Knapa Pemerintah hrs turun tangan ya?....maksudnya, bagi Pemerintah kan sama 
aja, mau bank konvensional mau bank syariah....yg diharapkan pemerintah kan 
pajak dan mungkin efektivitasnya dalam menyokong ekonomi.....

Lagian kalo yg dimaksud disini adalah Pemerintah dalam arti luas, termasuk BI, 
saya kira kalo dalam hal pembinaan, BI malah punya cetak biru IB segala....

Apa yg dimaksud dg intervensi disini, Pemerintah mesti mengeluarkanketentuan, 
bahwa semua pembayaran pemerintah akan via IB atau ada bentuk intervensi lain, 
yg dimaksudkan?


Powered by Telkomsel BlackBerry®

-----Original Message-----
From: "Yadi Setiadi" <y.seti...@gmail.com>
Date: Fri, 9 Apr 2010 08:58:17 
To: <AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com>
Subject: Re: Knapa IB di Indonedsia perkembangannya lambat.......RE: [Millis 
AKI- stop smoking] Fatwa Bunga Bank Haram 'Suburkan' Bank  Syariah



Ikut nimbrung, ya :)





IMHO: 

Share 5% itu khan relatif terhadap aset perbankan nasional (konventional),,  
Bagaimana bisa Islamic Bank di Indonesia mau tambah,, wong aset konventional 
bank saja terus menerus bertambah?



Menurutku,, solusinya: perlu intervensi pemerintah, ini terilhami dari kasus 
Malaysia,



Silahkan ditanggapi lebih lanjut,,



Salam

YS



 

-----Original Message-----

From: "oka.widana" <o...@ahlikeuangan-indonesia.com>

Date: Fri, 9 Apr 2010 15:48:58 

To: <AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com>

Subject: Knapa IB di Indonedsia perkembangannya lambat.......RE: [Millis AKI- 
stop smoking] Fatwa Bunga Bank Haram 'Suburkan' Bank  Syariah



Ganti thread ya..... sudah 20 tahun eksistensi Bank syariah, market sharenya 
ngal lebih dari 5 %. Knapa ya.....yuk sharing



 



From: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
[mailto:ahlikeuangan-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of prastowo prastowo

Sent: 08 April 2010 14:03

To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com

Subject: Bls: [Millis AKI- stop smoking] Fatwa Bunga Bank Haram 'Suburkan' Bank 
Syariah



 



  



Sebenarnya ada dua isu di sini:

1. soal islamic finance (IF) itu sendiri, secara konseptual dan praksis.

2. debat soal haram-halalnya bunga bank konvensional.



Hemat saya dua hal itu harus dibicarakan terpisah. IF punya prospek yang bagus 
menurut saya, terlebih ketika pasca-krisis ini kita menanyakan kembali mengenai 
kaitan ekonomi dan moralitas (etika ). Saya sendiri awam soal apa dan bagaimana 
IF secara detail tapi minimal ada bbrp hal pokok:

- underlying asset yang meminimalisasi spekulasi dan kemungkinan meminjam 
melebihi kemampuan.

- paternalisme, krn sistem IF mengandaikan ada otoritas, baik profesional 
maupun moral.

- self-control, sebagaimana ditulis kawan kita sebelumnya, dan ini sejajar dg 
gagasan Adam Smith tentang self-command.



Pembicaraan IF masih sebatas riba dan bunga yg haram atau halal, krn aktivisnya 
masih terjebak dalam 'form-over-substance', dan belum masuk ke 
'substance-over-form'. Tapi kita maklum, elaborasi di level 'bentuk' ini 
terkait dengan politik identitas dan upaya mengurangi hegemoni sistem ekonomi 
lainnya ( Barat ). Belum dicoba secara sungguh2 misalnya, menyiangi kerumitan 
teknis (pengedepanan istilah dan simbol2 Arab misalnya), tapi masuk ke 
substansi, semisal efisiensi, efektivitas, akuntabilitas, dan hal2 terkait 
nilai, prosedur, dll.



