Memasuki usia 65 tahun di bulan Agustus 2010 Indonesia merdeka, kita semua 
dibebani begitu banyak pertanyaan dengan jawaban yang tidak cukup memuaskan 
dalam hal kemajuan Negara ini: baik itu dari sudut demokrasi berpolitik, 
kebijakan fiskal moneter keuangan, ketaatan hukum, kesejahteraan rakyat, 
pendidikan dan lain sebagainya

Apa reaksi masyarakat saat ini, apakah ada kemajuan di Indonesia?? 
Apakah ada efek perubahan terhadap kehidupan rakyat yang lebih positif ??

Rakyat kebanyakan mengharapkan setiap Pemerintah yang berkuasa memiliki 
kewajiban untuk menyediakan rakyatnya dengan kehidupan yang menyenangkan dan 
nyaman.
Apakah itu sudah tercapai ?? 
Paling tidak terhadap minimal standard dasar kehidupan rakyat yaitu bebas dari 
kemiskinan, bebas dari kebodohan, bebas dari sakit, bebas dari kelaparan dan 
bebas dari pengangguran ??

Tampak di mata saya, hanya sekelompok masyarakat kecil saja yang mendapatkan 
"kenikmatan" itu. Kenikmatan dalam arti sudah nyaman dan senang sebagai suatu 
rakyat Indonesia. Selebihnya seperti belum menggapai tingkat harapan tersebut. 

Seolah -olah yang belum mendapat tempat ini seperti kelas masyarakat politik 
yang tidak atau "gelap" untuk diperjuangkan. Kelas masyarakat politik yang 
dikategorikan (selamanya) masih miskin, bodoh, lapar dan judul serem lain 
sebagainya. 

Mereka dapat kita sebut sebagai "kelompok masyarakat terpinggirkan". Kelompok 
masyarakat yang ada disekeliling kita semua, malah sering diucapkan di bibir 
kata manis para penguasa dan elite politik Indonesia tetapi sekedar lengket di 
bibir saja tidak masuk ke hati dan niat mereka. 

Kalau begitu, kenapa kelompok masyarakat politik terpinggirkan ini tidak dapat 
bereaksi keras dalam memperjuangkan nasib mereka ??
Porsi jumlah mereka toh cukup besar dan signifikan, mungkin bisa sekitar 50% - 
55% dari total penduduk Indonesia. 

Kenapa mereka begitu mandul ber-ereksi politik ??
Kasar-kasarnya, 0,5% saja dari mereka berdansa demo politik di ibu kota 
Jakarta, sudah bisa menjatuhkan suatu rezim !!

Bagaimana setiap penguasa dan elit politik bisa tega berdiri diatas kenikmatan 
kesengsaraan kelompok masyarakat ini ??

Apa rahasia tersembunyi dan kiat sukses penguasa dan elit politik dalam meredam 
kelompok ini ??

Betul, bisa dikatakan mereka adalah salah satu struktur masyarakat yang tidak 
akan atau pernah beradu diri dalam kancah politik, malah dalam menentukan warna 
kancah politik yang adapun.
Mereka adalah masyarakat politik "ikutan" yang akan terbawa atau dibawa oleh 
sekoci struktur masyarakat lainnya yakni kaum kelompok menengah. 
Jika kelompok menengah naik panggung dan berpolitik ria, maka masyarakat 
terpinggirkan ini bisa terbawa arus dalam gerbong gerakan.

Dengan demikian, selama kelompok menengah tidak naik panggung, selama itu 
masyarakat terpinggirkan tidak berpolitik, dan artinya perubahan tidak akan 
terjadi.

Kunci jawaban sukses penguasa dan elit politik adalah dalam memelihara dan 
meredam kelompok menengah. 
Selama mereka ini bisa diusap usap dan bisa digiring dengan baik kedalam sistem 
kekuasaan yang ada, selama itu rasa aman akan tercapai. 

Nah kalau begitu siapa siapa saja kelompok menengah ini ?? 
Paling tidak secara umum mereka adalah para pegawai negeri, abri, polisi, 
pegawai swasta, para pedagang & pengusaha, para kaum non pribumi, para pemimpin 
agama dan lain sebagainya yang konon secara ekonomi berpenghasilan cukup atau 
tetap, termasuk didalamnya pressure & interest groups dalam artian politis. 

Selama penguasa dan elit politik bisa memenuhi standard keperluan sosial 
ekonomi dan keamanan kelompok menengah ini serta selama kelompok menengah ini 
merasa aman di dalam sistem kekuasaan yang ada, selama itu rezim kekuasaan akan 
jauh dari gesekan - gesekan perlawanan politik 

Malah ada yang berkata, selama suatu rezim bisa memenuhi 50% saja dari 
keseluruhan jumlah kelompok menengah ini ke dalam sistem kekuasaan, sudah aman 
mereka di garis ambang perlawanan politik gerakan.

