Kalau mau bicara tentang keterlibatan perusahaan asing dalam eksplorasi dan
eksploitasi kekayaan alam Indonesia didepan publik memang mesti sedikit
hati-hati karena masyarakat awam yang tidak tahu betul resiko bisnis
eksplorasi akan punya fikiran keliru.

Bisnis Eksplorasi tidak seibarat dengan bisnis menjaring ikan di kolam atau
memetik padi di sawah ladang. Kata Exploration tidak bisa diterjemahkan
dengan kata "menjaring" tapi lebih dekat nyerempet dengan arti "mencari/
menemukan". Kalau Oil Exploration mau dipahami masyarakat awam sebagai
"menjaring minyak" itu mungkin dalam bayangan mereka minyak bumi itu sudah
jelas berapa banyaknya, apa kualitas dan komposisinya dan dimana
"nongkrongnya". Kalau itu pemahamannya ya jelas bodoh banget bangsa kita
kenapa harus mengkontrakkan lahan-lahan minyak ke pihak asing padahal minyak
tinggal bor saja dan keluar. Tapi sayangnya itu tadi, oil exploration lebih
dekat dengan pengertian "pencarian minyak" dan yang namanya sebuah pencarian
maka disitu bergelut dengan segala resiko, termasuk resiko lenyapnya modal
kalau pengeborannya tidak sukses. Uang yang dipertaruhkan untuk sebuah
pengeboran tidak sedikit dan kalau dana anggaran belanja negara yang kita
semua tahu sangat pas-pasan kalau tidak dibilang sangat kekurangan lalu
dipertaruhkan untuk membayar ongkos pencarian minyak maka sangat berbahaya
bagi perencanaan pembangunan. Disinlah ide kenapa kita berkepentingan
mencari partner yang bisa mengambil alih resiko explorasi dan sekaligus yang
bisa diharap bisa meningkatkan rasio kesuksesan eksplorasi.

Salahkah ide penguasaan semua lahan minyak oleh bangsa kita sendiri? Tentu
tidak salah dan bagusnya harus mengarah kesitu. Tapi  harus dicatat disini
bahwa dalam urusan memilih apakah mengolah minyak bumi itu harus oleh bangsa
sendirin sepenuhnya atau bekerjasama dengan pihak asing itu ukurannya adalah
faktor resiko kerugiaan berbanding untung, bukan urusan nasionalisme. Jadi
jangan dicampur aduk atau ditubrukkan. Jadi kita bisa memilah-milah
berdasarkan kondisi lahan minyak, mana lahan yang kita fikir punya resiko
tinggi dalam eksplorasi dan terlalu mahal kalau kita tanggung sendiri, ya
kita harus cari partner yang bisa memperingan resiko itu. Justeru kita bodoh
kalau ngotot berani ambil resiko tinggi demi mengatasnamakan nasionalisme.
Sebaliknya Blok minyak yang kita fikir sangat menguntungkan secara ekonomi
dan punya tingkat resiko rendah maka jangan dikontrakkan kepihak asing. Biar
bangsa kita sendiri yang mengolah (harus dipastikan juga yang mengolah
memang capable and profesional) . Jadi dalam hal ini persoalannya bagi saya
bukan kepada apakah benar atau salah pihak asing boleh dilibatkan dalam
urusan bekerja sama mencari minyak, tapi lebih kepada mempersoalkan
bagaimana kriteria dan penanganannya sehingga suatu blok minyak misalnya
boleh dioperasikan pihak asing.

Kalau selama ini ada indikasi kita dirugikan oleh kehadiran perusahaan
minyak asing di negeri ini maka harus dikaji kenapa. Apakah kontraknya yang
salah dan memberatkan bangsa kita atau kitanya sendiri yang tidak bisa
mengontrol dan mengendalikan pihak asing karena ketidak becusan kita menjaga
kepentingan kita akibat korupsi. Malaysia, Thailand, Brunei, Vietnam dan
India saja sama seperti kita mempunyai perusahaan asing yang bereksplorasi
di negaranya. Kenapa mereka untung banyak dan maju sementara kita merugi dan
mengeluh? Bagi saya mempermasalahkan kehadiran perusahaan asing di negeri
kita adalah kurang relevan, karena sumber penyakitnya sebenarnya ada di diri
kita sendiri. Sebentar lagi mungkin Indonesia bisa dilewati jauh oleh
perusahan minyak Vietnam dalam hal produksi minyak.
SH


On 5/17/08, Satrio Arismunandar <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
>   Terjajah ExxonMobil di Cepu
>
> Oleh: Kwik Kian Gie
>
> Kali ini saya tidak akan membahas tentang pengertian subsidi -apakah
> itu sama dengan uang tunai yang harus keluar atau tidak- dan hal-hal
> teknis lain seperti itu. Saya akan membahas tentang negara kaya yang
> menjadi miskin kembali karena terjerumus ke dalam mental kuli yang oleh
> penjajah Belanda disebut mental inlander. Mental para pengelola ekonomi
> sejak 1966 yang tidak mengandung keberanian sedikit pun, yang menghamba,
> yang ngapurancang ketika berhadapan dengan orang-orang bule.
>
> Ibu pertiwi yang perut buminya mempunyai kandungan minyak sangat
> besar dibanding kebutuhan nasionalnya, setelah 60 tahun merdeka hanya mampu
> menggarap minyaknya sendiri sekitar 8 persen. Sisanya diserahkan
> kepada eksplorasi dan eksploitasi perusahaan-perusaha an asing.
>
> Apa pekerjaan dan sampai seberapa jauh daya pikir para pengelola
> ekonomi kita sejak merdeka sampai sekarang? Istana Bung Karno dibanjiri
> para kontraktor minyak asing yang sangat berkeinginan mengeksplorasi dan
> mengeksploitasi minyak bumi di Indonesia. Bung Karno menugaskan Chairul
> Saleh supaya mengizinkannya hanya sangat terbatas. Putrinya, Megawati,
> bertanya kepada ayahnya, mengapa begitu? Jawaban Bung Karno kepada putrinya
> yang baru berumur 16 tahun, "Nanti kita kerjakan sendiri semuanya kalau kita
> sudah cukup mempunyai
> insinyur-insinyur sendiri."
>
> Artinya, Bung Karno sangat berketetapan hati mengeksplorasi dan
> mengeksploitasi minyak oleh putra-putri bangsa Indonesia sendiri. Mengapa
> sekarang hanya sekitar 8 persen? Lebih menyedihkan ialah keputusan
> pemerintah memperpanjang kerja sama dengan Exxon Mobil (Exxon) untuk blok
> Cepu selama 20 tahun sampai 2030.
>
> Begini ceritanya. Exxon membeli lisensi dari Tommy Soeharto untuk
> mengambil minyak dari sebuah sumur di Cepu yang kecil. Exxon lalu
> melakukan eksplorasi tanpa izin. Ternyata ditemukan cadangan dalam
> sumur yang sama sebanyak 600 juta barel. Ketika itu Exxon mengajukan usul
> untuk memperpanjang kontraknya sampai 2030. Keputusan ada di tangan Dewan
> Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP). Dua dari lima anggota menolak.
> Yang satu menolak atas pertimbangan yuridis teknis. Yang lain atas
> pertimbangan sangat prinsipil.
>
> Dia sama sekali tidak mau diajak berargumentasi dan juga sama sekali
> tidak mau melihat angka-angka yang disodorkan Exxon beserta para kroninya
> yang berbangsa Indonesia. Mengapa? Karena yang menjadi pertimbangan
> pokoknya, harus dieksploitasi bangsa Indonesia sendiri, yang berarti bahwa
> Exxon pada 2010 harus hengkang, titik. Alasannya sangat mendasar, tetapi
> formulasinya sederhana. Yaitu, bangsa yang 60 tahun merdeka selayaknya,
> semestinya, dan seyogianya mengerjakan sendiri eksplorasi dan eksploitasi
> minyaknya. Bahkan, harus melakukannya di mana saja di dunia yang dianggap
> mempunyai kemungkinan berhasil. Menurut peraturan yang berlaku (sebelum
> Pertamina berubah menjadi Persero), kalau DKPP tidak bisa mengambil
> keputusan yang bulat, keputusan beralih ke tangan presiden. Maka, bola ada
> di tangan Presiden Megawati Soekarnoputri. Beliau tidak mengambil keputusan,
> sehingga Exxon kalang kabut. Exxon mengirimkan executive vice president-nya
> yang langsung mendatangi satu anggota DKPP yang mengatakan "pokoknya tidak".
>
>
> Dia mengatakan, sejak awal sudah ingin bertemu satu orang anggota DKPP ini
> yang berinisial KKG, tetapi dilarang kolega-koleganya sendiri. KKG tersenyum
> sambil mengatakan karena para koleganya masih terjangkit mental inlander.
>
> Lalu dia berargumentasi panjang lebar dengan mengemukakan semua angka
> betapa Indonesia diuntungkan. KKG menjawab bahwa kalau dia ngotot sampai
> seperti itu, apa lagi latar belakangnya kalau dia tidak memperoleh untung
> besar dari perpanjangan kontrak sampai 2030? Karena itu, kalau mulai 2010,
> sesuai kontrak, Exxon harus hengkang dan seluruhnya dikerjakan Pertamina,
> semua laba yang tadinya jatuh ke tangan Exxon akan jatuh ke tangan Indonesia
> sendiri. Lagi pula, KKG menjelaskan bahwa sudah waktunya belajar menjadi
> perusahaan minyak dunia seperti Exxon. KKG bertanya kepadanya, "Bukankah
> kami berhak mulai merintis supaya menjadi Anda di bumi kita sendiri dan
> menggunakan minyak yang ada di dalam perut bumi kita sendiri?"
>
> Eh, dia mulai mengatakan tidak bisa mengerti bagaimana orang
> berpendidikan Barat bisa sampai seperti itu tidak rasionalnya! Jelas
> KKG muntap dan mulai memberi kuliah panjang lebar bahwa orang Barat sangat
> memahami dan menghayati tentang apa yang dikatakan EQ, dan bukan hanya IQ.
> Apalagi, kalau dalam hal blok Cepu ini ditinjau dengan IQ juga mengatakan
> bahwa mulai 2010 harus dieksploitasi oleh Indonesia
> sendiri.
>
> Bung Karno juga berpendidikan Barat dan sejak awal beliau mengatakan,
> "Man does not live by bread alone." Dalam hal blok Cepu, dua argumen
> berlaku, yaitu man does not live by bread alone, dan diukur dengan bread
> juga menguntungkan Indonesia, karena laba yang akan jatuh ke tangan Exxon
> menjadi labanya Pertamina.
>
> Pikiran lebih mendalam dan bahkan dengan perspektif jangka panjang yang
> didasarkan materi juga mengatakan bahwa sebaiknya blok Cepu
> dieksploitasi oleh Pertamina sendiri. Mengapa? Jawabannya diberikan oleh
> mantan Direktur Utama Pertamina Baihaki Hakim kepada Menko Ekuin ketika itu
> bahwa Pertamina adalah organisasi yang telanjur sangat besar. Minyak adalah
> komoditas yang tidak dapat diperbarui. Penduduk indonesia bertambah terus
> seiring dengan bertambahnya konsumsi.
>
> Kalau sekarang saja terlihat bahwa konsumsi nasional sudah lebih besar
> daripada produksi nasional, di masa mendatang kesenjangan ini menjadi
> semakin besar, dan akhirnya organisasi Pertamina yang demikian besar itu
> akan dijadikan apa?
>
> Apakah hanya menjadi perusahaan dagang minyak, dan apakah akan mampu
> berdagang saja dalam skala dunia, bersaing dengan the seven sisters? Maka
> visi jangka panjang Baihaki Hakim, mumpung masih lumayan cadangannya, sejak
> sekarang mulai go international dan menggunakan cadangan minyak yang ada
> untuk sepenuhnya menunjang kebijakannya yang visiuner itu.
>
> Menko Ekuin ketika itu memberikan dukungan sambil mengatakan, "Pak Baihaki,
> saya mendukung sepenuhnya. Syarat mutlaknya ialah kalau Anda ingin
> menjadikan Pertamina menjadi world class company, Anda harus juga memberikan
> world class salary kepada anak buah Anda." Sang Menko Ekuin keluar dari
> kabinet Abdurrahman Wahid. Setelah itu dia
> kembali ke kabinet sebagai kepala Bappenas dan ex officio menjabat
> anggota DKPP. Maka pikirannya masih dilekati visi jangka panjangnya
> Pak Baihaki Hakim dan kebetulan direktur utama Pertamina ketika itu juga
> masih Pak Baihaki Hakim. Tetapi, kedudukan kita berdua sudah sangat lemah,
> karena dikreoyok para anggota DKPP dan anggota direksi lain yang mental,
> moral, dan cara berpikirnya sudah kembali menjadi inlander.
>
> Baihaki Hakim yang mempunyai visi, kemampuan, dan telah berpengalaman 13
> tahun menjabat direktur utama Caltex Indonesia langsung dipecat
> begitu Pertamina menjadi persero. Alasannya, kalau diibaratkan sopir, dia
> adalah sopir yang baik untuk mobil Mercedes Benz. Sedangkan yang
> diperlukan buat Pertamina adalah sopir yang cocok untuk truk yang
> bobrok. Bayangkan, betapa inlander cara berpikirnya. Pertamina diibaratkan
> truk bobrok. Caltex adalah Mercedez Benz. Memang sudah
> edan semua..
>
> Ada tekanan luar biasa besar dari pemerintah Amerika Serikat di
> samping dari Exxon. Ceritanya begini. Dubes AS ketika itu, Ralph Boyce,
> sudah membuat janji melakukan kunjungan kehormatan kepada kepala Bappenas,
> karena protokolnya begitu. Tetapi, ketika sang Dubes tersebut mendengarkan
> pidato sang kepala Bappenas di Pre-CGI meeting yang sikap,isinya pidato, dan
> nadanya bukan seorang inlander, janjinya
> dibatalkan.
>
> Eh, mendadak dia minta bertemu kepala Bappenas. Dia membuka pembicaraan
> dengan mengatakan akan berbicara tentang Exxon. Kepala Bappenas dalam
> kapasitasnya selaku anggota DKPP mengatakan bahwa segala sesuatunya telah
> dikemukakan kepada executive vice president-ya Exxon, dan dipersilakan
> berbicara saja dengan beliau.
>
> Sang Dubes mengatakan sudah mendengar semuanya, tetapi dia hanya melakukan
> tugasnya. "I am just doing my job". Kepala Bappenas mengatakan lagi,
> "Teruskan saja kepada pemerintah Anda di Washington semua argument penolakan
> saya yang diukur dengan ukuran apa pun, termasuk semua akal sehat
> orang-orang Amerika pasti dapat diterima."
>
> Kepala Bappenas keluar lagi dari kabinet karena adanya pemerintahan baru,
> yaitu Kabinet Indonesia Bersatu, dan Exxon menang mutlak.
> Ladang minyak di blok Cepu yang konon cadangannya bukan 600 juta barrel,
> tetapi 2 miliar barrel, oleh para inlander diserahkan kepada Exxon
> penggarapannya.
>
> Saya terus berdoa kepada Bung Karno dan mengatakan, "Bung Karno yang saya
> cintai dan sangat saya hormati. Janganlah gundah dan gelisah, walaupun Bapak
> sangat gusar. Istirahatlah dengan tenang. Saya juga sudah bermeditasi di
> salah satu vihara untuk menenangkan hati dan batin saya. Satu hari nanti
> rakyat akan bangkit dan melakukan revolusi lagi seperti yang pernah Bapak
> pimpin, kalau para cecunguk ini sudah dianggap terlampau lama dan terlampau
> mengkhianati rakyatnya sendiri."
>
> *) Mantan Menteri Negara PPN/kepala Bappenas
>
>
> Satrio Arismunandar
> Executive Producer
> News Division, Trans TV, Lantai 3
> Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12 - 14 A, Jakarta 12790
> Phone: 7917-7000, 7918-4544 ext. 4023,  Fax: 79184558, 79184627
>
> http://satrioarismunandar6.blogspot.com
> http://satrioarismunandar.multiply.com
>
> "Perjuangan seorang mukmin sejati tidak akan berhenti, kecuali kedua
> telapak kakinya telah menginjak pintu surga." (Imam Ahmad bin Hanbal)
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
> 
>


[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke