GHULUW: Penyakit yang Membahayakan Umat dan Kewajiban untuk Bertauhid

A. GHULUW: Penyakit yang Membahayakan Umat


Ghuluw atau sikap yang
berlebih-lebihan dalam agama merupakan penyakit yang sangat berbahaya dalam
sejarah agama-agama samawi (langit). Dengan sebab ghuluw, zaman yang penuh
dengan tauhid berubah menjadi zaman yang penuh kesyirikan. Zaman yang penuh
dengan tauhid kepada Allah berlangsung sejak zaman Nabi Adam sampai diutusnya
Nuh 'alaihis salam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhu. (Jami'u al-Bayan juz 2 hal. 194. Ibnu Katsir menukilkan penshahihan
al-Hakim pada Tafsir beliau juz 1 hal. 237)


Ghuluw atau sikap yang
berlebih-lebihan dalam agama merupakan penyakit yang sangat berbahaya dalam
sejarah agama-agama samawi (langit). Dengan sebab ghuluw, zaman yang penuh
dengan tauhid berubah menjadi zaman yang penuh kesyirikan. Zaman yang penuh
dengan tauhid kepada Allah berlangsung sejak zaman Nabi Adam sampai diutusnya
Nuh 'alaihis salam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas radhiyallahu
'anhu. (Jami'u al-Bayan juz 2 hal. 194. Ibnu Katsir menukilkan penshahihan
al-Hakim pada Tafsir beliau juz 1 hal. 237)

Sejak zaman Nabi Nuh inilah syirik tumbuh dengan semarak, padahal kita ketahui
bahwa syirik itu adalah dosa yang paling besar dalam bermaksiat kepada Allah.
Dengan syirik itu pula akan terhapus pahala-pahala, diharamkan pelakunya masuk
ke dalam surga dan dia akan kekal di dalam neraka. Dan pada zaman Nabi Nuh
inilah awal mula kesyirikan terjadi.

Allah telah menerangkan dalam Kitab-Nya tentang ghuluw (sikap berlebihan di
dalam mengagungkan, baik dengan perkataan maupun i'tiqad) kaum Nabi Nuh
terhadap orang-orang shalih pendahulu mereka. Tatkala Nabi Nuh menyeru mereka
siang dan malam, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi agar
mereka hanya menyembah Rabb yang satu saja, dan menerangkan kepada mereka
akibat-akibat bagi orang yang menentangnya. Tetapi peringatan tersebut tidaklah
membuat mereka takut, bahkan menambah lari mereka dari jalan yang lurus, seraya
mereka berkata:


Dan mereka berkata:
"Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian,
dan janganlah pula kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan janganlah pula
Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nashr." (Nuh: 23)

Di dalam Shahih Bukhari dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu, beliau berkata
tentang firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tersebut: "Mereka adalah
orang-orang shalih di kalangan kaum Nabi Nuh, lalu ketika mereka wafat syaithan
mewahyukan kepada mereka (kaum Nabi Nuh) agar meletakkan patung-patung mereka
(orang-orang shalih tersebut) pada majlis-majlis tempat yang biasa mereka duduk
dan memberikan nama patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka, maka mereka
pun melaksanakannya, namun pada saat itu belum disembah. Setelah mereka
(generasi pertama tersebut) habis, dan telah terhapus ilmu-ilmu, barulah
patung-patung itu disembah." (lihat Kitab Fathu al-Majid bab "Ma ja`a
Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum Huwal Ghuluw fis
Shalihin")

Ibnu Jarir berkata: "Ibnu Khumaid berkata kepadaku, Mahran berkata
kepadaku dari Sufyan dari Musa dari Muhammad bin Qais: "Bahwa Yaghuts,
Ya'uq, dan Nasr adalah kaum yang shalih yang hidup di antara masa Nabi Adam dan
Nabi Nuh alaihimus salam. Mereka mempunyai pengikut yang mencontoh mereka dan
ketika mereka meninggal dunia, berkatalah teman-teman mereka: "Kalau kita
menggambar rupa-rupa mereka, niscaya kita akan lebih khusyu' dalam
beribadah." Maka akhirnya mereka pun menggambarnya. Ketika mereka
(generasi pertama tersebut) meninggal dunia, datanglah generasi berikutnya.
Lalu iblis membisikkan kepada mereka seraya berkata: "Sesungguhnya mereka
(generasi pertama) tersebut telah menyembah mereka (orang-orang shalih
tersebut), serta meminta hujan dengan perantaraan mereka. Maka akhirnya mereka
pun menyembahnya." (Shahih Bukhari dalam kitab tafsir [4920] surat Nuh)

Perbuatan kaum Nabi Nuh yang menggambar rupa-rupa orang-orang shalih yang
meninggal di kalangan mereka ini berdasarkan anggapan mereka yang baik dan
gambar-gambar ini belum disembah. Tapi ketika ilmu terhapus dengan kewafatan
para Ulama dan ditambah dengan merajalelanya kebodohan, maka inilah kesempatan
bagi setan untuk menjerumuskan manusia kepada perbuatan syirik dengan cara
ghuluw terhadap orang-orang shalih dan berlebih-lebihan dalam mencintai mereka.

Timbullah pertanyaan di dalam benak kita, apa sebetulnya tujuan kaum Nabi Nuh
menggambar rupa-rupa orang-orang shalih tersebut? Berkata Imam al-Qurthubi:
"Sesungguhnya mereka menggambar orang-orang shalih tersebut adalah agar
mereka meniru dan mengenang amal-amal baik mereka, sehingga mereka bersemangat
seperti semangat mereka (orang-orang yang shalih), dan mereka beribadah di
sekitar kubur-kubur mereka.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Senantiasa syaithan membisikkan kepada
para penyembah kuburan bahwa membuat bangunan di atas kubur serta beri'tikaf di
atasnya adalah suatu realisasi kecintaan mereka kepada para Nabi dan
orang-orang shalih, dan berdoa di sisinya adalah mustajab. Kemudian hal semacam
ini meningkat kepada doa dan bersumpah kepada Allah dengan menyebut nama-nama
mereka. Padahal keadaan Allah lebih agung dari hal tersebut.." (Lihat
Fathul Majid bab Ma Ja'a Anna Sababa Kufri Bani Adama wa Tarkihim Dienahum
Huwal Ghuluw fis Shalihin)

Perbuatan semacam ini merupakan suatu kesyirikan yang nyata disebabkan oleh
sikap ghuluw mereka terhadap orang-orang shalih. Dan akibat dari perbuatan
mereka ini ialah kemurkaan Allah atas mereka dengan menenggelamkan mereka
dengan adzab-Nya sehingga tidak tertinggal seorang pun dari mereka termasuk
anak dan istri beliau sendiri yang kafir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Allah berfirman di dalam ayat-Nya:


Dari sebab kesalahan-kesalahan
mereka, mereka ditenggelamkan kemudian dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak
mendapatkan seorang penolong pun selain Allah. Dan berkata Nuh: "Ya
Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun dari orang-orang kafir itu
tinggal di atas bumi. (Nuh: 25-26)

As-Suddi berkata dalam menafsirkan ayat ini: "Allah mengabulkan doa Nabi
Nuh, maka Allah memusnahkan semua orang-orang kafir yang ada di muka bumi
termasuk anak beliau sendiri dikarenakan penentangannya kepada ayahnya."
(Tafsir Ibnu Katsir tentang surah Nuh)

Maka demikianlah balasan bagi orang-orang yang ghuluw di masa kaum Nabi Nuh.

Sikap ghuluw ini terus terjadi dari zaman ke zaman dan masa ke masa sampai
terjadi pula di masa Bani Israil. Kaum Yahudi yang menyatakan bahwa 'Uzair
adalah anak Allah sebagaimana terjadi pula pada kaum Nashrani yang menyatakan
bahwa al-Masih adalah anak Allah. Allah menjelaskan keadaan mereka di dalam
ayat-Nya:

Dan orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah." Dan
orang-orang Nashrani berkata: "Al-Masih itu putera Allah." Demikian
itulah ucapan mereka dengan mulut-mulut mereka, mereka meniru perkataan
orang-orang kafir terdahulu, dilaknati Allah-lah mereka. Bagaimana mereka
sampai berpaling?" (at-Taubah: 30)

Adapun penyebab sikap ghuluw orang-orang Yahudi terhadap 'Uzair adalah karena
mereka melihat dari mukjizat-mukjizat yang terjadi pada 'Uzair seperti
penulisan kitab Taurat dengan hafalannya setelah Taurat dihapus dari dada-dada
orang-orang Yahudi, serta keadaan 'Uzair yang hidup kembali setelah wafat
seratus tahun lamanya. Lalu setelah akal mereka sempit untuk membedakan
perbuatan dan kekuasaan Allah dengan kemampuan manusia yang terbatas, maka
mereka menyandarkan hal tersebut kepada 'Uzair dan mereka menyatakan bahwa
'Uzair adalah anak Allah sebagaimana Ibnu Abbas menyatakan: "Sesungguhnya
mereka (Orang-orang Yahudi) menyatakan demikian ('Uzair anak Allah) karena
mereka tatkala mengamalkan suatu amal yang tidak benar, Allah menghapus Taurat
dari dada-dada mereka. 'Uzair pun berdoa kepada Allah. Tatkala itu kembalilah
Taurat yang sudah dihapus dari dada-dada mereka turun dari langit dan masuk ke
dalam batin 'Uzair. Kemudian 'Uzair menyuruh kaumnya seraya berkata:
"Allah telah memberi Taurat kepadaku." Maka serta merta mereka mereka
menyatakan: "Tidaklah Taurat itu diberikan kecuali karena dia anak
Allah." Sedangkan di dalam riwayat lain beliau berkata: "Bakhtanshar
ketika menguasai Bani Israil telah menghancurkan Baitul Maqdis dan membunuh
orang-orang yang membaca Taurat. Waktu itu 'Uzair masih kecil sehingga dia
dibiarkan (tidak dibunuh). Dan tatkala 'Uzair wafat di Babil seratus tahun
lamanya kemudian Allah membangkitkan serta mengutusnya kepada Bani Israil,
beliau berkata: "Saya adalah 'Uzair." Mereka pun tidak mempercayainya
seraya menjawab: "Nenek moyang kami mengatakan bahwa 'Uzair telah wafat di
Babil, dan jika engkau benar-benar adalah 'Uzair, diktekanlah Taurat kepada
kami. Maka 'Uzair pun menuliskannya. Melihat hal itu mereka menyatakan:
"Inilah adalah anak Allah." (Zadul Masi'ir Fii 'Ilmi At-Tafsir, oleh
Ibnul Jauzi juz 3 hal 423-424)

Riwayat kedua ini menyatakan bahwa 'Uzair adalah seorang Nabi dari para Nabi
Bani Israil. Setelah beliau meninggal seratus tahun lamanya, Allah
membangkitkannya sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya:

Atau apakah kamu tidak (memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang
(temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: "Bagaimana Allah
menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?" Maka Allah mematikan
orang itu seratus tahun kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya:
"Berapa lama kamu tinggal di sini?" Ia menjawab: "Saya telah
tinggal di sini sehari atau setengah hari." Allah berfirman:
"Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya. Lihatlah
makanan dan minumanmu yang belum lagi berubah, dan lihatlah keledai kamu (yang
telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami
bagi manusia; dan lihatlah tulang belulang keledai itu, kemudian Kami
menyusunnya kembali kemudian Kami membalutnya dengan daging." Maka tatkala
telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang mati) dia pun berkata:
"Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (al-Baqarah: 259)

Demikianlah asal usul orang-orang Yahudi menamakan 'Uzair sebagai anak Allah.
Adapun perkataan orang-orang Nashrani bahwa Isa anak Allah atau sebagai Allah,
ada dua sebab. Yang pertama karena Isa lahir tanpa bapak. Dan kedua karena dia
mampu menyembuhkan orang buta dan bisu serta menghidupkan orang mati dengan
izin Allah. (Kitab Mahabbatu ar-Rasul hal. 155)

Yang menyatakan demikian bukanlah shahabat-shahabat Nabi Isa sendiri, melainkan
orang-orang yang ghuluw dari kalangan Nashrani setelah wafat beliau. Setelah
selang beberapa waktu mereka menjadi musyrik dikarenakan perkataan mereka itu.

