Saat sedang memikirkan rel kereta api yang bengkok (salah satu bukti
reaktivasi Sesar Watukosek), secara iseng-iseng, saya mencari berita
mengenai kejadian ini dan mendapatkan tautan berikut:
http://www.suaramerdeka.com/harian/0609/28/nas01.htm

Foto yang terpampang di situs di atas menurut hemat saya adalah foto
yang hampir sama dengan foto yang dipasang di Mazzini et al (2007) -
EPSL 261, 375-388. Saya lihat tanggalnya, tanggal 27. Gempa Jogja yang
konon telah mereaktivasi sesar Watukosek juga terjadi pada tanggal
yang sama. Tapi lho, beritanya itu dimuat pada bulan September,
sedangkan gempanya kan bulan Mei?

Jadi, ada selang waktu 4 bulan, di mana tidak ada yang sadar bahwa rel
kereta itu telah bengkok, tidak ada laporan gangguan dan kereta api
jurusan Surabaya-Malang-Blitar lewat seperti biasa setiap hari mungkin
beberapa kali, sampai akhirnya lengkungan rel menjadi parah karena
pergerakan tanah yang membuat rel bengkok. Bagaimana ini Pak Masinis
selama 4 bulan kok tidak melihat posisi relnya sudah berubah?

Berlanjut ke komposisi magma Merapi dan Semeru, yang membuat kedua
gunung api ini merespon gempa Jogja secara bersamaan walaupun jaraknya
berbeda dari pusat gempa, saya sudah memberikan 3 referensi, di mana
mereka menggunakan XRF untuk menganalisis kandungan SiO2, yang
menyimpulkan Semeru dan Merapi adalah sama-sama gunung api andesit
basaltik. Komentar saya mengenai topik ini saya rasa sudah cukup,
selebihnya saya serahkan kepada para volcanologist yang lebih tahu
daripada saya untuk berkomentar.

Sampai sejauh ini, saat kita mendiskusikan kaitan gempa dan aktivitas
gunung api, kita selalu tidak mengikutsertakan faktor tambahan magma
baru ke dapur magma (Sparks et al, 1977 di dalam Manga dan Brodsky,
2006). Padahal, Merapi dan Semeru telah aktif sebelum gempa Jogja
terjadi, dengan kata lain, tekanan di dapur magma sudah meningkat
sehingga ada yang harus dikeluarkan lewat lubang kepundan. Dengan
menggunakan analogi proses yang sama antara gunung api dan gunung
lumpur (walaupun yang satu adalah magma sedangkan yang lain adalah
lumpur), kita bisa mempertanyakan, ada tambahan tekanan apa dan dari
mana di sekitar sumur BPJ/BJP-1 yang membuat LULA/LUSI meledak? Hanya
passing seismic wave sajakah?

Mori dan Kano (2009) menunjukkan bahwa passing seismic wave dari gempa
Jogja yang sampai ke Sidoarjo paling-paling cuma sekitar 7 kPa, lebih
kecil daripada critical threshold 10 kPA yang digunakan oleh Walter et
al (2007) - mengikuti Stein (1999) - untuk menunjukkan transient
pressure minimum yang dapat mentrigger letusan gunung berapi. Semua
fakta mengenai naik turunnya muka air tanah, rekaman passing seismic
wave di Ujung Pangkah dan seterusnya adalah fakta yang baik. Bahwa
kondisi fluida lokal di Sidoarjo terpengaruh oleh passing seismic wave
menurut Mori dan Kano (2009) adalah fakta yang sahih. Yang menjadi
pertanyaan adalah bagaimana goncangan gempa ini sampai membuat ledakan
yang begitu hebat?

Mari kita analogikan dengan menggoyang air dalam panci yang sedang
mendidih di atas kompor. Dalam kondisi tidak ada tambahan panas dari
kompor, goyangan yang pelan tentu tidak akan membuat air menggelegak
dan tumpah, tapi jika kemudian panas dari kompor kita tambahkan secara
signifikan, gelembung air yang mendidih menjadi lebih besar, air
panasnya akan tumpah dari panci.

Jika memang ada faktor kondisi kritis yang bermain, sebenarnya apa
sebenarnya faktor kondisi kritis ini? Untuk kasus Merapi dan Semeru,
mungkin faktor kondisi kritisnya sudah jelas, mereka sedang aktif pada
saat gempa terjadi, kemudian setelah gempa aktivitasnya meningkat
(walaupun responnya masih terlihat aneh padahal jaraknya berbeda dari
pusat gempa, biarlah kita lupakan saja). Saya bisa mengajukan faktor
kondisi kritis ini berupa tambahan magma baru yang menekan dapur magma
kedua gunung api itu. Tapi untuk LULA/LUSI? Apakah mereka?

Saya sudah membaca makalah tentang 4 tahapan pembentukan gunung lumpur
yang dipublikasikan di IPA 2008 (Satyana dan Asnidar, 2008). Awalnya,
saya berharap dapat menjawab pertanyaan yang saya ajukan di atas
(tentang observasi untuk mengenali sebuah gunung lumpur siap
meledak/berada dalam kondisi kritis) setelah membaca makalah Pak
Awang. Namun rasanya saya tidak menemukan jawaban itu (mohon Pak Awang
berkenan menunjukkan kepada saya pembahasan mengenai topik ini di
makalah tersebut, siapa tahu saya membaca terlalu cepat dan justru
melewatkan bagian ini). Atau mungkin pembahasan ini ada di makalah Pak
Awang di PIT IAGI 2007 yah (saya tidak punya akses ke prosiding PIT
IAGI, ada yang berkenan membantu?).

Kembali ke Satyana dan Asnidar (2008) yang mengutip Waluyo (2007),
saya lihat tidak ada perbedaan antara Stage 2 dan Stage 3 evolusi mud
diapir menjadi mud volcano, selain di Stage 3, erupsi telah terjadi
(erupting mud volcano phase). Kalau saya tidak salah menangkap tulisan
Pak Awang, justru yang ingin kita observasi adalah "sesaat" sebelum
"syn-eruption", apa tanda mud diapir yang siap meledak dan menjadi mud
volcano?

Yang saya harapkan adalah misalnya (tanda-tanda sebuah mud diapir
dalam kondisi kritis - sebelum gempa terjadi):
1. Puncak mud diapir sudah menggelembung membuat topografi di
permukaan yang berbeda dengan kondisi di sekitarnya
2. Bukan hanya nomor 1, tapi sudah mulai tercium bocoran CH4 di
sekitar "bukit" yang terbentuk oleh desakan mud diapir dari bawah
3. Sering ada suara-suara dari bawah yang menandakan ada gerakan tanah
akibat tekanan yang sudah tertumpuk
4. Jika dilihat dari penampang seismik, kemiringan lereng melebihi
sekian dan sekian derajat

Dengan mengenali tanda-tanda itu sebelum erupsi pertama mud volcano
berlangsung, mudah-mudahan kita bisa tahu bahwa lokasi mud diapir yang
ada di desa A atau B atau C sedang berada dalam kondisi kritis,
sehingga kita perlu mempersiapkan diri.

Kembali ke LULA/LUSI dan trigger kecil (reaktivasi sesar Watukosek)
serta trigger utamanya (gempa Jogja), selain rel yang bengkok (dan
baru diketahui 4 bulan setelah gempa??) dan sungai Porong yang
berkelok mengikuti zona lemah sesar itu, apakah kita memiliki
observasi lain yang mendukung kesimpulan ini?

Untuk sementara demikian dulu.

Salam
mnw

-- 
- when one teaches, two learn -
http://www.geotutor.tk
http://www.linkedin.com/in/minarwan

--------------------------------------------------------------------------------
PP-IAGI 2008-2011:
ketua umum: LAMBOK HUTASOIT, lam...@gc.itb.ac.id
sekjen: MOHAMMAD SYAIFUL, mohammadsyai...@gmail.com
* 2 sekretariat (Jkt & Bdg), 5 departemen, banyak biro...
--------------------------------------------------------------------------------
Ayo siapkan diri....!!!!!
Hadirilah PIT ke-39 IAGI, Senggigi, Lombok NTB, 29 November - 2 Desember 2010
-----------------------------------------------------------------------------
To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
---------------------------------------------------------------------
DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on 
its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI or 
its members be liable for any, including but not limited to direct or indirect 
damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or 
profits, arising out of or in connection with the use of any information posted 
on IAGI mailing list.
---------------------------------------------------------------------

Kirim email ke