Oleh karena itu, wajar kita simpulkan, setiap rezim kekuasaan akan berada di 
ambang koridor aman selama mereka bisa mengelus - elus dan memenuhi standard 
keperluan sosial ekonomi dan keamanan kelompok menengah ini. Tidak perlu 100% 
dari seluruh jumlah mereka, cukup setengahnya saja sudah baik, karena setengah 
lainnya akan diam diri dan tidak akan melawan.

Jika kita hitung dengan matematika sederhana, kelompok menengah itu +/- 45% - 
50% dari total penduduk Indonesia. Jika rata-rata satu keluarga terdiri dari 4 
orang (suami, istri dan 2 anak), maka si pencari nafkah dari kelompok menengah 
itu tidak lebih 11% - 12% dari total penduduk yang ada (bisa si suami atau 
kedua suami istri atau salah satu jika statusnya single parent). 

Apabila dipangkas setengahnya saja, maka dgn kemampuan mengelus-elus kenyamanan 
ekonomi dan keamanan diri keluarga 5,5% - 6% dari total penduduk yang ada, 
suatu rezim akan berada di koridor aman kekuasaan mereka. Terhadap sisa 
penduduk yang ada, sang rezim kurang begitu peduli meski sering diucapkan dalam 
program kebijakan mereka. 

Sekarang pertanyaannya, dengan cara apa setiap rezim menjinakkan kelompok 
menengah ini ?? 
Dengan lapangan pekerjaan dan proyek pembangunan melalui jalur APBN maupun bagi 
bagi kue manis melalui aksi-aksi KORUPTIF terhadap APBN, ketidak taatan 
terhadap hukum dan aturan yang ada atau lainnya !! Artinya, ada kenyamanan kue 
ekonomi dan perlindung terhadap sanksi hukum. Meskipun, untuk fair-nya, 
disadari ada juga kenyamanan-kenyamanan diluar apa yang dikatakan tadi yang 
sesuai aturan dan prosedur yang berlaku.

Kebalikannya, dengan hal-hal apa kelompok menengah merasa tidak nyaman atau 
terganggu stuktur kedudukannya ??
Antara lain, saat akhir-akhir ini, seperti isyu rencana Pemerintah mengenai: 
Redenominasi Rupiah, kenaikan Tarif Daftar Listik (TDL) atau Bahan Bakar Minyak 
(BBM)
Artinya, rencana ini bisa menimbulkan suasana tidak kondusif di sisi kehidupan 
ekonomi kelompok menengah, sehingga Pemerintah harus hati-hati menjalankan 
kebijakan itu karena bisa menggesek suasana ketidaksenangan kelompok menengah. 
Selama beban ke-ekonomiannya lebih besar terhadap kelompok masyarakat bawah 
(terpinggirkan) dan kebalikannya terhadap kelompok menengah, maka suatu 
kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah akan aman berjalan meski teriakan disana 
disini terjadi di media dan publik. 

Mengapa penguasa dan elit politik semasa era reformasi ini, begitu rentan 
terhadap kelompok menengah dan kelompok masyarakat bawah ?? 
Atau mengapa penguasa dan elit politik lebih berpihak kepada kelompok menengah 
dibandingkan kelompok masyarakat bawah ??

Lebih jauh, mengapa mengapa penguasa dan elit politik kerap diprotes dengan 
kata dan aksi berupa demo gerakan dari kaum "pressure & interest groups". 
Malah ada yang diturunkan melalui tekanan-tekanan di parlemen dan aksi jalanan.

Jawabannya, karena mereka TIDAK PANDAI meng-sosialisasi program program mereka 
secara utuh dan serentak. 
Atau mereka TIDAK PUNYA keahlian dalam membina psychologi re-engineering 
kemasyarakatan yang ada.

Ini bukan soal kebebasan berdemokrasi atau keberpihakan kepada perilaku pasar 
bebas neoliberalisme maupun paham paham lain apapun namanya itu.
Tetapi ini lebih kepada ketidak-piawaian mereka mendekati kelompok kelompok 
masyarakat yang ada.
Ketidak-piawaian ditambah arogansi penguasa dan elit politik dengan men-cap ada 
kebodohan di publik.
Seolah-olah, merekalah yang selalu benar, betul dan berhak berkuasa di negeri 
ini.

Sebagai contoh semasa Orde Baru, Pemerintah Soeharto memiliki Tim Bayangan 
Swasta (diluar Pemerintahan) yang mampu meng-sosialisasi suatu proposisi 
(program) sebelum dijadikan suatu kebijakan resmi. Tim Bayangan Swasta inilah 
yang bekerja berminggu-minggu malah berbulan bulan untuk meng-sosialisasi 
rencana program baik itu kepada key leaders kelompok menengah maupun para 
juragan kelompok masyarakat bawah, termasuk kepada tokoh - tokoh didalam 
"pressure & interest groups". Sehingga sewaktu kebijakan itu resmi dicanangkan, 
gesekan-gesekan yang terjadi hampir bisa dibilang tidak membawa implikasi 
berlebihan terhadap kedudukan kekuasaan. 

Bisa saja orang mengakatakan semasa Orba kan sang penguasa adalah superpowers 
tanpa tandingan dan tidak ada demokrasi hak berbicara maupun bertindak dalam 
mengkritisi kebijakan yang ada. Betul, meskipun tidak ada yang dapat menandingi 
serta keleluasaan demokrasi dari sang Penguasa, namun tetap saja rezim Orba 
memakai cara kerja sosialisasi ala Tim Bayangan Swasta ini. Dan untuk diketahui 
Tim Bayangan Swasta itu bekerja bukan saja di dalam negeri tapi juga sampai 
sosialiasai ke jaringan di luar negeri, khususnya terhadap Pemerintah Asing, 
"pressure & interest groups" serta "the ruling parties" di luar negeri baik 
yang kawan maupun lawan dari sang penguasa Republik Indonesia. 

Untuk itu mustahil jika mau berbicara mengenai suatu perubahan melalui REVOLUSI 
jika peta koridor aman suatu kekuasaan seperti tergambarkan diatas. 

Namun dari apa yang sudah diutarakan diatas, banyak yang menyadari sistem 
kekuasaan yang berjalan saat ini dan setelah era reformasi kurang begitu 
kondusif bagi keadaan masyarakat bawah. Oleh karena itu kita sebagai pekerja 
politik harus melakukan sesuatu yakni perubahan. Sisi perubahan itu adalah 
untuk memperbaiki apa yang telah dikerjakan para penguasa dan elite politik 
yang ada. Kata "memperbaiki" itu adalah ungkapan halus untuk tidak mengatakan 
kebusukan yang telah mereka lakukan.

Perubahan itu lebih baik dilakukan diluar sistem yang ada karena perlawanan di 
atau perbaikan ke dalam sistem faktanya akan kabur serta cenderung berubah 
menjadi melayani maupun memperkokoh kekuasaan dan bukan melayani rakyat.

Caranya ?? Dengan mengajak dan membina pendekatan ke kelompok menengah itu agar 
mereka semua atau sebagian dari mereka mulai sadar diri, memikirkan dan 
membantu kehidupan masyarakat kelompok terpinggirkan tersebut. Toh kelompok 
menengah ini sudah mencicipi kenyamanan ekonomi dan keamanan diri keluarga 
mereka dari sang berkuasa.

Contohnya untuk Jakarta, jika 11% - 12% (atau 5,5% - 6%) dari total penduduk 
yang ada (yg dikategorikan sebagai kelompok menengah) mampu menyumbang atau 
menyisihkan per orang 5,000 rupiah per bulan (berarti untuk per keluarga dengan 
komposisi 4 orang ada nilai total 20,000 rupiah) maka kekuatan pendanaan itu 
bisa memutar roda ekonomi masyarakat kelas bawah. 

Artinya jika penduduk Jakarta ada 12 juta maka 11% - 12% (1,320,000 atau 
1,440,000) bisa menghimpun setiap bulannya sekitar 6,6 M atau 7,2 M (atau per 
tahun 79,2 M atau 86,4 M). Atau kalau setengahnya saja yakni 5,5% - 6% (660,000 
atau 720,000), bisa menghimpun setiap bulannya sekitar 3,3 M atau 3,6 M (atau 
per tahun 39,6 M atau 43,2 M).

Dengan kumpulan uang sebesar itu kelompok menengah bisa generate sisi sosial 
mereka untuk kepentingan pendidikan, kesehatan dan lapangan kerja kelompok 
bawah tersebut. Bentuk operandinya bisa bermacam variabel, namun disini kita 
bisa membawa kelompok menengah untuk sadar diri membantu kelompok bawah diluar 
sistem kekuasaan yang ada demi kepentingan bangsa ini melihat para sang 
berkuasa yang sudah melek politik tetap kikir hati terhadap rakyatnya.

Selamat ulang tahun Negara Republik-ku. Selamat menjadi 65 tahun, 
Meski usiamu sudah matang, masih banyak yang belum menjadi kenyataan dihadapan 
kita, terutama bagi masyarakat kaum terpinggirkan.

Harapan dari kami semua, para pekerja politik, seyogyanya masyarakat menengah 
mulai sadar diri, memikirkan dan membantu kehidupan masyarakat bawah.
Masyarakat menengah mau mengambil alih tanggung jawab sosial itu melihat sang 
penguasa & elite politik yang ada tertidur pulas dalam buaian kekuasaan mereka.


Pendulum oleh: 
http://www.facebook.com/home.php?#!/notes/cantrik-diskusi-jatipadang/peta-koridor-aman-suatu-kekuasaan/413954270946

Kirim email ke