Allah telah membantah serta menerangkan sangkaan mereka yang tanpa dalil
tersebut, yang menyebabkan mereka kafir. Allah berfirman:

Sungguh telah kafir orang-orang yang berkata: Sesungguhnya Allah ialah al-Masih
putera Maryam... (al-Maidah: 72)

Sungguh telah kafir orang yang menyatakan: "Bahwasanya Allah salah satu
dari yang tiga," padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang
mereka katakan itu, pasti orang-orang kafir di antara mereka akan ditimpa
siksaan yang pedih. (al-Maidah: 73)

Siksaan yang pedih di akhirat merupakan balasan orang-orang yang menyatakan
bahwa Isa adalah putra Allah atau Isa adalah Allah. Dan mereka termasuk
orang-orang kafir dan akan kekal di neraka. Mereka tidak mengetahui bahwa Isa
adalah hanyalah seorang Rasul, dan dia hanyalah orang biasa yang dimuliakan
dengan beberapa kekhususan, sebagaimana firman Allah Ta'ala:

Al-Masih putra Maryam itu hanyalah seorang Rasul, yang sesungguhnya telah
berlalu sebelumnya para Rasul, dan Ibunya seorang yang benar, keduanya biasa
memakan makanan..." (al-Maidah: 75)

Demikianlah umat-umat terdahulu terjebak ke dalam jurang dosa yang sangat dalam
yaitu kesyirikan disebabkan sikap ghuluw mereka kepada orang-orang shalih.

Kerusakan seperti ini tak kunjung berhenti dan akan terus berulang sebagaimana
yang telah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa umat
ini akan meniru peradaban kaum-kaum sebelumnya. Beliau bersabda:

Benar-benar kalian akan mengikuti sunnah-sunnah (jalan-jalan) orang-orang
sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai kalau
mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu akan mengikuti mereka. Kami
(shahabat) bertanya: "Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nashrani?" Beliau
menjawab: "Siapa lagi?" (HR. Bukhari dan Muslim)

Dan kita harus meyakini hadits ini bahwa umat ini akan
mengikuti sunnah-sunnah umat-umat sebelum mereka seperti sikap ghuluw Yahudi
dan Nashara. Hal ini telah terjadi di masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu 'anhu yaitu ketika terjadi kekufuran yang bersumber pada sikap
ghuluw kelompok Saba'iyah (pengikut Abdullah bin Saba', seorang Yahudi)
terhadap Ali bin Abi Thalib sehingga mereka menyatakan bahwa Ali adalah Tuhan
dan memiliki sifat ketuhanan. Kelompok ini lebih dikenal dengan sebutan Syi'ah
Rafidlah yang pertama kali membuka pintu ghuluw terhadap Ali bin Abi Thalib dan
kepada anak cucu beliau radhiallahu 'anhu.

Di antara sikap ghuluw yang ada kita juga bisa menemukan adanya sikap ghuluw
yang dilakukan sekelompok dari orang-orang sufi terhadap Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam dan syaikh-syaikh mereka. Seperti tindakan mereka berdoa
kepada Rasul, meminta bantuan (isti'anah), dan pertolongan (istighatsah) dengan
memanggil-manggil beliau, atau mengusap-usap kubur beliau atau thawaf di
sekelilingnya. Dan terkadang seperti itu pula mereka melakukan terhadap
syaikh-syaikh mereka yang telah meninggal.

Demikianlah sikap ghuluw selalu ada di umat ini selama mereka menjauhi
Al-Qur`an dan As-Sunnah serta pemahaman para shahabat radhiyallahu 'anhum.
Dengan semakin jauhnya mereka dari al-Qur`an dan as-Sunnah, semakin besarlah
kerusakan yang mereka lakukan disebabkan sikap ghuluw tersebut. Tidak sedikit
dari kalangan muslimin khususnya orang-orang awam yang terjatuh ke dalam
perbuatan syirik sebagaimana yang dilakukan di zaman Nabi Nuh 'alaihis salam.

Maka bagi kita haruslah ingat sabda beliau:

Hati-hatilah kalian terhadap perbuatan ghuluw di dalam agama, karena
sesungguhnya hancurnya orang-orang sebelum kalian dikarenakan (sikap) ghuluw di
dalam agama." (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Nasa`i, dan berkata Syaikhul Islam
di dalam Iqtidha hal. 106: Sanadnya dengan atas syarat Muslim, dan disepakati
oleh Al-Albani di dalam ash-Shahihah 1283)

Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjauhkan kita dari sikap
berlebih-lebihan di dalam beragama, dan agar Allah menunjuki kita serta kaum
muslimin untuk kembali ke jalan-Nya yang lurus. Amin. Wallahu a'lam bis shawab.

Sumber: www.darussalaf.or.id
 
 
B. Kewajiban untuk
Bertauhid
 
Merupakan suatu perkara yang
tidak bisa disangkal, bahwa alam semesta ini pasti ada yang menciptakan. Yang
mengingkari hal tersebut hanyalah segelintir orang. Itu pun karena mereka tidak
menggunakan akal sesuai dengan fungsinya. Sebab akal yang sehat akan mengetahui
bahwa setiap yang tampak di alam ini pasti ada yang mewujudkan. Alam yang
demikian teratur dengan sangat rapi tentu memiliki pencipta, penguasa, dan
pengatur. Tidak ada yang mengingkari perkara ini kecuali orang yang tidak
berakal atau sombong dan tidak mau menggunakan pikiran sehat. Mereka tidaklah
bisa dijadikan tempat berpijak dalam menilai.

Dzat yang menciptakan, menguasai, dan mengatur alam semesta ini adalah Allah
subhanahu wa ta`ala. Inilah yang disebut dengan rububiyyah Allah. Tauhid
rububiyyah adalah sebuah keyakinan yang diakui bahkan oleh kaum musyrikin.
Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:

“Katakanlah: Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah
yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari
yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Maka mereka akan
menjawab: "Allah". Maka katakanlah: Mengapa kamu tidak bertakwa
(kepada-Nya)?" (Yunus:31)

Oleh sebab itu, selayaknya manusia hanya menyembah kepada Allah subhanahu wa
ta`ala saja. Allah subhanahu wa ta`ala telah menciptakan untuk manusia berbagai
prasarana berupa alam semesta ini. Semua itu untuk mewujudkan peribadatan
kepada-Nya. Allah subhanahu wa ta`ala juga membantu mereka untuk mewujudkan
peribadahan tersebut dengan limpahan rezeki. Sedangkan Allah tidak membutuhkan
imbalan apa pun dari para makhluk-Nya.


Allah subhanahu wa ta`ala
berfirman:

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku
tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah
Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh."
(Adz-Dzaariyaat:56-58)

Sesungguhnya tauhid tertanam pada jiwa manusia secara fitroh. Namun asal fitroh
ini dirusak oleh bujuk rayu syaithan yang memalingkan dari tauhid dan
menjerumuskan ke dalam syirik. Para syaithan baik dari kalangan jin dan manusia
bahu-membahu untuk menyesatkan umat dengan ucapan-ucapan yang indah. 

Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,

"Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu
syaithan-syaithan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka
membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-pekataan yang indah-indah
untuk menipu manusia" (Al-An'aam:112) 

Tauhid adalah asal yang terdapat pada fitroh manusia sejak dilahirkan.
Sedangkan kesyirikan adalah sesuatu yang mendatang dan merasuk ke dalam pikiran
manusia. Allah subhanahu wa ta`ala berfirman:

“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah di atas)
fitroh Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitroh itu. Tidak ada
perubahan pada fitroh Allah." (Ar-Ruum:30)

Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda,

"Setiap anak yang lahir, dilahirkan atas fitroh, maka kedua orang tuanya yang
menjadikannya Yahudi, Nashrani, atau Majusi" (HR.Al-Bukhari)

Berarti asal yang tertanam pada diri manusia secara fitroh adalah bertauhid
kepada Allah subhanahu wa ta`ala. 

Kesyirikan adalah Sebab Perselisihan
Manusia


Mulai masa Nabi Adam
`alaihis-salam sampai kurun waktu yang cukup panjang setelahnya, manusia
senantiasa berada di atas Islam sebagai agama tauhid. Allah subhanahu wa ta`ala
berfirman:

"Dahulu manusia itu adalah ummat yang satu. maka Allah mengutus para nabi
sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan." (Al-Baqaroh: 213)


Kesyirikan berawal pada masa kaum
Nabi Nuh `alaihis-salam. Maka Allah mengutus Nabi Nuh `alaihis-salam sebagai
rasul yang pertama. Allah ta`ala berfirman,

"Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah
memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya." (An-Nisaa`:
163)

Jarak antara Nabi Adam dan Nabi Nuh `alaihimas-salam adalah sepuluh generasi
yang seluruhnya berada di atas Islam. Sebagaimana penjelasan Ibnu `Abbas
radhiyallahu ta`ala `anhu. 

Menurut Ibnul Qayyim rahimahullah bahwa ini merupakan pendapat yang benar.
(Al-MuntaQao min Ighootsatil Lahafaan hal. 440)

Ubay bin Ka`ab rodiyallahu 'anhu membaca firman Allah ta`ala dalam surat 
Al-Baqaroh
ayat ke-213 dengan bacaan sebagai berikut,

"Dahulu manusia itu adalah ummat yang satu, lalu mereka berselisih, maka
Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi
peringatan."

Bacaan Ubay bin Ka`ab di atas dikuatkan oleh firman Allah ta`ala:

"Dahulu manusia hanyalah ummat yang satu, kemudian mereka
berselisih." (Yuunus: 19)


Maksud pernyataan Ibnul Qayyim
yang terdahulu bahwa para nabi diutus karena perselisihan manusia. Mereka telah
keluar dari agama yang benar sebagaimana yang mereka pegangi sebelumnya.

Dahulu bangsa Arab juga berada di atas agama Nabi
Ibrahim `alaihis salam yaitu at-tauhid. hingga datang `Amr bin Luhai Al-Khuza`i
lalu merubah agama Nabi Ibrahim `alaihis-salam. Melalui orang ini tersebar
penyembahan terhadap berhala di bumi Arab, terlebih khusus wilayah Hijaz. Maka
Allah subhanahu wa ta`ala mengutus Nabi kita Muhammad shallallohu `alaihi wa
sallam menjadi nabi yang terakhir. 

Rasulullah shallallohu `alaihi wa sallam menyeru manusia kepada agama tauhid
dan mengikuti ajaran Nabi Ibrahim `alaihis-salam. Beliau berjihad di jalan
Allah dengan sebenar-benarnya. Sampai tegak kembali agama tauhid dan runtuh
segala penyembahan terhadap berhala. Saat itulah Allah menyempurnakan agama dan
nikmat-Nya bagi alam semesta.

Selanjutnya generasi yang terbaik dari umat ini berjalan di atas ajaran tauhid.
Namun setelah masa mereka berlalu umat ini kembali didominasi oleh berbagai
kebodohan. Mereka terkungkung dengan berbagai pemikiran baru yang mengembalikan
kepada syirik. Bahkan pengaruh dari agama-agama lain cukup kuat mewarnai
semangat keagamaan yang mereka miliki. 

Sejarah penyebaran syirik terulang pada umat ini disebabkan para penyeru
kesesatan. Sebab lain yang tak kalah penting adalah pembangunan kuburan-kuburan
dalam rangka pengagungan terhadap para wali dan orang-orang shalih secara
berlebihan. 


Dengan demikian maka kuburan
menjadi tempat pengagungan lantas menjadi berhala yang disembah selain Allah.
Berbagai amalan diperuntukkan bagi kuburan baik berupa doa, penyembelihan,
nadzar dan yang selainnya. (lihat Kitabut-tauhid karya DR.As- Syaikh Shalih
Al-Fauzan hal. 6-7)

Itulah fenomena sejarah perjalanan agama umat manusia sampai zaman ini.
Hari-hari belakangan kesyirikan telah sedemikian dahsyat melanda kaum muslimin.
Sedikit sekali di antara mereka orang yang mengerti tentang tauhid dan bersih
dari syirik. As-Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu As-Syaikh pernah berkata: "Di
awal umat ini jumlah orang yang bertauhid cukup banyak sedangkan di masa
belakangan jumlah mereka sedikit". (Qurratul-`Uyuun hal.24) 

Kita mendapatkan perkara tauhid sebagai barang langka di kehidupan sebagian
masyarakat muslimin. Tidak dengan mudah kita menemuinya walaupun mereka mengaku
sebagai muslimin. Maka perlu untuk membangkitkan kembali semangat bertauhid di
tengah umat ini. Karena tauhid adalah hak Allah yang paling wajib untuk
ditunaikan oleh manusia. 


Wallahu a'lam bisshawab.

Sumber: www.darussalaf.or.id

-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". (Group Situs  http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan 
lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com

Kirim email ke