Salah Kaprah Al-Wala’ wal Bara’


Penerapan al-wala’ wal bara’ membutuhkan pengetahuan dan ilmu yang cukup.
Jika tidak, yang terjadi adalah satu dari dua kemungkinan: menolak dan
mengubur akidah ini dengan alasan bertolak belakang dengan prinsip Islam
lainnya (prinsip berbuat baik); atau mengakui akidah ini dan menegakkannya,
namun melampaui batas syar’i alias berlebihan atau ghuluw. Semua ini
disebabkan oleh kebodohan.



*Berlebihan dalam al-Wala’ wal Bara’*



Sikap ghuluw dalam al-wala’ wal bara’, dilatarbelakangi oleh dua hal yang
paling mendasar, yaitu:



*Pertama, vonis kafir terhadap amalan-amalan yang secara lahirnya
menyelisihi tuntutan akidah al-wala’ wal bara’.*



Ini disebabkan ketidakpahaman terhadap letak atau ruang lingkup jatuhnya
vonis kafir dalam bab al-wala’ wal bara’. Sekadar membantu pekerjaan
orang-orang kafir belum menyebabkan pelakunya dikafirkan dan dianggap
melanggar akidah al-wala’ wal bara’ karena ada kemungkinan ia tetap
mencintai agama Islam dan berharap dapat membelanya. Tetapi, keimanannya
yang lemah menyebabkannya mendahulukan urusan dunia dan maslahat pribadinya
yang segera.



Adapun letak atau ruang lingkup jatuhnya vonis kafir dalam bab ini
sebenarnya berkaitan dengan amalan hati. Untuk urusan hati, tidak ada yang
mengetahuinya selain Allah. Oleh karena itu, seseorang tidak dapat divonis
kafir hanya dengan tuduhan telah hilang akidah ini (al-wala’ wal bara’)
dalam hatinya.



Namun, jika seseorang menegaskan dan berterus-terang menyatakan kecintaan
kepada agama orang-orang kafir atau bertekad membela agamanya,
pernyataannya ini merupakan bentuk kekufuran sehingga ia dikafirkan
karenanya, meskipun batinnya bisa jadi menyelisihi keadaan lahirnya. Namun,
kita menghukumi lahirnya dan Allah lah yang mengurusi keadaan batinnya.



Perbuatan yang lahirnya menyelisihi tuntutan al-wala’ wal bara’—walaupun
tidak termasuk bentuk kekafiran—merupakan dosa dan maksiat. Akan semakin
besar dosa dan maksiat ini ketika kepentingan membantu orang-orang
non-Islam lebih utama didahulukan. Bahkan, bisa jadi masuk dalam bentuk
kekafiran apabila disertai kecintaan kepada agama orang-orang kafir atau
keinginan untuk membela agama mereka.



Dalil yang menjelaskan masalah ini adalah hadits yang memuat kisah Hathib
ibnu Abi Balta’ah. Kisahnya, dia menulis surat kepada orang-orang kafir di
Makkah secara sembunyi-sembunyi, membocorkan rencana Rasulullah yang hendak
menyerang mereka (dalam Fathu Makkah, red.). Surat ini hendak disampaikan
oleh seseorang kepada orang-orang kafir Makkah.



Rasulullah lalu memanggil Hathib seraya berkata, “Wahai Hathib, apa yang
engkau lakukan ini?”



Ia menjawab, “Wahai Rasulullah, jangan terburu-buru menghukumi saya.
Sesungguhnya saya mempunyai kerabat yang tinggal di tengah orang-orang
Quraisy. Saya tinggalkan mereka dalam keadaan tidak ada yang melindunginya.
Orang-orang yang berangkat hijrah bersamamu mempunyai kerabat yang akan
melindungi keluarganya. Ketika saya tidak bisa melakukan hal itu, saya
berkeinginan agar mereka melindungi kerabat saya. Saya tidak melakukan ini
karena kekafiran, tidak pula karena telah murtad dari agama saya, tidak
pula karena rela dengan kekafiran setelah Islam.”



Nabi pun berkata, “Benar.”



Umar lalu berkata, ”Biar saya penggal leher orang munafik ini, wahai
Rasulullah’.”



Beliau menjawab, ”Ia ikut serta dalam Perang Badr. Tidakkah engkau
mengetahui, sesungguhnya Allah telah mengetahui keadaan Ahlul Badr (veteran
Perang Badr)?” (HR. al-Bukhari no. 3007, 3081, 4274, 4890, 6259, 6939, dan
Muslim no. 2494, 2495)



Dalam riwayat lain: Seraya menyebut firman Allah kepada orang-orang yang
ikut Perang Badr, “Berbuatlah sekehendak kalian, sungguh Aku telah
mengampuni kalian.” (HR. al-Bukhari no. 3008, 3081, 4274, 4890, 6259, 6939,
Muslim no. 2494, 2495)



Apa yang dilakukan sahabat Hathib ini bukanlah kekafiran, namun sebuah dosa
besar. Hanya saja keikutsertaannya dalam Perang Badr lebih agung daripada
(dosa tersebut) sehingga pahala amalannya yang telah lalu melebihi dosa
yang terjadi kemudian.



Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menegaskan bahwa apa yang terjadi pada Hathib
ibnu Abi Balta’ah adalah dosa, namun bukan kekafiran. (Majmu Fatawa,
7/522—523)



Ibnu Katsir berkata, “Rasulullah menerima alasan Hathib yang menjelaskan
bahwa ia melakukan hal itu sekadar berpura-pura di depan orang-orang
Quraisy agar apa yang menjadi miliknya terjaga di sisi mereka, seperti
harta dan anak-anak.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4/410)



*Kedua, yang melatarbelakangi ghuluw dalam al-wala’ wal bara’ adalah
penerapan yang salah dalam hal bara’ dari orang-orang kafir. *



Di antaranya, menghalalkan darah dan harta milik kafir dzimmi atau mu’ahad,
atau menampakkan muamalah yang cenderung keras dan kaku tanpa sebab yang
membolehkan hal. Itu semata-mata lantaran semangat yang menggebu-gebu dan
keyakinan (tanpa ilmu) bahwa hal-hal tadi merupakan tuntutan dari al-wala’
wal bara’. Padahal bersikap lembut dan baik terhadap mereka juga
diperintahkan, dengan catatan tidak menunjukkan ketinggian dan kemuliaan
orang-orang kafir daripada orang Islam.



Tidak diragukan bahwa menampakkan muamalah yang keras dan kaku seperti yang
disebutkan tadi bukan bagian dari al-wala’ wal bara’. Prinsip al-bara’
justru menuntut adanya bara’ (benci dan berlepas diri) dari perbuatan yang
berlebihan tersebut.



*Sikap ghuluw dalam penerapan al-bara’ ini disebabkan oleh dua hal.*



1. Pemahaman yang sempit terhadap dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.



Di samping begitu jelasnya akidah al-wala’ wal bara’, ada juga perintah
untuk memperlihatkan adab dan akhlak ketika bermuamalah dengan nonmuslim.
Tidak dibenarkan jika dalam bersikap hanya bertumpu pada satu sisi dan
mengesampingkan sisi lainnya. Hal inilah yang menuntun kepada penerapan
al-bara’ yang keliru yang tidak diakui oleh agama karena tanpa landasan dan
ketentuan yang benar.



2. Tidak ada perhatian dan pengetahuan yang benar terhadap fiqih maslahat
dan mafsadah (pemahaman yang mendalam dalam mengukur akibat sebuah
perbuatan, apakah lebih dominan sisi kebaikannya atau kerusakannya).



Padahal fiqih maslahat dan mafsadah adalah pembahasan yang agung sekali
dalam bab fiqih Islam. Bahkan, seluruh tuntunan syariat ini berpijak di
atasnya.

Akan tetapi, untuk mengetahui dan menerapkannya fiqih ini harus dengan cara
yang benar, bukan kemampuan setiap orang. Dengan demikian, masalah ini
harus dikembalikan kepada para ulama, orang-orang yang alim dan faqih
tentang ilmu agama Allah. Maka dari itu, mengetahui perkembangan dan
kondisi kaum muslimin dalam hal tersebut sangatlah penting. Jika tidak,
akan menjadi penyebab terlalaikannya fiqih maslahat dan mafsadah.



*Meremehkan dan Menolak al-Wala’ wal Bara’*



Meremehkan dan menolak al-wala’ wal bara’ berarti menghancurkan dan
melenyapkan akidah ini dari kaum muslimin. Ironinya, sebagian orang
melakukannya dengan alasan menjaga persatuan, toleransi, dan kebersamaan
umat. Mereka berusaha kuat menyebarkan adat, kebiasaan, dan gaya hidup
orang-orang kafir di tengah-tengah kaum muslimin, lalu menyemangati umat
untuk tasyabbuh (meniru) segala hal yang menjadi ciri khas orang-orang
kafir.



Di sisi lain, begitu banyak dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang menerangkan
akidah ini, sebagaimana telah berlalu pembahasannya. Demikian pula, Allah
telah menetapkan syariat untuk kita terkait hukum-hukum yang melandasi
larangan meniru gaya hidup orang-orang kafir (tasyabbuh) dan perintah untuk
menyelisihinya. Ini semua diterangkan dalam dalil-dalil yang sangat banyak.
Silakan lihat kembali pembahasan tentang tasyabbuh di Majalah Asy Syariah
edisi 11. Jadi, tindakan meremehkan dan menolak akidah al-wala’ wal bara’
ini pada intinya karena kebodohan dan dangkalnya pemahaman terhadap
syariat. Wallahu a’lam.



Sumber: http://asysyariah.com/

-- 
Anda menerima E-Mail ini karena Anda tergabung dalam  Google Groups yaitu 
"Media Muslim Group". (Group Situs  http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com). Kirim artikel, pendapat/opini, informasi dan 
lain-lainnya ke mediamusliminfo@googlegroups.com
------------------------------------------------------------------------------------------------------
Perhatian: Setiap Content ataupun Tulisan yang ada pada email ini bukanlah 
menggambarkan http://www.mediamuslim.info karena hal tersebut merupakan 
apresiasi setiap members groups yang tidak mungkin kami perhatian 
satu-per-satu. 
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Untuk Keterangan lebih lanjut kunjungi 
http://groups.google.com/group/mediamusliminfo
Dan jangan lupa kunjungi http://www.mediamuslim.info dan 
http://www.kisahislam.com

Kirim email ke