PT. Askes sedang mengembangkan konsep "Pengukuran Mutu Fasyankes oleh BPJS"


Pada saat ini kami, bekerjasama dengan PT. Askes sedang mengembangkan konsep pengukuran (monev) mutu fasilitas pelayanan kesehatan baik untuk pelayanan primer maupun tingkat lanjut.


Sesuai dengan UU SJSN dan PP tentang BPJS maka monev tersebut harus meliputi indikator input, proses dan output. Bila hal ini diterapkan untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak, khususnya untuk pelayanan kegawatdaruratan, maka proses monev akan meliputi pengukuran: pemenuhan standar input untuk PONEK, kepatuhan pelaksanaan proses PONEK dan pencapaian standar output PONEK di RS. Begitupula untuk standar PONED di Puskesmas.


Dari ilustrasi tersebut sudah terlihat besarnya beban kerja BPJS untuk melakukan monev, sehingga memang salah satu alternatif yang realistis adalah dengan meminta pihak ketiga untuk melakukan monev. Bila ini memang disepakati maka peraturan-peraturan BPJS (yang saat ini sedang disusun) harus memuat mekanisme pengukuran mutu fasyankes oleh pihak ketiga yang meliputi indikator, metode pengukuran, proses analisa dan sosialisasi hasil serta pembiayaannya termasuk kriteria pihak ketiga yang dapat terlibat.


Hanevi Djasri

Divisi Manajemen Mutu PKMK FK-UGM







---In desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com, <desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com> wrote:

 
Yth pak Agung dan pak Adi Sasongko dan teman-teman semua.
Memang menarik analisis tentang Jampersal. Ada masalah dalam kebijakan -kebijakan kesehatan selama ini. Dalam konteks manajemen, berbagai kebijakan seperti Jampersal tidak disertai dengan komponen monitoring dan evaluasi oleh pihak independen. Ketika terjadi masalah seperti ini: kenaikan kematian ibu maka pertanyaan mendasarnya adalah: Apakah kebijakan Jampersal gagal? Apakah kebijakan BOK juga gagal? atau pertanyaan yang lebih lunak adalah apa yang terjadi dengan Jampersal/atau BOK?
 
Pertanyaan ini sulit dijawab karena memang tidak ada MoNev oleh pihak independen. Kami dari UGM pernah menyusun monev sederhana, namun terbatas di 4 propinsi pada tahun 2011. Hasilnya dibahas di forum Kebijakan Kesehatan di Makassar dan mempunyai pengaruh pada proses penyusunan Juknis Jampersal pada tahun 2012. Kemudian di tahun ini, sedang berlangsung MoNev di 4 Propinsi tersebut diteruskan lagi dengan proposal yang lebih lengkap . Namun lokasi tetap terbatas di 4 propinsi. Penyandang dananya adalah UNFPA. DIkerjakan oleh 5 perguruan tinggi (Unhas, Uncen, USU, Undana, dan UGM). Diharapkan akhir Desember ini hasil dapat disimpulkan.
 
Jika kita bandingkan dengan Kementerian PU, proyek untuk membangun
jembatan yang bentuknya sama pasti ada Konsultan Perencana, Pelaksana, dan Konsultan Pengawas yang harus independen. Dengan dukungan hukum selalu ada dana (5-7%) untuk perencana dan pengawas independen. Memang tidak menjamin 100% karena ada juga proyek yang ambruk. Namun untuk pencegahan perlu ada. Kalau tidak banyak sekali proyek yang ambruk.
 
Kembali ke proyek kesehatan. Apakah mungkin prinsip sama diterapkan di kesehatan. Kalau Jampersal anggarannya 2 triliun (2 ribu miliar) maka sebaiknya sekitar 3 persen untuk Monev Independen. Ini berarti sekitar 60 miliar rupiah untuk MoNev Independen dari Sabang sampai Merauke. Sebagai gambaran MoNev Independen yang saat ini didanai UNFPA biayanya hanya sekitar 500 (lima ratus) juta rupiah di 4 propinsi.
 
Jika Jampersal berubah masuk ke JKN yang biayanya 30 triliun, maka MoNev Indpenden yang dilakukan dari Sabang Sampai Merauke seharusnya ada dana sekitar 400 milyar. Mungkin tidak perlu sebesar itu. 
  Ada baiknya kita dorong pembangunan sektor kesehatan untuk mempunyai budaya MoNev oleh pihak independen. Dua minggu lalu saya bertanya ke Ka Biro Perencanaan Kemenkes. Beliau menyatakan memang tidak ada saat ini aturan yang mewajibkan monitoring dan evaluasi oleh pihak independen. Namun beliau juga mengakui sangat membutuhkan.
 
Sebagai penutup, untuk ke depannya perlu kita dorong Kemenkes dan BPJS agar menyiapkan dana untuk MoNev yang diserahkan ke pihak luar yang independen dan terpercaya. Jangan sampai terulang seperti ini. Ada kenaikan kematian ibu, tapi kita tidak tahu mengapa dan bagaimana terjadinya di seluruh propinsi Indonesia. Kami dari UGM mempunyai catatan hanya untuk dua propinsi, yaitu NTT dan DIY. MoNev dikerjakan detil oleh pihak independen dan respon dilakukan secara ketat.
 
Salam
Laksono Trisnantoro
Dosen Bagian IKM Fakultas Kedokteran UGM
Peneliti pada Pusat Kebijakan dan Manajemen (PKMK) FK UGM.
Laksono Trisnantoro
Dosen Bagian IKM Fakultas Kedokteran UGM
Peneliti pada Pusat Kebijakan dan Manajemen (PKMK) FK UGM.


From: agung dwi laksono <agung_dwilaksono@...>
To: "desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com" <desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com>
Sent: Tuesday, October 1, 2013 5:55 AM
Subject: Re: [des-kes] AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?

 
saya merasa masih terlalu dini mengaitkan antara kebijakan Jampersal dengan fenomena kenaikan AKI ini. seperti kita ketahui kebijakan Jampersal dikeluarkan pada pertengahan tahun 2011, masih banyak lagi daerah yang penerapannya mulai akhir tahun 2011.
sedang data AKI tersebut diproyeksi berdasarkan data SDKI yang diambil pada pertengahan tahun 2012. jadi saya rasa waktunya masih terlalu pendek untuk menjadikan data AKI tersebut sebagai bahan evaluasi Jampersal.

 
-ADL-

“Ini tugas berat, tentu saja! karena itulah kita ada”


From: Adi Sasongko <adi.sasongko@...>
To: milis desentralisasi kesehatan <desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com>
Sent: Friday, September 27, 2013 8:57 AM
Subject: Re: [des-kes] AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?

 
Seorang mahasiswa FKMUI membuat penelitian Jampersal di seluruh RB yang ada di Jakarta Utara tahun 2012. Terjadi lonjakan kunjungan persalinan yang besar antara sebelum dan sesudah Jampersal tapi pada saat yang sama tidak ada peningkatan yang berarti dalam hal SDM dan sarana kerja pendukung. Fenomena ini saya yakin juga terjadi di tempat-tempat lain. Bisa dipahami kalau akibatnya terjadi penurunan kualitas pelayanan persalinan......

Akibat lain dari Jampersal adalah tergusurnya berbagai upaya swadaya masyarakat seperti Tabulin (Tabungan ibu bersalin) yang sudah dibina dengan susah payah. Buat apa susah-susah menabung untuk biaya persalinan karena dengan Jampersal semuanya gratis.

Jampersal juga berdampak pada keberadaan klinik RB swasta. Pasien yang semula bersedia membayar lalu berduyun-duyun pindah ke Jampersal. Akibatnya kunjungan ke klinik swasta non jampersalpun menurun. 


AS



2013/9/27 <mohnuh2002@...>
 
Asa beberapa kemungkinan:
  1. Realisasi Jampersal tidak sesuai rencana. Bisa karena masyarakat tidak tahu, bisa karena bidan tidak tahu, bisa karena “kreativitas” pejabat dinkes/pemda yang melihat jampersal sebagai sumber dana yang dapat diotak-atik sesuai keinginan sendiri.
  2. Bidan di desa tidak “menjemput bola” tetapi menunggu bola. Menunggu sesudah orang hamil datang ke dia, dan bukan dia berinisiatif mengunjungi rumah bumil. Apalagi melakukan penyuluhan terhadap ibu baru atau calon ibu.
  3. RS rujukan tidak siap dan tidak punya program utk itu.
  4. Pemda/Kepala daerah tidak merasa terpanggil untuk ikut menurunkan AKI.
  5. Masalah geografi adalah “given factor” yang tidak dapat selalu dijadikan alibi.
  6. Masalah transportasi, terutama di luar Jawa akan teratasi jika Kepda atau Pemda mempunyai komitmen. Kalau tidak ada sarana transportasi cepat, pendekatan preventif dan deteksi dini harus menjadi prioritas. Sehingga bumil dapat dirujuk jauh-jauh hari sebelum terjadi komplikasi.
 
Sent from Windows Mail
 
From: Laksono Trisnantoro
Sent: Friday, September 27, 2013 8:14 AM
To: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com
 
 
Dear all.
Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi, perlu dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan akan membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi melalui miling-list ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan berkomentar.

Salam

Laksono Trisnantoro
 
Berita kemarin
Sindonews.com - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan, hasil survei yang dilakukan Badan Kepala Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), mengeluarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, dijamin akurasinya dan validitasnya.

Agung menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan hasil survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat popular di Indonesia.

“Survei politik cenderung tidak objektif, karena publikasi terhadap hasil survei lebih kepada tujuan untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas tokoh tertentu,” kata Agung, saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25 September 2013.

Berdasarkan SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.

Dalam hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.

Salah satu pihak yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi berdalih, terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga angka kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu inilah yang menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda.

Menurut Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI melonjak. Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu melahirkan seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang berhasil.

Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah daerah pada program KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, lanjut Agung, jika angka kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB (Keluarga Berencana) jangka panjang hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini menjadi pekerjan yang harus kita selesikan dimasa mendatang,” lanjut Agung.

Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut jelas Agung akan membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Para petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu dan balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan sempurna.
 
 



--
Adi Sasongko
A good teacher teaches, a better teacher motivates, the best teacher inspires






__._,_.___


Archives terdapat di http://www.yahoogroups.com/group/desentralisasi-kesehatan
Situs web terkait http://www.desentralisasi-kesehatan.net






Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Kirim email ke