Jumat, 13 Juni 2008 - 05:37 WIB Pemerintah Bertanggungjawab Atas tidak Kondusifnya situasi Bangsa. PDS KLARIFIKASI PERNYATAAN SOAL SKB TENTANG JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA. PDS KLARIFIKASI PERNYATAAN SOAL SKB TENTANG JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA. Jakarta, 13/6 (ANTARA) - Wakil Ketua Umum DPP Partai Damai Sejahtera, Denny Tewu, menyatakan, sikap partainya sebenarnya tidak pernah dan tak akan mencampuri urusan internal agama mana pun, khususnya Agama Islam. "Ini pernyataan resmi partai, atau penjelasan kami untuk mengklarifikasi pernyataan salah satu anggota Fraksi Partai Damai Sejahtera di DPR RI, Ibu Tiurlan Hutagaol mengenai penolakan SKB terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia," katanya melalui ANTARA, di Jakarta, Jumat. Namun tentang SKB Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama itu, menurutnya, DPP PDS hanya mengkritisi ketidak konsistenan Pemerintah terhadap sejumlah hal urgen serta kritis sesuai konstitusi Negara ini. "Pertama, bagi kami, penerbitan SKB ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas, sehingga nyata terlihat di lapangan adanya beda tafsiran antara Mahkamah Agung (MA) dengan Mahkamah Konstitusi (MK)," ungkapnya. Kondisi ini juga, jelas Denny Tewu, telah terjadi kepada Umat Kristiani yang menjadi korban akibat pernah dikeluarkannya sebuah SKB oleh Pemerintah tentang "Pendirian Tempat Beribadah". "Banyak umat kami yang tak memahami lagi bagaimana harus mendirikan tempat beribadah, karena SKB itu menganjurkan minta izin dulu kepada orang-orang sipil di sekitarnya, bukan kepada Pemerintah sebagai penjaga martabat kedaulatan bangsa, serta pelindung rakyatnya yang beragam ini," katanya. Akibat lebih lanjut, menurutnya, lebih drastis dan ironis lagi. "Yakni muncul penafsiran beragam di lapangan, yang berdampak kepada ribuan tempat peribadatan (Gereja) di berbagai daerah, terutama di pulau Jawa, yang dirusak dan dihancurkan, sementara kegiatan jemaatNya dibubarkan massa atas dasar SKB tersebut," ungkapnya. Melihat pada kondisi itu, akhirnya Pemerintah RI baru saja mengganti keberadaan SKB ini dengan Peraturan Bersama (Perber) Tahun 2006. "Sayangnya, Perber ini juga tidak memiliki dasar hukum jelas dan berdampak kepada dirusak serta ditutupnya tempat-tempat peribadatan oleh massa dengan cara anarkhis," papar Denny Tewu dengan menunjuk daftar panjang gereja-gereja yang ditutup paksa bukan oleh Pemerintah, tetapi massa yang mengatasnamakan beberapa kelompok agama tertentu. Hamburkan Izin Gereja Hal kedua yang dikritisi DPP PDS, lanjut Denny Tewu, ialah, Pemerintah juga dengan mudahnya memberikan keleluasaan atau menghamburkan izin bagi lebih dari 300 Sinode Aliran Gereja di Indonesia. "Bahkan juga itu diberikan lagi kelompok tertentu seperti "Saksi Yehofah" yang ikut diberi keleluasaan kembali (setelah di masa lalu dilarang), karena secara mayoritas, Organisasi Gereja di Indonesia bahkan di banyak Negara lain, menolaknya," tuturnya. Karena itu, Denny Tewu melihat adanya ketidak konsistenan Pemerintah dalam menyikapi persoalan yang ada di tengah-tengah bangsa ini. "Lalu hal yang ketiga, menyangkut dasar hukum yang ada, mulai dari Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945. Kami meminta agar Pemerintah harus arif dan tegas serta bijaksana menerjemahkannya, sehingga dapat tercipta keharmonisan dan kerukunan inter umat beragama dan antar umat beragama di Indonesia," tegasnya. Pemerintah mestinya jangan lagi melahirkan kebijakan atau produk hukum yang membingungkan, sehingga terjadi multi tafsir di masyarakat. "Sebab, pada realitasnya sekarang, hukum telah dipolitisasi untuk kepentingan sesaat bagi kelompok tertentu," katanya. Permohonan Maaf PDS Namun pada bagian keempat dari pernyatannya, demikian Denny Tewu, DPP PDS memohon maaf, apabila ada pernyataan anggotanya yang membuat ketersinggungan pihak lain. "Kiranya pernyataan ini dapat mengklarifikasikan hal itu, dan untuk itu dihaturkan terimakasih atas pengertiannya, kiranya Tuhan tetap memberkati bangsa Indonesia yang kita cintai ini. Amin," tutur Denny Tewu. (M036) Sumber ; Antara. (www.partaidamaisejahtera.com) MARI KITA BERSATU PADU UNTUK MEMBANGUN BANGSA DAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA