http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=4992
2009-02-18 9 Parpol Kuasai 80-85% Suara Pemilih, 28 Parpol Tak Lolos [JAKARTA] Sebanyak 28 partai politik (parpol) diperkirakan tidak akan lolos syarat parliamentary threshold (PT), karena tak akan mampu meraup minimal 2,5 persen suara dalam pemilu legislatif, 9 April. Sementara itu, sekitar sembilan parpol, diperkirakan akan menguasai pangsa 80-85 persen suara pemilih. Demikian hasil pemetaan SP mengenai prediksi sebaran suara pemilu legislatif, yang dihimpun dari sejumlah lembaga survei, yakni Lembaga Survei Nasional (LSN), Cirrus Surveyor Group, Indo Barometer, serta Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), di Jakarta, Selasa (17/2). Direktur LSN, Umar S Bakry, Direktur Cirrus Surveyor, Andrinof Chaniago, dan peneliti LP3ES, Enceng Shobirin Nadj, sepakat bahwa hanya sekitar 10 parpol yang akan mampu lolos PT. Jumlah itu didasarkan pada survei prediksi perolehan suara masing-masing lembaga. Umar menambahkan, satu dari empat parpol, yakni Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), diperkirakan akan melengkapi 10 suara yang lolos PT, yakni memperoleh minimal 2,5 persen suara. "Hanura relatif lebih aman, karena dari berbagai survei sebelumnya sudah melampaui 2,5 persen," jelasnya. Sejalan dengan itu, lembaga-lembaga survei tersebut memperkirakan, sekitar 5-9 parpol akan mampu menguasai perolehan suara, hingga 80 persen. Parpol yang akan mendominasi tersebut diperkirakan Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Gerakan Indonesia Rakyat (Gerindra), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Demokrat dan PDI-P, menurut Direktur Indo Barometer, M Qodari, akan mengalami lonjakan suara pada pemilu mendatang, sehingga akan berebut posisi teratas. Pada 2004, Demokrat meraup 7 persen dan PDI-P 18 persen suara. Namun, kans Demokrat untuk meraup suara terbanyak lebih besar. "Untuk Golkar, jika kondisinya terus seperti sekarang, yakni masih di bawah bayang-bayang popularitas SBY dan Demokrat, suara Golkar bisa melorot ke urutan ketiga, di bawah Demokrat dan PDI-P," ujar Qodari. Pada Pemilu 2004, Golkar memperoleh 21 persen suara. Indo Barometer sendiri belum berani memprediksi sebaran suara masing-masing parpol. "Hasil survei akan terus berubah hingga hari-H pemilu legislatif," kilah Qodari. Dia menambahkan, suara PAN akan merosot pada pemilu tahun ini, dari 6 persen pada Pemilu 2004. Faktor penyebabnya, menurut Qodari, tidak adanya kepemimpinan yang sepopuler Amien Rais. "Kemungkinan suara PAN akan banyak berpindah ke Partai Matahari Bangsa," jelasnya. Dalam pemilu legislatif mendatang, diperkirakan bakal diwarnai munculnya Gerindra sebagai parpol baru yang mampu menyodok ke kelompok papan tengah. "Gerindra cukup fenomenal, dan akan memperoleh suara terbanyak di antara parpol pendatang baru," ujar Qodari. Senada dengan itu, Umar dan Andrinof menempatkan parpol yang dirintis Prabowo Subianto tersebut di kelompok tengah, bersanding dengan PKS. Bahkan suara Gerindra diprediksi melampaui PAN, PPP, dan PKB. Melejitnya Gerindra, diakui tidak terlepas dari gencarnya sosialisasi partai tersebut melalui iklan di media massa. Langkah itu terbukti efektif menanamkan citra positif di masyarakat calon pemilih. Peta Koalisi Disinggung mengenai peta koalisi pascapemilu legislatif, para peneliti tersebut sepakat pada peta koalisi utama yang akan bertumpu pada Demokrat dan PDI-P. Koalisi yang dibangun kedua parpol papan atas tersebut, akan bertumpu pada dua figur utama, yakni Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Megawati Soekarnoputri. Menurut Qodari, meskipun Demokrat dan PDI-P diperkirakan bisa meraup 20 persen suara, sebagai syarat minimal pengajuan pasangan capres dan cawapres, namun kedua parpol itu tetap akan berkoalisi. "Tembus atau tidaknya syarat minimal 20 persen, semua parpol pasti akan berkoalisi. Tetapi saat ini peta skenario masih sangat cair, semua bergantung pada hasil pemilu legislatif," ujarnya. Terkait hal tersebut, koalisi Demokrat-Golkar menjadi pilihan utama. Meski demikian, tidak dimungkiri kemungkinan bergesernya mitra koalisi Demokrat. "Peluang PKS menggantikan Golkar juga terbuka. Bergantung pada perolehan suara Demokrat," ujar Umar Bakry. Secara terpisah, pengamat politik dari Reform Institute Yudi Latif memprediksi, bila perolehan suara Golkar melebihi Demokrat, Jusuf Kalla (JK) tidak mungkin akan dipasangkan lagi dengan SBY, sebab akan muncul resistensi dari internal Golkar. Bila koalisi kedua partai yang sedang berkuasa itu pecah, Golkar bisa saja berkoalisi dengan PDI-P, dan Demokrat bisa berkoalisi dengan PKS. "Selain dengan Demokrat, PKS bisa saja berkoalisi dengan Golkar atau PDI-P. Kesimpulannya, partai-partai beraliran nasionalis relatif lebih mudah berkoalisi dengan partai apa pun," ujarnya. Golkar, menurut Yudi, akan memainkan peran sangat penting dalam pembentukan peta koalisi. "Tetapi kalau Golkar bersatu dengan Demokrat, peta koalisi relatif lebih mudah terbaca. Karena blokingnya lebih mudah, sisanya tinggal pada poros Megawati atau koalisi lain," paparnya. Sementara itu, Andrinof melihat peluang PPP dan PKB merapat ke Demokrat lebih besar ketimbang PKS. "PKS sebenarnya berpeluang, tetapi sikapnya yang kontradiktif bisa menjadi kendala untuk merapat," jelasnya. Hal yang menarik, Yudi, Umar, dan Andrinof memperkirakan terbentuknya koalisi PDI-P dan Gerindra. Kemungkinan lainnya adalah PDI-P dan Sri Sultan Hamengku Buwono X, untuk menghadang SBY. "Faktor Prabowo dan Gerindra bisa menjadi batu sandungan," ujar Yudi. Sedangkan Umar memperkirakan, bila PDI-P berkoalisi dengan PKS, kemungkinan akan berbuah kekalahan bagi Megawati, terutama jika harus berhadapan dengan SBY-JK. "PDI-P dan PKS bukan senyawa yang bagus. Ideologi keduanya yang berlainan, akan sulit diterima masing-masing pendukung. Akan lebih aman jika PDI-P berkoalisi dengan Gerindra atau Sultan," jelas Umar. [ASR/EMS/J-11/