SABDO PALON NAYA GENGGONG 
 
Oleh: M. Dawam Rahardjo
   
  Dalam seminar yang diseleng­garakan Universitas
Suraba­ya, seorang penganut aliran kepercayaan
menanyakan bagaimana pandangan saya tentang ra­malan
Sabdo Palon Naya Geng­gong. Pengikut setia raja
Majapahit terakhir itu pernah mengatakan bahwa agama
Hindu memang akan digantikan oleh agama Islam, yang
pada waktu itu didakwahkan oleh Wali Sanga. Namun, 500
tahun ke­mudian, Islam akan digantikan oleh suatu
agama baru, yang dise­butnya sebagai "agama budi".
  
Aga­ma, menurut pengertian kaum penghayat kepercayaan,
adalah "ageming budi", artinya pakaian yang melindungi
seseorang itu ada­lah budi pekerti luhur. Dalam
ajar­an Islam, sebagaimana disebut da­lam Al-Quran,
hakikat pakaian se­tiap orang itu adalah takwa, yang
merupakan puncak kecerdasan spi­ritual manusia.
  Pada 1979, Nurcholish Madjid (Cak Nur) tampil di Taman
Ismail Marzuki, Jakarta, setelah dua pidato kebudayaannya yang pada pokoknya 
menganjurkan liberalisasi sekularisasi pemikiran Islam, dengan
jargonnya yang menjadi sangat terkenal, yakni "Islam
Yes, Partai Islam No". Isi ceramah itu memberi kesan
seolah-olah Cak Nur mengemukakan jargon baru, yaitu
"Spiritualisme Yes, Agama No". Istilah itu sebenarnya
tidak pernah diucapkan oleh Nurcholish, tapi
penyimpulan ceramah Cak Nur yang dipelintir oleh
sebuah majalah Islam.
   
  Memang Cak Nur mengobservasi gejala ditinggalkannya
agama (da­lam hal ini Kristen) di Barat. Tapi dalam
masyarakat Barat justru timbul banyak aliran
spiritual. Na­da penilaian Cak Nur sebenarnya sikap
kritisnya terhadap aliran-­aliran spiritual, terutama
yang mengajarkan kesesatan. Dan Cak Nur sebaliknya
menginginkan agar masyarakat Barat tetap berpegang
pada agama. Saran ini juga dituju­kan bagi umat Islam
di Indonesia, tapi ceramah Cak Nur itu dipelintir oleh
pengritiknya yang mengesan­kan Cak Nur menganjurkan
umat Islam agar menggantikan agama dengan
spiritualisme. Sungguh pun begitu, yang diungkapkan
Cak Nur itu memang merupakan kenyataan dan gejala baru
di masyarakat Ba­rat, yang juga disebut oleh
futuro­log John Naissbit. Jadi ramalan Sabdo Palon itu
sesunggulmya te­lah terjadi di Barat.
   
  Dalam kaitannya dengan Islam yang dikaitkan dengan
terorisme dan kekerasan yang muncul dari gerakan
radikalisasi Islam, timbul pertanyaan yang ditujukan
kepada cendekiawan Dr Jalaluddin Rah­mat. Mengapa
Islam, yang disebut sebagai pembawa rahmat bagi
se­kalian alam, dalam realitas telah melahirkan
aksi-aksi kekerasan? Kang Jalal kurang-lebih
menja­wab, gejala itu karena pemahaman Islam terlalu
menekankan pada se­gi akidah, terutama pada
keperca­yaan yang fundamental yang bersi­fat mutlak.
Hal ini mengakibatkan lahirnya pandangan sempit dan
fa­natis. Dalam upaya mereka yang merasa "membela
Islam" dari kese­satan akidah, apalagi dalam
meng­hadapi apa yang dipersepsikan se­bagai ancaman,
umat Islam memi­lih pendekatan kekerasan, paling tidak
menyetujui atau membiarkan tindakan kekerasan.
   
  Di samping itu, Kang Jalal meng­ajukan alternatif
bahwa tekanan keberagamaan hendaknya diarah­kan pada
ajaran kemuliaan akhlak atau al-akhlak al-karimah
sesuai dengan hadis Nabi yang mengata­kan: "Saya
sesungguhnya diutus untuk memperbaiki dan
menyem­purnakan akhlak." Konsep Kang Jalal itu
mendekati pengertian "agama iku ageming budi" (agama
itu adalah pakaian yang berupa bu­di) yang dirumuskan
oleh kaum ke­batinan.
   
  Mirjam Kunkler dari Universitas Columbia pernah
mengatakan bahwa pertumbuhan gereja di Amerika Serikat
sangat pesat. Wacana ke­agamaan tidak hanya dilakukan
di gereja-gereja, tapi juga di gedung-gedung pertemuan
dan hotel-hotel yang disiarkan melalui radio dan
televisi ke seluruh dunia. Ia menilai bahwa masyarakat
Amerika sangat religius. Tapi masyarakat Amerika
dikenal sebagai masyarakat yang punya kesadaran etik
yang rendah, ditandai dengan praktek bisnis yang tidak
etis, politik kotor, krimi­nalitas yang tinggi, dan
pengguna­an kekerasan secara telanjang yang mewarnai
politik luar negeri yang didukung oleh agresi militer.
Ke­simpulannya, masyarakat Amerika itu religius tapi
tidak etis.
   
  Keadaan di Eropa berkebalikan. Di sana gereja telah
ditinggalkan. Bahkan banyak gereja yang dijual dan
dialihfungsikan. Sebagian di­jadikan museum, sebagian
lagi dijadikan masjid oleh kaum muslim. Sebagaimana
kata Friedrich Nietsche "God is dead", Tuhan te­lah
mati, kehidupan beragama su­dah hampir merupakan
sejarah masa lampau. Masyarakat Eropa itu tidak
religius, bahkan ateis atau agnostik, tapi etis.
   
  Kata Kunkler, masyarakat Eropa sekarang sudah menjadi
sebuah masyarakat etis (etische communi­ty), meminjam
istilah Hegel. Teo­log-filsuf Jerman, Hans Kung, kini
mengembangkan apa yang disebut­nya etika global
(global ethics) dan mempersiapkan sebuah deklarasi
mengenai etika global.
   
  Apa yang berkembang di Eropa sesungguhnya transformasi
dari re­ligi ke etika. Masyarakat memang telah
meninggalkan agama, tapi te­tap beretika. Bukan Tuhan
yang te­lah mati, melainkan agamalah yang mati,
sedangkan Tuhan masih hi­dup. Dengan mengikuti
kata-kata Cak Nur, di Indonesia yang terjadi mungkin
"God yes, religion no". Itulah versi lain dari ramalan
Sab­do Palon. Sebab, Ketuhanan yang Maha Esa, seperti
dikatakan oleh Bung Hatta, adalah landasan moral
bangsa Indonesia, sebagaimana di­maksud dalam
Pancasila.
   
  Gambaran masyarakat Eropa itu mengikuti "agama budi",
sebagai­mana diramalkan oleh Sabdo Pa­lon. Karena itu,
saya menjawab pertanyaan peserta dari aliran
ke­percayaan itu bahwa ramalan Sab­do Palon itu
mungkin saja terjadi di Indonesia. Islam sekarang
sudah makin diidentikkan dengan keke­rasan,
sebagaimana diungkapkan dalam kartun Nabi Muhammad
oleh majalah Denmark, Jyllands­-Posten. Begitulah
persepsi tentang Islam di Eropa. Jika citra itu
berkembang, dan "Islam itu rahmat bagi sekalian alam"
dinilai sebagai kebohongan terhadap publik, orang akan
diam-diam atau terang-­terangan meninggalkan Islam.
  
Ko­munitas Eden secara terang-­terangan telah
meninggalkan Is­lam. Tapi mereka membentuk se­buah
masyarakat etis yang didasar­kan pada ajaran semua
agama, wa­laupun sumber utamanya Islam. Dalam
kaitannya dengan gejala itu, mungkin saja agama budi
yang bersumber pada ajaran kepercaya­an kepada Tuhan
yang Maha Esa, terutama yang diikuti oleh masya­rakat
Jawa, akan berkembang menjadi "agama ageming budi"
menggantikan agama-agama besar yang mapan dewasa ini.
  Mungkin saja Islam sebagai aga­ma yang menekankan
akidah (fun­damentalisme Islam) dan syariat (hukum
Islam) akan ditinggalkan. Dan yang diikuti hanyalah
ajaran akhlak sebagaimana yang diisya­ratkan oleh Kang
Jalal atau terma­suk ajaran muamalahnya (dengan contoh
keuangan dan perbankan syariah). Dan sebagaimana yang
dianjurkan oleh Nurcholish Ma­djid, Islam sebagai
agama publik akan bangkit. Gejala itu pun sudah tampak
dalam aliran "Islam prog­resif" yang sejalan dengan
Islam li­beral yang dipelopori oleh generasi muda.

  KORAN TEMPO
MINGGU, 19 MARET 2006



Click:

http://www.mediacare.biz

or

http://mediacare.blogspot.com

or 

http://indonesiana.multiply.com

Mailing List: http://www.yahoogroups.com/group/mediacare/join
                
---------------------------------
New Yahoo! Messenger with Voice. Call regular phones from your PC for low, low 
rates.

[Non-text portions of this message have been removed]



Quotes : 
"Religion is a set of social and political institutions and spirituality is a 
private pursuit which may or may not take place in a church setting."
 - D. Patrick Miller -


 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://asia.groups.yahoo.com/group/mayapadaprana/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://asia.docs.yahoo.com/info/terms
 



Kirim email ke