Kalo ini benar terjadi, ada rasa haru yang menyesakkan dan penuh 
gerutu pada kebijakan KOMPAS yang saya anggap tidak benar 
itu....saya ingat sekali sejak masih SD suka sekali membaca kolom 
Asal Usul ini dari jamannya Mahbub Djunaidi dengan humor yang lugas. 
Terus terang saya tidak begitu menyukai tulisan M Sobari, padahal 
dulu saya sangat menyukai anekdot-anekdot M Sobari. Dari semua 
penulis asal-asul era Sandyakalaning Asal Usul, jelas Ariel Heryanto 
yang terbaik termasuk kalimat pembuka yang monumental dan membuka 
kesadaran sejarah tapi ditulis dengan bahasa ringan seperti : 

"Tampaknya belum ada teori yang lebih unggul dari Marxisme dalam 
menjelaskan seluk-beluk "buruh". Jutaan orang Indonesia paham ini 
sampai tahun 1965. Sejak berkuasanya Orde Baru pada tahun 1966, 
Marxisme diharamkan dalam diskusi publik. Mereka yang paling 
berkepentingan paham, yakni kaum buruh sendiri, dikorbankan secara 
berganda: tidak cuma secara politik-ekonomi, tetapi juga intelektual.

(Ariel Heryanto, Asal Usul Buruh, Kompas, 24-06-07)

dalam perspektif kesadaran sejarah yang lunglai bagi bangsa 
Indonesia yang sakit ini karena hajaran Junta Militer Orde Baru maka 
tulisan ini bukan saja merupakan sebuah reflektif dalam dan panjang 
terhadap anatomi penyakit amnesia sejarah itu, tapi juga sebuah 
tulisan yang menarik, ringan dan cerdas. 

Dulu saya sangat suka sekali dengan tulisan Mahbub Djunaidi yang 
humoris dan satiris itu. Mahbub adalah tipe wartawan dengan logika 
pesantren yang sesungguhnya. Dalam terjemahan Buku 100 tokoh yang 
paling berpengaruh dalam Sejarah, jelas terjemahan Mahbub sangat 
luar biasa bagusnya, begitu juga dengan tulisan-tulisannya di Asal 
Usul Kompas. Memang di era Mahbub, para esais diisi oleh orang yang 
berlatar belakang sastrawan seperti : GM yang reflektif, MAW Brouwer 
yang persuasif, Omar Khayam yang kuat unsur dialognya atau Pak De 
Mak Nyuussss...Bondan Winarno yang jago membuat esai dengan narasi 
yang cantik.

Kemudian setelah era mereka muncul esais dengan latar belakang 
keahlian seperti : Kwik Kian Gie, Faisal Basri, Satjipto 
Wirosardjono (kalo ndak salah ahli statistik dia), Amien Rais, atau 
E'ep Saifullah Fatah.

Saya kira dengan dihapusnya kolom Rubrik Asal Usul yang tidak jelas 
mau diganti apa, merupakan kerugian sejarah bagi KOMPAS itu sendiri, 
yang katanya merupakan tulisan lintas generasi itu. Dulu di Belanda 
saya lupa siapa namanya, namun dia ahli dalam menulis cerpen seperti 
Bob Kuyt yang jago nulis essay kehidupan sehari-hari masyarakat 
Belanda dan bertahan di kolom itu selama tiga puluh tahun, mirip 
prestasi GM. Kenapa KOMPAS tidak mencari penulis yang mampu bertahan 
lama, setidak-tidaknya sama dengan durasi Pandji Koming dan oom 
Pasikom?.

ANTON   




--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, "ariel_heryanto" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Baru saja saya menerima kabar dari Redaksi Kompas bahwa mereka 
telah
> memutuskan untuk menghapuskan rubrik "Asal-Usul" yang biasa tampil 
dalam
> Kompas edisi Minggu selama lebih dari 20 tahun terakhir. Keputusan 
ini
> berlaku mulai minggu pertama Mei 2008.
> 
> Sebagai salah salah seorang penulis tetap rubrik itu, saya telah
> menerima banyak masukan dari rekan-rekan pembaca yang tidak mungkin
> disebutkan satu per satu. Sebagian dari mereka menjadi anggota 
forum
> ini. Tidak ada kebahagian yang lebih besar bagi seorang penulis 
daripada
> menerima tanggapan seperti itu, baik dalam bentuk kritik mau pun
> dukungan pendapat. Izinkan saya menyampaikan terima kasih untuk 
semua
> itu. Sekaligus minta maaf apabila ada kata-kata saya yang kurang
> berkenan, entah karena disengaja atau (seakan-akan) tidak 
disengaja.
> 
> Tabik,
> Ariel
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke