Dear all,
Saya setuju dengan komentar pak panji.
dengan hasil angka yang terlihat mencengangkan ini, belum berarti ini meningkat 
signifikan.
Perlu dipikirkan teknik pengumpulan data yang me-representasikan kondisi di 
lapangan (dengan hasil Confident interval yg sempit,bukan hanya melihat nilai 
p-value yg signifikan).
Namun perlu juga ditarik sisi positif, bahwa sistem pelaporan mungkin semakin 
baik, sehingga fenomena gunung es sedikit mencair, yang artinya memang 
begitulah adanya di lapangan, atau mungkin justru lebih besar lagi, karena dulu 
pelaporan belum sebaik sekarang.
Saya pikir, yang bisa kita lakukan secara praktis adalah menjadi Teman Siaga 
bagi ibu hamil dan Ibu terbaik bagi anak-anak di Indonesia.
Just my 2 cents.

Salam,
Cintya-FETP


Terkirim dari Samsung Mobile

-------- Original message --------
Subject: Re: [des-kes] "Mencengangkan" 
From: Panji Hadisoemarto <hadisoemartopa...@yahoo.com> 
To: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com 
CC:  

Saya minta ijin komentar sedikit, mohon maaf kalau kurang nyambung dengan 
diskusi yang berjalan.

Menurut saya pengukuran MMR juga harus sedikit banyak di 'scrutinize'. Metode 
sibling yang digunakan di SDKI tidak bisa memberikan akurasi yang tinggi 
seperti ditunjukkan dengan confidence interval yang lebar. Hal ini juga 
disebutkan dan ditunjukkan pada laporan SDKI 2012, bahwa confidence interval 
estimasi MMR 2007 dan MMR 2012 sebenarnya banyak yang overlap. Jadi, walaupun 
point estimate-nya nampak meningkat secara signifikan, mungkin secara statistik 
perbedaan ini sebenarnya tidak signifikan. 

Untuk mengkonfirmasi sejauh mana MMR ini memang meningkat, saya rasa kita perlu 
mendapat insight dari sumber lain semisal sensus 2010. Sensus yang lalu tsb 
juga menanyakan pregnancy-related death. Walaupun metodenya berbeda dan tidak 
bisa langsung dibandingkan dengan hasil SDKI, setidaknya kita bisa 1) 
mengkonfirmasi ada/tidaknya trend MMR antara 2007-2012, dan 2) bisa 
mengidentifikasi daerah mana yang menyumbangkan MMR paling banyak karena data 
sensus ini memungkinkan pengukuran MMR sub-nasional.

Dan tambahan sedikit dari saya sih adalah penguatan sistem registrasi 
kependudukan. 

Salam,
Panji

khumairoh_...@yahoo.co.id wrote:

 

Satu kata yang tepat untuk mencerminkan data SDKI 2012 pada poin Maternal 
Mortality dan Neonatal Mortality  adalah “Mencengangkan”. Deretan angka-angka 
dan tabel-tabel yang tertera nyata memperlihatkan gambaran yang jelas bahwa 
target MDG’s 2015 untuk Poin ke-4 (AKI-AKB) besar kemungkinan akan gagal 
tercapai. Kata “stagnasi” seperti yang pernah disampaikan pada Konas Iakmi 
beberapa minggu yang lalu sudah tidak cocok digunakan jika dihubungkan dengan 
data SDKI 2012. Penggunaan kata “peningkatan”  lebih tepat digunakan. Mengapa? 
Data SDKI yang dirilis sebelumnya di tahun 2007 angka kematian ibu 228 kematian 
per 100.000 meningkat menjadi 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup.

Flash-back data SDKI untuk angka kematian memang fluktuatif, Meningkat di jaman 
orde baru, turun di masa-masa permulaan di era reformasi kemudian semakin hari 
semakin meningkat. Pertanyaan yang akan mungkin akan muncul dari dalam diri 
kita adalah “Mengapa?”.  Kemudian kita akan mulai berspekulasi tentang 
pemerintah yang belum mampu mengatasi permasalahan.

Peningkatan angka kematian ibu dan anak saat ini dihubungkan kebijakan 
kesehatan serta desentralisasi sistem pemerintahan Indonesia. Antara 
desentralisasi dan resentralisasi, masing-masing memiliki kelebihan dan 
kekurangan jika diterapkan di Indonesia. Faktor pendanaan (APBD) dan 
kepentingan daerah  menjadikan desentralisasi tidak mampu memecahkan masalah 
kesehatan seperti maternal mortality begitupun juga ketika negara ini kembali 
ke sistem resentralisasi yang akan berbenturan dengan faktor geografis, sosial 
dan budaya.

 Saya berpikir, mengapa kita tidak mensinergiskan desentralisasi 
(bottom-up)-sentralisasi (top-down)?. Sederhananya, sistem yang dibuat  
menjadikan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sejalan saling berdampingan. 
Pemerintah pusat membuat rencana strategis yang bersifat umum kemudian 
diserahkan ke setiap wilayah (Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan 
Papua). Wilayah akan berperan sebagai controling pada tataran teknis ke daerah 
(Provinsi). Pusat berperan sebagai konseptor, penyedia dana, atau penyedia SDM 
kemudian wilayah berperan sebagai kontroling di daerah dan daerah sebagai 
pelaksana. Umpan baliknya, daerah dapat melakukan kontrol kepada pusat dan 
wilayah, wilayah dapat terus melaporkan perkembangan program teknis ke pusat, 
dan pusat melakukan mo-nev untuk kebijakan selanjutanya. Seperti inilah konsep 
umum yang terpikir oleh saya untuk pembangunan sistem kesehatan Indonesia.

Terakhir, saya sangat berharap program yang sudah berjalan seperti :

1.       Sister Hospital,  dapat terus berkembang luas hingga menyentuh daerah 
pedalaman Indonesia  yang masih sulit untuk  mendapatkan fasilitas pelayanan 
kesehatan ibu dan anak serta mendapat dukungan pendanaan dari kementerian 
kesehatan RI

2.       Pencerah Nusantara, dapat berkontribusi lebih  untuk Indonesia yang 
lebih baik dan lebih sehat. Setiap tahunnya selalu ada peningkatan dari segi 
kualitas dan kuantitas bagi mereka generasi indonesia terpilih dari berbagai 
pendidikan tinggi kesehatan yang siap ditempatkan di seluruh Indonesia.



Zly Wahyuni_FETP2013

Salam CeRia Dari FETP 2013



 

 

Kirim email ke