*AKI MENINGKAT? GAMBARAN ANALISIS DI PROVINSI SUMATERA SELATAN MENGAMBIL
CONTOH PADA KAB. OKI*


Meningkatnya angka kematian ibu di indonesia pada tahun 2012 sebesar 359
per 100.000 KH (SDKI, 2012) sangat mengejutkan, padahal pemerintah pusat
sudah sangat mendukung dan meningkatkan upaya untuk menurunkan AKI dalam
pencapaian target MDG’s 2015 sebesar 102 per 100.000 KH, dengan berbagai
upaya dan telah menghabiskan dana yang tidak sedikit.
Namun AKI tidak menurun malah meningkat. Banyak analisis-analisis mengenai
mengapa AKI ini meningkat mulai dari analisis kebijakan – kebijakan AKI
yang telah ada hingga analisis pada teknik dan cara pengambilan sampel yang
berbeda pada SDKI 2007 dan SDKI 2012.  Kami juga tertarik untuk mencari
tahu ada dimana letak masalahnya. Pada diskusi analisis kebijakan KIA pak
agung dwi laksono mengatakan terlalu dini mengkaitkan antara kebijakan
jampersal dengan fenomena kenaikan AKI ini, ya kami setuju karena jampersal
baru berjalan sekitar setengah tahun dari pengambilan sampel SDKI 2012, dan
juga
data SDKI tidak cocok untuk dijadikan sebagai indikator MDG’s. Namun seharusnya
dengan adanya kebijakan jampersal paling tidak akan mengurangi AKI walaupun
sedikit atau tetap, bukan malah membuat AKI meningkat tinggi. Disini kami
pengamat dari provinsi sumatera selatan, akan memberikan sedikit pengalaman
dan pengetahuan kami mengenai
analisis kebijakan jampersal pada prov. Sumatera selatan dimana kami mengambil
contoh di kabupaten OKI, pada tahun 2007-2012 besar AKI-nya adalah 17, 17,
7, 11, 14, 17 orang. Terlihat bahwa ada peningkatan angka kematian ibu dari
tahun 2009-2013, terutama pada tahun 2011 sebesar 14 orang ibu yang
meninggal meningkat menjadi 17 orang ibu pada tahun 2012, padahal disini
kebijakan jampersal dari pusat sudah ada, namun memang tidak ada kebijakan
lanjutan pada tingkat daerah /
kabupaten.
        Analisis isi kebijakan jampersal
Isi kebijakan kurang detail dan juga pada jampersal semua kelahiran dijamin,
tidak dibatasi pada kelahiran keberapa sehingga secara tidak langsung
meningkatkan angka kelahiran (TFR), TFR yang meningkat akan meningkatkan
angka kematian ibu jika fasilitas (provider, sarana prasarana) tidak
memadai dan mendukung. Kebijakan ini untuk tidak membatasi jumlah kelahiran
tidak masalah asal dalam pelaksanaannya jampersal sudah bisa menjamin
peluang seorang ibu untuk meninggal ketika melahirkan sangat kecil.
        Analisis aktor
Aktor/pelaku pada tingkat pusat sangat mendukung kebijakan jampersal, ada
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/Menkes/Per/Xii/2011
tentang juknis jampersal. Namun pada tingkat daerah dan kabupaten, tidak
ada juknis sebagai aturan turunannya. Yang bahkan terjadi sepertinya pemda
kurang peduli dengan angka kematian ibu. Provider atau petugas lapangan
(bidan) yang kurang termotivasi karena kecilnya intensif/ bayaran jasa
pelayanan, tidak sesuai juknis tingkat pusat, ini mungkin karena adanya
salah persepsi atau miss communication pada pusat dan daerah. Terkadang
bidan menjadi enggan karena kecilnya jasa pelayanan dan lamanya pencairan
dana juga harus membuat berbagai berkas. Sehingga lama-kelamaan hal ini
akan menurunkan kualitas pelayanan pada pasien jampersal, dan pada
ujungnya akan
merujuk pasien ke RS. Hal ini terjadi karena pemerintah daerah yang kurang
mengerti betapa besarnya pengaruh mereka memangkas bayaran jasa pelayanan
untuk bidan pada pkm dengan hilangnya nyawa beberapa orang ibu. Hal ini
juga dampak dari desentralisasi, dan sayangnya tidak semua pemda akan
perhatian pada contohnya AKI ini.
        Analisis konteks
Selama ini pemerintah dan petugas dilapangan hanya terfokus untuk mengurangi
angka kematian ibu sebagai suatu target yang harus dicapai, ya hanya
sebatas target program. Jika kita lebih memperhatikan fenomena kematian ibu
sebagai suatu nilai kemanusiaan, kepedulian, simpati dan empati,
sebagaimana sehat dan hidup merupakan hak azazi manusia, rasa tolong
menolong kita akan sangat tinggi untuk tidak membiarkan satu orang ibu pun
meninggal dunia baik karena kehamilan atau persalinan, yang mana sebenarnya
sebagian besar penyebab kematian ibu tersebut dapat dicegah. Kurangnya
pencerdasan pada anggota keluarga dan ibu hamil mengenai bahaya-bahaya
kehamilan dan persalinan. Keluarga adalah orang yang paling dekat yang
paling mungkin untuk tidak membiarkan anak/istrinya meninggal karena hamil atau
melahirkan sehingga keluarga harus diberikan pencerdasan dan pengetahuan
yang lebih mengenai pencegahan kematian ibu, pertolongan pertama, apa yang
benar dan yang salah untuk dilakukan, teknik rujukan dan
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi sehingga dapat dihindari.
        Analisis proses
Proses pembuatan kebijakan jampersal karena adanya komitmen pencapaian target
MDG’s 2015 yaitu pada target nomor 4 dan 5, menurunkan angka kematian anak
dan meningkatkan kesehatan ibu. Dapat dikatakan munculnya karena pengaruh
dari isu luar negeri. PBB dan WHO yang gencar dengan kematian ibu, namun
daerah belum menganggap kematian ibu adalah masalah dirinya. Ibu yang
meninggal dianggap sebagai takdir, yang padahal hal ini sebenarnya dapat
dicegah apalagi dengan teknologi yang sudah semakin canggih seperti saat
ini.

Dari analisis di atas yang dapat dilakukan salah satunya dengan meningkatkan
advokasi pada tingkat pemerintah daerah provinsi dan kabupaten tentang
betapa besarnya pengaruh kematian ibu ini dengan indeks pembangunan manusia
masa depan di daerahnya. baik advokasi pada besar biaya jasa pelayanan dan
community empowerment. Meningkatkan kerja sama lintas sektoral dalam rangka
penurunan AKI (hulu). Komitmen bersama dari tingkat pusat hingga pkm di
daerah. Dan reformasi
seharusnya tidak dilakukan pada regulasi dan pembiayaan saja, namun juga
pembayaran, pelayanan, pemberdayaan masyarakat, sumberdaya obat dan alat
kesehatan dari tingkat pusat hingga kabupaten. Demikian sedikit analisis
kami, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan kami. Terimakasih.

(Ali, Amrina Rosyada, Vini Aristianti)

Kirim email ke