Refleksi: Kalau Quiz adalah semacam judi, maka pertanyaan yang timbul ialah 
bagaimana dengan perdangan saham di bursa Jakarta.  Bukankah perdagangan saham 
atau kertas berharga lainnya di bursa itu pada umumnya  terka-terkaan seperti 
quiz-quizan di TV. Jadi kalau dengan serius mau merubah NKRI menjadi  NTRI,  
salah satu langkah pertama yang harus dilakukan  ialah bursa Jakarta  harus 
ditutup dan diliwidasikan dari muka bumi. NTRI artinya Negara Taliban Republi 
Indonesia.  

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0809/27/opi01.html

"Quiz" atau Perjudian di TV

Oleh
Urwatul Wustqo



Selama bulan Ramadhan ini, setiap stasiun TV menayangkan program-program 
hiburan dengan dalih untuk menemani puasa, terutama saat menjelang berbuka dan 
saat sahur. Bia-sanya dipertengahan acara, ada jeda selama beberapa menit, 
dimana setiap program membagi-bagikan hadiah atau sejumlah uang yang 
menggiurkan.


Prosesnya ada yang mengundi dan mengacak nomor handphone pemirsa yang masuk 
melalui SMS, atau menerima telepon langsung dari pemirsa, tentunya karena 
banyaknya penelpon, maka hanya penelpon yang beruntung saja yang bisa masuk. 
Penelepon yang masuk itulah yang berhak mendapat pertanyaan untuk dijawab dari 
pembawa acaranya. Pertanyaannya pun semata-mata untuk hiburan semata yang 
gampang untuk dijawab, atau alih-alih pertanyaan yang kurang mendidik, lalu 
hadiah pun bisa didapat penelepon yang beruntung tersebut.


Kira-kira itulah yang dinamakan Quiz. Sebuah program bagi-bagi hadiah yang 
sangat menggiurkan para pemirsa TV. Manfaat program itu bisa dibilang sangat 
sedikit, hanya menggembirakan bagi segelintir orang yang mendapatkan hadiahnya, 
sementara ada terdapat ratusan atau bahkan ribuan pemirsa yang hanya 
berharap-harap mendapatkan hadiah. 


Program Quiz itu bahkan bisa dibilang sangat membahayakan bagi masyarakat, 
karena pada akhirnya bisa membawa pada sebentuk perjudian, meski kemasannya 
sekadar Quiz. Karena hal itu menawarkan sejumlah materi dengan jalan tidak 
berusaha, membuat hayalan-hayalan yang tidak terukur pada masyarakat, 
menjerumuskan masyarakat pada undi-undian yang hampa, dan jika dibiarkan terus 
berlangsung bisa membawa pada kesesatan.

Televisi yang Mendidik
Semestinya media massa seperti stasiun TV, lebih mendidik masyarakat lewat 
tontonan-tontonan dan program-program yang berkualitas. Karena dalam 
peristilahannya pun, TV itu sebagai tamu yang tak diundang yang masuk ke rumah, 
sementara peranannya sangat besar dalam mempengaruhi dan membentuk pola 
berpikir masyarakat. TV sebagai media massa yang menghantarkan arus informasi 
secara langsung kepada pemirsanya harus dikelola oleh setiap stasiun dengan 
strategi yang lebih berpihak bagi pendidikan masyarakat. (Alison and Jarice 
Hanson, Taking Sides: Mass Media and Society. CT: Dushkin/ McGraw-Hill, 1999). 
Misalnya, jikapun pihak TV mau membagi-bagi hadiah, apakah tidak ada jalan lain 
selain program Quiz yang sudah kadung berkembang itu? Jikapun ada program Quiz, 
mestinya ada satu kemasan program Quiz yang lebih mendidik dan tidak 
menjerumuskan masyarakat pada sejenis perjudian yang menyesatkan. Atau jika 
tidak ada jalan lain bagi program Quiz yang tidak membawa pada kesesatan 
publik, semestinya stasiun TV membubarkan saja program-program tersebut. Karena 
seandainyapun program Quiz ditiadakan, hiburan-hiburan yang ada pasti masih 
tetap ditonton masyarakat. 


Jika membandingkan tayangan-tayangan TV yang ada di negara kita dengan 
negara-negara lain seperti Malaysia atau negara-negara Timur-tengah, misalnya, 
terutama tontonan-tontonan untuk bulan Ramadhan, sangat jauh berbeda. Mestinya 
seiring bulan Ramadhan, tayangan TV itu lebih mendidik yang berpretensi membawa 
pemirsa untuk lebih mendekatkan pada derajat ketakwaan. Bukankah tujuan 
diperintahkan puasa sebulan penuh di bulan Ramadhan sendiri supaya lebih dekat 
pada takwa. Sebaliknya, program-program Quiz yang berkembang di TV kita sama 
sekali tidak membawa pada tujuan di atas, bahkan membawa pada kesesatan yang 
nyata.
Salah satu TV Malaysia, misalnya, ada program Jazirah Nabi yang sangat menarik 
dan religius, lalu dalam perkembangannya tayangan Jazirah Nabi dibeli oleh 
salah satu TV kita. Begitu pula jika kita menyaksikan tayangan selama Ramadhan 
di TV-TV Kairo, dan negara-negara Timur-tengah umumnya, sangat religius dan 
bisa membawa orang untuk lebih dekat pada derajat ketakwaan. Bahkan jika di 
Timur-tengah, acara hiburan musik seperti MTV Arabia, ditiadakan untuk 
menghormati bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah dan maghfirah. 

Menegaskan peran KPI
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) semestinya lebih optimal dalam memantau 
tayangan-tayangan TV. Kinerja KPI memang sudah bisa dilihat, misalnya, 
belakangan ini menyemprit bagi stasiun TV yang banyak mempertontonkan erotisme 
dan pemeran-pemeran pria yang "gemulai dan lemah lembut" itu. Namun kita masih 
menunggu tindakan KPI selanjutnya, seperti terhadap program Quiz yang tidak 
mendidik itu. 


Pihak stasiun TV harusnya berkoordinasi dengan KPI perihal tayangan yang akan 
dipertontonkan dan akan diaktualisasi pada masyarakat. KPI pun harus bertindak 
tegas melalui kekuatan hukum yang ada jika ada stasiun TV yang sembarangan 
membuat program dan tayangan yang tidak berkualitas. Meskipun demikian, bukan 
berarti KPI hendak menjadi "lembaga sensor". KPI harus mengapresiasi kebebasan 
pers sebagai salah satu tuntutan reformasi, tapi tentunya kebebasan yang harus 
dibatasi. Dalam pengertian, jika tayangan dan programnya sudah melenceng, KPI 
harus tegas menegurnya. 


Relasi antara KPI dan pihak stasiun TV memang harus diatur secara adil dan 
proporsional, semata-mata untuk meningkatkan mutu dan kualitas dunia 
pertelevisian di negara kita. Sebab bagaimanapun, dunia pertelevisian memberi 
sumbangsih atau kontribusi penting bagi pembangunan pola berpikir masyarakat.
Jika berkaca di negara-negara maju, saking pentingnya dunia pertelevisian, 
setiap stasiun TV berlomba-lomba untuk membuat tayangan dan program yang 
berkualitas. Bahkan, khalayak umumnya lebih mempercayai informasi dari TV 
ketimbang dari hasil-hasil penelitian riset akademis. Karena segala informasi 
riset akademis memang ada di tayangan TV. Itulah karenanya, masyarakat maju 
sangat ketergantungan pada TV sebagai media massa berkat tayangan dan 
programnya yang berkualitas.
Sampai-sampai, akibat ketergantungannya masyarakat maju pada TV, grup musik 
Rock Punk, Green Day, dalam salahsatu lirik lagunya mengkritik pola masyarakat 
maju seperti itu: "Don't wanna be an American idiot, one nation controlled by 
media!" Akankah masyarakat kita menjadi masyarakat maju yang salah satunya 
dipengaruhi akibat peranan pertelevisian? Bagaimanapun, masyarakat kita masih 
sangat haus dengan tontonan dan program TV yang berkualitas, yang bisa membawa 
pada perubahan dan kemajuan. 


Kirim email ke