Siapa yang bertanggung jawab?



>________________________________
> From: Agung Setiawan <aggsetia...@gmail.com>
>To: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com 
>Sent: Friday, 27 September 2013, 9:59
>Subject: Re: [des-kes] AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?
> 
>
>
>  
>Selalu ikuti perkembangan jaminan sosial dan kesehatan hanya di 
>JAMSOSINDONESIA.COM
>
>
>
>
>Pada 27 September 2013 09.58, Hilmi Rathomi <rathomi_...@yahoo.com> menulis:
>
> 
>>  
>>Setahu saya memang banyak penyimpangan di Jampersal.
>>di RB2 kami angka rujukan melonjak tajam karena bidan merasa lebih mudah 
>>untuk merujuk.
>>banyak BPS yang meminta cost sharing ke pasien, memanfaatkan ketidaktahuan 
>>pasien ttg jampersal, dengan menginfokan bahwa ada subsidi dari pemerintah 
>>500 ribu. Jadi kalau tarif biasanya 1 juta, pasien diinfokan dapat "diskon" 
>>500 ribu, tinggal membayar 500 ribu lagi. Kalo tidak begitu kualitas turun 
>>krn bidan enggan melayani.
>>
>>
>>
>>Klo menurut saya dari awal sebaiknya jampersal tidak langsung diterapkan 
>>secara nasional. Dengan sumber daya dan kemampuan pemerintah yang terbatas, 
>>sepertinya lebih pas jika dana yang ada diarahkan ke daerah2 yang konsentrasi 
>>AKInya tinggi dahulu.
>>
>>
>>
>>Ini ibarat kita punya stok antibiotik yang tinggal 1 strip dan hanya cukup 
>>untuk 1 orang, tapi berhubung yang sakit ada 3, akhirnya dibagi2 merata. 
>>Masing2 cuma icip2, kebagian 3 butir setiap orang. Akhirnya malah tidak ada 
>>yang sembuh, malah resisten.
>>
>> Hilmi SR.
>>
>>
>>
>>________________________________
>> From: Adi Sasongko <adi.sason...@gmail.com>
>>To: milis desentralisasi kesehatan <desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com> 
>>Sent: Friday, September 27, 2013 8:57 AM
>>Subject: Re: [des-kes] AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?
>> 
>>
>>
>>  
>>Seorang mahasiswa FKMUI membuat penelitian Jampersal di seluruh RB yang ada 
>>di Jakarta Utara tahun 2012. Terjadi lonjakan kunjungan persalinan yang besar 
>>antara sebelum dan sesudah Jampersal tapi pada saat yang sama tidak ada 
>>peningkatan yang berarti dalam hal SDM dan sarana kerja pendukung. Fenomena 
>>ini saya yakin juga terjadi di tempat-tempat lain. Bisa dipahami kalau 
>>akibatnya terjadi penurunan kualitas pelayanan persalinan......
>>
>>
>>Akibat lain dari Jampersal adalah tergusurnya berbagai upaya swadaya 
>>masyarakat seperti Tabulin (Tabungan ibu bersalin) yang sudah dibina dengan 
>>susah payah. Buat apa susah-susah menabung untuk biaya persalinan karena 
>>dengan Jampersal semuanya gratis.
>>
>>
>>Jampersal juga berdampak pada keberadaan klinik RB swasta. Pasien yang semula 
>>bersedia membayar lalu berduyun-duyun pindah ke Jampersal. Akibatnya 
>>kunjungan ke klinik swasta non jampersalpun menurun. 
>>
>>
>>
>>
>>
>>AS
>>
>>
>>
>>
>>
>>2013/9/27 <mohnuh2...@yahoo.com>
>>
>> 
>>>  
>>>Asa beberapa kemungkinan:
>>>     1. Realisasi Jampersal tidak sesuai rencana. Bisa karena masyarakat 
>>> tidak tahu, bisa karena bidan tidak tahu, bisa karena “kreativitas” pejabat 
>>> dinkes/pemda yang melihat jampersal sebagai sumber dana yang dapat 
>>> diotak-atik sesuai keinginan sendiri.
>>>     2. Bidan di desa tidak “menjemput bola” tetapi menunggu bola. Menunggu 
>>> sesudah orang hamil datang ke dia, dan bukan dia berinisiatif mengunjungi 
>>> rumah bumil. Apalagi melakukan penyuluhan terhadap ibu baru atau calon ibu.
>>>     3. RS rujukan tidak siap dan tidak punya program utk itu.
>>>     4. Pemda/Kepala daerah tidak merasa terpanggil untuk ikut menurunkan 
>>> AKI.
>>>     5. Masalah geografi adalah “given factor” yang tidak dapat selalu 
>>> dijadikan alibi.
>>>     6. Masalah transportasi, terutama di luar Jawa akan teratasi jika Kepda 
>>> atau Pemda mempunyai komitmen. Kalau tidak ada sarana transportasi cepat, 
>>> pendekatan preventif dan deteksi dini harus menjadi prioritas. Sehingga 
>>> bumil dapat dirujuk jauh-jauh hari sebelum terjadi komplikasi.
>>> 
>>>Sent from Windows Mail
>>> 
>>>From: Laksono Trisnantoro
>>>Sent: Friday, September 27, 2013 8:14 AM
>>>To: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
>>>   
>>>Dear all.
>>>Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi, 
>>>perlu dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen 
>>>Kesehatan akan membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi 
>>>melalui miling-list ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan 
>>>berkomentar.
>>>
>>>Salam
>>>
>>>Laksono Trisnantoro
>>> 
>>>Berita kemarin
>>>
>>>Sindonews.com - Menteri Koordinator Kesejahteraan 
Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan, hasil survei yang 
dilakukan Badan Kepala Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 
(BKKBN), mengeluarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 
(SDKI) 2012, dijamin akurasinya dan validitasnya.
>>>
>>>Agung 
menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan hasil 
survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat 
popular di Indonesia.
>>>
>>>“Survei politik cenderung tidak objektif, 
karena publikasi terhadap hasil survei lebih kepada tujuan untuk 
menaikkan popularitas dan elektabilitas tokoh tertentu,” kata Agung, 
saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei Demografi dan Kesehatan 
Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25 September 2013.
>>>
>>>Berdasarkan
 SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per
 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak 
dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.
>>>
>>>Dalam 
hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan 
pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per
 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.
>>>
>>>Salah satu pihak 
yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi berdalih,
 terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga angka 
kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu inilah 
yang menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda.
>>>
>>>Menurut 
Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI melonjak. 
Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu 
melahirkan seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang 
berhasil.
>>>
>>>Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah 
daerah pada program KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, 
lanjut Agung, jika angka kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB 
(Keluarga Berencana) jangka panjang hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini 
menjadi pekerjan yang harus kita selesikan dimasa mendatang,” lanjut 
Agung.
>>>
>>>Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut 
jelas Agung akan membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan 
sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
>>>
>>>Para petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu dan 
>>>balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan sempurna.
>>> 
>>>
>>> 
>>
>>
>>
>>-- 
>>Adi Sasongko
>>
>>A good teacher teaches, a better teacher motivates, the best teacher inspires
>>
>>
>
> 
>
>

Kirim email ke