Dear rekans BA,
Salah satu sobatku tadi nelpon curhat panjang banget,… singkatnya dia dalam 
keadaan frustasi.
Sobatku ini seorang karyawati perusahaan asing, gajinya lumayan besar. 
Punya suami yang bekerja di perusahaan konglomerasi dalam negri dengan gaji 1/3 
gajinya.
Punya anak balita 2 orang. Suami istri ini berasal dari latar belakang berbeda. 
Sobatku anak orang kaya 
dan biasa hidup enak. Suaminya anak orang kekurangan yang biasa prihatin. 
Singkat cerita awalnya hidup mereka bahagia. Masalah muncul ketika sudah punya 
dua orang anak,
Dan anak2nya kurang perhatian karena orang tuanya sibuk bekerja. Biarpun 
masing2 anak punya baby sitter dan ada 
pembantu lagi dirumah, masalah selalu timbul. Pembantu keluar-masuk. Baby 
sitter sudah dicoba dari
pengasuh biasa sampai baby sitter selalu ngga pas. Yang bagus cuma kerja 
sebentar keluar karena kawin,
urusan keluarga etc. Alhasil gonta-ganti pengasuh/pembantu sudah biasa. Yang 
kasihan anak2 tsb
(2 dan 4 tahun) jadi terlantar dan kurang perhatian. Yang TK jadi nakal dan 
kalau ngomong agak kasar, mungkin
karena ibunya ini stress dan jadi suka marah2 setelah memikirkan keadaan rumah 
masih memikirkan pekerjaan 
di kantor. Juga kurang perhatian karena pengasuhnya bolak-balik ganti.
Yang 2 tahun jadi kurus karena ternyata tidak diurus dengan baik oleh BS-nya – 
akhirnya dipecat. Sekarang dalam 
keadaan sakit dan sobatku ngga bisa cuti karena dikejar deadline. Pekerjaannya 
sangat menyita waktu.
Terpaksa anak-anaknya dititipkan dirumah orangtuanya.Tapi kan tidak bisa 
terus-terusan begitu.
Sebenernya sobatku ini ingin resign saja untuk bisa mengurus anak dengan baik, 
tapi memikirkan kebutuhan
saat ini yang sangat tinggi rasanya ngga mungkin mengandalkan gaji suaminya 
saja. Lagipula sayang
rasanya meninggalkan pekerjaan dengan gaji puluhan juta begitu saja. Yang bikin 
sobatku frustasi suaminya
Itu dirasanya ngga mampu untuk menjadi kepala keluarga yang baik alias ngga 
bisa menghasilkan dengan layak
untuk standard kehidupannya yang sebenernya tidak mewah tapi tidak pas-pasan 
banget. - Sebetulnya sih menurut saya
bukan salah suaminya, tapi memang dia itu jauh lebih pintar dari suaminya dalam 
hal mencari uang, jadi sulit kalau
dibandingkan karena kemampuan suaminya memang mentok -. Memikirkan kalau dia 
resign berarti anak2nya harus pindah 
kerumah yang lebih kecil, mungkin cuma punya pembantu 1 yang berarti selain 
mengasuh anak dia harus mengerjakan 
pekerjaan rumah tangga yang sebelumnya jarang dikerjakan, mungkin dia malahan 
bakal jatuh sakit kecapean, kemungkinan 
anaknya ngga bisa les musik dan balet lagi atau beli susu dan buah-buahan yang 
selama ini rutin dikonsumsi, dll, bikin 
sobatku tambah frustasi.
Saya nulis ini karena rasanya banyak ibu2 BA yang mengalami kejadian yang 
mirip, walau mungkin tidak 100% sama 
(termasuk saya juga, karir dan anak selalu jadi dilema). Kalau ada yang mau 
sharing atau sumbang saran untuk sobatku ini, 
kira-kira bagaimana mengatasi masalahnya. Apa memang resign adalah pilihan 
terbaik ? 
 
Regards,
ratna


      __________________________________________________________________ 
Yahoo! Singapore Answers 
Real people. Real questions. Real answers. Share what you know at 
http://answers.yahoo.com.sg

Kirim email ke