sejuta.

**

Ini adalah hari-hari akhir bulan Sya'ban ("Ruwah" kalo orang Jawa
bilang).
Senin Insya Allah sudah Ramadhan.
Menurut orang-orang alim dan guru-guru agama: ummat Islam kedatangan
tamu agung, sebuah bulan suci.
Di bulan itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan
setan dibelenggu.
Bulan itu periode awalnya adalah rahmat, pertengahannya adalah
ampunan, dan bagian akhirnya adalah pembebasan dari api neraka.
Setiap kebajikan mendapat pahala beribu berjuta kali lipat, dan setiap
doa menjadi mustajab, maka ajukanlah permohonan sebanyak-banyaknya,
mintalah diskon sebesar-besarnya atas dosa dan kesalahan yang telah
lalu dan akan datang.

Setiap cerita tentang Ramadhan selalu berbentuk personifikasi, di mana
Ramadhan selalu menjadi person yang bertamu kepada diri kita.
Tapi mengapa bukan kita yang bertamu kepada Ramadhan ?

Tapi seandainya, seumpama, kita yang bertamu kepada Ramadhan, apakah
kita akan menggunakan kesempatan itu untuk mengalami konsep Pulang
yang penuh magis itu ?
Adakah rasa kangen bertemu Ramadhan seperti kangennya kita untuk
Pulang ?

Mungkin bagi sementara kita yang sehari-hari telah begitu  menikmati
nikmatnya "lupa" pada hukum-hukum agama, maka bertemu Ramadhan adalah
suatu hal yang secara emosional "kurang dahsyat" jika dibandingkan
dengan Pulang.
Pulang adalah suatu hal yang selalu kita rindu-rindukan, dalam
hari-hari kerja reguler kerap terucap doa dan harapan: semoga
pekerjaan ini bisa cepat selesai dan saya bisa segera Pulang.
Tapi rasanya saya tidak pernah berdoa: semoga bulan Muharam ini bisa
segera berlalu, supaya cepat Safar, dst., supaya segera ketemu
Ramadhan.
Apalagi jika dibandingkan dengan ikan-ikan Salmon itu, rasanya saya
tidak berani terima tantangan yang sedahsyat itu untuk bertemu
Ramadhan.

Rasanya, bagi sementara kita bertemu Ramadhan lebih tepat disebut:
"Berangkat", bukannya "Pulang".
Menjelang Ramadhan kita sudah belanja bahan makanan untuk buka dan
sahur, precis seperti mau Berangkat piknik.
Kita juga berkemas-kemas seperti lazimnya orang Berangkat ke luar
kota: koleksi bokep sudah dibungkus rapi dalam kerdus, disimpan di
lemari dan tidak dibuka selama Ramadhan.

Terlepas dari berbagai pahala yang nilainya dilipatgandakan, Insya
Allah kita selalu gembira bisa bertemu Ramadhan.
Rasanya, lingkungan menjadi kondusif bagi kita untuk bisa melaksanakan
hukum-hukum agama.
Contoh sederhananya: teman-teman perempuan di kantor selama sebulan
ini roknya tidak sependek biasanya; dan di pinggir jalan tidak ada
yang menyapa Monggo Mas atau Mampir Oom.
Ada juga sih yang terasa tidak kita sukai selama Ramadhan: mesjid di
kampung speaker-nya berbunyi nyaring tanpa henti sepanjang malam,
padahal orang yang mengaji di speaker itu suaranya cempreng tenan,
atau suara mengaji itu terlalu merdu karena itu cuman kaset yg diputar
di tape sedangkan orangnya sendiri lagi ngorok (dia sendiri tidur
nyenyak karena moncong speaker-nya tidak mengarah ke dirinya).

Tapi ketika Ramadhan usai, kok ya kita ini selalu kangen Pulang ke
dunia reguler kita.
Kembali membuka kerdus di lemari itu dan menyetelnya satu per satu.
Lalu teman-teman perempuan kembali memakai roknya yang pendek atau
super pendek.
Dan itu lho: mampir dan monggo itu, kan kasihan kalo mereka sudah
menyapa-nyapa dengan ramah, trus dicuekin begitu saja.

Ah semoga saja, ke-Berangkat-an menuju Ramadhan tahun ini bukan suatu
perjalanan sia-sia yang cuman menghabiskan ongkos transport (sekedar
lapar dan dahaga tanpa imbalan apa-apa).

**

Lazim diucapkan : si Fulan telah berPulang ke Rahmatullah.

Dipikir-pikir istilah ini kurang tepat.
Kita memang berasal dari "sono", tapi kita kan ndak pernah ingat
indahnya jagad "sono" itu.
Dan mungkin hanya sebagian kecil dari kita yang begitu rindu ingin
segera Pulang ke Rahmatullah itu.

Teringat beberapa tahun lalu, pagi-pagi Pak RT datang ke rumah,
mengajak Ayah pergi: Pak, ayo nang omahe Wakidi, arek-e wis "mangkat"
mau bengi.
Kamsudnya: Pak RT mengajak melayat tetangga yang bernama Wakidi, yang
sudah Berangkat (meninggal) tadi malam.

Mungkin itu yang tepat: Berangkat ke Rahmatullah.
Dan sekarang baik Pak RT maupun Ayah sudah sama-sama Berangkat ke
"sono".
Semoga mereka mendapati kedamaian disana.

Tentunya untuk bisa "Berangkat" dengan selamat, kita perlu bekal yang
cukup.
Semoga Ramadhan kali ini dapat menambah bekal itu.
Amin ya Robbal Alamin.


--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>


Kirim email ke