Satu kata yang tepat untuk mencerminkan data SDKI 2012 pada poin Maternal Mortality dan Neonatal Mortality  adalah “Mencengangkan”. Deretan angka-angka dan tabel-tabel yang tertera nyata memperlihatkan gambaran yang jelas bahwa target MDG’s 2015 untuk Poin ke-4 (AKI-AKB) besar kemungkinan akan gagal tercapai. Kata “stagnasi” seperti yang pernah disampaikan pada Konas Iakmi beberapa minggu yang lalu sudah tidak cocok digunakan jika dihubungkan dengan data SDKI 2012. Penggunaan kata “peningkatan”  lebih tepat digunakan. Mengapa? Data SDKI yang dirilis sebelumnya di tahun 2007 angka kematian ibu 228 kematian per 100.000 meningkat menjadi 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup.

Flash-back data SDKI untuk angka kematian memang fluktuatif, Meningkat di jaman orde baru, turun di masa-masa permulaan di era reformasi kemudian semakin hari semakin meningkat. Pertanyaan yang akan mungkin akan muncul dari dalam diri kita adalah “Mengapa?”.  Kemudian kita akan mulai berspekulasi tentang pemerintah yang belum mampu mengatasi permasalahan.

Peningkatan angka kematian ibu dan anak saat ini dihubungkan kebijakan kesehatan serta desentralisasi sistem pemerintahan Indonesia. Antara desentralisasi dan resentralisasi, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan jika diterapkan di Indonesia. Faktor pendanaan (APBD) dan kepentingan daerah  menjadikan desentralisasi tidak mampu memecahkan masalah kesehatan seperti maternal mortality begitupun juga ketika negara ini kembali ke sistem resentralisasi yang akan berbenturan dengan faktor geografis, sosial dan budaya.

 Saya berpikir, mengapa kita tidak mensinergiskan desentralisasi (bottom-up)-sentralisasi (top-down)?. Sederhananya, sistem yang dibuat  menjadikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sejalan saling berdampingan. Pemerintah pusat membuat rencana strategis yang bersifat umum kemudian diserahkan ke setiap wilayah (Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua). Wilayah akan berperan sebagai controling pada tataran teknis ke daerah (Provinsi). Pusat berperan sebagai konseptor, penyedia dana, atau penyedia SDM kemudian wilayah berperan sebagai kontroling di daerah dan daerah sebagai pelaksana. Umpan baliknya, daerah dapat melakukan kontrol kepada pusat dan wilayah, wilayah dapat terus melaporkan perkembangan program teknis ke pusat, dan pusat melakukan mo-nev untuk kebijakan selanjutanya. Seperti inilah konsep umum yang terpikir oleh saya untuk pembangunan sistem kesehatan Indonesia.

Terakhir, saya sangat berharap program yang sudah berjalan seperti :

1.       Sister Hospital,  dapat terus berkembang luas hingga menyentuh daerah pedalaman Indonesia  yang masih sulit untuk  mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan anak serta mendapat dukungan pendanaan dari kementerian kesehatan RI

2.       Pencerah Nusantara, dapat berkontribusi lebih  untuk Indonesia yang lebih baik dan lebih sehat. Setiap tahunnya selalu ada peningkatan dari segi kualitas dan kuantitas bagi mereka generasi indonesia terpilih dari berbagai pendidikan tinggi kesehatan yang siap ditempatkan di seluruh Indonesia.


Zly Wahyuni_FETP2013

Salam CeRia Dari FETP 2013


 

 



__._,_.___


Archives terdapat di http://www.yahoogroups.com/group/desentralisasi-kesehatan
Situs web terkait http://www.desentralisasi-kesehatan.net






Your email settings: Individual Email|Traditional
Change settings via the Web (Yahoo! ID required)
Change settings via email: Switch delivery to Daily Digest | Switch to Fully Featured
Visit Your Group | Yahoo! Groups Terms of Use | Unsubscribe

__,_._,___

Kirim email ke