Apapun perbaikan sistemnya, sepanjang SDM kualitasnya makin turun hal ini akan 
terus terjadi.  
Pendidikan bidan, makin lama makin memprihatinkan.  Lulus bidan keterampilan 
dalam menolong persalinan perlu dipertanyakan.
Dulu dikatakan lulus bidan kalau sudah dapat menolong 50 persalinan normal, 
sekarang jadi partus pandang malah bisa jadi partus dengar.
Akibatnya di Jawa Timur ada sinyalemen bidan hanya menjadi tukung rujuk 
persalinan, tentunya TST dengan nakes lainnya.  Jadi, saya pikir wajar
angka AKI masih tinggi.




________________________________
 Dari: syahrul aminullah <syr...@yahoo.com>
Kepada: "desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com" 
<desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com> 
Dikirim: Jumat, 27 September 2013 14:15
Judul: Re: [des-kes] AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?
 


  
Prof Laksnao, sewaktu di Kupang sambil sarapan pagi di Htl Timore, sy dan pak 
Ascobat berdiskusi dua angka kontravesial tersebut dan sy laporkan sms saya 
kepada dua petinggi kita (bu Naf dan Prof FJ), katanya mau diserahkan ke 
Bappenas yg akan memutuskan angka mana yg akan di rujuk


Saya dan prof Asco berpendapat dua-dua angka ini masih tinggi


Pertanyaanya ada apa dg dua angka kontraversial ini? apkah bagian dari politk 
pembangunan seperti jama Orba..unutk dapat bantuan LN angka yg dimunculkan yg 
buruk-buruk agar baik, ttp kalu dimonitr  oelh donor maka akan muncul angka yg 
baik-baik


Saya 5 tahun menjadi Presidium ALiansi Pita Putih Indonesia (yg di bian o Bu 
ANy SBY, 4 tahun lalu angka-angka yg kecil (228-red) dudah turun, ada 
politisasi AKI kah?


SAlam Jajaga Kesehatan Selalau


Syahrul Aminullah

Mantan Predisium Pita Putih Indonesia



________________________________
 From: Laksono Trisnantoro <trisnant...@yahoo.com>
To: "desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com" 
<desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com> 
Sent: Friday, September 27, 2013 8:14 AM
Subject: [des-kes] AKI melonjak tinggi: Apa yang terjadi?
 


  
Dear all.
Ada berita menarik dari Sindonews. AKI meningkat tinggi. Mengapa terjadi, perlu 
dibahas dengan detil. Kami dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan akan 
membahas kasus ini secara sistematis. Kami mulai diskusi melalui miling-list 
ini untuk khusus membahas kasus ini. SIlahkan berkomentar.

Salam

Laksono Trisnantoro
 
Berita kemarin

Sindonews.com - Menteri Koordinator Kesejahteraan 
Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono mengatakan, hasil survei yang 
dilakukan Badan Kepala Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional 
(BKKBN), mengeluarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 
(SDKI) 2012, dijamin akurasinya dan validitasnya.

Agung 
menjelaskan, hal itu dikarenakan, survei tersebut berbeda dengan hasil 
survei yang dilakukan oleh lembaga politik yang belakangan sangat 
popular di Indonesia.

“Survei politik cenderung tidak objektif, 
karena publikasi terhadap hasil survei lebih kepada tujuan untuk 
menaikkan popularitas dan elektabilitas tokoh tertentu,” kata Agung, 
saat ditemui di Peluncuran Hasil Survei Demografi dan Kesehatan 
Indonesia (SDKI) 2012, di Jakarta, Rabu 25 September 2013.

Berdasarkan
 SDKI 2012, rata-rata angka kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359 per
 100 ribu kelahiran hidup. Rata-rata kematian ini jauh melonjak 
dibanding hasil SDKI 2007 yang mencapai 228 per 100 ribu.

Dalam 
hal ini, fakta lonjaknya kematian ini tentu sangat memalukan 
pemerintahan yang sebelumnya bertekad akan menurunkan AKI hingga 108 per
 100 ribu pada 2015 sesuai dengan target MDGs.

Salah satu pihak 
yang menolak mengakui hasil SDKI 2012 adalah Kementerian Kesehatan 
(Kemenkes). Sebelumnya Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi berdalih,
 terjadi perbedaan metode perhitungan dalam SDKI 2012 sehingga angka 
kematian ibu melahirkan melonjak. Kontroversi angka kematian ibu inilah 
yang menyebabkan peluncuran SDKI 2012 selalu tertunda.

Menurut 
Agung sangat masuk akal jika SDKI 2012 mencatat rata-rata AKI melonjak. 
Pasalnya, sejumlah program terobosan untuk menekan kematian ibu 
melahirkan seperti Jaminan Persalinan (Jampersal) diakui kurang 
berhasil.

Selain itu, sejak otonomi daerah, dukungan pemerintah 
daerah pada program KB memang jauh menurun. Oleh sebab itu wajar saja, 
lanjut Agung, jika angka kematian ibu melonjak. “Pemakaian metode KB 
(Keluarga Berencana) jangka panjang hanya sebesar 10,6 persen. Dan ini 
menjadi pekerjan yang harus kita selesikan dimasa mendatang,” lanjut 
Agung.

Berbagai persoalan di bidang kependudukan dan KB tersebut 
jelas Agung akan membawa implikasi pada pencapaian MDGs dan penetapan 
sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Para petugas survei juga melakukan pendataan tentang angka kematian ibu dan 
balita, sehingga hasil survei jauh lebih lengkap dan sempurna.
 



 

Kirim email ke