Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Bang Fajar, umumnya deuterium digunakan sebagai petunjuk lokasi resapan (walaupun O18 jg bisa) jika dikorelasikan dgn deuterium air hujan. Semakin kecil jumlah deuterium airtanah, semakin jauh lokasi resapan air hujannya. Dan mengacu pada model Toth (1963) atau Freeze (1967) yg membagi aliran airtanah menjadi lokal - intermediate - regional, mungkin saja kedalaman bisa dikorelasikan dengan penurunan deuterium. Maksudnya airtanah yang dalam, berasal dari lokasi resapan yang jauh. Btw, harus dilihat dulu kondisi geologinya. Karena asumsinya khan medianya homogen isotropik, yah. Kalau heterogen, bisa jadi berbeda kesimpulannya alias tidak ada korelasi. Semoga mencerahkan... salam On 10/31/07, Fajar Lubis [EMAIL PROTECTED] wrote: Terimakasih untuk informasinya Pak Hendri, Adakah kemungkinan pengkayaan deutrium ini berasosiasi dengan faktor kedalaman? Mohon pencerahannya, Salam, Fajar (1141) *Butuh lebih dari sekedar overburden, untuk menekan fluida dari kedalaman 8.000 meter untuk mencapai permukaan tanah secara alami* Hendri silaen [EMAIL PROTECTED] sudah menulis: __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Bang Fajar, biasanya kalo menganalisis pengkayaan deuterium memang sebaiknya dipasangkan dengan data isotop stabil oksigen-18. Ada 2 kemungkinan: (1) klo deuterium naik dan O-18 turun -- ada pengaruh dari air meteorik, implikasinya bisa jadi kondisi aliran steady; (2) klo deuterium naik dan O-18 naik -- ada pengaruh dari magmatik atau air formasi, implikasinya bisa jadi kondisi aliran un-steady. salam On 10/23/07, Fajar Lubis [EMAIL PROTECTED] wrote: Pengkayaan deuterium biasanya lebih berasosiasi dengan sebaran lateral atau indikasi gabungan dari sistem fluida lainnya. Kalau memang sistem meteorik ikut berperanan dalam semburan LUSI ini. Adakah yang berkenan berbagi info mengenai perkembangan pola aliran airtanah di wilayah ini? Pola aliran airtanah detail dalam skala waktu ke waktu, dapat juga kita gunakan sebagai indikasi awal amblesan tanah (subsidence) atau hipotesa diatas. Salam, Fajar (1141) *Butuh lebih dari sekedar overburden, untuk menekan fluida dari kedalaman 8.000 meter untuk mencapai permukaan tanah secara alami* __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Terimakasih untuk informasinya Pak Hendri, Adakah kemungkinan pengkayaan deutrium ini berasosiasi dengan faktor kedalaman? Mohon pencerahannya, Salam, Fajar (1141) *Butuh lebih dari sekedar overburden, untuk menekan fluida dari kedalaman 8.000 meter untuk mencapai permukaan tanah secara alami* Hendri silaen [EMAIL PROTECTED] sudah menulis: __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Rekan-rekan ada berita yg menarik dari koran PikiranRakyat minggu lalu ada yg bisa menjelaskan fenomena ini salam Air Panas Mengandung Gas Muncul di Bukit Kapur Semburannya Mencapai Tiga Meter Suhunya 50 Derajat Celsius SUMBER, (PR).- Sumber air panas yang mengandung gas dan lumpur muncul di perbukitan kapur di Desa Palimanan Barat, Kec. Palimanan, Kab. Cirebon. Belum jelas penyebabnya, namun ada dugaan semburan itu muncul karena ada proses vulkanologi di dasar perbukitan kapur dan batu cadas di wilayah Cirebon barat itu. *SEMBURAN air panas bercampur gas belerang muncul di perbukitan batu kapur di Desa Palimanan Barat Kec. Palimanan Kab. Cirebon. Sudah hampir sebulan air terus keluar, bahkan pernah sampai setinggi tiga meter.* *AGUNG NUGROHO/PR Semburan air itu sudah muncul sebelum bulan Puasa lalu atau sekitar September 2007. Sampai Rabu (24/10), semburan sudah berlangsung lebih dari sebulan dan kini membentuk kolam dengan air mengalir deras. Usianya sudah sebulan. Selama ini hanya segelintir orang yang tahu, ujar Husein (60), warga setempat yang mengaku pertama kali mengetahui munculnya semburan air panas tersebut. Husein yang sehari-hari bertindak sebagai kuncen, menceritakan, dia melihat dari salah satu perbukitan kapur, ada semburan air setinggi 3 meter. Husein lalu melaporkan kejadian itu ke desa dan PT ITP (Indocement Tunggal Prakasa), pabrik semen yang menjadikan perbukitan kapur Palimanan, sebagai