Saya justru menilai pengharaman bunga bank tanpa proses deliberasi di tengah 
semakin egaliter dan sekulernya umat akan kontraproduktif. Sebaiknya memilih 
jalan berputar, misalnya bicara soal kepantasan ambil untung (tingkat bunga 
wajar), dll. Karena sejauh saya tahu, di kalangan ahli fiqh masih ada 
perdebatan tajam soal riba ini. Ada pandangan yg kuat juga, misalnya fatwa 
Al-Azhar Institute of Islamic Jurisprudence tahun 2002 yang menghalalkan bunga 
bank, namun ditolak sebagian ulama ahli fiqh lainnya. Jika diskurs soal ini 
diteruskan dan ditarik ke ranah publik lebih luas, tentu akan lebih baik.



Formalisme dan semangat sekedar beda hanya akan menghasilkan pandangan sinis 
dan misleading sebagaimana misalnya ditulis Ussem di majalah Fortune tahun 2004:

The result looked a lot like interest, and some argue that murabaha is simply a 
thinly veiled

version of it; the markup [bank’s name] charges is very close to the prevailing 
interest rate.

But bank officials argue that God is in the details.



Soal sejarah saya sependapat dg Anda. Riba setidaknya dilihat dlm dua 
perspektif, riba al-nasi'a (jahilliyah) yang ada sebelum pra-Islam dan umumnya 
praktik lintah darat, dan riba al-fadl, yakni melakukan mark up secara sepihak 
yg menyebabkan ketidakadilan krn tidak diikuti kinerja sektor riil ( underlying 
asset ).



Hal lain, ini juga terkait pandangan Yahudi dan Kristen medieval soal riba ( 
usury ), riba yang dilarang tidak spesifik bunga bank modern melainkan praktik 
lintah darat dan juga terkait konsepsi world-view tertentu. Itu adalah 
world-view soal sorga yg dominan. Barangsiapa ingin masuk sorga hendaknya 
berderma, bukan malah ambil untung. Jika membaca karya tokoh2 medieval seperti 
Thomas Aquinas, akan jelas bahkan berdagang pun dipandang rendah. Ini lalu 
mengalami pembalikan pasca Luther, dan sebelumnya William Ocham yang melahirkan 
protestantisme dan secara apik ditulis Max Weber itu.



Di aras ini lalu kita bersetuju, mengatakan bunga bank pasti haram tentu sebuah 
kesalahan karena jebakan 'form', tapi ketika menggali substance, akan tampak 
platform yang bisa jadi sebagai irisan kedua model ( Barat dan Islam ), yaitu 
bunga yg disepakati dan wajar tidak riba, karena secara nilai tidak 
bertentangan dg asumsi dan prinsip syariah.



Tapi rasanya kita memang masih terjebak pada 'form', entah karena lebih gagah, 
atau karena memang baru nyampe segitu.



salam,



pras



________________________________

Dari: Bali da Dave <dfa...@yahoo.com <mailto:dfaj21%40yahoo.com> >

Kepada: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com 
<mailto:AhliKeuangan-Indonesia%40yahoogroups.com> 

Terkirim: Rab, 7 April, 2010 20:46:17

Judul: Re: Bls: [Millis AKI- stop smoking] Fatwa Bunga Bank Haram 'Suburkan' 
Bank Syariah



Cuma meringkas saja, beberapa kelebihan sukuk atau konsep pembiayaan syariah:

- Tidak memakan riba, tapi BAGI HASIL

- Sumber dana timur tengah

- Harus memiliki underlying asset

- Terkait keahlian (mudhabarah mudharibh)



Tapi soal haram atau tidak, barangkali perlu dipertimbangkan kata riba itu 
dalam konteks sejarahnya juga. Praktek pembungaan pinjaman di jaman dahulu 
dibanding jaman sekarang ini tentunya berbeda. 



Saya bukan ahli sejarah, tapi saya gambarkan konsep "pinjaman" yang terjadi di 
jaman dahulu itu adalah pinjaman pribadi yang sifatnya bukan untuk investasi 
(kebanyakan) . Atau dengan kata lain pinjaman tersebut adalah 'BANTUAN' yang 
didasari kebaikan' atas orang yang sedang kesusahan. Jadi kalau menurut saya, 
riba/bunga secara konsep yang dimaksud tersebut adalah berbeda dengan bunga 
yang berlaku sekarang.



Jika ada seorang menderita kelaparan atau ada bencana alam, ada banyak 
tingkatan kebaikan yang bisa dilakukan: 

1. Beri hibah, gak perlu bayar lagi. 

2. Kalau ternyata mereka bisa bayar, maka tidak mengharapkan lebih dari yang 
sudah diberikan

3. Kalau ternyata tidak bisa bayar balik, maka tidak menginjak-injak si 
peminjam, di cemeti, di permalukan, dirampas istri dan anaknya untuk dijual, 
dll..



Dan menurut saya sih ini mungkin kebalikan dari perilaku banyak penduduk saat 
itu yang seolah menjadi raja lalim dengan sengaja meminjamkan uang pada orang 
yang tidak mampu membayar agar bisa dijadikan budak. Faktual sejarahnya saya 
kurang jelas, tapi gambaran saya praktek banking jaman dulu itu adalah praktek 
lintah darat. Ada orang perlu bantuan, di beri pinjaman tapi kalau tidak bisa 
bayar maka diperlakukan bukan sebagai manusia lagi.



Ya kalau menurut saya sih selama perlindungan konsumen, dan praktek perbankan 
terus menjunjung tinggi etika profesi, menjunjung tingi nilai-nilai 
kemanusiaan, maka ke"haraman" yang diharamkan dari bunga ini sudah tidak ada 
dari praktek konvensional perbankan dan mustinya tidak patut di sebut haram.



Sama seperti pisau, bisa dipakai untuk membunuh orang atau bisa dipakai dokter 
bedah untuk menyelamatkan nyawa. Pengguna sistem perbankan itulah yang memegang 
peran menentukan haram tidaknya sistem banking, ada bunga ataupun tidak ada 
bunga. Saya yakin Muh Yunus yang mengusung konsep mikro kredit juga menerima 
bunga dari uang yang dipinjamkannya (entah secara marketing mungkin dia bilang 
bukan bunga). Tapi kalau dokter tidak diperbolehkan menggores kan pisau untuk 
membedah, dengan alasan pisau yang digoreskan pernah digunakan oleh pembunuh... 
maka saya rasa itu peraturan yang tidak tepat sasaran.



--- On Wed, 7/4/10, prastowo prastowo <sesaw...@yahoo. com> wrote:

To: AhliKeuangan- Indonesia@ yahoogroups. com

Received: Wednesday, 7 April, 2010, 6:37 PM



Bung Arcon,



Saya mungkin kemarin lalai menyimak dengan baik :-) jadi ketinggalan informasi, 
nanti saya baca2 lagi Bung. Lepas dari itu saya membaca beberapa literatur soal 
sukuk karena diminta membuat kajian kecil soal aspek PPN terhadap sukuk ijarah. 
Di sana saya menemukan data bahwa secara global terdapat perkembangan yg cukup 
signifikan, terutama di Malaysia (dlm denominasi ringgit mampu menghimpun dana 
hingga 39,5 milyar dollar pd 2008 ). Bahkan ketika diluncurkan Sukuk ritel di 
Indonesia, permintaan jauh melebihi penawaran (oversubscribed ). Bagi saya ini 
bisa menjadi alternatif pembiayaan di samping pembiayaan konvensional, 
khususnya menarik dana dari Timteng (dan nyatanya demikian ).



Nah, sejauh saya mengkaji aspek PPN, UU kitalah yg salah satunya berkontribusi 
menyebabkan harga yg lebih mahal, krn karakteristik sukuk tidak diakomodir dg 
baik. Karena harus ada 'underlying asset', timbullah selisih 10% PPN sebagai 
implikasi Pasal 16D UU PPN, yaitu pengalihan aktiva yang menurut tujuan semula 
tidak untuk diperjualbelikan. Revisi UU PPN yang baru lagi2 tak mengatur ini 
secara khusus, bahkan sukuk ijarah disamakan begitu saja dengan leasing, 
padahal nyatanya berbeda.



Aspek penting yg menurut saya menjadi prospek cerah sukuk adalah harus adanya 
underlying asset yg mengaitkan sektor finansial dan sektor riil, sehingga 
spekulasi bisa dikurangi risikonya. Dalam praktik tentu saja ada semacam 
akal-akalan. Tapi format sukuk lain seperti mudharabah (adanya aspek keahlian, 
mudharib) dan musyarakah ( joint venture ) saya kira tetap layak diperhitungkan.



salam



pras



[Non-text portions of this message have been removed]



__________________________________________________

Apakah Anda Yahoo!?

Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam 

http://id.mail.yahoo.com 



[Non-text portions of this message have been removed]











[Non-text portions of this message have been removed]







[Non-text portions of this message have been removed]




[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke