*Kelancangan Ahlul Kitab terhadap Kitab Suci-Nya*

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيْقًا يَلْوُوْنَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ
لِتَحْسَبُوْهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُوْلُوْنَ
هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى
اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Sesungguhnya ada segolongan di antara mereka yang memutar-mutar lidahnya
membaca Al Kitab, supaya kamu mengira yang dibacanya itu sebagian dari Al
Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: ‘Ini (yang
dibaca itu datang) dari sisi Allah’, padahal ia bukan dari sisi Allah.
Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.” (Ali
‘Imran: 78)

*Penjelasan Mufradat Ayat*

مِنْهُمْ

Di antara mereka, yaitu kaum Yahudi yang ada di sekitar kota Madinah.
Sebab, kata ganti “mereka” di sini kembali ke firman Allah 'Azza wa Jalla
sebelumnya yang menjelaskan tentang keadaan mereka. (Tafsir Ath-Thabari,
3/323)

يَلْوُوْنَ

Memutar-mutar lidahnya, yaitu mereka men-tahrif (mengubahnya), sebagaimana
dinukil dari Mujahid, Asy-Sya’bi, Al-Hasan, Qatadah, dan Rabi’ bin Anas.
Demikian pula yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas bahwa mereka
mengubah dan menghilangkannya, dan tidak ada seorangpun dari makhluk Allah
'Azza wa Jalla mampu menghilangkan lafadz kitab dari kitab-kitab Allah.
Namun mereka mengubah dan mentakwilnya bukan di atas penakwilan
sebenarnya.” (Tafsir Ibnu Katsir, 1/377, lihat pula Tafsir Ath-Thabari,
3/324)

Qatadah rahimahullahu berkata:
“Mereka adalah Yahudi, musuh Allah 'Azza wa Jalla. Mereka mengubah kitab
Allah 'Azza wa Jalla, membuat bid’ah di dalamnya, kemudian mengira bahwa
itu dari sisi Allah 'Azza wa Jalla.” (Tafsir Ath-Thabari, 3/324)

Adapun dalam qira`ah (bacaan) Abu Ja’far dan Syaibah dibaca dengan
“yulawwuun”, yang menunjukkan makna lebih sering dalam mengerjakan hal
tersebut. (Tafsir Al-Qurthubi, 4/121)

*Penjelasan Makna Ayat*


Al-’Allamah Abdurrahman As-Sa’di rahimahullahu berkata menjelaskan ayat ini:

“Allah 'Azza wa Jalla mengabarkan bahwa di antara ahli kitab ada yang
mempermainkan lisannya dengan Al-Kitab, yaitu memalingkan dan mengubah dari
maksud sebenarnya. Dan ini mencakup mengubah lafadz dan maknanya. Padahal
tujuan dari adanya Al-Kitab adalah untuk memelihara lafadznya dan tidak
mengubahnya, serta memahami maksud dari ayat tersebut dan memahamkannya.
Mereka justru bertolak belakang dengan hal ini. Mereka memahamkan selain
apa yang diinginkan dari Al-Kitab, baik dengan sindiran maupun
terang-terangan. Adapun secara sindiran terdapat pada firman-Nya

لِتَحْسَبُوْهُ مِنَ الْكِتَابِ

(agar kalian menyangkanya dari Al-Kitab) yaitu mereka memutar-mutar
lisannya dan memberikan kesan kepadamu bahwa itulah maksud dari kitab Allah
'Azza wa Jalla. Padahal bukan itu yang dimaksud. Adapun yang secara
terang-terangan, terdapat pada firman-Nya:

وَيَقُوْلُوْنَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللهِ
وَيَقُوْلُوْنَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ

“Dan mereka mengatakan bahwa itu dari sisi Allah, padahal bukan dari sisi
Allah. Mereka mengada-ada atas nama Allah dengan kedustaan dalam keadaan
mereka mengetahui.”

Dan ini lebih besar dosanya daripada orang yang mengada-ada atas nama Allah
'Azza wa Jalla tanpa ilmu. Mereka ini berdusta atas nama Allah 'Azza wa
Jalla, kemudian menggabungkan antara menghilangkan makna yang haq dan
menetapkan makna yang batil, dan mendudukkan lafadz yang menunjukkan
kebenaran untuk dibawa kepada makna yang batil, dalam keadaan mereka
mengetahui.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 136)

Ibnu Katsir rahimahullahu berkata:
“Allah rahimahullahu mengabarkan tentang Yahudi –laknat Allah atas mereka–
bahwa di antara mereka ada suatu kelompok yang mengubah-ubah kalimat dari
tempatnya dan mengganti firman Allah serta menghilangkannya dari maksud
sebenarnya untuk memberi kesan kepada orang-orang jahil bahwa itu terdapat
dalam kitab Allah. Mereka menisbahkannya kepada Allah. Mereka berdusta
dalam keadaan mereka mengetahui dari diri mereka sendiri bahwa mereka
berdusta dan mengada-adakan semua itu. Oleh karenanya Allah mengatakan:
“dan mereka berdusta atas nama Allah dalam keadaan mereka mengetahui.”
(Tafsir Ibnu Katsir, 1/377)

Ath-Thabari rahimahullahu berkata:
“Allah jalla tsana`uhu memaksudkan bahwa di antara ahli kitab, yaitu kaum
Yahudi dari Bani Israil yang ada di sekitar Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam di masanya, mempermainkan lisan mereka dengan Al-Kitab agar
kalian menyangkanya dari kitab Allah dan yang diturunkan-Nya. Padahal apa
yang lisan mereka permainkan adalah kitab Allah yang telah mereka ubah dan
ada-adakan. Dan mereka kesankan bahwa apa yang telah mereka permainkan
dengan lisan mereka dengan mengubah, berdusta, dan berbuat kebatilan, lalu
mereka masukkan dalam kitab Allah, bahwa itu berasal dari sisi Allah.
Padahal itu bukan dari apa yang diturunkan Allah kepada salah seorang dari
nabinya. Namun hal tersebut merupakan sesuatu yang mereka ada-adakan dari
diri mereka sendiri, dusta atas nama Allah. Mereka sengaja berdusta atas
nama Allah, dan bersaksi atasnya dengan kebatilan dan menyertakan sesuatu
yang tidak termasuk kitab Allah ke dalamnya, hanya karena mengharapkan
kekuasaan dan kehidupan dunia yang rendah nilainya.” (Tafsir Ath-Thabari,
dengan sedikit diringkas, 3/323-324)

*Kitab Taurat dan Injil yang Telah Berubah[1]*


Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

فَوَيْلٌ لِلَّذِيْنَ يَكْتُبُوْنَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيْهِمْ ثُمَّ
يَقُوْلُوْنَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيْلاً
فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيْهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا
يَكْسِبُوْنَ

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al-Kitab
dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: ‘Ini dari Allah’, (dengan
maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka
kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka
sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka
kerjakan.” (Al-Baqarah: 79)

يَا أَيُّهَا الرَّسُوْلُ لاَ يَحْزُنْكَ الَّذِيْنَ يُسَارِعُوْنَ فِي
الْكُفْرِ مِنَ الَّذِيْنَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ
قُلُوْبُهُمْ وَمِنَ الَّذِيْنَ هَادُوا سَمَّاعُوْنَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُوْنَ
لِقَوْمٍ آخَرِيْنَ لَمْ يَأْتُوْكَ يُحَرِّفُوْنَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ
مَوَاضِعِهِ يَقُوْلُوْنَ إِنْ أُوْتِيْتُمْ هَذَا فَخُذُوْهُ وَإِنْ لَمْ
تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا وَمَنْ يُرِدِ اللهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ
مِنَ اللهِ شَيْئًا أُولَئِكَ الَّذِيْنَ لَمْ يُرِدِ اللهُ أَنْ يُطَهِّرَ
قُلُوْبَهُمْ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي اْلآخِرَةِ عَذَابٌ
عَظِيْمٌ

“Hai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera
(memperlihatkan) kekafirannya, yaitu di antara orang-orang yang mengatakan
dengan mulut mereka: ‘Kami telah beriman’, padahal hati mereka belum
beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (Orang-orang Yahudi itu)
amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan amat suka mendengar
perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka
mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. Mereka
mengatakan: ‘Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada
kamu, maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka
hati-hatilah.’ Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, maka
sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun (yang datang) dari
Allah. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan
hati mereka. Mereka mendapat kehinaan di dunia dan di akhirat mereka
mendapat siksaan yang besar.” (Al-Maidah: 41)

Ayat-ayat Allah 'Azza wa Jalla yang mulia ini menjelaskan kepada kita, apa
yang telah diperbuat Ahli Kitab terhadap kitab-kitab mereka berupa
perubahan, penambahan, dan membawa makna-makna yang terdapat dalam kitab
Allah tersebut kepada yang bukan pemahaman sebenarnya. Mereka melakukannya
untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah dan untuk mendapatkan sebagian
kehidupan dunia yang hina. Mereka melakukannya dalam keadaan mengetahui
kebenaran tersebut, namun menyembunyikan dan menampakkan sebaliknya di
hadapan manusia. Allah 'Azza wa Jalla berfirman:

الَّذِيْنَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُوْنَهُ كَمَا يَعْرِفُوْنَ
أَبْنَاءَهُمْ وَإِنَّ فَرِيْقًا مِنْهُمْ لَيَكْتُمُوْنَ الْحَقَّ وَهُمْ
يَعْلَمُوْنَ

“Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al-Kitab (Taurat dan
Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan
sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal
mereka mengetahui.” (Al-Baqarah: 146)

Namun adanya perubahan tersebut bukan berarti bahwa semua yang terdapat
dalam kitab Taurat ataukah Injil telah mengalami perubahan secara
keseluruhan. Bahkan di dalam keduanya itu masih banyak terdapat ayat-ayat
yang merupakan teks asli dari kitab Allah 'Azza wa Jalla, yang jika
seseorang Nasrani atau Yahudi mengimani ayat-ayat tersebut dengan keimanan
yang sebenar-benarnya, niscaya mereka akan beriman dengan apa yang dibawa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berupa wahyu Al-Qur`an Al-Karim.
Hal ini telah dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu,
beliau berkata:

“Demikian pula dikatakan: jika lafadz-lafadz khabar diubah sedikit,
tidaklah mencegah bahwa kebanyakan lafadznya tidak terjadi perubahan.
Apalagi jika di dalam Al-Kitab itu sendiri ada yang menunjukkan sesuatu
yang telah diubah itu. Dan dikatakan pula bahwa apa-apa yang telah diubah
dari lafadz-lafadz Taurat dan Injil, maka dalam Taurat dan Injil itu
sendiri ada yang menjelaskan sesuatu yang telah berubah tersebut.”

Lalu beliau melanjutkan perkataannya:
“Sesungguhnya, perubahan yang ada hanya sedikit dan kebanyakannya tidak
berubah. Dan pada yang tidak berubah terdapat lafadz-lafadz yang jelas dan
sangat nampak maksudnya yang menjelaskan kesalahan yang menyelisihinya, dan
memiliki penguat-penguat yang banyak yang membenarkan sebagian terhadap
sebagian yang lainnya. Berbeda dengan sesuatu yang telah berubah,
sesungguhnya lafadznya sedikit dan nash-nash Al-Kitab membantahnya.
Sehingga (Al-Kitab) ini berkedudukan seperti kitab-kitab hadits yang
dinukil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, di mana terdapat beberapa
hadits yang lemah di dalam Sunan Abu Dawud, At-Tirmidzi, atau selainnya.
Maka dalam hadits-hadits shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ada
yang menjelaskan lemahnya riwayat tersebut.

Bahkan di dalam Shahih Muslim terdapat sedikit lafadz yang keliru, yang
mana hadits-hadits yang shahih bersama Al-Qur`an ada yang menjelaskan
kekeliruan tersebut. Seperti apa yang diriwayatkan bahwa Allah menciptakan
bumi pada hari Sabtu dan menjadikan penciptaan makhluk dalam tempo tujuh
hari, di mana hadits ini telah dijelaskan para imam ahli hadits seperti
Yahya bin Ma’in, Abdurrahman bin Mahdi, Al-Bukhari dan selainnya bahwa
hadits ini keliru, dan bahwa itu bukan dari perkataan Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam. Bahkan Al-Bukhari menjelaskan dalam Tarikh Kabir bahwa
ini adalah perkataan Ka’b Al-Ahbar, sebagaimana telah dirinci pada
pembahasannya. Dan Al-Qur`an juga menunjukkan kesalahan ini dan menjelaskan
bahwa penciptaan terjadi selama enam hari. Dan telah terdapat dalam hadits
shahih bahwa akhir penciptaan pada hari Jum’at, maka awal penciptaan
terjadi pada hari Ahad.

Demikian pula yang diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam shalat kusuf (gerhana) dengan dua atau tiga ruku’, maka sesungguhnya
yang tsabit dan mutawatir dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam dua
kitab Shahih (Al-Bukhari dan Muslim) dan selainnya dari hadits ‘Aisyah,
Ibnu ‘Abbas, 'Abdullah bin ‘Amr, dan yang lainnya bahwa beliau shalat pada
satu rakaat dengan dua ruku’. Oleh karenanya Al-Imam Al-Bukhari tidak
mengeluarkan hadits lain kecuali hadits ini.”

Lalu beliau berkata lagi:
“Demikian pula jika terjadi perubahan pada sebagian lafadz kitab-kitab
terdahulu, maka dalam kitab itu sendiri ada yang menjelaskan kekeliruannya.
Dan telah kami jelaskan bahwa kaum muslimin tidaklah mengklaim bahwa
seluruh salinan (Al-Kitab) yang ada di dunia dari zaman Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dengan setiap bahasa dari Taurat, Injil, dan Zabur telah
diubah lafadz-lafadznya. Sesungguhnya saya tidak mengetahui ada yang
mengucapkan demikian baik dari ulama salaf, meskipun dari kalangan
mutaakhirin (orang belakangan) bisa jadi ada yang mengatakannya.
Sebagaimana di kalangan umat belakangan ada yang membolehkan ber-istinja
(bersuci) dengan setiap salinan Taurat dan Injil yang ada di dunia. Maka
ucapan ini dan yang semisalnya bukanlah ucapan pendahulu dan para imam umat
ini.” (Daqa`iq At-Tafsir, 2/57-59. Lihat pula Al-Jawab Ash-Shahih Liman
Baddala Dinal Masih, 2/442-444)

Apa yang disebutkan Syaikhul Islam ini dibuktikan kebenarannya oleh
Al-Qur`an dan As-Sunnah. Al-Qur`an Al-Karim dalam banyak tempat banyak
menjadikan isi Taurat dan Injil sebagai hujjah atas ahli kitab untuk
membenarkan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
Silahkan baca surah Al-Ma`idah, mulai dari ayat 46-50. Demikian pula firman
Allah 'Azza wa Jalla:

كُلُّ الطَّعَامِ كَانَ حِلاًّ لِبَنِي إِسْرَائِيْلَ إِلاَّ مَا حَرَّمَ
إِسْرَائِيْلُ عَلَى نَفْسِهِ مِنْ قَبْلِ أَنْ تُنَزَّلَ التَّوْرَاةُ قُلْ
فَأْتُوا بِالتَّوْرَاةِ فَاتْلُوْهَا إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ

“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang
diharamkan oleh Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat
diturunkan. Katakanlah: ‘(Jika kamu mengatakan ada makanan yang diharamkan
sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kamu
orang-orang yang benar’.” (Ali Imran: 93)

Demikian pula yang diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim, dari Abdullah bin
‘Umar bahwa beberapa orang Yahudi datang kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam dengan membawa seorang lelaki dari mereka dan seorang wanita yang
keduanya telah berbuat zina. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bertanya kepada mereka: “Apa yang kalian lakukan terhadap orang yang
berzina di antara kalian?” Mereka menjawab: “Kami melumuri wajahnya dengan
arang[2] dan memukulnya.” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berkata:
“Apakah kalian tidak menemukan hukum rajam dalam Taurat?” Mereka menjawab:
“Kami tidak mendapati sedikitpun (tentang rajam).” Abdullah bin Sallam
berkata kepada mereka: “Kalian telah berdusta, datangkanlah Taurat jika
kalian jujur.” Salah seorang guru mereka yang mengajari mereka meletakkan
telapak tangannya di atas ayat rajam (dengan maksud menutupinya, red.).
Lalu diapun mulai membaca ayat yang sebelum dan sesudahnya, dan tidak
membaca ayat rajam. (Abdullah bin Sallam) melepaskan tangannya dari ayat
rajam dan bertanya: “(Ayat) apa ini?” Tatkala mereka melihat itu merekapun
menjawab: “Itu ayat rajam.” Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
memerintahkan agar keduanya dirajam[3]. Maka keduanya pun dirajam di dekat
tempat jenazah yang ada di dekat masjid. Ibnu ‘Umar berkata: “Aku melihat
(yang dirajam tersebut) berusaha menghindar, melindungi dirinya dari
bebatuan (yang dilemparkan kepadanya hingga ia tewas).” (HR. Al-Bukhari,
8/4556 dan Muslim no. 1699)

Bagi siapa yang melihat kitab Injil sekarang ini, masih sangat banyak
ajaran-ajaran asli yang berasal dari ajaran Nabi ‘Isa 'alaihissalam, yang
apabila mereka memahaminya dengan pemahaman yang jernih, niscaya akan
membawa kepada keyakinan akan kebenaran Islam yang dibawa Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Di antaranya adalah apa yang disebutkan dalam Injil, kitab Ulangan 6:4:
“Dengarlah hai orang Israil, Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu satu.”

Dan dalam kitab Yesaya 45:5-6:
“Akulah Tuhan dan tidak ada yang lain.”

Demikian pula dalam Yohanes 17:3:
“Inilah hidup yang kekal, yaitu mereka mengenal Engkau, satu-satu-Nya yang
benar dan mengenal Yesus[4] yang telah engkau utus.”

Demikian pula di dalam kitab Injil yang terdapat larangan membuat patung,
dalam kitab keluaran 20:4-5:
“Janganlah membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit
di atas atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah
bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku
Tuhan, Allahmu adalah Allah yang cemburu.”

Bahkan anjuran untuk berkhitan pun disebutkan dalam Injil mereka, seperti
yang disebutkan dalam Kitab Kejadian 17:13:
“Orang yang lahir di rumahmu dan orang yang engkau beli dengan uang harus
disunat,” lalu pada ayat ke-14 disebutkan: “Dan orang yang tidak disunat,
yakni laki-laki yang tidak dikerah kulit khatannya, maka orang itu harus
dilenyapkan dari tengah masyarakatnya. Ia telah mengingkari perjanjian-Ku.”

Demikian pula dijelaskan bahwa Nabi ‘Isa 'alaihissalam hanyalah diutus
secara khusus untuk Bani Israil, dan tidak lebih dari itu. Seperti yang
disebutkan dalam Matius 10:5-6: “Kedua belas murid itu diutus Yesus dan ia
berpesan kepada mereka: ‘Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain
atau masuk ke dalam kota Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba
yang hilang dari umat Israel.” Dan dalam Matius 15:24 disebutkan: “Jawab
Yesus: ‘Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israil’.”

Seluruh perkara ini dibenarkan Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu
'alaihi wa sallam dalam banyak haditsnya. Oleh karenanya, setelah diutusnya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Nabi dan Rasul
penghabisan, maka beliau diutus untuk seluruh umat manusia. Sehingga tidak
diperkenankan lagi bagi seorangpun dari kalangan umat ini untuk menjadikan
petunjuk kecuali apa yang telah dibawa Muhammad bin Abdullah Shallallahu
'alaihi wa sallam. Sebagaimana diriwayatkan Al-Imam Muslim dari hadits Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:

وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لاَ يَسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ
اْلأُمَّةِ لاَ يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ
يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ

“Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah mendengar
tentangku seorangpun dari umat ini, apakah dia seorang Yahudi ataukah
Nasrani, lalu dia mati dan tidak mengimani apa yang dengannya aku telah
diutus, melainkan dia tergolong penduduk neraka.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Wallahu’alam bish-shawab.

Footnote:
[1] Adapun hukum membaca Taurat dan Injil, silakan lihat pembahasan Rubrik
Hadits edisi ini.
[2] Ada pula yang menafsirkannya: Kami menyiramnya dengan air panas. Dalam
riwayat lain: Kami mempermalukan mereka dan mereka dicambuk.
[3] Dalam riwayat lain bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
berkata: “Sesungguhnya aku menghukuminya berdasarkan apa yang terdapat
dalam Taurat.”
[4] Maksudnya adalah Nabi ‘Isa 'alaihissalam.

 Sumber: www.asysyariah.com

-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". (Group Situs  http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan 
lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com

Kirim email ke