bahan baku. Karena, lokasi semburan itu berada tak jauh dari perbukitan kapur yang hak konsesi penggaliannya dipegang PT ITP. PT ITP langsung melakukan penelitian atas semburan air yang panasnya mencapai 50 sampai 60 derajat Celsius tersebut. Kami masih sebatas merapikan dan mengalirkan air ke saluran terdekat, kata Humas Resources Development (HRD) PT ITP, Ir. Murdiono. Penelitian geologis Selanjutnya, PT ITP melakukan penelitian dan pengkajian geologis. Sejumlah ahlinya diterjunkan dengan menggunakan peralatan penggalian dan penelitian, guna meneliti kandungan gas dalam air dan lumpur yang keluar dari bawah tanah itu serta mencari kemungkinan ada lokasi semburan lain. Sejauh penelitian kami, air itu tidak mengandung gas berbahaya. Hanya memang panasnya cukup tinggi mencapai di atas 50 derajat Celsius. Kadar belerangnya cukup terasa, ujar dia. Rabu kemarin, tim dari Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, Pertambangan (DLHKP) Kab. Cirebon, melakukan peninjauan ke lokasi semburan air. Tiga pejabat ahli diterjunkan ke lokasi itu, masing-masing Drs. E. Satriaji (Kabud Pengendalian Lingkungan), Ir. Iwan Rizki (Kasi Pengawasan Penanggulangan), dan Wahyu Suprayogi, S.H (Kasi Informasi Sengketa Lingkungan).(A-93)*** On 10/23/07, Fajar Lubis [EMAIL PROTECTED] wrote: Pengkayaan deuterium biasanya lebih berasosiasi dengan sebaran lateral atau indikasi gabungan dari sistem fluida lainnya. Kalau memang sistem meteorik ikut berperanan dalam semburan LUSI ini. Adakah yang berkenan berbagi info mengenai perkembangan pola aliran airtanah di wilayah ini? Pola aliran airtanah detail dalam skala waktu ke waktu, dapat juga kita gunakan sebagai indikasi awal amblesan tanah (subsidence) atau hipotesa diatas. Salam, Fajar (1141) *Butuh lebih dari sekedar overburden, untuk menekan fluida dari kedalaman 8.000 meter untuk mencapai permukaan tanah secara alami* __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Pak Hendri, Apakah air-panas itu yang sumbernya di dekat rembasan minyak (di pagar selatan/baratdaya) pabrik semen Palimanan? Lokasi itu itu sepertinya yang sering didatangi mahasiswa dalam rangka ekskursi melihat rembasan minyak. Setahu saya air-panasnya sudah lama eksis, temperaturnya juga sekitar 40-50 derajat begitu, hanya semburannya yang tidak biasanya sampai 3 meter (?). Kalau di lokasi pemandian yang agak jauh dari rembasan minyak saya tidak tahu (~500m), mungkin saja muncrat-muncrat, tapi kalau yang pas di zona rembasan ya mengalir saja blekuthug-blekuthug. BP Rekan-rekan ada berita yg menarik dari koran PikiranRakyat minggu lalu ada yg bisa menjelaskan fenomena ini salam Air Panas Mengandung Gas Muncul di Bukit Kapur Semburannya Mencapai Tiga Meter Suhunya 50 Derajat Celsius SUMBER, (PR).- Sumber air panas yang mengandung gas dan lumpur muncul di perbukitan kapur di Desa Palimanan Barat, Kec. Palimanan, Kab. Cirebon. Belum jelas penyebabnya, namun ada dugaan semburan itu muncul karena ada proses vulkanologi di dasar perbukitan kapur dan batu cadas di wilayah Cirebon barat itu. *SEMBURAN air panas bercampur gas belerang muncul di perbukitan batu kapur di Desa Palimanan Barat Kec. Palimanan Kab. Cirebon. Sudah hampir sebulan air terus keluar, bahkan pernah sampai setinggi tiga meter.* *AGUNG NUGROHO/PR Semburan air itu sudah muncul sebelum bulan Puasa lalu atau sekitar September 2007. Sampai Rabu (24/10), semburan sudah berlangsung lebih dari sebulan dan kini membentuk kolam dengan air mengalir deras. Usianya sudah sebulan. Selama ini hanya segelintir orang yang tahu, ujar Husein (60), warga setempat yang mengaku pertama kali mengetahui munculnya semburan air panas tersebut. Husein yang sehari-hari bertindak sebagai kuncen, menceritakan, dia melihat dari salah satu perbukitan kapur, ada semburan air setinggi 3 meter. Husein lalu melaporkan kejadian itu ke desa dan PT ITP (Indocement Tunggal Prakasa), pabrik semen yang menjadikan perbukitan kapur Palimanan, sebagai bahan baku. Karena, lokasi semburan itu berada tak jauh dari perbukitan kapur yang hak konsesi penggaliannya dipegang PT ITP. PT ITP langsung melakukan penelitian atas semburan air yang panasnya mencapai 50 sampai 60 derajat Celsius tersebut. Kami masih sebatas merapikan dan mengalirkan air ke saluran terdekat, kata Humas Resources Development (HRD) PT ITP, Ir. Murdiono. Penelitian geologis Selanjutnya, PT ITP melakukan penelitian dan pengkajian geologis. Sejumlah ahlinya diterjunkan dengan menggunakan peralatan penggalian dan penelitian, guna meneliti kandungan gas dalam air dan lumpur yang keluar dari bawah tanah itu serta mencari kemungkinan ada lokasi semburan lain. Sejauh penelitian kami, air itu tidak mengandung gas berbahaya. Hanya memang panasnya cukup tinggi mencapai di atas 50 derajat Celsius. Kadar belerangnya cukup terasa, ujar dia. Rabu kemarin, tim dari Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan, Pertambangan (DLHKP) Kab. Cirebon, melakukan peninjauan ke lokasi semburan air. Tiga pejabat ahli diterjunkan ke lokasi itu, masing-masing Drs. E. Satriaji (Kabud Pengendalian Lingkungan), Ir. Iwan Rizki (Kasi Pengawasan Penanggulangan), dan Wahyu Suprayogi, S.H (Kasi Informasi Sengketa Lingkungan).(A-93)*** On 10/23/07, Fajar Lubis [EMAIL PROTECTED] wrote: Pengkayaan deuterium biasanya lebih berasosiasi dengan sebaran lateral atau indikasi gabungan dari sistem fluida lainnya. Kalau memang sistem meteorik ikut berperanan dalam semburan LUSI ini. Adakah yang berkenan berbagi info mengenai perkembangan pola aliran airtanah di wilayah ini? Pola aliran airtanah detail dalam skala waktu ke waktu, dapat juga kita gunakan sebagai indikasi awal amblesan tanah (subsidence) atau hipotesa diatas. Salam, Fajar (1141) *Butuh lebih dari sekedar overburden, untuk menekan fluida dari kedalaman 8.000 meter untuk mencapai permukaan tanah secara alami* __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com JOINT CONVENTION BALI 2007 The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi
Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Pengkayaan deuterium biasanya lebih berasosiasi dengan sebaran lateral atau indikasi gabungan dari sistem fluida lainnya. Kalau memang sistem meteorik ikut berperanan dalam semburan LUSI ini. Adakah yang berkenan berbagi info mengenai perkembangan pola aliran airtanah di wilayah ini? Pola aliran airtanah detail dalam skala waktu ke waktu, dapat juga kita gunakan sebagai indikasi awal amblesan tanah (subsidence) atau hipotesa diatas. Salam, Fajar (1141) *Butuh lebih dari sekedar overburden, untuk menekan fluida dari kedalaman 8.000 meter untuk mencapai permukaan tanah secara alami* __ Do You Yahoo!? Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around http://mail.yahoo.com
Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Wupsst sorry aku pikir 8000 ft, ternyata 8000 meter ya ? Wah ini bener-bener penemuan baru donk. Btw, Pak Awang bisa crita bagaimana dengan deutrium dapat memperkirakan bahwa air berasal dari kedalaman itu ? Apakah deutrium terbentuk pada kedalaman tertentu ? Pak Awang, apakah mungkin basement core dari Jawa Timur ini tersusun oleh prism accretion dimana mungkin saja ada air yang terjebak disitu ? RDP On 10/16/07, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Pengukuran kadar deuterium mestinya merupakan pengukuran rutin sehingga BPLS tahu kalau ada penambahan signifikan unsur ini di air LUSI dalam seminggu terakhir. Sumur Porong menembus puncak batugamping yang menjadi targetnya di kedalaman 8482 feet, sampai ke TD-nya di 8659 feet masih di batugamping tersebut. Dari isotop strontium yang dilakukan di puncak batugamping kita tahu bahwa batugamping itu bukan Kujung I tetapi lebih muda, yaitu batugamping bagian atas Miosen Bawah (sekitar 16 Ma; kira2 ekivalen dengan batugamping Tuban/Mudi di area JOB PetroChina East Java atau bahkan Rancak di wilayah Kodeco West Madura. Isotop Sr juga dilakukan di sedimen klastik tepat di atas batugamping (ekivalen dengan batupasir tebal di Banjar Panji-1), dan umurnya loncat ke sekitar 5 Ma. Berarti tinggian Porong lama tak mendapatkan sedimentasi setelah batugamping itu diendapkan di atasnya. Rumpang umurnya 11 juta tahun - bukan main2. Isotop Sr tak dilakukan di TD Porong-1 sehingga kita tak tahu apakah sudah masuk ke batugamping Kujung I atau belum. Batugamping yang ditembus Porong-1 tak sampai 200 feet. Kalau TD Porong-1 8659 feet masih di batugamping dan ini adalah old high, mengacu ke model2 pertumbuhan batugamping reef di tinggian2 terisolasi di Jawa Timur (saya pernah berikan gambar2nya ke Pak Rovicky) maka di bawah batugamping ini akan CD limestone lalu langsung basement. Tak ada Ngimbang. Dari data seismik, mungkin top Basement di Porong akan tercapai sebelum 10.000 feet, atau sebelum 3500 meter maksimum. Nah, berdasarkan hal ini maka saya berpendapat bahwa kedalaman 8000 meter (26.000 feet Lebih) seperti kita diskusikan itu jelas sudah masuk jauh ke dalam basement. Posisi LUSI masih di trend BD-Porong High, jadi ia masih di jalur tinggian. Ke utaranya jelas ada low area, bagian dari Ngimbang Deep. Di sini bisa ada synrift sediments Ngimbang klastik yang absen di wilayah tinggian; tetapi saya pikir basement di sini tetap tak akan sampai sedalam 26.000 ft. Jadi, tak ada synrift sediments di bawah LUSI yang akan terpengaruh sistem hidrotermal Penanggungan atau kompleks AWA (Anjasmoro, Welirang, Arjuno) sebab ini tinggian; synrift sediments berkembang ke utaranya, tetapi ini berarti akan semakin menjauhi jalur volkanik yang akan mengkontribusi sistem hidrotermal. Kita tunggu saja analisis deuterium lengkap untuk mengetahui asalnya, kata Pak Soffian, butuh dua bulan untuk mendapatkan analisis lengkap. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Apakah deutrium analysis ini hasil monitor sejak dahulu atau baru dulakukan saat ini ? Kalau memang dulu diketahui dari yg dangkal kmudian skrg dr yang dalam dengan metode yg sama saya mungkin bisa ngikuti pemikiran itu. Tapi kalau baru dilakukan saat ini saja barangkali percampuran sumber dangkal (+mud) saat ini sudah berkurang. Memang sulit kalau data sepotong2 dipakai utk analisa kontinyu. Hasilnya kurang mateb. Di sumur porong-1 kedalaman Top Kujung sekitar 8000-an, ya ? Brarti basement dibawah itu lagi ? Kalau karbonate (reef) pada satu tinggian apakah tidak mungkin ada low area sekitarnya ? Rdp On 10/16/07, Awang Satyana wrote: Pak Rovicky, Regional setting LUSI ini ada di tinggian basement Porong-BD di tepi selatan Kendeng Deep. Kedalaman 8000 meter (26.240 ft) di sebuah tinggian di Jawa Timur pasti sudah masuk ke basement. Kecuali kalau LUSI ini terjadi di tengah2 Kendeng Deep, kedalaman 26.000 ft lebih masih belum tentu masuk ke basement, walaupun sumur Jeruk-1 (Santos), sumur terdalam di Jawa Timur di Selat Madura (terusan Kendeng Deep) pada kedalaman 15.000 ft menembus Kujung (tapi sumur Jeruk masih di lereng utara Porong-BD ridge). Berapa kedalaman basement di tepi selatan Kendeng Deep atau tinggian Porong-BD dan berapa kedalamannya di tengah Kendeng Deep bisa kita modelkan sebab data gayaberatnya lengkap. Kedalaman 8000 meter di sekitar LUSI mestinya sudah jauh masuk ke basement. Kandungan deuterium yang naik signifikan di air LUSI dan perkiraan sumber air dari kedalaman 8000 meter (berdasarkan GPR) itu adalah data baru. Air yang selama ini keluar tak dilaporkan mengandung deuterium secara signifikan dan sumber airnya dari sekitar kedalaman 2000 meter. Ini yang volumenye banyak. Jadi,akhir2 ini kelihatannya ada penggantian pasokan air yang baru. Air dari sedimen dangkal (batupasir) atau air hasil perubahan diagenesis ilitisasi mineral lempung mungkin sudah mau
Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Pak Rovicky, Iya 8000 meter alias 26.240 feet, saya sampai kirim sms balik ke Pak Soffian BPLS apa benar 8000 meter dan bukan 8000 feet ? Ini sms saya : mas Soffian, 8000 m atau 8000 ft ? TD sumur BJP-1 gak sampai 3000 m, dan dari seismik tak kelihatan ada retakan sesar sedalam 8 km; bagaimana air dr kedalaman 8 km bisa ke permukaan kalau tak ada konduitnya ? Dijawab dengan tegas oleh Pak Soffian sbb. : 8000 METER !!!, di sini menariknya, conduitnya terbentuk barusan, di surface reaktivasi sesar, pembentukan lipatan baru jelas terlihat dari data GPR, dan masih bergerak Saya minta data digitalnya kalau ada, kebetulan belum ada, masih hard copy di Badan Geologi. Saya tak yakin deuterium bisa menunjukkan dengan langsung berasal dari kedalaman berapa. BPLS hanya menemukan deuterium naik, terus ada data GPR yang menunjukkan ada konduit baru sampai kedalaman 8000 meter; maka ditafsirkan bahwa air LUSI mengandung deuterium itu dari 8000 meter. Seperti e-mail saya buat Ferdi, saya meragukan kalau GPR bisa meresolusi sampai 8 km. Dalam hidrogeologi, untuk melacak asal air, pengukuran variasi keberlimpahan deuterium harus dibersamakan dengan analisis stable heavy oxygen isotopes oksigen 17 dan oksigen 18. Air hujan (meteoric water) kaya akan semua isotop ini sebagai fungsi temperatur lingkungan di mana air hujan turun (jadi pengayaan ini berhubungan dengan mean latitude). Pengayaan relatif isotop2 ini (dibandingkan dengan mean ocean water), ketika diplot terhadap temperatur, berkurang pengayaannya mengikuti trend line GMWL (global meteoric water line). Plotting ini bisa membantu kita menentukan asal sampel air (dari latitude berapa). Maka, kelihatannya analisis2 yang ada lebih menunjukkan ke sebaran lateral (latitude) bukan depth. Deuterium juga mengaya dalam sistem hidrotermal magmatik. Ini yang mungkin untuk kasus LUSI sebab siklus hidrotermal bisa terjadi antara Penanggungan LUSI dan kompleks Arjuno. Tetapi dari kedalaman 8000 meter saya pikir tak terhubung langsung. Mungkin saja itu diturunkan dari plot temperatur air tersebut di permukaan, dihubungkan dengan gradien geotermal, setelah memperhitungkan penurunan temperatur dalam perjalanan ke permukaan. Tak ada data temperatur air deuterium tersebut, tetapi bisa ditanyakan lagi. Mestinya air dari kedalaman 8000 meter (kalau benar) bisa minimal 4x lebih panas dari air LUSI selama ini yang diperkirakan dari kedalaman 2000 meter. Tetapi, apa mungkin ? Tinggian2 basement terisolasi berarah BD-TL di Jawa Timur itu sebenarnya menunjukkan rifted basement saat terjadi rifting di depan jalur volkanik earliest Tertiary-Eocene (kalau ada - meragukan arc ini ada) akibat roll back. Jadi, memang ini wilayah kerak akresi (prisma akresi). Pada umur itu terjadi perlambatan konvergensi di mana2 di Indonesia Barat. Perlambatan konvergensi akan membuat kerak oseanik yang menunjam di bawah Sumatra dan Jawa menunjam lebih curam atau rolll-back. Akibat roll back, kerak akresi di depannya akan rifting menuju wilayah konvergensi - membuka. Bisa saja ada air laut umur tua (Eocene paling muda) yang terjebak di wilayah ini. Air ini juga yang mungkin memberikan fluiditas magma pada periode2 berikutnya saat tinggian2 basement ini overlapping dengan jalur volkanik Oligo-Miosen, Mio-Pliosen, dan Kuarter. Saya barusan mengecek data analisis air LUSI hasil semburan 2006, deuterium dan isotop oksigen 17 dan oksigen 18-nya masih depleted; saat ini dilaporkan enriched, berarti memang ada sumber baru. Hanya harus ditafsirkan dengan hati2 dari mana sumbernya dan menggunakan data yang valid. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Wupsst sorry aku pikir 8000 ft, ternyata 8000 meter ya ? Wah ini bener-bener penemuan baru donk. Btw, Pak Awang bisa crita bagaimana dengan deutrium dapat memperkirakan bahwa air berasal dari kedalaman itu ? Apakah deutrium terbentuk pada kedalaman tertentu ? Pak Awang, apakah mungkin basement core dari Jawa Timur ini tersusun oleh prism accretion dimana mungkin saja ada air yang terjebak disitu ? RDP On 10/16/07, Awang Satyana wrote: Pengukuran kadar deuterium mestinya merupakan pengukuran rutin sehingga BPLS tahu kalau ada penambahan signifikan unsur ini di air LUSI dalam seminggu terakhir. Sumur Porong menembus puncak batugamping yang menjadi targetnya di kedalaman 8482 feet, sampai ke TD-nya di 8659 feet masih di batugamping tersebut. Dari isotop strontium yang dilakukan di puncak batugamping kita tahu bahwa batugamping itu bukan Kujung I tetapi lebih muda, yaitu batugamping bagian atas Miosen Bawah (sekitar 16 Ma; kira2 ekivalen dengan batugamping Tuban/Mudi di area JOB PetroChina East Java atau bahkan Rancak di wilayah Kodeco West Madura. Isotop Sr juga dilakukan di sedimen klastik tepat di atas batugamping (ekivalen dengan batupasir tebal di Banjar Panji-1), dan umurnya loncat ke sekitar 5 Ma. Berarti
Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
On 10/16/07, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Dijawab dengan tegas oleh Pak Soffian sbb. : 8000 METER !!!, di sini menariknya, conduitnya terbentuk barusan, di surface reaktivasi sesar, pembentukan lipatan baru jelas terlihat dari data GPR, dan masih bergerak Aku sendiri ragu dengan kalau faultnya terbentuk barusan, barangkali reaktivasi dari weak-zone lineament yang sudah ada sebelumnya. Kalau dugaan ini Pak Sofyan diatas benar .. Barusan terbentuk konduit/fracture/fault baru Saya malah mengkhawatirkan nantinya akan akan ada amblesan di permukaan. Amblesan (fault reactivation) dari bawah akan pelan-pelan merembet menuju ke atas. Gejala ceprut-ceprut (intermitten flow) ini menujukkan terbuka dan menutupnya jalan akibat runtuhan-runtuhan dibawah tanah. Tentunya akan ada selang antara gejala ceprut-ceprut dengan amblesan di permukaan. Kalau dahulu selangnya pendek karena dangkal, kali ini selangnya akan lebih lama, karena adanya gejala runtuhan (gerakan) dari dalam. Seperti yang pernah aku tulis sebelumnya disini: http://rovicky.wordpress.com/2007/09/14/tuuuh-kan-lusi-luber-lagi/ salam rdp -- http://rovicky.wordpress.com/ JOINT CONVENTION BALI 2007 The 32nd HAGI, the 36th IAGI, and the 29th IATMI Annual Convention and Exhibition, Bali Convention Center, 13-16 November 2007 To unsubscribe, send email to: iagi-net-unsubscribe[at]iagi.or.id To subscribe, send email to: iagi-net-subscribe[at]iagi.or.id Visit IAGI Website: http://iagi.or.id Pembayaran iuran anggota ditujukan ke: Bank Mandiri Cab. Wisma Alia Jakarta No. Rek: 123 0085005314 Atas nama: Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Bank BCA KCP. Manara Mulia No. Rekening: 255-1088580 A/n: Shinta Damayanti IAGI-net Archive 1: http://www.mail-archive.com/iagi-net%40iagi.or.id/ IAGI-net Archive 2: http://groups.yahoo.com/group/iagi - DISCLAIMER: IAGI disclaims all warranties with regard to information posted on its mailing lists, whether posted by IAGI or others. In no event shall IAGI be liable for any, including but not limited to direct or indirect damages, or damages of any kind whatsoever, resulting from loss of use, data or profits, arising out of or in connection with the use of any information posted on IAGI mailing list. -
[iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Apakah deutrium analysis ini hasil monitor sejak dahulu atau baru dulakukan saat ini ? Kalau memang dulu diketahui dari yg dangkal kmudian skrg dr yang dalam dengan metode yg sama saya mungkin bisa ngikuti pemikiran itu. Tapi kalau baru dilakukan saat ini saja barangkali percampuran sumber dangkal (+mud) saat ini sudah berkurang. Memang sulit kalau data sepotong2 dipakai utk analisa kontinyu. Hasilnya kurang mateb. Di sumur porong-1 kedalaman Top Kujung sekitar 8000-an, ya ? Brarti basement dibawah itu lagi ? Kalau karbonate (reef) pada satu tinggian apakah tidak mungkin ada low area sekitarnya ? Rdp On 10/16/07, Awang Satyana [EMAIL PROTECTED] wrote: Pak Rovicky, Regional setting LUSI ini ada di tinggian basement Porong-BD di tepi selatan Kendeng Deep. Kedalaman 8000 meter (26.240 ft) di sebuah tinggian di Jawa Timur pasti sudah masuk ke basement. Kecuali kalau LUSI ini terjadi di tengah2 Kendeng Deep, kedalaman 26.000 ft lebih masih belum tentu masuk ke basement, walaupun sumur Jeruk-1 (Santos), sumur terdalam di Jawa Timur di Selat Madura (terusan Kendeng Deep) pada kedalaman 15.000 ft menembus Kujung (tapi sumur Jeruk masih di lereng utara Porong-BD ridge). Berapa kedalaman basement di tepi selatan Kendeng Deep atau tinggian Porong-BD dan berapa kedalamannya di tengah Kendeng Deep bisa kita modelkan sebab data gayaberatnya lengkap. Kedalaman 8000 meter di sekitar LUSI mestinya sudah jauh masuk ke basement. Kandungan deuterium yang naik signifikan di air LUSI dan perkiraan sumber air dari kedalaman 8000 meter (berdasarkan GPR) itu adalah data baru. Air yang selama ini keluar tak dilaporkan mengandung deuterium secara signifikan dan sumber airnya dari sekitar kedalaman 2000 meter. Ini yang volumenye banyak. Jadi,akhir2 ini kelihatannya ada penggantian pasokan air yang baru. Air dari sedimen dangkal (batupasir) atau air hasil perubahan diagenesis ilitisasi mineral lempung mungkin sudah mau habis, lalu digantikan air dari kedalaman 8000 meter yang banyak mengandung deuterium. Infonya baru sepotong2 jadi sulit menafsirkannya. Mestinya temperatur air baru ini lebih panas sebab dari sumber lebih dalam. Kalau volumenya sedikit ya wajar saja sebab dalam pandangan ini air tersebut bisa dari hasil diferensiasi magmatik (kalau benar dari kedalaman 8000 meter). Kalau ia masih menyemburkan lempung dan lumpur ya wajar juga sebab ini semacam caving di retakan konduit yang dibawa air saat melaluinya untuk menyembur di permukaan. Akan halnya deuterium yang signifikan memang ia bisa mengindikasi penggantian pasokan ke lebih sistem hidrotermal yang magmatik daripada sumber sebelumnya yang merupakan air formasi di batupasir atau hasil perubahan diagenesis ilitisasi di lapisan lempung dari kedalaman dangkal (2000 meter). Analisis isotop deuterium dibantu analisis isotop oksigen-18 dapat dipakai untuk memperkirakan sumber air antara igneous vs. basinal fluid sources. Kalau dicurigai sistem mineralized hydrothermal, juga bisa dilakukan analisis petrografi Na-Ca alteration pada lempung yang disemburkan. Coba kita lihat ulah LUSI dalam beberapa hari-minggu ke depan sambil mencoba mencari validitas data baru yang ditemukan BPLS. Kelihatannya data GPR yang merekam sampai kedalaman 8000 meter perlu divalidasi dan analisis kimiawi air yang lengkap juga diperlukan kalau mau menafsirkan dengan lebih baik sumber air ini. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Penemuan deutrium yang sangat menarik Pak Awang. Indikasi sumber air dari kedalaman 8000m ini bukannya tidak pernah didiskusikan. Tetapi sebenarnya sudah saya modelkan dalam Detak-detak kelahiran Lusi http://rovicky.wordpress.com/2007/04/03/detak-detak/ . Dan waktu demi waktu akhirnya aku semakin yakin bahwa detak-detak kelahiran Lusi ini dapat dipakai sebagai hipotesa untuk memperkirakan 'what next ?'. Hubungan sekuensial ketika terjadi intermitten flow (semburan terbatuk-batuk), dan amblesan setempat/differential subsidence (banjir), semakin membuat aku yakin bahwa kejadian ini memang semestinya harus ditangani secara scientific dengan baik. Bukan sekedar dengan penelitian seadanya. Saya setuju dengan pendapat ADB dahulu bahwa yang paling pantes menangani segi penelitian ilmiahnya adalah BPPT. Sehingga dengan misi saintific ini data akan dapat terbuka kepada siapa saja yang berminat meneliti. Dan akan mempermudah scientist-saintis memperoleh data untuk diteliti dengan lebih intensif. Air dari kedalaman 8000 m. Aku sendiri tidak berpikir bawa di kedalaman 8000 ini sudah masuk ke basement. Saya memperkirakan adanya sedimen dibawah Kujung, atau paling tidak ada sub cekungan (syn-rift) yang menjadi wadah penampung air. Dalam model Detak-detak kelahiran Lusi aku sebut di dalam model itu sebagai potential hydrothermal reservoir. Menurut pendapatku, jumlah air yang sangat banyak ini sangat sulit kalau disebabkan oleh diffesential magmatik. Mungkin saja akan ada
Re: [iagi-net-l] Re: BPLS: Semburan Berhenti Empat Kali
Pengukuran kadar deuterium mestinya merupakan pengukuran rutin sehingga BPLS tahu kalau ada penambahan signifikan unsur ini di air LUSI dalam seminggu terakhir. Sumur Porong menembus puncak batugamping yang menjadi targetnya di kedalaman 8482 feet, sampai ke TD-nya di 8659 feet masih di batugamping tersebut. Dari isotop strontium yang dilakukan di puncak batugamping kita tahu bahwa batugamping itu bukan Kujung I tetapi lebih muda, yaitu batugamping bagian atas Miosen Bawah (sekitar 16 Ma; kira2 ekivalen dengan batugamping Tuban/Mudi di area JOB PetroChina East Java atau bahkan Rancak di wilayah Kodeco West Madura. Isotop Sr juga dilakukan di sedimen klastik tepat di atas batugamping (ekivalen dengan batupasir tebal di Banjar Panji-1), dan umurnya loncat ke sekitar 5 Ma. Berarti tinggian Porong lama tak mendapatkan sedimentasi setelah batugamping itu diendapkan di atasnya. Rumpang umurnya 11 juta tahun - bukan main2. Isotop Sr tak dilakukan di TD Porong-1 sehingga kita tak tahu apakah sudah masuk ke batugamping Kujung I atau belum. Batugamping yang ditembus Porong-1 tak sampai 200 feet. Kalau TD Porong-1 8659 feet masih di batugamping dan ini adalah old high, mengacu ke model2 pertumbuhan batugamping reef di tinggian2 terisolasi di Jawa Timur (saya pernah berikan gambar2nya ke Pak Rovicky) maka di bawah batugamping ini akan CD limestone lalu langsung basement. Tak ada Ngimbang. Dari data seismik, mungkin top Basement di Porong akan tercapai sebelum 10.000 feet, atau sebelum 3500 meter maksimum. Nah, berdasarkan hal ini maka saya berpendapat bahwa kedalaman 8000 meter (26.000 feet Lebih) seperti kita diskusikan itu jelas sudah masuk jauh ke dalam basement. Posisi LUSI masih di trend BD-Porong High, jadi ia masih di jalur tinggian. Ke utaranya jelas ada low area, bagian dari Ngimbang Deep. Di sini bisa ada synrift sediments Ngimbang klastik yang absen di wilayah tinggian; tetapi saya pikir basement di sini tetap tak akan sampai sedalam 26.000 ft. Jadi, tak ada synrift sediments di bawah LUSI yang akan terpengaruh sistem hidrotermal Penanggungan atau kompleks AWA (Anjasmoro, Welirang, Arjuno) sebab ini tinggian; synrift sediments berkembang ke utaranya, tetapi ini berarti akan semakin menjauhi jalur volkanik yang akan mengkontribusi sistem hidrotermal. Kita tunggu saja analisis deuterium lengkap untuk mengetahui asalnya, kata Pak Soffian, butuh dua bulan untuk mendapatkan analisis lengkap. salam, awang Rovicky Dwi Putrohari [EMAIL PROTECTED] wrote: Apakah deutrium analysis ini hasil monitor sejak dahulu atau baru dulakukan saat ini ? Kalau memang dulu diketahui dari yg dangkal kmudian skrg dr yang dalam dengan metode yg sama saya mungkin bisa ngikuti pemikiran itu. Tapi kalau baru dilakukan saat ini saja barangkali percampuran sumber dangkal (+mud) saat ini sudah berkurang. Memang sulit kalau data sepotong2 dipakai utk analisa kontinyu. Hasilnya kurang mateb. Di sumur porong-1 kedalaman Top Kujung sekitar 8000-an, ya ? Brarti basement dibawah itu lagi ? Kalau karbonate (reef) pada satu tinggian apakah tidak mungkin ada low area sekitarnya ? Rdp On 10/16/07, Awang Satyana wrote: Pak Rovicky, Regional setting LUSI ini ada di tinggian basement Porong-BD di tepi selatan Kendeng Deep. Kedalaman 8000 meter (26.240 ft) di sebuah tinggian di Jawa Timur pasti sudah masuk ke basement. Kecuali kalau LUSI ini terjadi di tengah2 Kendeng Deep, kedalaman 26.000 ft lebih masih belum tentu masuk ke basement, walaupun sumur Jeruk-1 (Santos), sumur terdalam di Jawa Timur di Selat Madura (terusan Kendeng Deep) pada kedalaman 15.000 ft menembus Kujung (tapi sumur Jeruk masih di lereng utara Porong-BD ridge). Berapa kedalaman basement di tepi selatan Kendeng Deep atau tinggian Porong-BD dan berapa kedalamannya di tengah Kendeng Deep bisa kita modelkan sebab data gayaberatnya lengkap. Kedalaman 8000 meter di sekitar LUSI mestinya sudah jauh masuk ke basement. Kandungan deuterium yang naik signifikan di air LUSI dan perkiraan sumber air dari kedalaman 8000 meter (berdasarkan GPR) itu adalah data baru. Air yang selama ini keluar tak dilaporkan mengandung deuterium secara signifikan dan sumber airnya dari sekitar kedalaman 2000 meter. Ini yang volumenye banyak. Jadi,akhir2 ini kelihatannya ada penggantian pasokan air yang baru. Air dari sedimen dangkal (batupasir) atau air hasil perubahan diagenesis ilitisasi mineral lempung mungkin sudah mau habis, lalu digantikan air dari kedalaman 8000 meter yang banyak mengandung deuterium. Infonya baru sepotong2 jadi sulit menafsirkannya. Mestinya temperatur air baru ini lebih panas sebab dari sumber lebih dalam. Kalau volumenya sedikit ya wajar saja sebab dalam pandangan ini air tersebut bisa dari hasil diferensiasi magmatik (kalau benar dari kedalaman 8000 meter). Kalau ia masih menyemburkan lempung dan lumpur ya wajar juga sebab ini semacam caving di retakan konduit yang dibawa air saat melaluinya untuk