Namuah tasoleang dapua rang Balando mah.....


________________________________
Dari: "ak...@rantaunet.org" <ak...@rantaunet.org>
Kepada: rantaunet@googlegroups.com 
Dikirim: Senin, 14 Januari 2013 14:41
Judul: Re: [R@ntau-Net] Tragedi Situjuh dan Kejahatan Perang



Kalau melihat preseden kasus Rawagede (sekarang Balongsari), Karawang, 1947, 
yang berhasil membuat Pemerintah Belanda minta maaf dan membayar kompensasi 
kepada ahli waris korban pembantaian, mestinya ada upaya dari 
organisasi-organisasi Minang atau ahli hukum asal Minang yang mendaftarkan 
kasus ini ke Pengadilan Sipil Den Haag seperti kasus Rawagede.

Bukan tidak mungkin keluarga langsung korban Situjuh juga mendapatkan 
permintaan maaf dan kompensasi, karena sudah ada yurisprudensinya.

Masalahnya: apakah untuk gugatan atas kejahatan perang ini kembali tergantung 
pada sosok Prof. Liesbeth Zegveld seperti pada kasus Rawagede, 
sementara orang Minang sendiri sibuk menghabiskan energi baku argumen soal anak 
pecandaian, film layar lebar, sampai ide kembali pada negara federal, ketimbang 
serius mengangkat harkat para korban seperti solidaritas orang-orang Karawang? 

Sanak Nofend Tan Mudo,
mengingat kasus pembiaran nama Bung Hatta sebagai nama jalan selalu menjadi 
bagian dari nama Soekarno-Hatta (seakan-akan mereka kembar siam yang tak 
terpisahkan, padahal sejarah tak mencatat keduanya akur selalu), pembiaran 
kewenang-wenangan terhadap Pak Sjafruddin Prawiranegara, pembiaran imej Tan 
Malaka yang meski sudah diangkat sebagai Pahlawan Nasional, tetapi namanya tak 
diajarkan di dalam rumah-rumah Minang seakan-akan dia biang sampar yang harus 
dijauhi selama-lamanya, saya kira untuk soal Tragedi Situjuh ini sanak Nofend 
tak udah berharap terlalu banyak akan ada perubahan lah. 

Wassalam,

ANB 
Cibubur 


Powered by Telkomsel BlackBerry®

________________________________

From: "Nofend St. Mudo" <nof...@rantaunet.org> 
Sender: rantaunet@googlegroups.com 
Date: Mon, 14 Jan 2013 09:28:18 +0700
To: <RantauNet@googlegroups.com>
ReplyTo: rantaunet@googlegroups.com 
Subject: [R@ntau-Net] Tragedi Situjuh dan Kejahatan Perang

Assalamualaikum Wr.Wb.
 
Merdekaaa…!
 
64 tahun yang lalu yang tepatnya dini hari menjelang suara adzan Subuh 
berkuman­dang tanggal 15 Januari 1949, Indonesia berduka atas me­ning­galnya 69 
orang bunga bangsa di ujung senjata serda­du Belanda. Tragedi yang begitu 
menyayat batin dan terjadi di sebuah desa yang bernama Situjuh Batur yang 
menjadi bagian administrasi Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat.
 
Kekejaman serdadu Belan­da yang telah membuat air mata dan darah tumpah ke Bumi 
Ibu Pertiwi ini masih dikenang dengan dengan meng­gelar upacara dan 
me­man­jatkan doa untuk pahla­wan yang gugur setiap tahun­nya. Kisah dan 
peristiwa penyerangan selalu disampai­kan melalui lisan dan tulisan kepada 
generasi penerus. Ke­lak dimasa yang akan datang, mereka tetap meng­hargai dan 
menghormati perjuangan para pahlawan yang gugur demi kehidupan mereka yang 
bebas dan mer­deka.
 
Dalam penuturan salah satu saksi kunci tragedy Situjuh Bapak Khairuddin yang 
merupakan anak dari Wedana Militer Makinuddin HS, pembunuhan yang dilaku­kan 
oleh Serdadu Belanda di Situjuh Batur tidak hanya di surau Lurah Kincia. Namun, 
pembunuhan juga dilangsung­kan di depan balai adat Situjuh Batur (sekarang 
kan­tor Wali Nagari Situjuh Batur) kepada para laki-laki dewasa yang dicurigai 
sebagai pejuang.
 
Terlebih dahulu, mereka disweeping di sekitaran nagari Situjuh Batur. Bahkan 
pendu­duk yang sedang tertidur pulas dan mau berangkat ke sawah juga 
ditangkapi. Ini dikarena­kan pada dini hari saat pengge­re­bekan di Surau Lurah 
Kin­cia banyak peserta rapat yang berhasil meloloskan diri. Hampir seluruh 
masyarakat yang ditangkap oleh Belanda tersebut adalah pribumi yang tidak tahu 
dengan aktivitas rapat. Karena sebelumnya, rapat tersebut sifatnya sangat 
rahasia dan tidak diberitahu masyarakat sekitar.
 
Jumlah laki-laki dewasa yang dikumpulkan melebihi ratusan orang. Di sana 
mere­ka disuruh memperagakan gerakan baris berbaris. Bagi mereka yang mempunyai 
gerakan baris berbaris yang cukup baik, langsung dipisah­kan dari rombongan. 
Kemu­dian mereka yang dipisahkan tersebut kemudian disuruh jongkok dan matanya 
ditutup. Saat itulah raungan senapan pasukan kompeni ini meletus memecahkan 
kepala para pribumi yang tidak tahu apa-apa tersebut tanpa alasan yang pasti.
 
Usai menghabisi nyawa masyarakat yang tidak tahu apa-apa tersebut, serdadu 
Belanda langsung meninggal­kan Situjuh Batur. Mayat-mayat yang bergelimpangan 
di depan Balai Adat tidak dihiraukannya lagi. Sedangkan laki-laki dewasa yang 
tidak dieksekusi disuruh mengang­kut barang rampasan dari Situjuh Batur menuju 
kota Payakumbuh.
 
Dalam tragedi Situjuh Batur ini, kita dapat melihat dua pembantaian terhadap 
rakyat Indonesia yaitu saat penyerangan ke Surau Lurah Kincia yang mayoritas 
korban berasal dari pihak militer dan Pembunuhan massal di Depan Balai Adat 
yang mayoritas penduduk sipil yang tidak tahu menahu persoalan.
 
Penyerbuan yang dilaku­kan oleh serdadu Belanda ke Situjuh Batur telah 
menghi­langkan nyawa rakyat Indo­nesia yang telah merdeka secara de facto 
tanggal 17 Agustus 1945 dan secara de jure tanggal 18 Agustus 1945 saat 
disyahkannya UUD 1945. Namun, pernahkan Belanda merehabilitasi tragedi Situjuh 
dalam bentuk apapun baik secara moral maupun materil kepada korban-korban yang 
yang secara hukum menga­lami kerugian atas tragedy ini?. Yang mana 
kerugian-kerugian dimaksud adalah konteks keperdataan pribadi sebagaimana 
dimaksudkan dalam pada pasal 1365 KUH Perdata/BW.
 
Melirik konvensi Jenewa tahun 1949 yang meletakkan dasar hukum Humaniter 
de­ngan merumuskan dalam masa konflik bersenjata, kasus Situjuh dapat dijadikan 
referensi sebagai kejahatan perang. Sebab, sebagian kor­ban merupakan rakyat 
sipil yang tidak mengetahui apapun persoalan yang terjadi di surau Lurah Kincia 
dan diekse­kusi tanpa adanya proses pengadilan dan tidak melaku­kan perlawanan.
 
Setidaknya, kita dapat melihat beberapa kasus ke­ma­nusiaan yang pernah 
terja­di di dunia ini akibat keja­hatan perang yang meli­batkan rakyat sipil 
dengan berlan­daskan konvensi Jenewa 1949 seperti perang Afgha­nistan 
(2001-sekarang), Invasi Irak (2003) Invasi Chechnya (1994-sekarang) dan perang 
di Georgia (2008).
 
Nah, bagaimana dengan korban dari pihak militer ??.
 
Mulai dari Indonesia Mer­de­ka tanggal 17 Agustus 1945 hingga berakhirnya 
Agresi Militer II Belanda tanggal 10 Juli 1949, Belanda masih gigih dengan 
sikapnya untuk menjajah kembali bekas negeri Hindia-Belanda ini dengan alasan 
berpatokan kepada instruksi ratu Welhel­mina yang menginginkan negara 
persemakmuran di wilayah bekas jajahannya ini.
 
Akan tetapi jika kita melihat kebelakang, Belanda yang berboncengan dengan 
pasukan NICA masuk ke Indonesia sangat jelas untuk melaksanakan hasil 
perjan­jian Wina 1942 yang mene­gas­kan jikalau suatu saat Jepang kalah dalam 
Perang Pasifik, NICA mempunyai kewajiban untuk mengem­balikan seluruh serdadu 
Je­pang ke negaranya. Namun, apa maksud dan tujuan Belan­da datang ke Indonesia 
tidak serta merta mengimple­men­tasikan perjanjian Wina 1942 secara utuh. 
Melainkan melak­sanakan instruksi ratu Wel­hel­mina. Niat ini begitu jelas 
setelah pasukan NICA pulang ke negaranya tanpa membawa kembali pasukan Belanda 
pada Juli 1946.
 
Ini jelas namanya Belanda mencoba kembali mengusik ketentraman masyarakat 
Indonesia yang telah merdeka. Sebagai institusi yang menga­mankan kedaulatan 
sebuah negara, militer mempunyai kewajiban dan tanggung ja­wab untuk membela 
serta mengkondusifkan segala se­sua­tu yang bersifat mengan­cam NKRI. Karena 
itulah, Militer Indonesia terpaksa mengangkat senjata dan merekrut para laskar 
pejuang dengan maksud memper­tahankan kemerdekaan RI.
 
Dari penjabaran di atas, kita dapat melihat bahwa Belanda-lah yang menciptakan 
suasana perang di negara yang telah merdeka ini sele­pas pasukan NICA angkat 
kaki. kita tidak perlu pusing dengan skema ataupun anali­sis perang itu apa 
atau bagai­mana hukumnya. Apa yang telah dilakukan oleh Belanda di negara 
Indonesia yang telah merdeka periode 1945-1949 merupakan pelanggaran dalam 
perjanjian Wina 1942 dan penjahat perang.
 
Layaknya upaya Amerika yang melakukan invasi ke Irak, hampir seluruh warga 
negara terusik dengan kedata­ngan pasukan militer negara kapitalis tersebut. 
Situasi perang tercipta secara lang­sung antara Irak dan AS yang mana para 
penduduk sipil dan militer berupaya sekuat tenaga mempertahankan nama baik dan 
harkat martabat bangsa mereka hanya karena fitnahan presiden George Bush yang 
menuduh Irak menyim­pan senjata pembunuh massal.
 
Suasana bunuh membu­nuh, mayat bergelimpangan di jalan raya, dan penyerangan 
bom menjadi hal yang biasa di negeri kaya minyak terse­but. Namun, apakah hal 
tersebut bisa kita katakan hal yang lumrah?. Ini bisa kita katakan mereka 
terbunuh akibat permainan politik dari AS. Mereka hanya korban kebiadaban dan 
sama dengan para korban tragedy Situjuh Batur yang terbunuh akibat permainan 
politik Belanda.
 
Memang, kita tidak ingin rasanya luka lama tersebut basah kembali dan 
mence­derai hubungan baik antara Negara Belanda dan Indonesia pada saat ini. 
Akan tetapi, pemerintah Belanda mempu­nyai kewajiban untuk me­ngem­balikan hak 
dan moril para bunga bangsa yang telah gugur ini dengan memberikan penghargaan 
dan menyam­paikan permintaan maaf kepada Almarhum dan keluar­ga korban yang 
menderita akibat ditinggal pergi korban untuk selamanya secara lahir dan bathin.
 
Dan saat ini, slogan “Bang­sa yang besar adalah bangsa yang menghargai 
jasa-jasa pahlawannya” sangat ditagih oleh para pahlawan untuk mengembalikan 
hak moril mereka kepada kita (generasi penerus). Alangkah tergugah dan 
terharunya mereka di alam sana, jika kita memper­juangkan hak mereka secara 
bersama-sama dan saling bahu membahu membawa tragedy Situjuh Batur tanggal 15 
Januari 1949 ke ranah hukum internasional. Setelah mereka menunaikan kewaji­ban 
dalam membela negara, kita juga mempunyai kewaji­ban untuk mengembalikan hak 
dan martabat pahlawan yang telah gugur.
 
Belajar Dari Rawagede
 
Tepat pada tanggal 14 September 2011, para awak media massa di Indonesia dan 
Belanda dikejutkan dengan kemenangan Yayasan K.U.K.B di persidangan 
Internasional Den Haag atas pembunuhan massal Rawagede, Kabupaten Karawang, 
Jawa Barat tang­gal 9 Desember 1947. Dalam persidangan ini, pemerintah Kerajaan 
Belanda dinyatakan bersalah dan harus menyam­paikan permintaan maaf secara 
terbuka kepada masya­rakat Rawagede serta mem­berikan santunan kepada keluarga 
para korban yang ditinggalkan.
 
Atas kemenangan ini, pemerintah Belanda mengi­rimkan delegasinya untuk 
berkunjung ke Desa Rawagede dan berziarah ke makam para korban untuk 
menyampaikan permintaan maaf dan penye­salan terhadap peristiwa berdarah 
tanggal 9 Desember 1947 yang lalu.
 
Namun di balik kesuk­sesan tersebut, perjuangan mengembalikan hak para korban 
Rawagede tidaklah gampang. Didalam persida­ngan, pemerintah Belanda juga 
melakukan perlawanan. Bahkan berani mengatakan kasus Rawagede telah kada­luarsa.
 
Berkas tuntutan para janda dan anak korban di Rawagede juga sempat ditolak oleh 
pemerintah Belanda. Dengan alasan pada tahun 1969, presiden Soeharto per­nah 
membuat kesepakatan dengan pemerintah Belanda tidak akan menuntut ataupun 
menggugat Belanda atas kejahatan perang yang dilaku­kannya selama tahun 
1945-1949.
 
Namun, upaya dan kegigi­han rekan-rekan Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda 
(K.U.K.B) yang berpu­sat di Heemskerk, Belanda bersama Pengacara K.U.K.B Prof. 
Dr. Liesbeth Zegveld Tragedi Rawagede berhasil dimenangkan.
 
Dengan beratnya perjua­ngan dan proses pengadilan dalam mengungkap pelangga­ran 
HAM yang dilakukan serdadu Belanda dalam pe­riode 1945-1949 yang telah terjadi 
puluhan tahun yang silam, ketua Yayasan K.U.K.B Pusat, Mr. Jeffry M. Poondag 
menekankan kepada seluruh keluarga korban perang untuk bersama-sama berjuang 
dan membantu K.U.K.B terlebih dahulu tanpa mengharapkan hasil kemenangan 
seperti tragedi Rawagede. Karena dalam proses akan terdapat berbagai halang 
rintang yang mampu mematahkan perjua­ngan kita. (***)
 
HAJRAFIV SATYA NUGRAHA
(Ketua Yayasan Komite Utang Kehormatan Belanda Perwakilan Sumatera)
 
Senin, 14 Januari 2013 01:45
http://harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=20417:tragedi-situjuh-dan-kejahatan-perang&catid=11:opini&Itemid=187
-- 

Wassalam


Nofend St. Mudo
36Th/Cikarang | Asa Nagari Pauah Duo Nan Batigo - Solok Selatan
Tweet: @nofend | YM: rankmarola 
-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/
 
 
 
-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
1. E-mail besar dari 200KB;
2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

-- 
-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/



Kirim email ke