Wah, jawaban Pak Awang sungguh panjang dan membuat saya berpikir lebih jauh serta berusaha mencari referensi-referensi yang Pak Awang kemukakan. Terima kasih atas respon Pak Awang yang sangat lengkap ini.
Saya ingin menanggapi beberapa paragraf saja di email Pak Awang (berhubung saya cuma sempat membaca sedikit referensi saja). Tanggapan saya ada di bawah paragraf Pak Awang. Salam mnw 2010/3/3 Awang Satyana <awangsaty...@yahoo.com>: > Ada satu hal yang Minarwan tak libatkan dalam ulasan di bawah, yaitu > komposisi magma antara Merapi dan Semeru. Propagasi energi gempa Yogya 27 Mei > 2006 jelas akan lebih cepat sampai ke Merapi dibandingkan ke Semeru > berdasarkan jaraknya. Tetapi saat getaran ini sampai ke dapur magma kedua > gunungapi itu, terjadilah perbedaan respon karena perbedaan komposisi magma > kedua gunungapi ini. Kedua gunungapi ini komposisinya berbeda, silakan cek > katalog gunungapi (Kusumadinata, 1979). > > Lagipula, Merapi terkenal punya sumbat lava di lubang kepundannya hasil > erupsi sebelumnya yang membuat ia tak segera merespon getaran gempa Yogya > padahal jaraknya hanya 50 km; lalu respon itu baru muncul bersamaan dengan > respon reaktivasi Semeru pada hari yang bersamaan meskipun Semeru jaraknya > enam kali lebih jauh dari episentrum gempa. Silakan cek untuk lebih detailnya > di publikasi Walter et al. (2007) : Volcanic activity influenced by tectonic > earthquakes : static and dynamic stress triggering at Mt Merapi - Geophysical > Research Letters 34, L05304. +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Saat saya sedang mencari komposisi magma Merapi dan Semeru, saya malah menemukan kisah erupsi Merapi di Wikipedia yang katanya telah aktif sejak bulan April 2006, yang ditandai dengan meningkatnya aktifitas seismik, dll. Berita itu ada di alamat berikut ini: http://en.wikipedia.org/wiki/Mount_Merapi Dari Wiki ini kita bisa membaca bahwa pada 19 April sudah ada asap yang keluar, dan pada awal bulan Mei aliran lava sudah terlihat dari Merapi, dengan kata lain Merapi memang sudah aktif dan telah hendak mengeluarkan isi perutnya sejak sebelum gempa pada tanggal 27 Mei 2006. Saya perlu pasang disclaimer di sini, Wikipedia bukan sebuah referensi ilmiah peer-reviewed yang baik, jadi marilah kita anggap sebagai sebuah rekaman kejadian saja. Berkenaan dengan pernyataan Pak Awang tentang sumbat lava di lubang kepundan Gunung Merapi, menurut hemat saya jika sudah ada lava yang keluar, mestinya sumbatnya sudah tertembus, tapi tentu saja mungkin interpretasi kita tidak sama. Lalu, dari segi keaktifan yang dibandingkan oleh Haris dan Ripepe (2007) antara sebelum dan sesudah gempa, sayang sekali tidak meliputi aktifitas Merapi sejak bulan April 2006. Mungkin aktfitas Merapi yang bulan April dan awal Mei (sebelum tanggal 9 Mei 2006) tidak cukup signifikan secara statistik sehingga tidak dimasukkan ke data mereka. Dari makalah makalah Kyoshi Nishi et al. (2007) - Micro-tilt changes preceding summit explosions at Semeru Volcano, Indonesia - Earth Planets Space, 59, 151-156 (bisa digoogle), saya mendapatkan komposisi magma Gunung Semeru yang katanya agak mafic (56-57% SiO2) dan mereka kategorikan basaltik-andesit, yang mana terbaca sama dengan kompisisi magma Merapi yang menurut Walter (2007) - setelah mengutip Voight et al. (2000) - juga basaltik-andesit. Sayang sekali, saya tidak bisa mendapatkan Kumumadinata (1979) untuk melihat perbedaan komposisi seperti apa yang ada di Merapi dan Semeru. Yang lebih penting lagi untuk saya pahami sebenarnya adalah bagaimana hubungan antara kompisisi magma dan respon terhadap getaran. Saya duga ini berkaitan dengan viskositas/kekentalan magma dan gas yang responsif terhadap tekanan, tapi berhubung saya masih kurang banyak membaca mengenai pergunungapian, saya tidak tahu pasti. Nanti pelan-pelan saya berusaha mencari informasi lebih banyak tentang topik ini. ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ > > Menurut hemat saya, jangan hanya selesai di cluster analysis statistics yang > hanya melihat jarak dan magnitude gempa dengan semua reaktivasi yang > disebabkannya (mud volcano, magmatic volcano, liquefaction, dsb.). Lihatlah > masalahnya satu demi satu secara individual. Bila kita hanya melihat > statistik saja tanpa menelitinya lebih jauh, maka kita akan sulit mengerti > mengapa kedua gunungapi yang jaraknya berbeda enam kali lipat terhadap > episentrum gempa tersebut bisa merespon gempa itu pada saat yang bersamaan. ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Berbicara mengenai Walter et al. (2007), ada satu kalimat mereka yang ditulis sebelum bab kesimpulan, di mana mereka mengakui bahwa Merapi tampaknya tak terganggu/terpicu oleh aktifitas gempa yang lebih kuat, seperti pada bulan Desember 2004, Mei 2005 dan Juli 2006. Kemungkinan besar pada saat terjadi gempa yang lebih besar itu, Merapi dan gunung-gunung lain yang dekat dengan sumber gempa tidak berada pada "kondisi kritis", sehingga mereka tidak terganggu. Saya pikir penjelasan demikianlah yang "logis" dan diperlukan untuk tidak membuat hipotesis mereka dimentahkan oleh fakta bahwa tidak semua gempa membuat gunung api meletus. Walter et al. (2007) juga menyebutkan bahwa percobaanya menunjukkan ada dua jenis perubahan tekanan yang dapat mempengaruhi dapur magma Merapi, yaitu transient pressure change (berlangsung selama 20 detik pertama sejak gelombang seismik sampai di dapur magma) dan permanent stress change (static displacement) yang katanya tidak cukup kuat untuk mengguncang dapur magma (dengan batasan 10 kPa). Menurut mereka yang lebih penting adalah transient pressure change yang bervariasi dari 10 kPa sampai dengan 60 kPa (bagi gunung Merapi, jika posisi gempa seperti di gempa Jogja th 2001 dan 2006). Logikanya, jika sampai ke Gunung Semeru, tentu transient pressure change ini akan lebih kecil sehingga kita bisa mengasumsikan bahwa pengaruhnya ke Gunung Semeru juga "lebih tidak signifikan". Sayang sekali, Walter et al. (2007) hanya membuat model untuk Merapi, tidak ada model untuk Semeru sehingga saya tidak bisa membandingkan besaran transient pressure Merapi dan Semeru. Yang menarik untuk dikaji lebih jauh adalah apakah gempa M 6.3 itu masih akan memberikan transient pressure sebesar minimal 10 kPa ke dapur magma Semeru atau bagaimana? Lalu kalau saya tidak salah, seingat saya ada Gunung Kelud di antara Merapi dan Semeru. Mengapa Kelud tidak ikut terpicu oleh gempa M 6.3 di Jogja? Apakah faktor kondisi kritis ini tidak ada pada Gunung Kelud pada saat itu? ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ > > Begitu juga halnya dengan cluster analysis Manga dan Brodsky (2006) atau > Mellors et al. (2007) yang menampilkan plotting antara magnitude gempa dan > jarak reaktivasi semburan fluida (mud volcano, volcano, liquefaction, dan > sejenisnya) yang diakibatkannya, plotting ini selalu dipakai oleh Richard > Davies dan Mark Tingay untuk mengatakan bahwa gempa Yogya tak mungkin memicu > Lusi sebab lokasi Lusi terlalu jauh dari episentrum gempa Yogya dan gempa > Yogya terlalu kecil magnitudenya untuk bisa memicu Lusi. Mereka mengatakan > itu saja, hanya berdasarkan plotting, tak melihatnya lebih jauh secara > individual bagaimana gempa Yogya itu, bagaimana Lusi itu. +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Sayang sekali saya belum sempat membaca Manga dan Brodsky (2006) dan Mellors et al. (2007), jadi belum bisa berkomentar. ++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ > > Coba cek publikasi Mellors et al. (2007) - Correlations between earthquakes > and large mud volcano eruptions - Journal of Geophysical Research 112, > B04304. Saya kebetulan bertemu Robert Mellors saat dia diundang UGM untuk > merayakan ulang tahun ke-50 Geologi UGM tahun lalu. Saya menanyakan plotting > korelasinya itu, dan dia mengatakan itu hanya statistik. Ada hal-hal yang tak > bisa didekati oleh ploting itu, yang dia katakan adalah : 1. robustness of > the correlation, 2. the exact triggering mechanisms, 3. magnitude thresholds > and triggering distances, dan 4. possibility of delayed triggering. > > Tolong diperhatikan butir no. 3; seberapa besar magnitude gempa baru bisa > memicu mud volcano dan seberapa jauh mud volcano itu dari episentrum gempa > adalah hal yang tidak diketahui. Juga butir no. 4 berhubungan dengan ulasan > Minarwan di bawah tentang lag time 11 bulan letusan Pinatubo setelah gempa - > itu dipertanyakan. > > Tentang pendapat/skenario Minarwan bahwa slab yang berhubungan dengan gempa > menyebabkan reaktivasi volkanisme, saya tak sependapat. Gempa di slab > (artinya gempa dalam) lebih akan merambat ke bagian updip slab tersebut > menuju overriding plate-nya sebab gempa di slab ada di lingkungan astenosfer > dan rheology upper mantle tersebut tentu lebih rendah dibandingkan slabnya > sendiri, maka propagasi gaya gempa akan merambat ke bagian updip slab. Dapur > magma umumnya masih di lower crust (kontinen/kerak akresi), jauh di atas > slab; maka gempa di slab tak akan merektivasi dapur magma itu sehingga > volkanisme tak akan terpengaruh oleh slab earthquake. Kasus gempa Yogya > adalah gempa di overriding plate, jadi tak ada hubungan sama sekali dengan > slab-nya yang tenggelam di bawah Jawa Tengah. Gempa di overriding plate akan > mempropagasikan gayanya secara lateral, tetapi akan lebih mengarah ke satu > azimuth bergantung pola rupture-nya. Dalam kasus gempa Yogya, propagasi gaya > itu lebih ke arah timur dan timurlaut (silakan cek aftershocks-nya) dan > mengganggu keseimbangan semua fluida plumbing system atau venting system yang > berada di wilayah sapuan gaya gempa itu. Venting system adalah struktur2 > bawah permukaan atau di permukaan yang setting geologinya siap mengalirkan > fluida ke permukaan. +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ Walter et al. (2007) mengatakan bahwa gempa M6.3 di Jogja pada tahun 2001 pada kedalam 130 km juga diikuti meningkatnya aktifitas Gunung Merapi. Tampaknya, baik dalam maupun dangkal, Merapi terpicu oleh gempa. Demikian yang saya pahami dari makalah Walter et al. (2007). Untuk sementara demikian dulu, saya tambahkan lagi di lain kesempatan. +++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++++ -- - when one teaches, two learn - http://www.geotutor.tk http://www.linkedin.com/in/minarwan -------------------------------------------------------------------------------- PP-IAGI 2008-2011: ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com * 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro... -------------------------------------------------------------------------------- Ayo siapkan diri....!!!!! Hadirilah PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 29 November - 2 Desember 2010 ----------------------------------------------------------------------------- To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi --------------------------------------------------------------------- DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. ---------------------------------------------------------------------