Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-06-02 Terurut Topik heri ferius

OK juga tuh, nimbrung,
Saya ingin kerja dimanapun, hanya untuk menganjal perut, menyekolahkan
anak-anak yang masih kecil. Itu pun Kagak direspon dan Kagak Dapet-2. 
Begitukah ? gambaran umat

secara filosof. seperti pela nduk bicara dengan gajah ?.

Kalau Depnaker hanya ngurus pembantu dan  upah UMP, apa Migas ngurus atau 
perlu pekerja ?. Kita sebaiknya tidak hanya jadi bicara prof to prof. Gimana 
ngembaliin subsidi pemerintah untuk pendidikan yang kata sangat tinggi, 
apalagi di PTN. IAGI mungkin punya solusi.


Bagi yang ke LN biarin aja, rezki mereka kok.
Yang perlu dibahas. Berapa lulusan Geologist di Indonesia, katakanlah 10 PT 
x 50 orang, sudah 500 orang / tahun, tambah lagi yang pulang dari pendidikan 
LN berapa ?.. Belum lagi alumni yang kerja diluar Geologi (karena tidak LAKU 
di proyek geologi) katakanlah 80 %, Apa tidak masih kurang juga. Bila bicara 
dan cari yang fully profesional menurut selera ?. Apa yang nyari juga sudah 
prof ?.



- Original Message - 
From: sidauruk [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 4:45 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah Air Picu Brain Drain



Urun rembug,

Saya ingin bekerja di negeri sendiri, gaji standard
expat, sekolahin anak di international school dan cas
cis cus bahasa sono tapi..itu yang sedang saya
cari

Q : Sebenarnya ingin digaji seperti expat atau
butuh digaji secara expat ada bedanya gak ya.

Peace,
Yunita


--- Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote:


Maaf berat, ini khayalan saja, mudah mudahan gak
cocok . sekali lagi ini
khayalan ...

Orang optimis: brain drain itu bagus untuk
menunjukkan bahwa kita mampu jadi
expat dengan kualitas dunia, dapat uang dan
fasilitas layaknya expat, bisa
menyekolahkan anak dengan standar international dan
cas cis cus pake bahasa
inggris

Orang netral1: siapapun punya hak untuk memilih kalo
pilihan itu ada dan itu
mungkin terbaik buat mereka, dari segi financial dan
non financial. sekarang
saya memilih untuk tetap disini.

Orang netral2: kerja dimana aja sama kok, uang bukan
segalanya, saya cukup
bahagia dengan apa yang saya dapat. Tidak selamanya
mereka bahagia hidup
sebagai expat.

anda?



__
Apakah Anda Yahoo!?
Lelah menerima spam?  Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam  
http://id.mail.yahoo.com 



Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



[iagi-net-l] Balasan: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-29 Terurut Topik sudung situmorang
Sabarlah mas, memang masalah gaji ini sulit2x gampang ya
  Kalau untuk explorasi itu biaya mahal, investasi tinggi. Persoalannya 
pemerintah kita ngakk cukup modal untuk investasi.
  Ya namanya invest kan bawa juga tenaga expertnya, ya kan... otomatis gaji 
gede. Tapi sabarlah mas, suatu hari pemerintah kita cukup modal untuk 
investasi, ngak hanya di indonesia. Suatu hari kita bisa invest di afrika, kamu 
mau kan gaji gede tapi di ujung afrika atau di negara miskin spt ethiopia, tapi 
gaji gdeee

   
-
Kunjungi halaman depan Yahoo! Indonesia yang baru!

Re: [iagi-net-l] Balasan: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-29 Terurut Topik Shofiyuddin

Maaf, sedikit keluar jalur.
Kalo kita lihat gedung perkantoran, mall, mobil mobil baru yg berseliweran,
rasanya agak mustahil kalo negara kita utangnya banyak. Belum lagi hasil
bumi dan lautnya.

Lha, untuk bangun Dam yang direncanakan membendung LUSI aja sebesar 1
trilliun, pemerintah ngutang ke Jepang.

Lha, hasil bayar pajak aja dah triluanan, terus kenapa harus ngutang ya?

Jadi kalo bicara investasi?  waduh waduh ... akan semakin
tertinggal dengan Petronas (kerja sama dengan yg laen) yang sudah merambah
Afrika dari pantai Barat (EG, Gabon), ke agak timur di Ethiopia (acreagenya
luar biasa!), terus bergerak ke utara ke Egypt, terus bergerak ke selatan
Mozambik, juga bergerak ke negara negara eks sovyet seperti Turkmenistan
(yang produksinya ditargetkan lebih dari 1 Juta BOPD), Uzbek dan laen
sebagainya. Saya dengar mereka sudah mulai bergerak ke arah Amerika Latin
(Venezuela). Belum lagi ngomong yang di asia seperti Myanmar, Vietnam,
Thailand dan Philipina  weladalah  semakin ketinggalan aja.

Lha wong 1 triliun aja utang kok!  jadi kapan investnya dong?



On 5/29/07, sudung situmorang [EMAIL PROTECTED] wrote:


Sabarlah mas, memang masalah gaji ini sulit2x gampang ya
Kalau untuk explorasi itu biaya mahal, investasi tinggi. Persoalannya
pemerintah kita ngakk cukup modal untuk investasi.
Ya namanya invest kan bawa juga tenaga expertnya, ya kan... otomatis gaji
gede. Tapi sabarlah mas, suatu hari pemerintah kita cukup modal untuk
investasi, ngak hanya di indonesia. Suatu hari kita bisa invest di afrika,
kamu mau kan gaji gede tapi di ujung afrika atau di negara miskin spt
ethiopia, tapi gaji gdeee

--
Kunjungi halaman depan Yahoo! 
Indonesiahttp://sg.rd.yahoo.com/mail/id/footer/def/*http://id.yahoo.com/yang 
baru!




Re: [iagi-net-l] Balasan: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-29 Terurut Topik OK Taufik

Indonesia invest di luar??..kalau lihat kegagalan 2 sumur di Ethiopia 35
juta USD, kemudian drilling di mozambik sebagai sumur termahal buat Petronas
sebesar 45 juta USD/well.belum dari lapangan lain petronas.maka dari
kesiapan dana pemerintah kayaknya niatan tersebut bagaikan punduk merindukan
bulan (SDM mungkin ok)

On 5/29/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote:


Maaf, sedikit keluar jalur.
Kalo kita lihat gedung perkantoran, mall, mobil mobil baru yg
berseliweran, rasanya agak mustahil kalo negara kita utangnya banyak. Belum
lagi hasil bumi dan lautnya.

Lha, untuk bangun Dam yang direncanakan membendung LUSI aja sebesar 1
trilliun, pemerintah ngutang ke Jepang.

Lha, hasil bayar pajak aja dah triluanan, terus kenapa harus ngutang ya?

Jadi kalo bicara investasi?  waduh waduh ... akan semakin
tertinggal dengan Petronas (kerja sama dengan yg laen) yang sudah merambah
Afrika dari pantai Barat (EG, Gabon), ke agak timur di Ethiopia (acreagenya
luar biasa!), terus bergerak ke utara ke Egypt, terus bergerak ke selatan
Mozambik, juga bergerak ke negara negara eks sovyet seperti Turkmenistan
(yang produksinya ditargetkan lebih dari 1 Juta BOPD), Uzbek dan laen
sebagainya. Saya dengar mereka sudah mulai bergerak ke arah Amerika Latin
(Venezuela). Belum lagi ngomong yang di asia seperti Myanmar, Vietnam,
Thailand dan Philipina  weladalah  semakin ketinggalan aja.

Lha wong 1 triliun aja utang kok!  jadi kapan investnya dong?



On 5/29/07, sudung situmorang [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Sabarlah mas, memang masalah gaji ini sulit2x gampang ya
 Kalau untuk explorasi itu biaya mahal, investasi tinggi. Persoalannya
 pemerintah kita ngakk cukup modal untuk investasi.
 Ya namanya invest kan bawa juga tenaga expertnya, ya kan... otomatis
 gaji gede. Tapi sabarlah mas, suatu hari pemerintah kita cukup modal untuk
 investasi, ngak hanya di indonesia. Suatu hari kita bisa invest di afrika,
 kamu mau kan gaji gede tapi di ujung afrika atau di negara miskin spt
 ethiopia, tapi gaji gdeee

 --
 Kunjungi halaman depan Yahoo! 
Indonesiahttp://sg.rd.yahoo.com/mail/id/footer/def/*http://id.yahoo.com/yang 
baru!








--
OK TAUFIK


Re: [iagi-net-l] Balasan: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-29 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari

Shofi,
Kalau melihat kekayaan negara jangan dicampur aduk dengan kekayaan
pemerintah dan kekayaan rakyat. Saat ini rakyat Indonesia juga tidak
miskin-miskin amat, hanya saja permasalahan paling rumit adalah
distribusinya. Banyak yang kaya, dan buanyakkk banget yang sedang-sedang
saja, dan tentu saja banyak yang sangat kekurangan. Distribusi yang tidak
merata-rata inilah yang menjadikan kita sulit mengamati akau menggunakan
parameter dalam mengukur kekayaan negara.
Persis seperti alat ukur suhu mobil. Dimana yang paling tepat diletakkan,
apakah di body mesin, di aliran oli pendingin, ataukah di knalpot. Semuanya
akan memilki karakteristik khusus dalam menentukan kondisi kesehatan
mobil. Nah kalau kita menaruh tolok ukur Mall sebagai tolok ukur kekayaan
negara ya tentusaja rakyat Indonesia kaya raya sekali. Tapi apakah negaranya
juga kaya.

Kalau negara didefinisikan sebagai rakyat plus pemerintahnya maka kekayaan
Indonesia ini buesarrr buangettth ... Malesa itu zaaauh diblakang Indonesia.


Yang membedakan barangkali pemerintah Malesa itu jauh lebih kaya ketimbang
rakyatnya. Rakyatnya manut saja diatur sama kamarintah Malesa. Karena emang
kekayaan terbesar ada dalam kontrol pemerintahnya. Karenanya Pemerintah
Malesa akan lebih mudah mengontrol rakyat dan rakyatpun juga sudah cukup
bahagia dengan mendapatkan wellfare (kesejahteraan) dari pemerintahnya.

Kebalikan dengan Indonesia, pemerintahannya kagak punya duwik. Duwik (fresh
money) yang ada ya ada di individu2 pemegang duik (pengusaha dan juga
pemegang kekuasaan, barangkali). Duwik di Indonesia bukan milik
institusional pemerintah. Sebabe opo ... hehehehe mboh raweruh :(

Makanya yang ngutang dulu sakjane ya banyak juga pengusaha2 yang ngempalng
akhirnya ditanggung negara lewat BLBI yang mbalah bocor ambyar ndak
karu-karuawan itu. Narik balik duwik itu bisa ndak ? ... whaddduh mending
korelasi sumur2 di Tunu ketimbang narik duwik pemerintah yg rontok lewat
BLBI dulu itu lah. (hehehe, korelasi sumur 2 di Tunu itu mumeth, jarak 200
meter bisa geser 1 cycle ga kerasa :)
Duwik itu juga banyak yang dikemplang pegusaha2 yang ndelik sembunyi di
Singapore, Blaik tenin !!!

Jadi aku juga yakin Indonesia itu KAYA RAYA, hanya saja pengaturannya
menjadi sulit karena yg KAYA itu buanyakk. Jadi semua ingin ngatur pakai
kekayaannya yg diperoleh juga mboh dari mana :(

Heheheh Dam Lusi yg kemarin itu yg membiayai Lapindo looh ... :)

RDP

On 5/29/07, Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote:


Maaf, sedikit keluar jalur.
Kalo kita lihat gedung perkantoran, mall, mobil mobil baru yg
berseliweran, rasanya agak mustahil kalo negara kita utangnya banyak. Belum
lagi hasil bumi dan lautnya.

Lha, untuk bangun Dam yang direncanakan membendung LUSI aja sebesar 1
trilliun, pemerintah ngutang ke Jepang.

Lha, hasil bayar pajak aja dah triluanan, terus kenapa harus ngutang ya?

Jadi kalo bicara investasi?  waduh waduh ... akan semakin
tertinggal dengan Petronas (kerja sama dengan yg laen) yang sudah merambah
Afrika dari pantai Barat (EG, Gabon), ke agak timur di Ethiopia (acreagenya
luar biasa!), terus bergerak ke utara ke Egypt, terus bergerak ke selatan
Mozambik, juga bergerak ke negara negara eks sovyet seperti Turkmenistan
(yang produksinya ditargetkan lebih dari 1 Juta BOPD), Uzbek dan laen
sebagainya. Saya dengar mereka sudah mulai bergerak ke arah Amerika Latin
(Venezuela). Belum lagi ngomong yang di asia seperti Myanmar, Vietnam,
Thailand dan Philipina  weladalah  semakin ketinggalan aja.

Lha wong 1 triliun aja utang kok!  jadi kapan investnya dong?



On 5/29/07, sudung situmorang [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Sabarlah mas, memang masalah gaji ini sulit2x gampang ya
 Kalau untuk explorasi itu biaya mahal, investasi tinggi. Persoalannya
 pemerintah kita ngakk cukup modal untuk investasi.
 Ya namanya invest kan bawa juga tenaga expertnya, ya kan... otomatis
 gaji gede. Tapi sabarlah mas, suatu hari pemerintah kita cukup modal untuk
 investasi, ngak hanya di indonesia. Suatu hari kita bisa invest di afrika,
 kamu mau kan gaji gede tapi di ujung afrika atau di negara miskin spt
 ethiopia, tapi gaji gdeee

 --
 Kunjungi halaman depan Yahoo! 
Indonesiahttp://sg.rd.yahoo.com/mail/id/footer/def/*http://id.yahoo.com/yang 
baru!








--
http://rovicky.wordpress.com/


Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Andang Bachtiar
Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya punya 
dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga negara, 
dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer Awang 
terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi) dan 
penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi tersebut 
untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Repotnya adalah: 
apabila para pengambil kebijakan (korporasi, negara, dsb) menerapkan 
filosofi individual dalam kebijakan yang mempengaruhi kemaslahatan 
masyarakat banyak, dimana bisa saja terjadi pengabaian (negligence) atas 
konsern masyarakat banyak (yang punya filosofi individual ber-beda2)... 
Mudah2an berbagai perkembangan yang terjadi di kancah pertenaga-kerja-an 
migas kita bisa menggugah (pelan2 juga nggak papa), membangkitkan, dan 
menggerakkan para pengambil kebijakan kita untuk tanggap/concern dan 
mengambil tindakan segera.


Salam

adb



- Original Message - 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain



Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta
keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan
kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan
menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.

Kalau brain drain hanya mengejar uang, hm...

Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..

Salam,
awang

-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain


Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :

Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma sedikit 

LL

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 10:48 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia
Subject: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah
Air Picu Brain Drain

Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
selesei  Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
banyak. Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di
Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.

Uang bukan segalanya
tapi segalanya perlu uang ...
waaks ! :)

RDP

Ekonomi  Bisnis

27/05/07 11:15
Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain
Drain

Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia
(PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera kebijakan yang membedakan
gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan orang Indonesia
berkualifikasi sama di Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
larinya atau brain drain kalangan terdidik Indonesia lulusan luar
negeri.

Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di Universitas Nasional
Australia (ANU) tentang fenomena brain drain di kalangan terdidik
dan profesional Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah
tamat dari pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
diperoleh ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.

Disebutkan, usul yang mengemuka dalam diskusi yang menghadirkan dua
orang Indonesia yang sedang bertugas di ANU, Ariane Utomo dan Wijayono
Sarosa, itu masih akan ditindaklanjuti dan digodok secara lebih
mendalam dalam konferensi perhimpunan mahasiswa Indonesia dari seluruh
dunia yang direncanakan berlangsung di Sydney pada September
mendatang.

Dalam diskusi yang dihadiri puluhan mahasiswa ANU dan doktor Indonesia
yang kini bekerja di universitas terbaik di Australia itu, terungkap
bahwa perbedaan gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing
maupun lokal kepada para tenaga ahli dan konsultan asing dan Indonesia
dengan kualifikasi keahlian yang relatif sama ini sudah berlangsung
sejak lama.

Di perusahaan pertambangan milik Amerika Serikat di Provinsi Papua, PT
Freeport Indonesia, misalnya, disebutkan bahwa sudah lama terjadi
kebijakan yang membedakan gaji para konsultan asing dengan konsultan
Indonesia, padahal mereka memiliki kualifikasi dan keahlian sama.

Kebijakan yang diskriminatif itu diyakini menjadi salah satu penyebab
terjadinya brain drain di kalangan terpelajar Indonesia lulusan luar
negeri atau orang-orang terbaik Indonesia yang meninggalkan Tanah Air
untuk bekerja di luar negeri sebagai profesional.

Di

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Taufik Manan
Salut buat Pak Awang atas pandangannya yang kali ini mewakili orang kebanyakan.
Karena sementara itu kita selalu mendapatkan penjelasan ilmiah dari Pak Awang.

Tapi mungkin ada sedikit catatan dari Brain Drain
Bila uang bukan dikejar tentunya ada hal lain yang semakin mendorong.
Contohnya : area pekerjaan kita berbeda misalnya gurun dll.
Kemudian fasilitas buat anak dan keluarga kita, khususnya pendidikan.
Bila di Indonesia hanya bisa dinikmati oleh golongan manager, ekspat atau yang 
punya rezeki besar.

Bagi saya bila bekerja di luar negri semakin mendekatkan diri ke tanah suci,
tentunya suatu tawaran yang menarik maklum biaya ONH sangat besar dan selalu 
naik tiap tahun.
Belum lagi banyak sisi negatif pengelolaan haji di tanah air kita.
Banyak cerita kawan kita yang kerja di Middle East mendapatkan kemudahan 
beribadah haji dan umrah.

Demikian urun rembug

TAM
yang senang semakin dekat daerah operasionalnya ke tanah suci

- Original Message 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 12:23:19 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta
keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan
kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan
menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.

Kalau brain drain hanya mengejar uang, hm...

Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..

Salam,
awang 

-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain


Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :

Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma sedikit 

LL

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 10:48 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia
Subject: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah
Air Picu Brain Drain

Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
selesei  Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
banyak. Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di
Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.

Uang bukan segalanya
tapi segalanya perlu uang ...
waaks ! :)

RDP

Ekonomi  Bisnis

27/05/07 11:15
Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain
Drain

Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia
(PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera kebijakan yang membedakan
gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan orang Indonesia
berkualifikasi sama di Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
larinya atau brain drain kalangan terdidik Indonesia lulusan luar
negeri.

Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di Universitas Nasional
Australia (ANU) tentang fenomena brain drain di kalangan terdidik
dan profesional Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah
tamat dari pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
diperoleh ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.

Disebutkan, usul yang mengemuka dalam diskusi yang menghadirkan dua
orang Indonesia yang sedang bertugas di ANU, Ariane Utomo dan Wijayono
Sarosa, itu masih akan ditindaklanjuti dan digodok secara lebih
mendalam dalam konferensi perhimpunan mahasiswa Indonesia dari seluruh
dunia yang direncanakan berlangsung di Sydney pada September
mendatang.

Dalam diskusi yang dihadiri puluhan mahasiswa ANU dan doktor Indonesia
yang kini bekerja di universitas terbaik di Australia itu, terungkap
bahwa perbedaan gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing
maupun lokal kepada para tenaga ahli dan konsultan asing dan Indonesia
dengan kualifikasi keahlian yang relatif sama ini sudah berlangsung
sejak lama.

Di perusahaan pertambangan milik Amerika Serikat di Provinsi Papua, PT
Freeport Indonesia, misalnya, disebutkan bahwa sudah lama terjadi
kebijakan yang membedakan gaji para konsultan asing dengan konsultan
Indonesia, padahal mereka memiliki kualifikasi dan keahlian sama.

Kebijakan yang diskriminatif itu diyakini menjadi salah satu penyebab
terjadinya brain drain di kalangan terpelajar Indonesia lulusan luar
negeri atau orang-orang terbaik Indonesia yang meninggalkan Tanah Air
untuk bekerja di luar negeri sebagai profesional.

Di Malaysia, pemerintah negara itu memberikan insentif yang menarik

[iagi-net-l] balik lagi soal HCS vs expat was: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik noor syarifuddin
Pakde,

Diskusi ini memang skopenya sangat luas dan mungkin sulit untuk mencari 
kesepakatan dalam titik-titik tertentu. 
Seperti yang aku tulis sebelumnya, sebaiknya kita membedakan antara status HCS 
(home country status-domestik) dengan yang expat.

Bagaimanapun juga dua status tsb tidak pernah akan diperlakukan sama (dalam hal 
remunerasi) di manapun juga. Saya pernah mengalami menjadi expat dan 
dicemburui rekan-rekan yang berstatus HCS yang notabene adalah para bule. 
Jadi memang wajar kalau kita cemburu juga terhadap para expat. Tapi hal ini 
bukan berarti bahwa ini adalah penyebab proses brain-drain dan kemudian 
antara expat dan HCS harus disamakan remunerasinya. Kita dengar para 
GG Petronas (yang katanya sistem remunerasinya lebih baik dari kita) pada lari 
ke Tim-Teng, apakah itu karena gaji mereka jauh lebih kecil dibanding para 
expat kita yang bekerja di sana? Rasanya nggak khan. ?
Seperti pernah ditulis oleh rekan-rekan lain di milis ini: sebagai tenaga 
profesional maka loyalitasnya adalah kepada pemberi remunerasi tertinggi. 
Jadilah larilah mereka ke Tim-teng yang mungkin memberi remunerasi lebih tinggi 
dari Petronas. Apakah selesai? Kelihatannya belum, karena ada aliran baru ke 
tempat yang relatif  frontier model Afrika yang mungkin akan memberi 
remunerasi lebih tinggi lagi.

Menurut saya, terlepas dari ada atau tidaknya para bule itu, perbaikan 
pengupahan memang harus terus diperjuangakan supaya seimbang antara tanggung 
jawab dan resiko pekerjaan yang diemban. Tapi bukan berarti ini akan 
menghentikan proses brain drain ini 

Ada hal lain yang juga masih penting juga untuk diperjuangkan -selain urusan 
uang- yaitu perlakuan terhadap karyawan nasional. Ini baik yang sifatnya 
profesional: otoritas dll maupun yang sifatnya non-profesional: perlakuan 
sosial dll. Saya kira ini salah satu PR besar kita saat ini dan mungkin 
merupakan salah satu penyebab utama brain-drain itu (menurut saya).


salam,

- Original Message 
From: Andang Bachtiar [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 2:09:04 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya punya 
dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga negara, 
dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer Awang 
terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi) dan 
penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi tersebut 
untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Repotnya adalah: 
apabila para pengambil kebijakan (korporasi, negara, dsb) menerapkan 
filosofi individual dalam kebijakan yang mempengaruhi kemaslahatan 
masyarakat banyak, dimana bisa saja terjadi pengabaian (negligence) atas 
konsern masyarakat banyak (yang punya filosofi individual ber-beda2)... 
Mudah2an berbagai perkembangan yang terjadi di kancah pertenaga-kerja-an 
migas kita bisa menggugah (pelan2 juga nggak papa), membangkitkan, dan 
menggerakkan para pengambil kebijakan kita untuk tanggap/concern dan 
mengambil tindakan segera.

Salam

adb



- Original Message - 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta
keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan
kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan
menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.

Kalau brain drain hanya mengejar uang, hm...

Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..

Salam,
awang

-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain


Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :

Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma sedikit 

LL

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 10:48 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia
Subject: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah
Air Picu Brain Drain

Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
selesei  Kita bisa debat berbusa-busa soal

RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Parvita Siregar
Bahasanya Mas Andang  susah ih :)

Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan
tidak macet2an ke kantor, atau sempat jogging sebelum sarapan dan
berangkat ke kantor, pulang ke rumah masih melihat matahari terbenam dan
main tenis atau sepak bola dan main dengan anak-anak, sekolah
kwalitasnya baik dan gratis, ya mikir2 jugalah.  

It's a matter of quality of life kok.  Kalau soal uang, ngga kan ada
cukup2nya...

Parvita H. Siregar
Salamander Energy
Jakarta-Indonesia
 
 
Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
confidential and is sent for the personal attention of the intended
recipient only and may contain information that is privileded,
confidential or exempt from disclosure.  If you have received this email
in error, please advise us immediately and delete it.  You are notified
that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in
reliance on the contents of this information is strictly prohibited.

-Original Message-
From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 1:09 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain

Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya
punya 
dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga
negara, 
dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer
Awang 
terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi)
dan 
penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi
tersebut 
untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Repotnya adalah: 
apabila para pengambil kebijakan (korporasi, negara, dsb) menerapkan 
filosofi individual dalam kebijakan yang mempengaruhi kemaslahatan 
masyarakat banyak, dimana bisa saja terjadi pengabaian (negligence) atas

konsern masyarakat banyak (yang punya filosofi individual
ber-beda2)... 
Mudah2an berbagai perkembangan yang terjadi di kancah pertenaga-kerja-an

migas kita bisa menggugah (pelan2 juga nggak papa), membangkitkan, dan 
menggerakkan para pengambil kebijakan kita untuk tanggap/concern dan 
mengambil tindakan segera.

Salam

adb



- Original Message - 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta
keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan
kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan
menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.

Kalau brain drain hanya mengejar uang, hm...

Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..

Salam,
awang

-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain


Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :

Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma sedikit 

LL

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 10:48 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia
Subject: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah
Air Picu Brain Drain

Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
selesei  Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
banyak. Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di
Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.

Uang bukan segalanya
tapi segalanya perlu uang ...
waaks ! :)

RDP

Ekonomi  Bisnis

27/05/07 11:15
Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain
Drain

Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia
(PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera kebijakan yang membedakan
gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan orang Indonesia
berkualifikasi sama di Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
larinya atau brain drain kalangan terdidik Indonesia lulusan luar
negeri.

Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di Universitas Nasional
Australia (ANU) tentang fenomena brain drain di kalangan terdidik
dan profesional Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah
tamat dari pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
diperoleh ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.

Disebutkan, usul yang mengemuka

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Snow White
Urun rembug donk dari junior nih...

Saya pernah menghadiri sesuatu seminar ttg parents as a career 
partner...ceritanya, yang punya anak di high school, orangtuanya di briefing 
untuk menuntut anaknya ke jenjang Univ atau politeknik dg beberapa aspek yang 
perlu dipertimbangkan (saya sih ikutan karena menjadi guardian anak high 
school), salah satunya, disebutkan soal life balance, ternyata menurut 
research, orang sekarang cenderung mencari sesuatu yang balance dari segi 
materi dan kepuasan batin. 

Saya kira sah2 saja kalo ada pendapat yang mengatakan hidup diluar negeri 
memberikan kepuasan materi dan batin. Walaupun menurut saya tidak terlalu 
berlebihan secara materi, cukup saja dg kondisi di mana kita hidup, 
kelebihannya ya itu, bisa ada waktu untuk melakukan aktifitas yang lain, di 
tengah kepenatan pekerjaan, menjadikan kita sehat jasmani dan rohani. Otomatis 
kita juga menjadi lebih productive dalam bekerja, outcomenya juga lebih baik. 
Disamping jitu uga ada kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh negeri kita 
tercinta (bebas polusi, hukum ditegakkan, pendidikan gratis dan kualitasnya 
bagus, etc.)

Terlepas berapa income yang di dapat, semua dikembalikan kepada individu 
masing2, yang mana yang menjadi prioritas dalam hidupnya. Pepatah mengatakan 
rumput tetangga selalu lebih hijau koq...

Salam,
Putri


- Original Message 
From: Parvita Siregar [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 3:48:17 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Bahasanya Mas Andang  susah ih :)

Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan
tidak macet2an ke kantor, atau sempat jogging sebelum sarapan dan
berangkat ke kantor, pulang ke rumah masih melihat matahari terbenam dan
main tenis atau sepak bola dan main dengan anak-anak, sekolah
kwalitasnya baik dan gratis, ya mikir2 jugalah.  

It's a matter of quality of life kok.  Kalau soal uang, ngga kan ada
cukup2nya...

Parvita H. Siregar
Salamander Energy
Jakarta-Indonesia


Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
confidential and is sent for the personal attention of the intended
recipient only and may contain information that is privileded,
confidential or exempt from disclosure.  If you have received this email
in error, please advise us immediately and delete it.  You are notified
that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in
reliance on the contents of this information is strictly prohibited.

-Original Message-
From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 1:09 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain

Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya
punya 
dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga
negara, 
dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer
Awang 
terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi)
dan 
penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi
tersebut 
untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Repotnya adalah: 
apabila para pengambil kebijakan (korporasi, negara, dsb) menerapkan 
filosofi individual dalam kebijakan yang mempengaruhi kemaslahatan 
masyarakat banyak, dimana bisa saja terjadi pengabaian (negligence) atas

konsern masyarakat banyak (yang punya filosofi individual
ber-beda2)... 
Mudah2an berbagai perkembangan yang terjadi di kancah pertenaga-kerja-an

migas kita bisa menggugah (pelan2 juga nggak papa), membangkitkan, dan 
menggerakkan para pengambil kebijakan kita untuk tanggap/concern dan 
mengambil tindakan segera.

Salam

adb



- Original Message - 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta
keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan
kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan
menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.

Kalau brain drain hanya mengejar uang, hm...

Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..

Salam,
awang

-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di

RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Leonard Lisapaly


Kalau rumput tetangga terlihat lebih hijau sih masih gak apa2, Mbak. Toh
masih sama2 rumput. Tapi kalau tetangga sudah punya pohon cemara, bukan
rumput aja, he he he ... mungkin mikir juga kali ya ...8-)

LL

-Original Message-
From: Snow White [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 3:27 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah Air Picu Brain Drain

Urun rembug donk dari junior nih...

Saya pernah menghadiri sesuatu seminar ttg parents as a career
partner...ceritanya, yang punya anak di high school, orangtuanya di briefing
untuk menuntut anaknya ke jenjang Univ atau politeknik dg beberapa aspek yang
perlu dipertimbangkan (saya sih ikutan karena menjadi guardian anak high
school), salah satunya, disebutkan soal life balance, ternyata menurut
research, orang sekarang cenderung mencari sesuatu yang balance dari segi
materi dan kepuasan batin. 

Saya kira sah2 saja kalo ada pendapat yang mengatakan hidup diluar negeri
memberikan kepuasan materi dan batin. Walaupun menurut saya tidak terlalu
berlebihan secara materi, cukup saja dg kondisi di mana kita hidup,
kelebihannya ya itu, bisa ada waktu untuk melakukan aktifitas yang lain, di
tengah kepenatan pekerjaan, menjadikan kita sehat jasmani dan rohani.
Otomatis kita juga menjadi lebih productive dalam bekerja, outcomenya juga
lebih baik. Disamping jitu uga ada kelebihan lain yang tidak dimiliki oleh
negeri kita tercinta (bebas polusi, hukum ditegakkan, pendidikan gratis dan
kualitasnya bagus, etc.)

Terlepas berapa income yang di dapat, semua dikembalikan kepada individu
masing2, yang mana yang menjadi prioritas dalam hidupnya. Pepatah mengatakan
rumput tetangga selalu lebih hijau koq...

Salam,
Putri


- Original Message 
From: Parvita Siregar [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 3:48:17 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah Air Picu Brain Drain


Bahasanya Mas Andang  susah ih :)

Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan
tidak macet2an ke kantor, atau sempat jogging sebelum sarapan dan
berangkat ke kantor, pulang ke rumah masih melihat matahari terbenam dan
main tenis atau sepak bola dan main dengan anak-anak, sekolah
kwalitasnya baik dan gratis, ya mikir2 jugalah.  

It's a matter of quality of life kok.  Kalau soal uang, ngga kan ada
cukup2nya...

Parvita H. Siregar
Salamander Energy
Jakarta-Indonesia


Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
confidential and is sent for the personal attention of the intended
recipient only and may contain information that is privileded,
confidential or exempt from disclosure.  If you have received this email
in error, please advise us immediately and delete it.  You are notified
that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in
reliance on the contents of this information is strictly prohibited.

-Original Message-
From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 1:09 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain

Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya
punya 
dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga
negara, 
dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer
Awang 
terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi)
dan 
penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi
tersebut 
untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Repotnya adalah: 
apabila para pengambil kebijakan (korporasi, negara, dsb) menerapkan 
filosofi individual dalam kebijakan yang mempengaruhi kemaslahatan 
masyarakat banyak, dimana bisa saja terjadi pengabaian (negligence) atas

konsern masyarakat banyak (yang punya filosofi individual
ber-beda2)... 
Mudah2an berbagai perkembangan yang terjadi di kancah pertenaga-kerja-an

migas kita bisa menggugah (pelan2 juga nggak papa), membangkitkan, dan 
menggerakkan para pengambil kebijakan kita untuk tanggap/concern dan 
mengambil tindakan segera.

Salam

adb



- Original Message - 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta
keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan
kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik OK Taufik

kalau braindrain saya pikir itu fenomena kelompok, kalau individu mugnkin
lebih ke adventurelah. Braindrain itu lebih banyak unsur pilihan terpaksa,
karena di tempat sendiri pilihan tak ada atau kalaupun ada, kualitasnya
jelek sekali untuk kepuasan lahir-bathin,jiwa-raga,materi-rohani.
Braindrain itukan bahasa inggih untuk pelarian, lari dari rasa
ketidakpuasan atas kondisi buruk dari kesalahan manajemen,
ketidakberpihakan, lingkungan yg membatu(tak mau berubah), status quo, tak
innovatif akibat politik dan low capacity dari para pelaku institusi. Karena
hijjrah sudah tak ada lagi selepas zaman Nabi, braindrain mungkin lebih
cocok di kaitkan dengan jihad.

On 5/28/07, Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote:


Memang bahasanya Kang ADB ini bahasa pemimpin atau leader. Namun akan
lebih mudah dibaca dengan menganalogikan begini saja.
Apa yang akan anda perbuat jika anda sebagai seorang Manajer HR. Wah
mungkin jauh ya ..
Ya sudah, dengan kata lain Apa yang akan anda lakukan jika anda sebagai
seorang Manager Eksplorasi, atau Chief Geologist ?

Kalau anda bilang, ya uwis semono wae kan cukup tole ? Manusia itu pada
dasarnya tamak kok ... wah aku jamin pegawe atau bawahan anda akan langsung
cari lowongan lain atau mungkin malah ngirim CV ke aku ... wupst !!
Pernah denger atau baca kalimat ini kan ? -  People don't leave their
jobs, they leave their managers.
Blaik  pantesan RDP kluar dari posisi itu enam tahun lalu :) Ya karena
aku ngga mau ditinggalkan kawan-kawanku.

- :( Looh tapi pakdhe meninggalkan manajer Pakdhe sebelumnya juga, kan?
+ :D  Hust, aku dulu yo nyari duwik ... uspt !!

Sakjane Pak Awang itu mengucapkan gaji berapapun kurag aku yakin karena
beliau juga was-was. Dan kalimat beliau dipakai supaya menahan
rekan-rekannya sesama kawan, untuk tidak ikutan braindrain. Saat menulis
barangkali beliau tidak sedang memposisikan dirinya pada posisi diatas
(BPMIGAS) ... kalau di BPMIGAS tentunya Kang Awang akan berbicara lain. Tapi
memang disini uniknya forum IAGI-net ini. Kita berada dalam dua posisi kaki
yang berbeda. Ada posisi pribadi, dan ada posisi jabatan. Mungkin ada juga
yang satu kaki posisi sebagai anak negeri, dan satu kaki pada posisi pegawe
perusahaan asing.

Makanya kalimat pak Awang direspons berbeda antara ADB dan Taufik Manan.
Karena level bicara mereka berbeda.

Nah, biar tambah mikir
brain-drain ini fenomena individu atau fenomena kolektif ?

RDP

On 5/28/07, Parvita Siregar [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Bahasanya Mas Andang  susah ih :)

 Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan

 tidak macet2an ke kantor, atau sempat jogging sebelum sarapan dan
 berangkat ke kantor, pulang ke rumah masih melihat matahari terbenam dan
 main tenis atau sepak bola dan main dengan anak-anak, sekolah
 kwalitasnya baik dan gratis, ya mikir2 jugalah.

 It's a matter of quality of life kok.  Kalau soal uang, ngga kan ada
 cukup2nya...

 Parvita H. Siregar
 Salamander Energy
 Jakarta-Indonesia


 Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
 confidential and is sent for the personal attention of the intended
 recipient only and may contain information that is privileded,
 confidential or exempt from disclosure.  If you have received this email
 in error, please advise us immediately and delete it.  You are notified
 that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in
 reliance on the contents of this information is strictly prohibited.

 -Original Message-
 From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED] ]
 Sent: Monday, May 28, 2007 1:09 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
 di Tanah Air Picu Brain Drain

 Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya
 punya
 dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga
 negara,
 dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer
 Awang
 terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi)
 dan
 penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi
 tersebut
 untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Repotnya adalah:
 apabila para pengambil kebijakan (korporasi, negara, dsb) menerapkan
 filosofi individual dalam kebijakan yang mempengaruhi kemaslahatan
 masyarakat banyak, dimana bisa saja terjadi pengabaian (negligence) atas


 konsern masyarakat banyak (yang punya filosofi individual
 ber-beda2)...
 Mudah2an berbagai perkembangan yang terjadi di kancah pertenaga-kerja-an

 migas kita bisa menggugah (pelan2 juga nggak papa), membangkitkan, dan
 menggerakkan para pengambil kebijakan kita untuk tanggap/concern dan
 mengambil tindakan segera.

 Salam

 adb



 - Original Message -
 From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM
 Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
 di
 Tanah Air Picu Brain Drain


 Yang bergaji rp 100 jt

[iagi-net-l] Salary Survey [Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain]

2007-05-28 Terurut Topik Taufik Manan
Kebetulan saya baru saja membaca Buku The Leading Edge edisi terbaru May 
2007, Vol. 26 No. 5.
Silakan dibaca bagi yang member SEG (sudah terima khan) halaman 578- 581 atau 
bisa diakses secara online bagi member terdaftar.
Judulnya ... SEG's 2006 Member Compensation Survey 
Atau bisa juga dilihat di Explorer edisi April 2007 judulnya Geologists' 
Salaries Jump Again

Dari analisis survei SEG dan perbandingan tabel2 yang ada, dapat diketahui 
range salary yang ada / ideal.
Ini dapat menjadi pertimbangan bagi yang kerja di luar negri.
Namun kelihatannya sangat jauh dari yang didapatkan di Indonesia namun mungkin 
dirasakan bagi yang telah bekerja di luar.
Tapi kalau bisa diaplikasikan di Indonesia tentu merupakan suatu goodwill 
yang sangat baik terhadap apresiasi GG lokal.

Sekali lagi uang bukan yang utama namun bila ada hal lain yang ingin 
dicapai tentunya bisa dipertimbangkan.
Paling tidak dengan era globalisasi sekarang, sesuatu yang mungkin bisa dicapai 
(dimanapun dan kapanpun bisa akses internasional).

Semboyan ini sama dengan iklan salah satu produk olah raga (Adidas)
...Impossible is nothing... 

Sekedar tambahan urun rembug saja

TAM

- Original Message 
From: Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 3:19:51 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain

Memang bahasanya Kang ADB ini bahasa pemimpin atau leader. Namun akan lebih 
mudah dibaca dengan menganalogikan begini saja.
Apa yang akan anda perbuat jika anda sebagai seorang Manajer HR. Wah mungkin 
jauh ya .. 
Ya sudah, dengan kata lain Apa yang akan anda lakukan jika anda sebagai 
seorang Manager Eksplorasi, atau Chief Geologist ? 

Kalau anda bilang, ya uwis semono wae kan cukup tole ? Manusia itu pada 
dasarnya tamak kok ... wah aku jamin pegawe atau bawahan anda akan langsung 
cari lowongan lain atau mungkin malah ngirim CV ke aku ... wupst !! 
Pernah denger atau baca kalimat ini kan ? -  People don't leave their jobs, 
they leave their managers.  
Blaik  pantesan RDP kluar dari posisi itu enam tahun lalu :) Ya karena aku 
ngga mau ditinggalkan kawan-kawanku. 


- :( Looh tapi pakdhe meninggalkan manajer Pakdhe sebelumnya juga, kan?
+ :D  Hust, aku dulu yo nyari duwik ... uspt !!


Sakjane Pak Awang itu mengucapkan gaji berapapun kurag aku yakin karena beliau 
juga was-was. Dan kalimat beliau dipakai supaya menahan rekan-rekannya sesama 
kawan, untuk tidak ikutan braindrain. Saat menulis barangkali beliau tidak 
sedang memposisikan dirinya pada posisi diatas (BPMIGAS) ... kalau di BPMIGAS 
tentunya Kang Awang akan berbicara lain. Tapi memang disini uniknya forum 
IAGI-net ini. Kita berada dalam dua posisi kaki yang berbeda. Ada posisi 
pribadi, dan ada posisi jabatan. Mungkin ada juga yang satu kaki posisi sebagai 
anak negeri, dan satu kaki pada posisi pegawe perusahaan asing. 

Makanya kalimat pak Awang direspons berbeda antara ADB dan Taufik Manan. Karena 
level bicara mereka berbeda.

Nah, biar tambah mikir 
brain-drain ini fenomena individu atau fenomena kolektif ? 

RDP

On 5/28/07, Parvita Siregar [EMAIL PROTECTED] wrote:
 Bahasanya Mas Andang  susah ih :)
 
 Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan 
 tidak macet2an ke kantor, atau sempat jogging sebelum sarapan dan
 berangkat ke kantor, pulang ke rumah masih melihat matahari terbenam dan
 main tenis atau sepak bola dan main dengan anak-anak, sekolah 
 kwalitasnya baik dan gratis, ya mikir2 jugalah.
 
 It's a matter of quality of life kok.  Kalau soal uang, ngga kan ada
 cukup2nya...
 
 Parvita H. Siregar
 Salamander Energy 
 Jakarta-Indonesia
 
 
 Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
 confidential and is sent for the personal attention of the intended
 recipient only and may contain information that is privileded, 
 confidential or exempt from disclosure.  If you have received this email
 in error, please advise us immediately and delete it.  You are notified
 that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in 
 reliance on the contents of this information is strictly prohibited.
 
 -Original Message-
 From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED] ]
 Sent: Monday, May 28, 2007 1:09 PM
 To: iagi-net@iagi.or.id
 Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
 di Tanah Air Picu Brain Drain 
 
 Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya
 punya
 dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga
 negara,
 dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer 
 Awang
 terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi)
 dan
 penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi
 tersebut
 untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Repotnya adalah: 
 apabila para pengambil kebijakan (korporasi, negara, dsb) menerapkan
 filosofi individual dalam

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Franciscus B Sinartio
Vita,
di Balikpapan atau di Duri atau di Rumbai dan banyak lagi daerah yang merupakan 
kantor perusahaan minyak juga bisa menikmati fasilitas itu (golf nya malah 
gratis),  tapi menurut statistik yang di publish dulu jumlah yang terbesar yang 
keluar dari Chevron.  Jadi mungkin kombinasi kenyamanan dan duit yang dicari, 
serta challenge/kesempatan yang diberikan perusahaan di luar negeri.

Sebenarnya apakah benar industri migas di Indonesia kekurangan tenaga kerja?
dua minggu lalu, saya masih mendengar beberapa kawan yang merasa under-utilized 
di perusahaan tempat dia bekerja.  dan itulah yang membuat mereka 
bertanya-tanya tentang lowongan di LN. Memang ada yang mengakui sudah di cap 
oleh perusahaan bahwa tidak bisa dikembangkan  atau cap semacam itulah.
Jadi tidak akan pernah dikasih tanggung jawab lebih.  terus orang seperti ini 
mau diapakan?  selain merugikan perusahaan juga mematikan orang tsb secara 
perlahan-lahan.
jadi saran saya kepada mereka adalah ngomong lagi sama management dan HR minta 
dikasih challenge yang lebih, dan kalau tetap tidak dikasih yah silahkan 
melamar ke perusahaan lain di dalam negeri atau sekalian ke luar negeri saja.

Orang2 seperti ini banyak sekali di perusahaan minyak di Indonesia, saya juga 
pernah di cap kayak gini di salah satu perusahaan. dan akhirnya saya pindah 
dari perusahaan tersebut.  Lumayanlah bisa kasih lihat bahwa mereka terlalu 
cepat jump into conclusion.  saya juga melihat hal yang sama di petronas.  
yang tidak dipakai di Indonesia malah sering sangat berhasil di sana.   
Banyak sekali contoh2 yang saya rasa sudah menjadi rahasia umum dikalangan 
pegawai petronas asal indonesia.

Mungkin ini adalah challenge yang terbesar yang harus dibenahi oleh perusahaan 
minyak di Indonesia. kalau pegawai tsb belum punya keahlian yang diperlukan, 
kan bisa di training, setiap perusahaan minyak punya dana training.  
Saya yakin tidak ada yang tidak mau maju.  please jangan blame bahwa pegawai 
nya sudah tidak akan bisa dikembangkan karena sikap mereka.  Pasti masih bisa 
dikembangkan . . . . . .   siapapun. . . . . . 

saya sempat ngomong hal ini sama salah satu VP suatu perusahaan multi nasional. 
 dia lagi interview saya ttg kemungkinan hire saya di perusahaaan nya tetapi 
saya tanyain kenapa teman2 saya yang diperusahaan itu tidak dikasih aja 
tanggung jawab yang ditawarkan ke saya.  dan dia bilang orang tersebut tidak 
akan bisa ke posisi ini.
Memang perusahaan tidak bisa menjanjikan the sky is the limit.di posisi 
managerial.

saya tahu posisi manager terbatas, tetapi kan masih ada jenjang lain yaitu 
jenjang professional?
semua perusahaan mengatakan akan memberikan kesempatan pegawai mereka ke 
jenjang professional, akan tetapi berapa saja yang benar2 memberikan kesempatan?

Banyak teman2 yang di Unocal dulu bercerita bahwa professional ladder 
dijalankan dengan baik di Unocal.  bagaimana dengan perusahaan yang lain?

tetapi ada juga yang memang suka pindah2 daerah investigasi dan sering 
disebut masuk kategori happy wanderer, tetapi masih banyak juga daerah di 
Indonesia yang bisa memberikan challenge ke happy wanderer ini.

fbs





- Original Message 
From: Parvita Siregar [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 3:48:17 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Bahasanya Mas Andang  susah ih :)

Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan
tidak macet2an ke kantor, atau sempat jogging sebelum sarapan dan
berangkat ke kantor, pulang ke rumah masih melihat matahari terbenam dan
main tenis atau sepak bola dan main dengan anak-anak, sekolah
kwalitasnya baik dan gratis, ya mikir2 jugalah.  

It's a matter of quality of life kok.  Kalau soal uang, ngga kan ada
cukup2nya...

Parvita H. Siregar
Salamander Energy
Jakarta-Indonesia


Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
confidential and is sent for the personal attention of the intended
recipient only and may contain information that is privileded,
confidential or exempt from disclosure.  If you have received this email
in error, please advise us immediately and delete it.  You are notified
that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in
reliance on the contents of this information is strictly prohibited.

-Original Message-
From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 1:09 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain

Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya
punya 
dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga
negara, 
dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer
Awang 
terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi)
dan 
penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi
tersebut 
untuk

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik sidauruk
Urun rembug,

Saya ingin bekerja di negeri sendiri, gaji standard
expat, sekolahin anak di international school dan cas
cis cus bahasa sono tapi..itu yang sedang saya
cari

Q : Sebenarnya ingin digaji seperti expat atau
butuh digaji secara expat ada bedanya gak ya.

Peace,
Yunita  


--- Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Maaf berat, ini khayalan saja, mudah mudahan gak
 cocok . sekali lagi ini
 khayalan ...
 
 Orang optimis: brain drain itu bagus untuk
 menunjukkan bahwa kita mampu jadi
 expat dengan kualitas dunia, dapat uang dan
 fasilitas layaknya expat, bisa
 menyekolahkan anak dengan standar international dan
 cas cis cus pake bahasa
 inggris
 
 Orang netral1: siapapun punya hak untuk memilih kalo
 pilihan itu ada dan itu
 mungkin terbaik buat mereka, dari segi financial dan
 non financial. sekarang
 saya memilih untuk tetap disini.
 
 Orang netral2: kerja dimana aja sama kok, uang bukan
 segalanya, saya cukup
 bahagia dengan apa yang saya dapat. Tidak selamanya
 mereka bahagia hidup
 sebagai expat.
 
 anda?
 
 
 
 On 5/28/07, OK Taufik [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  kalau braindrain saya pikir itu fenomena kelompok,
 kalau individu mugnkin
  lebih ke adventurelah. Braindrain itu lebih banyak
 unsur pilihan terpaksa,
  karena di tempat sendiri pilihan tak ada atau
 kalaupun ada, kualitasnya
  jelek sekali untuk kepuasan
 lahir-bathin,jiwa-raga,materi-rohani.
  Braindrain itukan bahasa inggih untuk pelarian,
 lari dari rasa
  ketidakpuasan atas kondisi buruk dari kesalahan
 manajemen,
  ketidakberpihakan, lingkungan yg membatu(tak mau
 berubah), status quo, tak
  innovatif akibat politik dan low capacity dari
 para pelaku institusi. Karena
  hijjrah sudah tak ada lagi selepas zaman Nabi,
 braindrain mungkin lebih
  cocok di kaitkan dengan jihad.
 
 



 

We won't tell. Get more on shows you hate to love 
(and love to hate): Yahoo! TV's Guilty Pleasures list.
http://tv.yahoo.com/collections/265 


Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Leonard Lisapaly
 

Wah, pendapatnya Pak Shofi sudah menjurus SARA : Suku, agama, ras, dan
angan-angan  8-)

 

Jadi gak boleh Pak, nanti terjadi perpecahan di antara anak bangsa ... 8-)

 

LL

 



From: Shofiyuddin [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 4:12 PM
To: iagi-net@iagi.or.id
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah Air Picu Brain Drain

 

Maaf berat, ini khayalan saja, mudah mudahan gak cocok . sekali lagi ini
khayalan ...

 

Orang optimis: brain drain itu bagus untuk menunjukkan bahwa kita mampu jadi
expat dengan kualitas dunia, dapat uang dan fasilitas layaknya expat, bisa
menyekolahkan anak dengan standar international dan cas cis cus pake bahasa
inggris 

 

Orang netral1: siapapun punya hak untuk memilih kalo pilihan itu ada dan itu
mungkin terbaik buat mereka, dari segi financial dan non financial. sekarang
saya memilih untuk tetap disini.

 

Orang netral2: kerja dimana aja sama kok, uang bukan segalanya, saya cukup
bahagia dengan apa yang saya dapat. Tidak selamanya mereka bahagia hidup
sebagai expat.

 

anda?

 


 

On 5/28/07, OK Taufik [EMAIL PROTECTED] wrote: 

kalau braindrain saya pikir itu fenomena kelompok, kalau individu mugnkin
lebih ke adventurelah. Braindrain itu lebih banyak unsur pilihan terpaksa,
karena di tempat sendiri pilihan tak ada atau kalaupun ada, kualitasnya jelek
sekali untuk kepuasan lahir-bathin,jiwa-raga,materi-rohani. 
Braindrain itukan bahasa inggih untuk pelarian, lari dari rasa
ketidakpuasan atas kondisi buruk dari kesalahan manajemen, ketidakberpihakan,
lingkungan yg membatu(tak mau berubah), status quo, tak innovatif akibat
politik dan low capacity dari para pelaku institusi. Karena hijjrah sudah tak
ada lagi selepas zaman Nabi, braindrain mungkin lebih cocok di kaitkan dengan
jihad. 
 



Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Franciscus B Sinartio
Menarik juga pertanyaan Yunita.

kalau sudah jadi expat di luar yah akan menjadi kebutuhan, soalnya sudah biasa, 
masak mau menurunkan taraf hidupnya.

kalau yang belum jadi expat di LN,  masih bisa dianggap keinginan.

wah jangan2 nanti semuanya lari kerja ke LN kalau pernyataan tersebut diatas 
dianggap benar.

peace juga,
frank



- Original Message 
From: sidauruk [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 5:45:37 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Urun rembug,

Saya ingin bekerja di negeri sendiri, gaji standard
expat, sekolahin anak di international school dan cas
cis cus bahasa sono tapi..itu yang sedang saya
cari

Q : Sebenarnya ingin digaji seperti expat atau
butuh digaji secara expat ada bedanya gak ya.

Peace,
Yunita  


--- Shofiyuddin [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Maaf berat, ini khayalan saja, mudah mudahan gak
 cocok . sekali lagi ini
 khayalan ...
 
 Orang optimis: brain drain itu bagus untuk
 menunjukkan bahwa kita mampu jadi
 expat dengan kualitas dunia, dapat uang dan
 fasilitas layaknya expat, bisa
 menyekolahkan anak dengan standar international dan
 cas cis cus pake bahasa
 inggris
 
 Orang netral1: siapapun punya hak untuk memilih kalo
 pilihan itu ada dan itu
 mungkin terbaik buat mereka, dari segi financial dan
 non financial. sekarang
 saya memilih untuk tetap disini.
 
 Orang netral2: kerja dimana aja sama kok, uang bukan
 segalanya, saya cukup
 bahagia dengan apa yang saya dapat. Tidak selamanya
 mereka bahagia hidup
 sebagai expat.
 
 anda?
 
 
 
 On 5/28/07, OK Taufik [EMAIL PROTECTED] wrote:
 
  kalau braindrain saya pikir itu fenomena kelompok,
 kalau individu mugnkin
  lebih ke adventurelah. Braindrain itu lebih banyak
 unsur pilihan terpaksa,
  karena di tempat sendiri pilihan tak ada atau
 kalaupun ada, kualitasnya
  jelek sekali untuk kepuasan
 lahir-bathin,jiwa-raga,materi-rohani.
  Braindrain itukan bahasa inggih untuk pelarian,
 lari dari rasa
  ketidakpuasan atas kondisi buruk dari kesalahan
 manajemen,
  ketidakberpihakan, lingkungan yg membatu(tak mau
 berubah), status quo, tak
  innovatif akibat politik dan low capacity dari
 para pelaku institusi. Karena
  hijjrah sudah tak ada lagi selepas zaman Nabi,
 braindrain mungkin lebih
  cocok di kaitkan dengan jihad.
 
 





We won't tell. Get more on shows you hate to love 
(and love to hate): Yahoo! TV's Guilty Pleasures list.
http://tv.yahoo.com/collections/265 


Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-


Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Kabul Ahmad

Inikan kampanye jaman ORBA dulu,
Tuan-tuan,...Mister and Misses, mari marilah tanam modal di
Indonesia.kami punya sumber daya alam yang melimpah luar biasa, sumber
tenaga kerja juga melimpah ruah lagi amat murah...Mari-mari datanglah ke
Indonesia...tanam investasi Anda. Demikian bila pejabat dulu berpromosi.
Keunggulan Indonesia dibanding negara lain di Asia adalah :
1.sumber alam dan hasil bumi yang melimpah.
2. Tenaga kerja yang banyak lagi murah
3. Ongkos hidup yang murah
4. pajak yang murah
5. kestabilan politik yang terkendali, keamanan yang kokoh,
dll.
Nah ini jaman reformasi, banyak tenaga kita sudah pinter dan ahli bahkan
melebihi tenaga asing kemampuannya. Apakah kita juga mau jual murah ?
Dulu jaman Orba 1 USD = Rp.2000. Dulu Sr. PE digaji Rp.12juta -15 juta=
6000 - 7500USD.
Sekarang 1 USD = Rp.8900, sekarang Sr.PE digaji Rp.20-25 juta = 2300-2600
USD
Lah kok malah turun 
Makanya sekarang pada lari keluar negeri yang gajinya 7000 sampai 15000 USD/
bulan.

Emang sih, sama-sama bisa hidup walau gaji cuma 200 ribu/bulan
sekalipunwong lalat aja bisa hidup juga bahkan dia nggak bergaji.
Manusiawi.h.
Yang jelas dengan penghasilan besar, maka kita bisa berzakat ( bukan di 
zakati ), bisa bersedeqah, bisa membantu fakir miskin ( bukan kitanya fakir 
miskinya ), bisa menyekolahkan anak ke sekolah terbaik di negeri ini, bisa 
melihat dunia lain...bisabisa
Uang bukan kebahagian dunia semata, tapi kebahagiaan dunia perlu uang 
coba aja kalau nggak percaya.
Ini era globalisasi...Yang bermutu adalah yang bernilainggak bernilai 
artinya nggak bermutu. hehehe. ( ojo' nesu )


- Original Message - 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]

To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah Air Picu Brain Drain


Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta
keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan
kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan
menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.

Kalau brain drain hanya mengejar uang, hm...

Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..

Salam,
awang

-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain


Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :

Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma sedikit 

LL

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 10:48 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia
Subject: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah
Air Picu Brain Drain

Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
selesei  Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
banyak. Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di
Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.

Uang bukan segalanya
tapi segalanya perlu uang ...
waaks ! :)

RDP

Ekonomi  Bisnis

27/05/07 11:15
Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain
Drain

Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia
(PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera kebijakan yang membedakan
gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan orang Indonesia
berkualifikasi sama di Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
larinya atau brain drain kalangan terdidik Indonesia lulusan luar
negeri.

Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di Universitas Nasional
Australia (ANU) tentang fenomena brain drain di kalangan terdidik
dan profesional Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah
tamat dari pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
diperoleh ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.

Disebutkan, usul yang mengemuka dalam diskusi yang menghadirkan dua
orang Indonesia yang sedang bertugas di ANU, Ariane Utomo dan Wijayono
Sarosa, itu masih akan ditindaklanjuti dan digodok secara lebih
mendalam dalam konferensi perhimpunan mahasiswa Indonesia dari seluruh
dunia yang direncanakan berlangsung di Sydney pada September
mendatang.

Dalam diskusi yang dihadiri puluhan mahasiswa ANU dan doktor Indonesia
yang kini bekerja di universitas terbaik di Australia itu, terungkap
bahwa perbedaan gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing
maupun lokal kepada para tenaga ahli dan konsultan asing dan

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Franciscus B Sinartio
Pak,
 kalau sebelum krismon, gaji senior PE yang orang Indonesia mungkin sangat 
sedikit yang Rp 12 juta.  mungkin rata2 nya sekitar 3-4 juta saja. atau mungkin 
lebih kecil.
tahun 97 gaji asset manager suatu perusahaan multinational sekitar 5-6 juta 
saja.
kalau yang kontrakan lain lagi, senior Geoscientist bisa sampai 10 jutaan.

fbs


- Original Message 
From: Kabul Ahmad [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 7:13:42 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Inikan kampanye jaman ORBA dulu,
Tuan-tuan,...Mister and Misses, mari marilah tanam modal di
Indonesia.kami punya sumber daya alam yang melimpah luar biasa, sumber
tenaga kerja juga melimpah ruah lagi amat murah...Mari-mari datanglah ke
Indonesia...tanam investasi Anda. Demikian bila pejabat dulu berpromosi.
Keunggulan Indonesia dibanding negara lain di Asia adalah :
1.sumber alam dan hasil bumi yang melimpah.
2. Tenaga kerja yang banyak lagi murah
3. Ongkos hidup yang murah
4. pajak yang murah
5. kestabilan politik yang terkendali, keamanan yang kokoh,
dll.
Nah ini jaman reformasi, banyak tenaga kita sudah pinter dan ahli bahkan
melebihi tenaga asing kemampuannya. Apakah kita juga mau jual murah ?
Dulu jaman Orba 1 USD = Rp.2000. Dulu Sr. PE digaji Rp.12juta -15 juta=
6000 - 7500USD.
Sekarang 1 USD = Rp.8900, sekarang Sr.PE digaji Rp.20-25 juta = 2300-2600
USD
Lah kok malah turun 
Makanya sekarang pada lari keluar negeri yang gajinya 7000 sampai 15000 USD/
bulan.

Emang sih, sama-sama bisa hidup walau gaji cuma 200 ribu/bulan
sekalipunwong lalat aja bisa hidup juga bahkan dia nggak bergaji.
Manusiawi.h.
Yang jelas dengan penghasilan besar, maka kita bisa berzakat ( bukan di 
zakati ), bisa bersedeqah, bisa membantu fakir miskin ( bukan kitanya fakir 
miskinya ), bisa menyekolahkan anak ke sekolah terbaik di negeri ini, bisa 
melihat dunia lain...bisabisa
Uang bukan kebahagian dunia semata, tapi kebahagiaan dunia perlu uang 
coba aja kalau nggak percaya.
Ini era globalisasi...Yang bermutu adalah yang bernilainggak bernilai 
artinya nggak bermutu. hehehe. ( ojo' nesu )

- Original Message - 
From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah Air Picu Brain Drain


Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta
keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan
kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan
menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.

Kalau brain drain hanya mengejar uang, hm...

Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..

Salam,
awang

-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain


Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :

Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma sedikit 

LL

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, May 28, 2007 10:48 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia
Subject: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah
Air Picu Brain Drain

Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
selesei  Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
banyak. Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di
Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.

Uang bukan segalanya
tapi segalanya perlu uang ...
waaks ! :)

RDP

Ekonomi  Bisnis

27/05/07 11:15
Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain
Drain

Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia
(PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera kebijakan yang membedakan
gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan orang Indonesia
berkualifikasi sama di Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
larinya atau brain drain kalangan terdidik Indonesia lulusan luar
negeri.

Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di Universitas Nasional
Australia (ANU) tentang fenomena brain drain di kalangan terdidik
dan profesional Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah
tamat dari pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
diperoleh ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.

Disebutkan, usul yang mengemuka dalam diskusi

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Kabul Ahmad
Kang Rovicky.ingat nggak waktu kita diskusi dibawah menara kembar petronas 
malam-malam itu.. Ngubek-ubek soal gaji ibarat Pornografi...hehehe. 
Dibicarakan terbuka, Tabu tur Saru  poko-e porno lah...eh tapi  jika di intip 
-intip, juga ngintip gaji di Petronas, di HESS, di Saudi Aramco, di Qatar, di 
Norway, di Scotland...asyi...bikin bergairah !

=ka=
  - Original Message - 
  From: Rovicky Dwi Putrohari 
  To: iagi-net@iagi.or.id 
  Sent: Monday, May 28, 2007 3:19 PM
  Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


  Memang bahasanya Kang ADB ini bahasa pemimpin atau leader. Namun akan lebih 
mudah dibaca dengan menganalogikan begini saja.
  Apa yang akan anda perbuat jika anda sebagai seorang Manajer HR. Wah mungkin 
jauh ya .. 
  Ya sudah, dengan kata lain Apa yang akan anda lakukan jika anda sebagai 
seorang Manager Eksplorasi, atau Chief Geologist ? 

  Kalau anda bilang, ya uwis semono wae kan cukup tole ? Manusia itu pada 
dasarnya tamak kok ... wah aku jamin pegawe atau bawahan anda akan langsung 
cari lowongan lain atau mungkin malah ngirim CV ke aku ... wupst !! 
  Pernah denger atau baca kalimat ini kan ? -  People don't leave their jobs, 
they leave their managers.  
  Blaik  pantesan RDP kluar dari posisi itu enam tahun lalu :) Ya karena 
aku ngga mau ditinggalkan kawan-kawanku. 


  - :( Looh tapi pakdhe meninggalkan manajer Pakdhe sebelumnya juga, kan?
  + :D  Hust, aku dulu yo nyari duwik ... uspt !!


  Sakjane Pak Awang itu mengucapkan gaji berapapun kurag aku yakin karena 
beliau juga was-was. Dan kalimat beliau dipakai supaya menahan rekan-rekannya 
sesama kawan, untuk tidak ikutan braindrain. Saat menulis barangkali beliau 
tidak sedang memposisikan dirinya pada posisi diatas (BPMIGAS) ... kalau di 
BPMIGAS tentunya Kang Awang akan berbicara lain. Tapi memang disini uniknya 
forum IAGI-net ini. Kita berada dalam dua posisi kaki yang berbeda. Ada posisi 
pribadi, dan ada posisi jabatan. Mungkin ada juga yang satu kaki posisi sebagai 
anak negeri, dan satu kaki pada posisi pegawe perusahaan asing. 

  Makanya kalimat pak Awang direspons berbeda antara ADB dan Taufik Manan. 
Karena level bicara mereka berbeda.

  Nah, biar tambah mikir 
  brain-drain ini fenomena individu atau fenomena kolektif ? 

  RDP

  On 5/28/07, Parvita Siregar [EMAIL PROTECTED] wrote:
   Bahasanya Mas Andang  susah ih :)
   
   Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan 
   tidak macet2an ke kantor, atau sempat jogging sebelum sarapan dan
   berangkat ke kantor, pulang ke rumah masih melihat matahari terbenam dan
   main tenis atau sepak bola dan main dengan anak-anak, sekolah 
   kwalitasnya baik dan gratis, ya mikir2 jugalah.
   
   It's a matter of quality of life kok.  Kalau soal uang, ngga kan ada
   cukup2nya...
   
   Parvita H. Siregar
   Salamander Energy 
   Jakarta-Indonesia
   
   
   Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
   confidential and is sent for the personal attention of the intended
   recipient only and may contain information that is privileded, 
   confidential or exempt from disclosure.  If you have received this email
   in error, please advise us immediately and delete it.  You are notified
   that using, disclosing, copying, distributing or taking any action in 
   reliance on the contents of this information is strictly prohibited.
   
   -Original Message-
   From: Andang Bachtiar [mailto:[EMAIL PROTECTED] ]
   Sent: Monday, May 28, 2007 1:09 PM
   To: iagi-net@iagi.or.id
   Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
   di Tanah Air Picu Brain Drain 
   
   Permasalahan brain-drain yang dikemukakan di initial posting nampaknya
   punya
   dimensi supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga
   negara,
   dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang dikemukakan broer 
   Awang
   terlampir lebih menjelajah wilayah filosofis (kebahagiaan versus materi)
   dan
   penyerapan subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi
   tersebut
   untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Repotnya adalah: 
   apabila para pengambil kebijakan (korporasi, negara, dsb) menerapkan
   filosofi individual dalam kebijakan yang mempengaruhi kemaslahatan
   masyarakat banyak, dimana bisa saja terjadi pengabaian (negligence) atas 
   
   konsern masyarakat banyak (yang punya filosofi individual
   ber-beda2)...
   Mudah2an berbagai perkembangan yang terjadi di kancah pertenaga-kerja-an
   
   migas kita bisa menggugah (pelan2 juga nggak papa), membangkitkan, dan 
   menggerakkan para pengambil kebijakan kita untuk tanggap/concern dan
   mengambil tindakan segera.
   
   Salam
   
   adb
   
   
   
   - Original Message -
   From: Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
   To: iagi-net@iagi.or.id
   Sent: Monday, May 28, 2007 12:23 PM 
   Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Herry Maulana
saya tahu posisi manager terbatas, tetapi kan masih ada jenjang lain yaitu 
jenjang professional?
semua perusahaan mengatakan akan memberikan kesempatan pegawai mereka ke 
jenjang professional, akan tetapi berapa saja yang benar2 memberikan kesempatan?
Banyak teman2 yang di Unocal dulu bercerita bahwa professional ladder 
dijalankan dengan baik di Unocal.  bagaimana dengan perusahaan yang lain?

Mas Frank, ini juga jadi kontra produktif untuk kumpeni karena para technical 
professional ini tambah yakin bahwa kemampuan mereka tidak kalah atau bahkan 
lebih dari para londo, karena target technical matrix nya sama di seluruh 
dunia. Tapi ternyata bayarannya beda jauuuh sekali, akibatnya hengkang lah 
mereka dari Chevron...

Salam,
Herry


- Original Message 
From: Franciscus B Sinartio [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, 28 May, 2007 5:43:29 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Vita,
di Balikpapan atau di Duri atau di Rumbai dan banyak lagi daerah yang merupakan 
kantor perusahaan minyak juga bisa menikmati fasilitas itu (golf nya malah 
gratis),  tapi menurut statistik yang di publish dulu jumlah yang terbesar yang 
keluar dari Chevron.  Jadi mungkin kombinasi kenyamanan dan duit yang dicari, 
serta challenge/kesempatan yang diberikan perusahaan di luar negeri.

Sebenarnya apakah benar industri migas di Indonesia kekurangan tenaga kerja?
dua minggu lalu, saya masih mendengar beberapa kawan yang merasa under-utilized 
di perusahaan tempat dia bekerja.  dan itulah yang membuat mereka 
bertanya-tanya tentang lowongan di LN. Memang ada yang mengakui sudah di cap 
oleh perusahaan bahwa tidak bisa dikembangkan  atau cap semacam itulah.
Jadi tidak akan pernah dikasih tanggung jawab lebih.  terus orang seperti ini 
mau diapakan?  selain merugikan perusahaan juga mematikan orang tsb secara 
perlahan-lahan.
jadi saran saya kepada mereka adalah ngomong lagi sama management dan HR minta 
dikasih challenge yang lebih, dan kalau tetap tidak dikasih yah silahkan 
melamar ke perusahaan lain di dalam negeri atau sekalian ke luar negeri saja.

Orang2 seperti ini banyak sekali di perusahaan minyak di Indonesia, saya juga 
pernah di cap kayak gini di salah satu perusahaan. dan akhirnya saya pindah 
dari perusahaan tersebut.  Lumayanlah bisa kasih lihat bahwa mereka terlalu 
cepat jump into conclusion.  saya juga melihat hal yang sama di petronas.  
yang tidak dipakai di Indonesia malah sering sangat berhasil di sana.   
Banyak sekali contoh2 yang saya rasa sudah menjadi rahasia umum dikalangan 
pegawai petronas asal indonesia.

Mungkin ini adalah challenge yang terbesar yang harus dibenahi oleh perusahaan 
minyak di Indonesia. kalau pegawai tsb belum punya keahlian yang diperlukan, 
kan bisa di training, setiap perusahaan minyak punya dana training.  
Saya yakin tidak ada yang tidak mau maju.  please jangan blame bahwa pegawai 
nya sudah tidak akan bisa dikembangkan karena sikap mereka.  Pasti masih bisa 
dikembangkan . . . . . .   siapapun. . . . . . 

saya sempat ngomong hal ini sama salah satu VP suatu perusahaan multi nasional. 
 dia lagi interview saya ttg kemungkinan hire saya di perusahaaan nya tetapi 
saya tanyain kenapa teman2 saya yang diperusahaan itu tidak dikasih aja 
tanggung jawab yang ditawarkan ke saya.  dan dia bilang orang tersebut tidak 
akan bisa ke posisi ini.
Memang perusahaan tidak bisa menjanjikan the sky is the limit.di posisi 
managerial.

saya tahu posisi manager terbatas, tetapi kan masih ada jenjang lain yaitu 
jenjang professional?
semua perusahaan mengatakan akan memberikan kesempatan pegawai mereka ke 
jenjang professional, akan tetapi berapa saja yang benar2 memberikan kesempatan?

Banyak teman2 yang di Unocal dulu bercerita bahwa professional ladder 
dijalankan dengan baik di Unocal.  bagaimana dengan perusahaan yang lain?

tetapi ada juga yang memang suka pindah2 daerah investigasi dan sering 
disebut masuk kategori happy wanderer, tetapi masih banyak juga daerah di 
Indonesia yang bisa memberikan challenge ke happy wanderer ini.

fbs





- Original Message 
From: Parvita Siregar [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 3:48:17 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Bahasanya Mas Andang  susah ih :)

Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan
tidak macet2an ke kantor, atau sempat jogging sebelum sarapan dan
berangkat ke kantor, pulang ke rumah masih melihat matahari terbenam dan
main tenis atau sepak bola dan main dengan anak-anak, sekolah
kwalitasnya baik dan gratis, ya mikir2 jugalah.  

It's a matter of quality of life kok.  Kalau soal uang, ngga kan ada
cukup2nya...

Parvita H. Siregar
Salamander Energy
Jakarta-Indonesia


Disclaimer:  This email (including any attachments to it) is
confidential and is sent for the personal attention of the intended

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik Franciscus B Sinartio
Benar juga
jadi kayak mempersiapkan pegawai saja untuk dipakai di LN.

jadi apakah solusi nya memang menyesuaikan gaji dgn pasaran dunia seperti yang 
diusulkan Pak TAM.

Point saya yang lain adalah supaya pegawai nasional yang ada di perusahaan di 
pergunakan dengan baik.
fbs


- Original Message 
From: Herry Maulana [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 10:14:28 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


saya tahu posisi manager terbatas, tetapi kan masih ada jenjang lain yaitu 
jenjang professional?
semua perusahaan mengatakan akan memberikan kesempatan pegawai mereka ke 
jenjang professional, akan tetapi berapa saja yang benar2 memberikan kesempatan?
Banyak teman2 yang di Unocal dulu bercerita bahwa professional ladder 
dijalankan dengan baik di Unocal.  bagaimana dengan perusahaan yang lain?

Mas Frank, ini juga jadi kontra produktif untuk kumpeni karena para technical 
professional ini tambah yakin bahwa kemampuan mereka tidak kalah atau bahkan 
lebih dari para londo, karena target technical matrix nya sama di seluruh 
dunia. Tapi ternyata bayarannya beda jauuuh sekali, akibatnya hengkang lah 
mereka dari Chevron...
 
Salam,
Herry

 
- Original Message 
From: Franciscus B Sinartio [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, 28 May, 2007 5:43:29 PM
Subject: Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Vita,
di Balikpapan atau di Duri atau di Rumbai dan banyak lagi daerah yang merupakan 
kantor perusahaan minyak juga bisa menikmati fasilitas itu (golf nya malah 
gratis),  tapi menurut statistik yang di publish dulu jumlah yang terbesar yang 
keluar dari Chevron.  Jadi mungkin kombinasi kenyamanan dan duit yang dicari, 
serta challenge/kesempatan yang diberikan perusahaan di luar negeri.

Sebenarnya apakah benar industri migas di Indonesia kekurangan tenaga kerja?
dua minggu lalu, saya masih mendengar beberapa kawan yang merasa under-utilized 
di perusahaan tempat dia bekerja.  dan itulah yang membuat mereka 
bertanya-tanya tentang lowongan di LN. Memang ada yang mengakui sudah di cap 
oleh perusahaan bahwa tidak bisa dikembangkan  atau cap semacam itulah.
Jadi tidak akan pernah dikasih tanggung jawab lebih.  terus orang seperti ini 
mau diapakan?  selain merugikan perusahaan juga mematikan orang tsb secara 
perlahan-lahan.
jadi saran saya kepada mereka adalah ngomong lagi sama management dan HR minta 
dikasih challenge yang lebih, dan kalau tetap tidak dikasih yah silahkan 
melamar ke perusahaan lain di dalam negeri atau sekalian ke luar negeri saja.

Orang2 seperti ini banyak sekali di perusahaan minyak di Indonesia, saya juga 
pernah di cap kayak gini di salah satu perusahaan. dan akhirnya saya pindah 
dari perusahaan tersebut.  Lumayanlah bisa kasih lihat bahwa mereka terlalu 
cepat jump into conclusion.  saya juga melihat hal yang sama di petronas.  
yang tidak dipakai di Indonesia malah sering sangat berhasil di sana.   
Banyak sekali contoh2 yang saya rasa sudah menjadi rahasia umum dikalangan 
pegawai petronas asal indonesia.

Mungkin ini adalah challenge yang terbesar yang harus dibenahi oleh perusahaan 
minyak di Indonesia. kalau pegawai tsb belum punya keahlian yang diperlukan, 
kan bisa di training, setiap perusahaan minyak punya dana training.  
Saya yakin tidak ada yang tidak mau maju.  please jangan blame bahwa pegawai 
nya sudah tidak akan bisa dikembangkan karena sikap mereka.  Pasti masih bisa 
dikembangkan . . . . . .   siapapun. . . . . . 

saya sempat ngomong hal ini sama salah satu VP suatu perusahaan multi nasional. 
 dia lagi interview saya ttg kemungkinan hire saya di perusahaaan nya tetapi 
saya tanyain kenapa teman2 saya yang diperusahaan itu tidak dikasih aja 
tanggung jawab yang ditawarkan ke saya.  dan dia bilang orang tersebut tidak 
akan bisa ke posisi ini.
Memang perusahaan tidak bisa menjanjikan the sky is the limit.di posisi 
managerial.

saya tahu posisi manager terbatas, tetapi kan masih ada jenjang lain yaitu 
jenjang professional?
semua perusahaan mengatakan akan memberikan kesempatan pegawai mereka ke 
jenjang professional, akan tetapi berapa saja yang benar2 memberikan kesempatan?

Banyak teman2 yang di Unocal dulu bercerita bahwa professional ladder 
dijalankan dengan baik di Unocal.  bagaimana dengan perusahaan yang lain?

tetapi ada juga yang memang suka pindah2 daerah investigasi dan sering 
disebut masuk kategori happy wanderer, tetapi masih banyak juga daerah di 
Indonesia yang bisa memberikan challenge ke happy wanderer ini.

fbs





- Original Message 
From: Parvita Siregar [EMAIL PROTECTED]
To: iagi-net@iagi.or.id
Sent: Monday, May 28, 2007 3:48:17 PM
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di 
Tanah Air Picu Brain Drain


Bahasanya Mas Andang  susah ih :)

Mas Awang, saya setuju, pendapat Mas Awang.  Kalau bisa bangun siang dan
tidak

Re: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-28 Terurut Topik yrsnki


  Rekan 

   Kalau mengenai butuh membutuhkan
ada kata kata yang tepat untuk diremnungkan :

 Kalau
sedikit memiliki akan sedikit juga membutuhkan  , nah kalau ini
dipakai secara positip kita ndak mungkin stress deh.

    Si-Abah





    Permasalahan brain-drain yang
dikemukakan di initial posting nampaknya
 punya
 dimensi
supra-struktur kebijakan, strategi besar korporasi, lembaga

negara,
 dan pemerintahan secara umum. Sementara opini yang
dikemukakan broer Awang
 terlampir lebih menjelajah wilayah
filosofis (kebahagiaan versus materi)
 dan
 penyerapan
subtil individual (yang seringkali sakral) atas filosofi

tersebut
 untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Repotnya adalah:
 apabila para pengambil kebijakan (korporasi,
negara, dsb) menerapkan
 filosofi individual dalam kebijakan yang
mempengaruhi kemaslahatan
 masyarakat banyak, dimana bisa saja
terjadi pengabaian (negligence) atas
 konsern masyarakat banyak
(yang punya filosofi individual
 ber-beda2)...

Mudah2an berbagai perkembangan yang terjadi di kancah
pertenaga-kerja-an
 migas kita bisa menggugah (pelan2 juga nggak
papa), membangkitkan, dan
 menggerakkan para pengambil kebijakan
kita untuk tanggap/concern dan
 mengambil tindakan segera.
 
 Salam
 
 adb
 
 
 
 - Original Message -

From:
Awang Harun Satyana [EMAIL PROTECTED]
 To:
iagi-net@iagi.or.id
 Sent: Monday, May 28, 2007 12:23
PM
 Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional
Asing dan WNI di
 Tanah Air Picu Brain Drain
 


 Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa
hidup,
 sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya
kenikmatan serta
 keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa
yang bergaji rp 100
 jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau
kuatir. Di tengah kemacetan
 kota Jakarta, yang bergaji Rp 100
jt/bl marah karena terjebak macet dan
 kuatir mobil mewahnya
terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
 rp 1 jt/bl yang
tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
 berkorelasi
positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan

menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.
 
 Kalau
brain drain hanya mengejar uang, hm...
 

Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..
 

Salam,
 awang
 
 -Original Message-

From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
 To:
iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia

Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
 di Tanah Air Picu Brain Drain
 
 

Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :


 Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma
sedikit 
 
 LL
 

-Original Message-

From: Rovicky Dwi Putrohari
[mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Sent: Monday, May 28, 2007 10:48
AM
 To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum
Himpunan Ahli
 Geofisika Indonesia
 Subject:
[iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di

Tanah
 Air Picu Brain Drain
 
 Dari 5 tahun
lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
 selesei 
Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
 banyak.
Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di

Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.
 

Uang bukan segalanya
 tapi segalanya perlu uang ...

waaks ! :)
 
 RDP
 
 Ekonomi 
Bisnis
 
 27/05/07 11:15
 Pembedaan Gaji Bagi
Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain
 Drain
 
 Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia
di Australia
 (PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera
kebijakan yang membedakan
 gaji dan fasilitas bagi para
profesional asing dan orang Indonesia
 berkualifikasi sama di
Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
 larinya atau
brain drain kalangan terdidik Indonesia lulusan luar

negeri.
 
 Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di
Universitas Nasional
 Australia (ANU) tentang fenomena
brain drain di kalangan terdidik
 dan profesional
Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah
 tamat dari
pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
 diperoleh
ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.
 
 Disebutkan, usul yang
mengemuka dalam diskusi yang menghadirkan dua
 orang Indonesia
yang sedang bertugas di ANU, Ariane Utomo dan Wijayono
 Sarosa,
itu masih akan ditindaklanjuti dan digodok secara lebih
 mendalam
dalam konferensi perhimpunan mahasiswa Indonesia dari seluruh

dunia yang direncanakan berlangsung di Sydney pada September

mendatang.
 
 Dalam diskusi yang dihadiri puluhan
mahasiswa ANU dan doktor Indonesia
 yang kini bekerja di
universitas terbaik di Australia itu, terungkap
 bahwa perbedaan
gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing
 maupun lokal
kepada para tenaga ahli dan konsultan asing dan Indonesia
 dengan
kualifikasi keahlian yang relatif sama ini sudah berlangsung

sejak lama.
 
 Di perusahaan pertambangan milik Amerika
Serikat di Provinsi Papua, PT
 Freeport Indonesia, misalnya,
disebutkan bahwa sudah

[iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-27 Terurut Topik Rovicky Dwi Putrohari

Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
selesei  Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
banyak. Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di
Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.

Uang bukan segalanya
tapi segalanya perlu uang ...
waaks ! :)

RDP

Ekonomi  Bisnis

27/05/07 11:15
Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia
(PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera kebijakan yang membedakan
gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan orang Indonesia
berkualifikasi sama di Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
larinya atau brain drain kalangan terdidik Indonesia lulusan luar
negeri.

Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di Universitas Nasional
Australia (ANU) tentang fenomena brain drain di kalangan terdidik
dan profesional Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah
tamat dari pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
diperoleh ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.

Disebutkan, usul yang mengemuka dalam diskusi yang menghadirkan dua
orang Indonesia yang sedang bertugas di ANU, Ariane Utomo dan Wijayono
Sarosa, itu masih akan ditindaklanjuti dan digodok secara lebih
mendalam dalam konferensi perhimpunan mahasiswa Indonesia dari seluruh
dunia yang direncanakan berlangsung di Sydney pada September
mendatang.

Dalam diskusi yang dihadiri puluhan mahasiswa ANU dan doktor Indonesia
yang kini bekerja di universitas terbaik di Australia itu, terungkap
bahwa perbedaan gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing
maupun lokal kepada para tenaga ahli dan konsultan asing dan Indonesia
dengan kualifikasi keahlian yang relatif sama ini sudah berlangsung
sejak lama.

Di perusahaan pertambangan milik Amerika Serikat di Provinsi Papua, PT
Freeport Indonesia, misalnya, disebutkan bahwa sudah lama terjadi
kebijakan yang membedakan gaji para konsultan asing dengan konsultan
Indonesia, padahal mereka memiliki kualifikasi dan keahlian sama.

Kebijakan yang diskriminatif itu diyakini menjadi salah satu penyebab
terjadinya brain drain di kalangan terpelajar Indonesia lulusan luar
negeri atau orang-orang terbaik Indonesia yang meninggalkan Tanah Air
untuk bekerja di luar negeri sebagai profesional.

Di Malaysia, pemerintah negara itu memberikan insentif yang menarik
kepada warganya yang melanjutkan studi di luar negeri dengan beasiswa
negara untuk kembali ke Malaysia setamat dari universitas mereka.

Sementara itu, Ariane Utomo kepada ANTARA yang menghubunginya dari
Darwin mengatakan di Australia, fenomena brain drain itu justru
lebih banyak terjadi di kalangan anak-anak Indonesia yang lulus
program strata satu dari universitas-universitas di Australia.

Trend jumlah lulusan S-1 universitas-universitas Australia yang asal
Indonesia cenderung tinggi. Setelah mereka tamat, mereka melamar untuk
mendapatkan status residen tetap di Australia, karena memang
Pemerintah Australia membuka pelulang untuk itu, katanya.

Menurut Ariena, Australia mendapatkan keutungan dari fenomena ini,
yakni tersedianya 'tenaga kerja terdidik yang siap pakai' kendati
brain drain ini sebenarnya tetap memberikan nilai positif, yakni
terbuka dan bahkan semakin luasnya jaringan kerja orang-orang
Indonesia yang memilih menetap sementara dan bekerja di luar negeri.

Seorang mahasiswa pasca sarjana asal Indonesia, Yopi, yang juga
mengikuti diskusi mengatakan sudah saatnya Bappenas dan
lembaga-lembaga lain di Tanah Air menghentikan kebijakan yang
membedakan gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan
Indonesia.

Gap (ketimpangan) ini adalah isu yang sangat penting bagi kita, katanya. (*)

Copyright (c) 2007 ANTARA

--
http://rovicky.wordpress.com/


Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/
IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
-



RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-27 Terurut Topik Leonard Lisapaly

Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :

Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma sedikit 

LL

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 10:48 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia
Subject: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah
Air Picu Brain Drain

Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
selesei  Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
banyak. Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di
Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.

Uang bukan segalanya
tapi segalanya perlu uang ...
waaks ! :)

RDP

Ekonomi  Bisnis

27/05/07 11:15
Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia
(PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera kebijakan yang membedakan
gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan orang Indonesia
berkualifikasi sama di Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
larinya atau brain drain kalangan terdidik Indonesia lulusan luar
negeri.

Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di Universitas Nasional
Australia (ANU) tentang fenomena brain drain di kalangan terdidik
dan profesional Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah
tamat dari pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
diperoleh ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.

Disebutkan, usul yang mengemuka dalam diskusi yang menghadirkan dua
orang Indonesia yang sedang bertugas di ANU, Ariane Utomo dan Wijayono
Sarosa, itu masih akan ditindaklanjuti dan digodok secara lebih
mendalam dalam konferensi perhimpunan mahasiswa Indonesia dari seluruh
dunia yang direncanakan berlangsung di Sydney pada September
mendatang.

Dalam diskusi yang dihadiri puluhan mahasiswa ANU dan doktor Indonesia
yang kini bekerja di universitas terbaik di Australia itu, terungkap
bahwa perbedaan gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing
maupun lokal kepada para tenaga ahli dan konsultan asing dan Indonesia
dengan kualifikasi keahlian yang relatif sama ini sudah berlangsung
sejak lama.

Di perusahaan pertambangan milik Amerika Serikat di Provinsi Papua, PT
Freeport Indonesia, misalnya, disebutkan bahwa sudah lama terjadi
kebijakan yang membedakan gaji para konsultan asing dengan konsultan
Indonesia, padahal mereka memiliki kualifikasi dan keahlian sama.

Kebijakan yang diskriminatif itu diyakini menjadi salah satu penyebab
terjadinya brain drain di kalangan terpelajar Indonesia lulusan luar
negeri atau orang-orang terbaik Indonesia yang meninggalkan Tanah Air
untuk bekerja di luar negeri sebagai profesional.

Di Malaysia, pemerintah negara itu memberikan insentif yang menarik
kepada warganya yang melanjutkan studi di luar negeri dengan beasiswa
negara untuk kembali ke Malaysia setamat dari universitas mereka.

Sementara itu, Ariane Utomo kepada ANTARA yang menghubunginya dari
Darwin mengatakan di Australia, fenomena brain drain itu justru
lebih banyak terjadi di kalangan anak-anak Indonesia yang lulus
program strata satu dari universitas-universitas di Australia.

Trend jumlah lulusan S-1 universitas-universitas Australia yang asal
Indonesia cenderung tinggi. Setelah mereka tamat, mereka melamar untuk
mendapatkan status residen tetap di Australia, karena memang
Pemerintah Australia membuka pelulang untuk itu, katanya.

Menurut Ariena, Australia mendapatkan keutungan dari fenomena ini,
yakni tersedianya 'tenaga kerja terdidik yang siap pakai' kendati
brain drain ini sebenarnya tetap memberikan nilai positif, yakni
terbuka dan bahkan semakin luasnya jaringan kerja orang-orang
Indonesia yang memilih menetap sementara dan bekerja di luar negeri.

Seorang mahasiswa pasca sarjana asal Indonesia, Yopi, yang juga
mengikuti diskusi mengatakan sudah saatnya Bappenas dan
lembaga-lembaga lain di Tanah Air menghentikan kebijakan yang
membedakan gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan
Indonesia.

Gap (ketimpangan) ini adalah isu yang sangat penting bagi kita, katanya.
(*)

Copyright (c) 2007 ANTARA

-- 
http://rovicky.wordpress.com/


Hot News!!!
CALL FOR PAPERS: send your abstract by 30 March 2007 to [EMAIL PROTECTED]
Joint Convention Bali 2007 - The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the
29th IATMI Annual Convention and Exhibition,
Bali Convention Center, 13-16 November 2007

To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id
To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id
Visit IAGI Website: http://iagi.or.id
Pembayaran iuran anggota ditujukan ke:
Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta
No. Rek: 123 0085005314
Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI)
Bank BCA KCP. Manara Mulia
No. Rekening: 255-1088580
A/n: Shinta Damayanti
IAGI

RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain Drain

2007-05-27 Terurut Topik Awang Harun Satyana
Yang bergaji rp 100 jt/bl atau rp 1 jt/bl sama-sama bisa hidup,
sama-sama bisa menyekolahkan anak-anaknya, dan punya kenikmatan serta
keluhannya masing-masing. Tak ada jaminan bahwa yang bergaji rp 100
jt/bl tak pernah mengeluh atau pusing atau kuatir. Di tengah kemacetan
kota Jakarta, yang bergaji Rp 100 jt/bl marah karena terjebak macet dan
kuatir mobil mewahnya terserempet metromini yang dinaiki orang bergaji
rp 1 jt/bl yang tersenyum saja melihatnya. Penghasilan tak pernah
berkorelasi positif dengan kebahagiaan. Orang yang gajinya kecil akan
menyesuaikan dengan apa yang mampu dibelinya.

Kalau brain drain hanya mengejar uang, hm...

Masih banyak yang tak bisa dibeli dengan uang..

Salam,
awang 

-Original Message-
From: Leonard Lisapaly [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 11:04 C++
To: iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli Geofisika Indonesia
Subject: RE: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI
di Tanah Air Picu Brain Drain


Meminjam istilahnya Bapak Orang Miskin di acara Republik BBM :

Sedikit-sedikit uang, sedikit-sedikit uang, uang kok cuma sedikit 

LL

-Original Message-
From: Rovicky Dwi Putrohari [mailto:[EMAIL PROTECTED] 
Sent: Monday, May 28, 2007 10:48 AM
To: [EMAIL PROTECTED]; iagi-net@iagi.or.id; Forum Himpunan Ahli
Geofisika Indonesia
Subject: [iagi-net-l] Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di
Tanah
Air Picu Brain Drain

Dari 5 tahun lalu kita diskusi braindrain di IAGI-net ga pernah
selesei  Kita bisa debat berbusa-busa soal gaji cukupnya berapa
banyak. Namun kenyataan bahwa gaji masih menjadi impian pekerja di
Indonesia. Simak uraian dari KB Antara dibawah sana.

Uang bukan segalanya
tapi segalanya perlu uang ...
waaks ! :)

RDP

Ekonomi  Bisnis

27/05/07 11:15
Pembedaan Gaji Bagi Profesional Asing dan WNI di Tanah Air Picu Brain
Drain

Canberra (ANTARA News) - Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia
(PPIA) mengusulkan perlu dihapusnya segera kebijakan yang membedakan
gaji dan fasilitas bagi para profesional asing dan orang Indonesia
berkualifikasi sama di Tanah Air, karena ditengarai turut memicu
larinya atau brain drain kalangan terdidik Indonesia lulusan luar
negeri.

Usul tersebut mengemuka dalam diskusi PPIA di Universitas Nasional
Australia (ANU) tentang fenomena brain drain di kalangan terdidik
dan profesional Indonesia yang enggan pulang ke tanah air setelah
tamat dari pendidikan di luar negeri, demikian informasi yang
diperoleh ANTARA dari PPIA ANU, Minggu.

Disebutkan, usul yang mengemuka dalam diskusi yang menghadirkan dua
orang Indonesia yang sedang bertugas di ANU, Ariane Utomo dan Wijayono
Sarosa, itu masih akan ditindaklanjuti dan digodok secara lebih
mendalam dalam konferensi perhimpunan mahasiswa Indonesia dari seluruh
dunia yang direncanakan berlangsung di Sydney pada September
mendatang.

Dalam diskusi yang dihadiri puluhan mahasiswa ANU dan doktor Indonesia
yang kini bekerja di universitas terbaik di Australia itu, terungkap
bahwa perbedaan gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan asing
maupun lokal kepada para tenaga ahli dan konsultan asing dan Indonesia
dengan kualifikasi keahlian yang relatif sama ini sudah berlangsung
sejak lama.

Di perusahaan pertambangan milik Amerika Serikat di Provinsi Papua, PT
Freeport Indonesia, misalnya, disebutkan bahwa sudah lama terjadi
kebijakan yang membedakan gaji para konsultan asing dengan konsultan
Indonesia, padahal mereka memiliki kualifikasi dan keahlian sama.

Kebijakan yang diskriminatif itu diyakini menjadi salah satu penyebab
terjadinya brain drain di kalangan terpelajar Indonesia lulusan luar
negeri atau orang-orang terbaik Indonesia yang meninggalkan Tanah Air
untuk bekerja di luar negeri sebagai profesional.

Di Malaysia, pemerintah negara itu memberikan insentif yang menarik
kepada warganya yang melanjutkan studi di luar negeri dengan beasiswa
negara untuk kembali ke Malaysia setamat dari universitas mereka.

Sementara itu, Ariane Utomo kepada ANTARA yang menghubunginya dari
Darwin mengatakan di Australia, fenomena brain drain itu justru
lebih banyak terjadi di kalangan anak-anak Indonesia yang lulus
program strata satu dari universitas-universitas di Australia.

Trend jumlah lulusan S-1 universitas-universitas Australia yang asal
Indonesia cenderung tinggi. Setelah mereka tamat, mereka melamar untuk
mendapatkan status residen tetap di Australia, karena memang
Pemerintah Australia membuka pelulang untuk itu, katanya.

Menurut Ariena, Australia mendapatkan keutungan dari fenomena ini,
yakni tersedianya 'tenaga kerja terdidik yang siap pakai' kendati
brain drain ini sebenarnya tetap memberikan nilai positif, yakni
terbuka dan bahkan semakin luasnya jaringan kerja orang-orang
Indonesia yang memilih menetap sementara dan bekerja di luar negeri.

Seorang mahasiswa pasca sarjana asal Indonesia, Yopi, yang juga
mengikuti diskusi mengatakan sudah saatnya Bappenas dan
lembaga-lembaga lain di Tanah Air menghentikan kebijakan yang
membedakan