Setuju sekali mas Falah, kita membutuhkan keteladanan, dan ini sifatnya harus sistemik, benar2 di mulai dari atas. Melalui pajak kita juga bisa membangun kesadaran, bahwa state-building adalah buah dari partisipasi publik, maka identitas sebagai 'wajib pajak' tak boleh mengesampingkan identitas 'warganegara'. Warganegara berhak menuntut akuntabilitas atas penyelenggaraan negara, termasuk bagaimana kita harus mulai menerapkan 'Plato Index', yaitu menilai orang/perusahaan pada tingkat penghasilan yang sama - dengan kondisi2 yang sama - harus membayar pajak dalam jumlah yang sama.
Negara ini harus mandiri, membiayai hidupnya sendiri, dan melalui pajak ini bisa diwujudkan. Pajak adalah sarana redistribusi pendapatan yang terbukti paling efektif. Namun, 'taxation without representation is robbery', maka kita harus berpartisipasi mengawal kebijakan dan praktiknya dengan baik. Saya menentang flat-tax, dengan pertimbangan keadilan sosial, bahwa hak milik pribadi meski diakui dan dijamin, ia bukanlah hak primer sebagai tujuan, melainkan efek dari tindakan, dan tindakan, sejauh kita sepakat, adalah selalu tindakan sosial yang melibatkan sesama. Di situlah etika sosial kemudian masuk, dan Pancasila - maaf jika naif - adalah minimal consencus yang mampu membingkai aneka kemajemukan ini untuk dipandu menuju tujuan bersama kita. terima kasih. pras ________________________________ Dari: Muh. Nurul Falah <matfa...@gmail.com> Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com Terkirim: Ming, 4 Oktober, 2009 15:57:06 Judul: Re: Budaya Korupsi Re: [Keuangan] Inti Sari Diskusi... Salah satu PMA asal Eropa yang beroperasi di Indonesia menerapkan zero tolerarance untuk korupsi, baik berhubungan dengan internal & external. Hasilnya ? Order PMA tersebut dari customer di Indonesia turun drastis ! Karena direbut oleh PMA lainnya (terutama asal China). Tapi PMA tersebut tetap pada prinsipnya semula zero tolerance untuk corruption & lebih menekankan pada kredibilitas jangka panjang. Seperti sy kemukakan di email terdahulu, pemberantasan korupsi harus dikomandoi oleh penguasa (tentu yang bersih & berani). Karena masyarakat bisa saja kompak "mogok" untuk tidak menyogok, tapi kalau oknum aparat juga kompak untuk memperlambat pelayanan maka lama-lama masyarakat terpaksa juga meyogok (pastinya dengan menggerutu). Beda bila aparat yang "kompak" : untuk tidak menerima sogokan, maka masyarakat mau tidak mau harus ikut aturan. Ini menunjukkan peran aparat yang sangat besar. Negara yang korup, meskipun kelihatannya maju, tinggal tunggu saja kebangkrutannya. Karena lama kelamaan kesabaran masyarakat akan habis & ekonomi negara tersebut akan keropos ! Tapi memang pemimpin suatu kaum / bangsa adalah cermin dari keadaan masyarakatnya. Bila pemimpinnya korup maka berarti sebagian besar masyaraktnya juga korup. Apalagi di sistem demokrasi langsung seperti sekarang. Kita tidak boleh berkecil hati untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik. Kalau kita kompak melakukan gerakan anti korupsi (minimal di lingkungan kita), maka Insya Allah di jaman anak kita korupsi akan sangat minimal & kita bisa mewariskan Indonesia yang lebih baik pada mereka. Harapan itu masih ada Saudaraku ..:-) Rgds, Falah Pada 4 Oktober 2009 18:58, Andi MF Avandy <link2ha...@gmail. com> menulis: > Bagaimana seandainya hukuman koruptor dibuat cacat fisik aja misalnya > dipotong jarinya? Tiap terbukti korupsi minimal 5 juta jarinya dipotong satu > mulai dari kelingking tangan kiri. > > Dibanding hukuman mati, saya pikir ini lebih efektif karena ada saksi hidup > yaitu bukti hukuman melekat di tangan. Akan ada rasa malu buat pelaku dan > rasa takut buat calon koruptor. Bayangkan kalo korupsinya sepuluh kali! > Habis semua jarinya. > Kesannya sadis tapi hanya itu cara paling rasional. Selama ini kan eks napi > koruptor bebas lenggang kangkung bahkan calonin diri jadi ketua umum partai > pula. > > > Andi MF Avandy > Sent from my BlackBerry® smartphone > [Non-text portions of this message have been removed] Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang! http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed]