"Filosofi samurai tanpa pedang berisi pedoman bahwa prajurit terbaik tidak 
pernah menyerang, prajurit terhebat berhasil tanpa kekerasan,dan penakluk 
terbesar menang tanpa perang."


Kepemimpinan yang Terbentuk
Koran Seputar Indonesia (Sabtu, 29 Agustus 2009)

Menjadi seorang pemimpin yang berhasil bukan sekadar ditentukan oleh sampai 
sejauh mana prestasi yang bisa diraih,tetapi juga oleh kemanfaatan yang bisa 
diwariskan kepada generasi selanjutnya.

Seorang pemimpin yang tangguh lahir dari sejumlah bentukan pengalaman hidup, 
berlangsung dalam kurun waktu tertentu. Ia juga muncul bukan hanya karena bakat 
yang menaunginya, tetapi juga olah rasa kebulatan tekad. Pemimpin hebat bukan 
lahir dari keturunan yang hebat, tetapi kemampuan untuk terus belajar dan 
belajar.

Pada saat bersamaan kini kita kerap disuguhi parodi pengaderan kepemimpinan 
yang dari atas ke bawah, bahkan lahir sebagai generasi penyusu. Sebenarnya 
faktor apakah yang menjadikan seseorang menjadi pemimpin yang tangguh? Sebagian 
besar kalangan mengatakan karena bakat dan keturunan, tetapi Toyotami 
Hideyoshi, salah satu pemimpin legendaris dari zaman kekaisaran Jepang (abad 
XVI) menjadikan faktor keteguhan diri menjadi salah satu faktor utama 
keberhasilannya.

Hideyoshi (1536-1598) layak dicatat sebagai salah satu figur besar pemimpin 
yang pernah ada di dunia. Bukan hanya karena kemampuannya menyatukan Jepang 
dalam salah satu masa paling krusial, saat puncak kekacauan Jepang -zaman 
perang antar klan-,saat di mana kekerasan dijadikan panglima.

Saat di mana tesis Hobbesis, homo homini lupus terejawantahkan dalam bingkai 
kehidupan keseharian yang konkret, manusia kuat yang menjadi pemenang ketika 
berperilaku sebagai serigala.Tapi juga Hideyoshi mewariskan falsafah 
kepemimpinan yang hingga kini masih sangat layak dijadikan cermin bagi siapa 
saja yang berhasil,terutama dalam aspek manajemen kepemimpinan.

Hideyoshi menjadi luar biasa karena satu-satunya pemimpin Jepang yang tumbuh 
sebagai anak petani miskin dari tradisi aristokrat dan struktur masyarakat 
feodal Jepang.Saat di mana bukan hanya estafet kepemimpinan mengikuti garis 
darah dan struktur masyarakat yang terfragmentasi berdasarkan kelas sosial yang 
sulit menyatu.

Ia terlahir di Nakamura,Provinsi Owari sebagai anak tunggal yang ditinggal ayah 
sejak kecil dan menyaksikan ayah tirinya kerap mempergunakan kekerasan kepada 
ibunya dan Hideyoshi sendiri. Dengan model anak tunggal yang terpisah dari ayah 
sejak kecil, secara psikologis (mengikuti pendapat psikolog Alfred Ayer) 
biasanya anak tunggal yang kesepian ditinggal figur ayah, suatu ketika akan 
berhasil dalam hidupnya.

Meski keberhasilannya lebih ditentukan oleh dorongan psikologis pembuktian 
kepada ibunya bahwa tanpa figur ayah dirinya mampu membuktikan diri. Dengan 
modal sebuah kantong penuh berisi koin tembaga hasil tabungan dari kerja keras 
ibunya, Hideyoshi meninggalkan Nakamura dan berkelana mencari peruntungan baru.

Keberanian untuk meninggalkan kota kelahiran untuk mengadu nasib telah mengubah 
jalan hidup Hideyoshi. Keinginan untuk berhasil menjadikannya mampu bukan hanya 
bertahan hidup di dunia baru, tetapi mempelajari bagaimana menjadi besar di 
tengah anggapan umum bahwa dia tidak mungkin menjadi besar.

Bagaimana tidak,ia berasal dari keluarga petani miskin dengan perawakan tidak 
atletis, berwajah jelek, bertubuh pendek, tidak berpendidikan.Dengan hanya 
berat badan 50 kg,tinggi 150 cm dan bungkuk dengan daun telinganya besar, 
wajahnya merah dan berkeriput sehingga sepanjang hidupnya disebut dengan nama 
panggilan “monyet”.

Lantas apa yang membuat Hideyoshi mendapat kesuksesan besar? Ia besar karena 
memiliki karakter pemimpin yang khas dan sejatinya harus dimiliki semua orang. 
Pertama karakter dasar yang utama adalah filosofi samurai tanpa pedang. Satu 
hal yang bertolak belakang jika diperbandingkan kewajaran yang berlaku pada 
masanya, melulu dengan kekerasan.

Sejatinya filosofi samurai tanpa pedang bisa dipahami dengan keterbatasan fisik 
dan kemampuan olah pedang Hideyoshi yang sangat terbatas. Secara umum Hideyoshi 
mengatakan bahwa filosofi samurai tanpa pedang berisi pedoman bahwa prajurit 
terbaik tidak pernah menyerang, prajurit terhebat berhasil tanpa kekerasan,dan 
penakluk terbesar menang tanpa perang.

Tapi lebih dari itu, Hideyoshi memaksimalkan kekurangan fisik dan kemampuan 
tempur dengan menunjukkan kemampuan strategi dan olah pikirnya. Prinsip samurai 
tanpa pedang memiliki filosofi mengedepankan akal sehat dan berpikir di luar 
kotak.Sebagai contoh saat Hideyoshi menjadi salah satu tangan kanan dari Lord 
Nobunaga yang pada saat itu dikenal memiliki pasukan tempur yang kuat tidak 
memakai kekuatan bersenjata saat penaklukan Klan Asasuka.

Hideyoshi mengambil risiko datang seorang diri menerobos benteng Asasuka hanya 
untuk menjamin bahwa pasukan Asasuka akan selamat jika menyerah (hlm 79). 
Keberanian tersebut jelas memiliki risiko yang sangat besar dan berulang 
dilakukan dalam berbagai kondisi kesulitan dan tantangan. Kedua, teguh pada 
prinsip, berkemauan ekstra, dan bekerja keras.

Kekurangan fisik dan kenyataan bahwa bukan terlahir dari kalangan aristokrat 
menjadikan usaha Hideyoshi berlipat. Keterbatasan diri yang kemudian bisa 
dijadikannya keunggulan bersaing. Sudah menjadi rahasia umum, rata-rata 
pemimpin yang sukses lahir karena masa lalu yang kelam.

Untuk mewujudkannya Hideyoshi mengatakan ia harus selalu berjalan jauh melebihi 
langkah orang lain sebelum orang tersebut melangkah. Meski pada akhir 
kekuasaannya Hideyoshi dianggap diktator, filosofi samurai tanpa pedang menjadi 
salah satu bahan pelajaran penting untuk kita semua.

Saat tipologi kesuksesan kepemimpinan lebih banyak didominasi prinsip hidup 
Barat,Hideyoshi mengisi kekosongan kepemimpinan Timur yang tak kalah besar. Ia 
besar karena terbentuk oleh pengalaman yang berliku dan beragam.

Buku ini bukan buku autobiografi biasa dan menjadi sangat penting serta 
berhasil karena mengandung pembelajaran filosofi manajemen kepemimpinan yang 
kuat.Dengan metode ekstrapolasi, membaca kisah Hideyoshi sama dengan membaca 
sejuta kearifan petuah kepemimpinan yang inspiratif.(*)

Herdis Herdiansyah,
Manajer Riset Pusat Kajian Strategik dan Pertahanan (CSDS), Pascasarjana UI

Kirim email ke