Istighotsah Kepada
Selain Allah dan Doa Kepada Allah Ada Dua Jenis
 
A. Apa Itu Istighotsah
?
 
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata : “Istighotsah adalah permintaan bantuan agar musibah
(bencana) yang dihadapinya bisa hilang. (Majmu’ Fatawa Juz 1, hal. 103)


Oleh karena itu,
istighotsah sering dilakukan ketika terjadi bencana atau kesulitan seperti
kekeringan dan banjir.
 
Hukum Beristighotsah
kepada Selain Allah
 
1. Istighotsah kepada
orang yang hidup
 
Kita dapati di antara
kaum muslimin ketika ditimpa kesulitan, baik dalam masalah ekonomi, keamanan,
ataupun yang lainnya, mendatangi orang-orang tertentu yang dianggap mampu untuk
membantunya sehingga bisa keluar dari kesulitan yang dihadapinya.


Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata: “Dan makhluk (orang yang hidup) boleh dimintai yang demikian
(bantuan) selama dalam batas yang dia mampu…, sebagaimana firman Allah :

“Maka laki-laki dari kaumnya meminta bantuan kepadanya (Musa) untuk menghadapi
musuh”. (QS. Al Qashash : 15) (Majmu’ Fatawa juz 1, hal. 104)
 
Namun bila seseorang
meminta bantuan kepada orang lain hendaklah menjaga tauhid dengan meyakini
bahwa yang dimintai tolong hanyalah sebagai sebab dan tidak memiliki pengaruh
secara langsung untuk menghilangkan kesulitan yang ada, dan Allah semata yang
menentukan hilang atau tidaknya musibah yang dihadapi. Allah berfirman :

“Jika Allah berkehendak memberikan kepadamu mudhorot maka tidak ada yang bisa
menghilangkannya kecuali Dia.” (QS. Yunus :107)
 
Rasulullah bersabda : 


“Ketahuilah, kalau
seandainya umat ini bersatu padu untuk memberikan suatu manfaat kepadamu, maka
mereka tidak akan bisa mendatangkan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang
telah ditetapkan oleh Allah bagimu”. (HR. Ahmad dan At Tirmidzi)
 
Perlu diperhatikan
pula, bahwa permintaan yang dilakukan bukan dalam perkara yang hanya Allah
semata yang mampu melakukannya, seperti menurunkan hujan dan yang lainnya, akan
tetapi dalam sebab yang tampak dan bisa dicapai oleh panca indra manusia,
seperti ketika berhadapan dengan musuh atau untuk melawan binatang buas, dengan
cara meminta tolong kepada orang yang kuat untuk membunuh musuhnya atau polisi
hutan yang telah siap dengan senjatanya.
 
Di samping hal itu,
ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu yang dimintai tolong adalah orang
yang hidup, hadir (ada di hadapannya), mampu untuk memberikan bantuan yang
diminta, dan mendengar permintaan orang yang meminta. Di samping itu dalam
meminta pertolongan atau bantuan tidak boleh ada unsur puncak kecintaan dan
perendahan diri terhadap yang dimintai pertolongan atau bantuan tersebut,
karena yang demikian itu adalah ibadah, harus diperuntukkan kepada Allah
semata.
 
Sedangkan
beristighotsah kepada orang yang hidup tetapi tidak mampu dan dia yakin bahwa
orang yang dimintai tolong tidak memiliki kekuatan rahasia (tersembunyi) adalah
dilarang. Kita contohkan orang yang akan tenggelam meminta tolong kepada orang
yang lumpuh dan sebagainya. yang demikian ini dilarang karena merupakan
kesia-siaan dan pelecehan kepada orang yang dimintai tolong. Juga dikarenakan
akan menimbulkan sangkaan kepada orang lain bahwa orang yang lumpuh tersebut
memiliki kekuatan tersendiri sehingga bisa menolong orang lain dari bencana
yang dihadapinya.
 
2. Istighotsah kepada
orang yang sudah meninggal
 
Di antara kaum
muslimin ada yang beristighotsah kepada orang yang sudah meninggal atau kepada
orang yang tidak ada di hadapanya (ghaib). Istighotsah kepada mereka tidak 
dilakukan
kecuali karena suatu keyakinan bahwa orang yang sudah meninggal atau orang yang
ghaib tersebut memiliki kemampuan tersendiri untuk memenuhi permintaan orang
yang meminta.
 
Istighotsah yang
demikian ini menyalahi dalil-dalil dalam Al Qr’an dan As Sunnah serta akal
sehat, dan merupakan awal mula terjadinya kesyirikan di alam ini. Al Imam Ibnul
Qoyyim berkata : “Di antara jenis-jenis kesyirikan adalah meminta berbagai
macam kebutuhan kepada orang yang sudah meninggal, beritighotsah kepada mereka
dan mendekatkan diri kepada mereka. Dan inilah asal dari kesyirikan yang
terjadi di alam semesta.” (Madarijus Salikin Juz 1, hal. 346)
 
Yang demikian ini
terjadi karena orang yang sudah meninggal sudah terputus dari amalannya, tidak
mampu untuk mendatangkan manfaat bagi dirinya, lebih-lebih untuk menjawab orang
yang meminta kepada mereka. Serta ruh mereka tertahan sebagaimana Allah
terangkan di dalam Al Qur’an :

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang
belum mati di waktu tidurnya maka dia menahan jiwa (orang) yang telah Dia
tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa orang yang lain sampai waktu yang
ditentukan”. (QS. Azzumar: 42)
 
Rasulullah bersabda :


“Jika anak Adam
(manusia) meninggal (maka) terputuslah amalannya kecuali dari tiga perkara …”.
(HR. Muslim)
 
Dari ayat dan hadits
di atas terdapat keterangan bahwa manusia, ketika telah meninggal akan terputus
dari beramal sedangkan nyawanya ditahan oleh Allah.
Dalam kenyataan yang kita saksikan pun, orang yang telah meninggal tidak mampu
untuk mengurus dirinya sendiri, sehingga ia dimandikan dan dikafani oleh orang
yang masih hidup, serta tidak bisa untuk menggali kuburnya sendiri dan masuk ke
dalamnya. Sehingga orang lain pula yang membuatkan untuknya liang kubur dan
sekaligus yang memasukkannya.
 
Bila telah kita
ketahui bahwa dia sudah tidak mampu bergerak sendiri, tidak mampu mendengar dan
melihat serta nyawanya ditahan oleh Allah, maka bagaimana bisa ia memenuhi
permintaan orang lain ?
 
Ditambah lagi dengan
keadaan dia yang dimintai pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat di dunia.
Allah berfirman di dalam Al Qur’an :


“Tiap-tiap diri
bertanggungjawab atas apa yang diperbuatnya”. (QS. Al Muddatsir: 38)
 
Oleh karena itu,
tidaklah seseorang meminta pertolongan kepada orang yang sudah meninggal
kecuali karena meyakini adanya kekuatan tersendiri yang dimiliki oleh orang
yang sudah meninggal tersebut, yang biasa diistilahkan dengan karomah.
 
Namun penamaan ini
merupakan kesalahan atau penipuan agar orang lain menyangka hal itu baik, dan
akhirnya diikuti. Karena karomah adalah sesuatu yang datang dari Allah untuk
memuliakan wali-wali-Nya dan tidak ada faktor kesengajaan dari mereka untuk
menampakkannya.
 
Walaupun demikian,
seseorang yang memiliki karomah yang hebat, jika dia telah mati, keadaannya
sama dengan yang lainnya, tidak bisa mendengar permintaan orang lain dan tidak
mengetahui kehidupan di dunia ini. Demikian pula para Nabi dan Rasul, walaupun
mereka berada di alam barzakh, mereka juga tidak mengetahui keadaan dan kejadian
sepeninggalnya, serta tidak ada hubungan lagi dengan dunia ini, Allah
menceritakan kepada kita tentang Nabi Isa:

“Dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara
mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkaulah yang mengawasi
mereka”. (QS. Al Maidah :117)
 
Allah berfirman
tentang Rasulullah:


“Sesungguhnya engkau
(wahai Muhammad) akan mati dan mereka (juga) akan mati”. (QS Az Zumar : 30)
 
Selain keyakinan yang
salah di atas, ada juga yang menyakini bahwa ruh orang-orang yang sudah
meninggal adalah bebas bergentayangan ikut mengatur alam, mengatur rizki,
jodoh, dan sebagainya. Perkataan ini adalah perkataan yang nyata sesatnya,
tidaklah menyakininya kecuali orang-orang yang tidak memahami ajaran agama
Islam dengan baik dan tidak mengetahui kenyataan yang sebenarnya.
 
Dengan demikian,
beristighotsah kepada orang yang mati, baik wali atau Nabi atau yang lainnya
adalah perbuatan yang menyelisihi Al Qur’an dan As sunah serta akal sehat,
bahkan merupakan perbuatan syirik kepada Allah.


Allah berfirman :


“Dan janganlah kamu
berdoa kepada selain Allah karena (yang selain Allah) tidak bisa mendatangkan
manfaat untukmu dan tidak pula mudharat. Jika kamu melakukannya maka sungguh
engkau termasuk dalam golongan orang-orang yang zholim.” (QS. Yunus : 106)
 
Dalam ayat yang lain,
Allah berfirman :


“Dan adakah orang
yang lebih sesat dari pada orang yang berdoa kepada selain Allah yang mereka
tidak mampu mengabulkan (permintaannya) sampai hari kiamat. Sedangkan mereka
(orang-orang yang mati) lalai (tidak mendengar) do’a mereka.” (QS. Al Ahqaf :
05)
 
Dalam ayat di atas
Allah menerangkan bahwa berdo’a kepada selain Allah adalah perkara yang dholim.
Kedholiman di sini adalah syirik, sebagaimana diterangkan dalam ayat yang lain
:


“Wahai anakku
janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kedholiman yang besar”. (Q.S. Luqman : 12) Rasulullah
bersabda ketika ditanya :


“Dosa apakah yang
paling besar di sisi Allah Berkata Rasullah: Engkau menjadikan sekutu untuk
Allah sedangkan Dia yang menciptakanmu”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
 
3. Istighotsah kepada
Malaikat dan Jin
 
Di atas telah
disebutkan syarat-syarat beristighotsah kepada makhluk yaitu hidup, hadir,
mampu, dan mendengar, sedangkan malaikat dan jin adalah makhluk hidup yang
kadang-kadang mampu mendengar dan mampu memenuhi permintaan dengan kehendak
Allah. Hanya saja mereka dalam keadaan ghaib, tidak di hadapan kita.
 
Oleh karena itu orang
yang beristighotsah kepada mereka memiliki ketergantungan hati yang seharusnya
diberikan kepada Allah saja, sehingga istighotsah yang seperti ini termasuk
dalam perbuataan syirik.
 
Istighotsah Hanya
Kepada Allah
 
Istighotsah dari
perkara-perkara berat yang tidak dimampui kecuali oleh Allah, tidak boleh
diminta dari selain-Nya. Bahkan hanya kepada-Nyalah istighotsah yang semacam
ini harus diminta, karena Dia  telah
menyatakan :


“(ingatlah) ketika
kalian meminta tolong kepada Tuhan kalian lalu diperkenankan bagi kalian.” (QS.
An Anfaal : 9)
 
“Atau siapakah yang
bisa menjawab (do’a) orang-orang yang terjepit dan menyingkapkan kejelekan
serta menjadikan kalian sebagai penguasa di muka bumi. Apakah ada sesembahan
lain bersama Allah” (QS. An Naml : 62)
 
Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata : “Adapun perkara-perkara yang tidak dimampui kecuali oleh
Allah, maka tidaklah diminta kecuali dari-Nya”. (Majmu’ Fatawa Juz 1, hal. 104)
 
Tanya Jawab


TANYA : Sebagian dari
kaum muslimin membolehkan beristighotsah kepada orang yang telah mati atau di
atas kuburannya, mereka berdalil dengan sebuah hadits :

“Jika perkara-perkara telah memberatkan kalian, maka hendaklah meminta tolong
kepada ahli kubur “.


Apakah hal ini
dibenarkan ?
 
Jawab : Bahwa
beristighotsah kepada orang yang telah mati termasuk jenis istighotsah yang
dilarang, dan pelakunya telah melakukan syirik akbar sebagaimana pembahasan di
atas. Adapun hadits di atas yang digunakan sebagai hujjah atau dalil atas
bolehnya beristighotsah kepada ahli kubur adalah hadits maudhu’ (palsu) yang
tidak ada seorang pun dari ahli hadits meriwayatkannya, dan merupakan kedustaan
atas nama Rasulullah. Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa juz 1, hal. 356


Wallahu A’lam bish
Showab
 
Sumber: www.mahadassalafy.net
 
 
B. Doa Kepada Allah Ada Dua Jenis
 
Doa kepada Allah terbagi menjadi
2[1]:
 
Jenis
pertama: Doa ibadah.
 
Yaitu meminta pahala dengan
menggunakan (baca: bertawassul) amalan-amalan saleh seperti: Pengucapan dua
kalimat syahadat dan pengamalan konsekuensi keduanya, shalat, puasa, zakat,
haji, menyembelih untuk Allah, dan bernazar untuk-Nya. Sebagian ibadah di atas
ada yang mengandung doa dengan lisan (lisanul maqal) disertai doa dengan
keadaan (lisanul hal) misalnya shalat. Barangsiapa yang mengerjakan
ibadah-ibadah ini dan ibadah fi’liyah (yang berupa perbuatan) lainnya maka
berarti dia telah berdoa dan meminta kepada Rabbnya -dengan keadaannya ketika
itu (sedang beribadah)- agar Dia mengampuni dirinya.
 
Kesimpulannya, doa ibadah adalah
seorang beribadah kepada Allah untuk meminta pahala-Nya dan karena takut
terhadap siksaan-Nya. Jenis doa (ibadah) ini tidak boleh diperuntukkan kepada
selain Allah Ta’ala, dan barangsiapa yang memalingkan sedikit pun darinya
kepada selain Allah maka sungguh dia telah kafir dengan kekafiran akbar yang
mengeluarkan dari agama[2].
 
Jenis
kedua: Doa mas`alah atau doa berupa permintaan.
 
Dia adalah permintaan akan
sesuatu yang mendatangkan manfaat bagi orang yang berdoa berupa mendapatkan
manfaat dan terhindar dari mudharat, serta meminta sesuatu yang merupakan
kebutuhannya. Adapun hukum doa mas`alah, maka terdapat rincian sebagai berikut:
 
Jika doa mas`alah ini berasal
dari seorang hamba dan ditujukan kepada yang semisalnya dari para makhluk
sementara makhluk tersebut (yang ditujukan permintaan kepadanya, pent.) mampu
memenuhi permintaannya, hidup, dan berada di dekatnya[3] maka ini bukanlah
kesyirikan. Misalnya kamu berkata kepada seseorang: Berikan saya air minum,
atau kamu katakan: Wahai fulan, berikan saya makanan, atau ucapan semacamnya,
maka yang seperti ini tidak bermasalah. Karenanya beliau -shallallahu alaihi
wasallam- bersabda:
 
“Barangsiapa yang meminta dengan
menggunakan nama Allah maka berikanlah permintaannya, barangsiapa yang meminta
perlindungan dengan nama Allah maka lindungilah dia, dan barangsiapa yang
mengundang kalian maka penuhilah undangannya. Barangsiapa yang berbuat kebaikan
kepadamu maka balaslah dia, tapi jika kalian tidak mempunyai sesuatu untuk
membalasnya maka doakanlah kebaikan untuknya sampai kalian menyangka kalian
sudah membalas kebaikannya.” (HR. Abu Daud no. 4445 dan An-Nasai no. 2520)
 
Seseorang berdoa dan meminta
kepada makhluk sesuatu yang tidak ada yang sanggup memenuhi permintaan itu
kecuali Allah semata. Orang seperti ini telah berbuat kesyirikan dan kekafiran,
baik makhluk tempat dia berdoa adalah orang yang masih hidup maupun telah
meninggal, baik dia ada maupun tidak berada di dekatnya. Misalnya orang yang
berdoa: Wahai tuanku, sembuhkanlah penyakitku, kembalikanlah barangku yang
hilang, berikanlah kelapangan-berikanlah kelapangan, berikanlah aku anak. Ini
adalah kekafiran akbar yang mengeluarkan dari agama.
 
Hubungan antara kedua jenis
ibadah ini adalah: Setiap doa mas`alah adalah doa ibadah dan setiap doa ibadah
maka pasti terkandung di dalamnya doa mas`alah. Hal itu karena ketika dia
berdoa kepada Allah meminta sesuatu maka ketika itu dia sedang beribadah, dan
inilah doa ibadah. Dan ketika seseorang sedang beribadah kepada Allah -misalnya
shalat-, maka pasti di dalam hatinya dia meminta sesuatu kepada Allah dengan
shalatnya. Dan permintaannya ini adalah doa mas`alah.
 
Footnote:
[1] Dan kata ‘doa’ di dalam
Al-Qur`an terkadang bermakna doa ibadah, terkadang bermakna doa mas`alah, dan
terkadang bermakna keduanya
[2] Lihat Fath Al-Majid hal. 180,
Al-Qaul Al-Mufid ala Kitab At-Tauhid karya Al-Allamah Ibnu Al-Utsaimin (1/117),
dan Fatawa Ibnu Al-Utsaimin (6/52)
[3] Ini syarat yang sangat
penting dari dibolehkannya berdoa dengan doa mas`alah kepada selain Allah.
Yakni selain Allah itu harus: Hidup, hadir dan mendengar permintaan kepadanya,
dan dia mampu memenuhi permintaan tersebut.
 
Sumber: http://al-atsariyyah.com/doa-kepada-allah-ada-dua-jenis.html

-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". (Group Situs  http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan 
lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com

Kirim email ke