Dari hasil SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia)
pada tahun 2012 di dapatkan temuan angka yang cukup mencengangkan terkait
kondisi Kesehatan Ibu dan Anak Indonesia dimana Angka kematian ibu mengalami
peningkatan drastis yakni 359 per 100.000 kelahiran hidup yang bila
dibandingkan dari hasil SDKI pada tahun 2007 yakni 228 per 100.000 kelahiran
hidup. Selain AKI ternyata dari data Angka Kematian Bayi (AKB) juga tidak
menunjukkan penurunan angka yang signifikan yakni pada tahun 2007 terdapat 34 
per
1.000 kelahiran hidup dan menurun menjadi 32 per 1.000 kelahiran hidup. Seperti
yang dipaparkan oleh Prof. Laksono pada harian Kompas edisi Selasa, 1 Oktober
2013, tuturnya “kebijakan KIA, sering ditetapkan oleh pemerintah pusat,
sedangkan kebijakan daerah belum banyak yang muncul.” Pernyataan tersebut
kembali dibenarkan oleh Inang Winarso bahwa upaya menurunkan kasus kematian ibu
dan anak tidak akan berhasil tanpa dukungan pemerintah daerah. Karena dengan
otonomi daerah, penanganan berbagai persoalan kesehatan, termasuk tenaga
kesehatan menjadi tanggung jawab pemerintah daerah.
Berdasarkan kajian tersebut, kami tertarik untuk melakukan
ulasan terkait dengan kondisi KIA dan upaya Pemerintah Sulawesi Selatan dalam 
rangka menurunkan angka kejadian kematian
ibu dan anak.
Seperti yang diketahui, Provinsi Sulawesi Selatan merupakan
satu diantara sembilan provinsi yang memiliki jumlah penduduk terbanyak. Untuk 
di Sulawesi Selatan, Angka Kematian
Bayi menunjukkan penurunan yang sangat tajam, yaitu dari 161 per 1.000
kelahiran hidup pada tahun 1971 menjadi 55 pada tahun 1996, lalu turun lagi
menjadi 52 pada tahun 1998 kemudian pada tahun 2003 menjadi 48 (Susenas 2003).
Ini berarti rata-rata penurunan AKB selama kurun waktu 1998–2003 sekitar 4
poin. Namun, menurut hasil Surkesnas/Susenas 2002-2003, AKB di Sulawesi Selatan
sebesar 47 per 1.000 kelahiran hidup sedangkan hasil Susenas 2006 menunjukkan
AKB di Sulawesi Selatan pada tahun 2005 sebesar 36 per 1.000 kelahiran hidup,
dan hasil SDKI 2007 menunjukkan angka 41 per 1.000 kelahiran hidup. Fluktuasi
ini bisa terjadi oleh karena perbedaan besar sampel yang diteliti, sementara
itu data proyeksi yang dikeluarkan oleh Depkes RI bahwa AKB di Sulawesi Selatan
pada tahun 2007 sebesar  27,52 per kelahiran hidup. 
Sementara
laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bahwa jumlah kematian bayi pada
tahun 2007 menjadi 709 kematian bayi atau 4,61 per 1.000 kelahiran hidup, tahun
2008 turun menjadi 638 atau 4,39 per 1.000 kelahiran hidup. Untuk tahun 2009
ini jumlah kematian bayi turun menjadi 495 atau 3,31 per 1000 kelahiran hidup
sedangkan pada tahun 2010 jumlah kematian bayi mengalami peningkatan
 sebesar 854 bayi atau 5,8 per 1000 kelahiran hidup. Selanjutnya hasil 
pengumpulan data profil
kesehatan tahun 2011 menunjukkan bahwa jumlah kematian bayi mengalami
peningkatan menjadi 868 bayi atau 5.90 per 1000 kelahiran hidup. Jumlah 
tersebut mengalami peningkatan
signfikan jika dibandingkan 2010 yang hanya 824 kasus Sementara, untuk angka
kematian ibu pada 2011 tercatat 116 kasus.
Analisis
kebijakan ini menggunakan pendekatan segitiga kebijakan dari Buse dkk .
Kesimpulan Analisis Kebijakan adalah sebagai berikut:
Isi
Efek desentralisasi yang memberi
kewenangan yang besar terhadap pemerintah provinsi turut berimbas pada 
efektivitas
pelaksanaan pemerintahan dan pengambilan kebijakan. Yang jika di telisik lebih
lanjut, kebijakan yang diambil lebih banyak bersifat politis atau menekankan
pada kepentingan kampanye. Di Sulawesi Selatan, terhitung sejak tahun 2008,
pemerintah gencar menjalankan Upaya Kesehatan Gratis atau lebih tepatnya jika
disebut sebagai “Pengobatan Gratis”, karena sebagian besar anggaran dan
kegiatan kesehatan lalu difokuskan pada upaya pengobatan semata. Padahal upaya
preventif dan promotif jelas akan sangat dibutuhkan. Selain itu, sudah barang
tentu penyebaran tenaga kesehatan serta pembenahan fasilitas kesehatan di
daerah terpencil harus menjadi prioritas, mengingat kontur wilayah Sulsel yang
cukup bervariasi, dintaranya pulau-pulau kecil dan kawasan pegunungan yang
sulit di jangkau.
Aktor
Selama ini, issu KIA selama ini terkesan
“hanya”masih domain dinas kesehatan Provinsi Sulsel saja, belum melibatkan
secara luas dan serius pihak-pihak lain di luar dinas kesehatan untuk
bersama-sama terlibat dalam mengatasi masalah KIA. Di samping belum dilibatkan,
juga rasa tanggung jawab atau rasa kepekaan dari pihak lain juga masih minim
bahkan terkadang tidak mau tahu terhadap persoalan KIA, sehingga perlu
stimulus, diajak untuk bersama-sama melibatkan diri dalam mengatasi persoalan
KIA. Dalam perkembangannya KIA di Sulsel mulai mendapat banyak perhatian dari
berbagai pihak yang tercermin pada kegiatan lintas sektor Dinas Kesehatan,
Dinas Pendidikan dan Kemenag Kota Makassar bertemu untuk membincang Persalinan
Aman, IMD dan ASI Eksklusif, Senin, 11 Februari 2013. Pertemuan yang
difasilitasi oleh Kinerja USAID kerja sama KOPEL, berlangsung dengan 
konstruktif dimana semua instansi menceritakan keterlibatan masing-masing
instansi  dalam issu KIA selama ini. Selain itu, adanya bantuan lembaga
donor asal Amerika Serikat yang focus pada kesehatan anak dan ibu,United States
Agency for International Development (USAID), melalui program peningkatan
kesehatan ibu dan anak baru lahir Expanding Maternal and Newborn Survival
(Emas) akan dijalankan dalam lima tahun kedepan terhitung sejak awal tahun
2012. Karena masih sangat dini, sehingga efektivitas berbagai upaya lintas
sektoral tersebut masih belum menunjukkan perubahan yang signifikan.
 
Konteks kebijakan
Seringkali implimentasi kebijkan pemerintah
provinsi tidak selalu disosilasisasikan secara baik hingga ke tataran pelaksana
lapangan, seperti bidan desa dan kader kesehatan. Ketegangan politik seringkali
berimbas pada tenaga kesehatan, seringkali terjadi mutasi. Pelatihan PONED dan
PONEK dan PONED seringkali harus membebani petugas kesehatan karena hanya
dilaksanakan di Provinsi atau Kab/Kota dengan biaya sendiri. Di Sulawesi
Selatan kini menjamur Sekolah Kesehatan yang keberadaannya tidak mendapat
pengawasan mengenai fasilitas, ketersediaan tenaga pengajar, tempat praktek dan
akreditasi, sehingga banyaknya bidan, perawat dan tenaga kesehatan yang
dihasilkan tidak memiliki kompetensi yang memadai.
Proses Kebijakan
Selama ini,
issu KIA selama ini terkesan “hanya”masih domain dinas kesehatan Provinsi
Sulsel saja, belum melibatkan secara luas dan serius pihak-pihak lain di luar
dinas kesehatan untuk bersama-sama terlibat dalam mengatasi masalah KIA. Di
samping belum dilibatkan, juga rasa tanggung jawab atau rasa kepekaan dari
pihak lain juga masih minim bahkan terkadang tidak mau tahu terhadap persoalan
KIA, sehingga perlu stimulus, diajak untuk bersama-sama melibatkan diri dalam
mengatasi persoalan KIA
Oleh karena itu, sudah tentu masalah Kesehatan Ibu dan Anak
sudah selayaknya menjadi perhatian setiap orang. Karena Masa
kehamilan merupakan periode yang sangat menentukan kualitas SDM di masa depan,
karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan oleh kondisinya saat masa janin
dalam kandungan.
 
Catatan
: 
Program
Utama Pemerintah Sulawesi Selatan terkait Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
dalam Renstrakes 2008-2013
1.       Peningkatan Cakupan dan kualitas antenatal, kesehatan ibu
dan pencegahan komplikasi, kesehatan ibu bersalin dan nifas, pelayanan KB,
Penyuluhan kesehatan bagi ibu hamil dari keluarga kurang mampu, monitoring,
evaluasi dan pelaporan
 
2.       Peningkatan Pelayanan Kesehatan Neonatus, Autopsi Verbal dan
Audit Maternal Perinatal, Peningkatan Pelayanan Manajemen Terpadu Balita Sakit,
Peningkatan Pelayanan Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak,
Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita

Kirim email ke