[yonsatu] Re: pelajar stress

2002-04-30 Terurut Topik Krishna S. Pribadi

Rekan2 anggota Yon I
Bila Yon I bisa  mendata mereka yg bermaslah dalam studinya dan bisa
mengumpulkan mereka, mungkin para alumni yg dosen ITB bisa membantu mencari
jalan keluar, tentunya setelah memahami permasalahannya. Yang penting dari
teman2 anggota Yon I yang sedang menghadapi masalah ini ada keinginan untuk
mencari jalan keluar. Sayang sekali kalau ada rekan Yon I yang sampai DO,
karena bukan itu cita2nya pada waktu masuk menjadi Anggota Yon I.
Salam
Krishna
- Original Message -
From: Oetomo Tri Winarno [EMAIL PROTECTED]
To: [EMAIL PROTECTED]
Sent: Monday, April 29, 2002 9:00 PM
Subject: [yonsatu] Re: pelajar stress


 WCDS,

 Menyambung email sebelumnya ...
 Barangkali kita perlu catat nama-nama mereka
 (anggota Yon I yang keluar ITB tidak sebagai sarjana)
 Membantu mereka menemukan jalan keluar ...
 Agar tidak terjadi hal seperti yang diceritakan pak Rifki

 Keberadaan mereka adalah sesuatu yang nyata,
 yang tidak perlu kita tutupi dan kemudian dilupakan ...

 Wassalam,

 Oetomo Tri Winarno


 - Original Message -
 From: Oetomo Tri Winarno [EMAIL PROTECTED]
 To: [EMAIL PROTECTED]
 Sent: Monday, April 29, 2002 8:52 PM
 Subject: [yonsatu] Re: pelajar stress


  WCDS,
 
  Menarik sekali pertanyaan yang dilontarkan pak Iftikar di bawah.
  Memang harus diakui tidak semua mahasiswa keluar sebagai sarjana.
  Termasuk juga anggota Yon I.
 
  Saya sungguh prihatin, karena rekan kita yang keluar ITB tidak sebagai
  sarjana
  persentasenya makin meningkat dalam sepuluh tahun terakhir (mohon
dicek).
  Sebagian besar dari mereka adalah anggota pilihan, yang prestasinya di
  Yon I cukup menonjol.
 
  Sebagian dari mereka ini belum menemukan jalan keluar ..
  Bagaimana kita mewujudkan solidaritas kita kepada mereka?
 
  Wassalam,
  Oetomo Tri Winarno
 
 
  - Original Message -
  From: [EMAIL PROTECTED]
  To: [EMAIL PROTECTED]
  Sent: Saturday, April 27, 2002 3:09 PM
  Subject: [yonsatu] Re: pelajar stress
 
 
   Memang, kadang2 ada pertanyaan menggelitik : Apa semua yang masuk ITB
  harus keluar sebagai sarjana ?
 
 
  --[YONSATU -
 ITB]--
  Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
  Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
  Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
  1 Mail/day :
 mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest
 
 
 


 --[YONSATU -
ITB]--
 Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
 Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
 Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
 1 Mail/day :
mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest


---
Outgoing mail is certified Virus Free.
Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com).
Version: 6.0.351 / Virus Database: 197 - Release Date: 4/19/02


--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest




[yonsatu] Re: pelajar stress

2002-04-29 Terurut Topik Rifki Muhida


 Bukannya di Jepang, kasus macam ini tergolong tinggi
 ?
Di jepang memang kelihatannya tinggi, sebenarnya nggak
begitu tinggi karena terekspos massmedia, disini
kejahatan sangat rendah, berita orang tertabrak mobil
saja bisa masuk TV, apalagi berita bunuh diri atau
psikopat yang membunuh anak2 SD di osaka tahun lalu.
Untuk program S-1 nya di jepang termasuk ringan,
disini tidak pernah saya mendengar ada mahasiswa yang
DO, semua mahasiswa hampir 100 persen tamat dalam 4
tahun, seperti juga di SD, SMP atau SMU disni hampir
tidak ada yang tidak naik kelas, semua naik, semua
yang berumur 18 tahun biasanya  sudah kelas 3 SMA, itu
ketentuan. Mereka yang umurnya belum 19 tahun belum
bisa masuk universitas meski dia sepeintar apapun.
Mreka yang menamatkan kuliah dalam 3 tahun, dan cum
laude seperti diindonesia, disini harus mencari akal
untuk bisa melanjutkan ke S-2 karena karena prasyarat
untuk keliah S-2 harus pernah kuliah S-2 selamat 4
tahun. Soal nilai disini nggak ada IP (ndeks
prestasi), orang jepang nggak terlalu mempercayai
angka2 seperti orang2 amerika atau eropa, mereka lebih
mempercayai pada karya dan apa yang bisa mereka
lakukan untuk perusahaan, untuk laboratorium dan untuk
kemajuan jepang.
Persaingan hanya ada dalam ujian masuk, ujian masuk
SMP terkenal, Ujian Msuk SMA terkenal dan Ujian masuk
Universitas terkenal, bisanya ini yang bikin stress,
karena mereka harus belajar dengan keras. Ini memang
mengherankan padahal biaya kuliah universitas negri
disini sangat tinggi, (hanya separuh swasta) dan
fasilitas semua sekolah disini dari SD sampai
perguruan tinggi bisa dibilang hampir merata. Sebuah
SD di ujuang Hokaido (pulau paling utara jepang) bisa
dibandingkan dengan SD di TOkyo hampir sama
fasilitasnya, sama2 ada kolam renang, ruang gambar
dll. Dengan memsuki sekolah terkenal semakin
memudahkan langkah buat mereka masuk kesokolah
terkenal dalam jenjang diatasnya. Kalau mereka
diterima di universitas terkenal, seperti tokyo univ,
Kyoto Univ, atau Osaka university, mereka dengan mudah
bisa diterima/kerja di perusahaan2 terkenal, seperti
Toyota, mitsubishi, sony, sumitomo dll. Kerja
diperusaahan besar membuat mereka mendapat upah dan
bosnus yang lebih besar, serta kebanggaan. salah satu
syarat untuk bisa kerja diperusahaan terkenal bisanya
adalah rekomendasi dari sekolah dan profesor, mereka
mengejar ini, walau nilai kuliah mereka berantakan.
Saya bandingkan sidang sarjana di S-1 indonesia,
misalnya ITB (saya nggak tahu sekarang), demikian
sakralnya, sehingga sampai pengujianya jual mahal
untuk meluluskan padahal sudah berjam2 dan berkali2
sidang, seolah2 ujian ujian doktor di amerika. Di
jepang, contohnya di uuniversitas saya, mahasiswa S-1,
sidang sarjana cuman 10 menit (7 menit peresentasi,
dan 3 mneit tanya jawab). Kalau kita pikir, apa yang
mau kita harapkan pada S-1 apa kita mau memperlakukan
mereka seperti seorang calon doktor, yang harus
mempertahankan sebuah tesis mati-matian. Biarkan anak2
itu lewat, dan menyelesaikan kuliah sesuai dengan
keinginanya, mereka yang berkeinginan jadi saintis
(atau saintis eng.), belajaralah  gila2 an buat diri
jadi the best dan leader dalam bidangnnya, mereka kan
mengisi posisi di laboratorium dan menghabiskan hidup
mereka disana. Mereka yang semacam ini udah
sepentasnya menghabiskan waktu di perpustakaan dan di
laboratorium. Tapi untuk mereka yang akan kerja
diperusahan, yang akan terjun kepartai, yang akan
berwiraswasta, yang akan jadi pemimpin ormas
dimasyarakat, mereka harus dikasih tempat sesuai
dengan keinginannya. Mreka belajar ilmu teknik di ITB,
tapi mereka mengerti bahwa mereka bukan seorang
saintis nantinya, mereka akan mengurus perusahaan
menghubungkan antara saintis dengan manjemen, yang
mana bagian2 ini jumlahnya jauh lebih besar
dibandingkan para saintis.
Banyak orang tua mungkin termasuk dosen2 berkeinginan
agar anak2 nya hebat dan menjadi selalu nomor
satudiantara teman2nya, mereka memaksanya menekannya,
untuk belajar keras, tapi sadarkah bahwa ini membuat
anak ini menjadi asing dan pongah. Mereka mendapatkan
satu hal tapi menghilangkan yang lain. Banyak diantara
anak2 ini yang stress, karena hubungna sosialnya
rusak, ini yang disebut ingin mendapatkan untung malah
buntung. 

Rifki

__
Do You Yahoo!?
Yahoo! Health - your guide to health and wellness
http://health.yahoo.com

--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest




[yonsatu] Re: pelajar stress

2002-04-29 Terurut Topik Syafril Hermansyah

Hallo Gank!,

On  Mon,  29  Apr  2002 at 00:48 GMT -0700 (29/04/2002 14:48 where you
think I live) Rifki Muhida=[RM] wrote to [EMAIL PROTECTED] :

 Bukannya di Jepang, kasus macam ini tergolong tinggi
 ?
 Di jepang memang kelihatannya tinggi, sebenarnya nggak begitu tinggi
 karena  terekspos  massmedia, disini kejahatan sangat rendah, berita
 orang  tertabrak mobil saja bisa masuk TV, apalagi berita bunuh diri
 atau psikopat yang membunuh anak2 SD di osaka tahun lalu.

Doh kemakan media massa donk saya :-(

 Di  jepang,  contohnya  di  uuniversitas saya, mahasiswa S-1, sidang
 sarjana  cuman  10  menit  (7  menit  peresentasi, dan 3 mneit tanya
 jawab).  Kalau  kita  pikir, apa yang mau kita harapkan pada S-1 apa
 kita  mau  memperlakukan  mereka  seperti seorang calon doktor, yang
 harus mempertahankan sebuah tesis mati-matian.

Apakah ini berlaku utk S-1 Teknik atau berlaku umum ?

Oh gitu ya, jadi ingin tahu di negara lain kayak apa sih.
Widya  atau  Hakiem,  cerita  donk  ttg  di  Perancis.  Atau Pak Adang
Suwandhi  mau  cerita jaman sekolah di Perancis, dan Pak Darwanto atau
Pak Gatot dg suasana Jerman jaman dulu ?

 Banyak orang tua mungkin termasuk dosen2 berkeinginan agar anak2 nya
 hebat  dan  menjadi  selalu  nomor  satudiantara  teman2nya,  mereka
 memaksanya  menekannya, untuk belajar keras, tapi sadarkah bahwa ini
 membuat  anak  ini menjadi asing dan pongah. Mereka mendapatkan satu
 hal  tapi  menghilangkan  yang  lain. Banyak diantara anak2 ini yang
 stress,  karena  hubungna  sosialnya  rusak,  ini yang disebut ingin
 mendapatkan untung malah buntung.

Iya ini setuju, sekaligus mengingatkan kita-2x yg punya anak :-)


-- 
Salam,
- Syafril -

Old Ekek Never Die, They Just Regenerates!
YON-1 ITB RET A-7911664
#...Moderator and Fellow [EMAIL PROTECTED] List Member...#

Thought of The Day :
***Kejujuran  mrpkan  dasar  dari  semua  sukses,  tanpa kejujuran ini
kepercayaan dan kemampuan utk melakukan apapun akan terhenti (Mary Kay
Ash).


--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest




[yonsatu] Re: pelajar stress

2002-04-28 Terurut Topik iftikar

Pak Syafril,

Masih, masih ada. Stafnya juga sebetulnya profesional, tetapi tampaknya belum 
berfungsi optimal. Salah satu penyebabnya mahasiswa2
ITB kurang memanfaatkan. Disamping kurang tersosialisasi (mungkin) juga tidak lepas 
dari ketidakbiasaan kita orang Indonesia untuk berkonsultasi dengan psikolog. Berbeda 
dengan kalau ke dokter disaat kita sakit fisik, kalau ke psikolog  gimanaaa gitu.

Salam,
Iftikar.

   
On Sat, 27 Apr 2002 15:09:12 +0700 [EMAIL PROTECTED] wrote:

 Saran saya untuk para alumni : berilah saran-saran pada ITB. Yang
 konstruktif saat ini sangat dibutuhkan dalam rangka menjelmakan ITB lama
 menjadi ITB baru (BHMN, otonomi perguruan tinggi). Kita sama-sama jadikan
 ITB one of the best in the world ! Sepakat 'kan.

Apakah Counseling utk mahasiswa masih ada di ITB (seingat saya dulu ada,
walau tdk pernah memanfaatkan).

-- 
syafril
===
Syafril Hermansyah[EMAIL PROTECTED]

--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest



--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest




[yonsatu] Re: pelajar stress

2002-04-28 Terurut Topik Syafril Hermansyah

Hallo Gank!,

On Sat, 27 Apr 2002 at 15:09 GMT +0700
[EMAIL PROTECTED]=[icn] wrote to [EMAIL PROTECTED] :

 Ya  begitulah,  secara  kurang-lebih  masih  sama.  ITB masih sangat
 KERRASS mendidik mahasiswanya. Terus terang saya melihatnya : sangat
 keras secara tidak perlu.

Kerasnya spt apa sih Pak ?

 Memang,  kadang2  ada  pertanyaan menggelitik : Apa semua yang masuk
 ITB  harus  keluar  sebagai  sarjana ? Saya berpendapat memang tidak
 harus  semua  karena  ada  yang salah masuk ITB, ada yang memang tdk
 bermental sarjana dsb.

Mungkin  sistem  deteksi  dini  (melalui  lembaga counseling) yg perlu
ditingkatkan  bukan sistem kurikulumnya yg harus menyesuaikan dg siswa
model ini, jika memang siswa tidak cocok dg jurusannya atau sekolahnya
secepatnya  dia  pindah ke sekolah lain, dg demikian baik siswa maupun
Intitusi tidak rugi waktu dan tenaga berlarut-larut.

Emm...kalau  dilakukan  psychotest  setiap  1  -  2 tahun sekali (dulu
semasa SMA sekolah saya melakukan hal ini tiap tahun) utk setiap siswa
apa memberatkan ya ?

 Pangalaman  saya  25  thn mengajar dan menjadi wali akademik di ITB,
 sebagian   yang   cukup   besar   dari  yang  termasuk  diatas  bisa
 ditanggulangi asal ada pendekatan-pendekatan yang baik. Tapi itulah,
 masih  banyak  dari  dosen, wali akademik, pimpinan jurusan dll yang
 masih   mendekati   persoalan   secara   formal  struktural,  kurang
 mengapresiasi  bahwa  bila dianalogikan dengan sistem produksi, maka
 material  yang  diproses bukanlah logam, kayu, zat kimia dsb, tetapi
 anak  manusia.  Belum lagi kalau walinya hanya jadi juru-tandatangan
 FRS (istilah lama, formulir rencana studi) saja.

Walinya di kursuskan Bimbingan dan counselling, punya waktu nggak ya ?

-- 
Salam,
- Syafril -

Old Ekek Never Die, They Just Regenerates!
YON-1 ITB RET A-7911664
#...Moderator and Fellow [EMAIL PROTECTED] List Member...#

Thought of The Day :
***Orang  menilai  org lain berdasarkan apa yg dikatakannya dan apa yg
diperbuatnya, org menilai diri sendiriberdasarkan apa yg dipikirkannya
dan apa yg hendak dicobanya (Comtesse Diane, 1829-1899).


--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest




[yonsatu] Re: pelajar stress

2002-04-28 Terurut Topik Syafril Hermansyah

Hallo Gank!,

On  Fri,  26  Apr  2002 at 21:40 GMT -0700 (27/04/2002 11:40 where you
think I live) Rifki Muhida=[RM] wrote to [EMAIL PROTECTED] :

 Wcds,  saya  postingkan  berita  baru  yang  saya  ambil  dari media
 indonesia,  yang  menceritakan  seorang  pelajar  yang stress karena
 nggak lulus-lulus kuliah. .
 Pelajar  itu  nekat menembak guru2 dan beberapa siswa sekolah hingga
 18  orang  tewas.Bulan  pebruari  lalu  kejadian  serupa  di  jerman
 menewaskan 3 orang, dan pelakukanya bunih diri.

Bukannya di Jepang, kasus macam ini tergolong tinggi ?

 Kejadian  siswa  stress,  banyak kita temui di ITB, waktu jaman saya
 kuliah,  saya menemui banyak kasus, salah seorang diantaranya adalah
 Erwin,  anggota  menwa  ITB  angakatan  18? (80-an akhir ?), jurusan
 sipil  ITB  yang  DO.  Ketika  saya  menjabat komandan, Erwin sering
 datang  ke  kampus dan posko dalam rentang waktu 2 bulan, dan sempat
 bikin  repot pihak ITB (dosen, staf ITB dan satpam). Untungnya erwin
 tidak melakukan tindakan senekat mahasiswa jerman ini. Di ITB banyak
 orang2  semacam erwin dikarenakan sistem ITB yang keras/absoulud dan
 banyaknya  dosen  yang  tidak  mau ambil perduli dengan masalah yang
 dihadapi  si  mahasiswa,  mereka  jalan  terus  dengan standar2 yang
 tinggi  dan  ideal  tanpa melihat bahwa si mahasiswa sudah kehabisan
 napas.  Terlalu  banyak  yang  ingin  dikejar oleh ITB, lulusan yang
 hebat,  siap  bersaing  dll,  padahal  itu  akan  membuat orang jadi
 pongah,  dan  hal2  yang  sederhana,  seperti  bagaimana orang harus
 berteman,  bekerjasama terlupakan, padahal itu lebih berharga bahkan
 untuk  waktu  yang  panjang  dari pada sekedar angka2 yang dinytakan
 dalam  transkrip.  Apakah  ITB  sekarang  masih  seperti  yang dulu?
 mudah-mudahan berubah.

Saya   jadi  teringat  pernah baca ttg  Thomas A Edison (atau Einstein
ya, lupa persisnya) waktu ditanya orang ttg apakah anaknya nanti harus
jadi  ilmuwan  orang  genius  lain,  jawabnya  tidak perlu, saya cuma
menginginkan   dia   cukup   punya   perhatian   terhadap   apa   yg
dikerjakannya

Berbicara soal kerasnya sistem, saya jadi ingat sekolah anak-2x saya
:-)

Di sekolah anak saya yg SD, setiap tahun di evaluasi hasil belajarnya,
kemudian  anak-2x  yg  setara  peringkatnya  dikumpulkan  menjadi satu
kelas (saat masuk kelas 1, mrk diberikan test juga dg maksud spt itu).
Dampaknya,  makin tinggi kelasnya maka peringkat siswa per catur wulan
makin menciut, misalkan saja saat anak saya kelas 4, ada 37 siswa akan
tetapi  hanya  ada  5  peringkat...akan  tetapi  peringkat 1 isinya 10
orang, peringkat 2 isinya 16 orang...dan terakhir peringkat 5 isinya 1
orang saja.

Mereka  sekolah  setiap  hari jam 08:00 s/d jam 14:30 (Sabtu tidak ada
pelajaran), dan nampaknya mereka happy-happy saja (kalau ada orang tua
yg  protes  anaknya jadi stress krn cara/sistem ini, maka boleh pindah
ke kelas lain).

Yg  aneh,  lulusan  sekolah  SD ini (hasil EBTA) tidak banyak yg masuk
dalam  Top  Ranking  di tingkat Kabupaten, bahkan tdk jarang utk tahun
tertentu  tidak  masuk  dalam  ranking 10 besar tingkat Kabupaten, shg
banyak  juga  yg masuk SMP Swasta (umumnya SMP swasta welcome menerima
lulusan SD ini).


-- 
Salam,
- Syafril -

Old Ekek Never Die, They Just Regenerates!
YON-1 ITB RET A-7911664
#...Moderator and Fellow [EMAIL PROTECTED] List Member...#

Thought of The Day :
***Hanya  dia  yg  mempunyai  keberanian  yg  sesungguhnya,  yg  mampu
menanggung  beban  dari pengalaman yg seburuk-buruknya yg bisa dialami
manusia dg sikap bijaksana (william Shakepeare, 1564-1616).


--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest




[yonsatu] Re: pelajar stress

2002-04-27 Terurut Topik iftikar

WCDS !

Ya begitulah, secara kurang-lebih masih sama. ITB masih sangat KERRASS mendidik 
mahasiswanya. Terus terang saya melihatnya : sangat keras secara tidak perlu.
Memang, kadang2 ada pertanyaan menggelitik : Apa semua yang masuk ITB harus keluar 
sebagai sarjana ? Saya berpendapat memang tidak harus semua karena ada yang salah 
masuk ITB, ada yang memang tdk bermental sarjana dsb. Tetapi yang tidak salah masuk, 
mental sarjana baik (IQ sangat oke, EQ juga, barangkali dengan SQ sekalian) tetapi 
jadi meraih gelar DO-an ITB karena tidak tertangani dengan cukup baik selama di ITB. 
Tidak sedikit dari yg di DO penyebabnya, kalau dilihat betul :

1. Masalah ekonomi. ITB, sejak jaman Pak Lilik memang berhasil mendapat sumber2 
beasiswa tetapi masih ada saja yang DO krn persoalan ekonomi karena : a. Tidak mau 
lapor krn. malu. b. Mencoba mengatasi sendiri dengan usaha macam-macam spt. memeberi 
les. Tidak sedikit dari yang berbisnis kecil-kecilan kamalinaan sehingga lupa 
kuliah, lupa jadwal ujian bahkan lupa jatah studinya di ITB. Datang-datang melapor 
ketika semuanya sudah kasip. c. Tidak lapor dan tidak punya usaha. 
2. Masalah keluarga/pribadi : ada yang berantem dengan ortu, putus pacar (atau 
sebaliknya, di-uber2 cewek sampai harus ngumpet2 dan karenanya tidk bisa kuliah) dll.
3. Super aktif dikegiatan kemahasiswaan kampus : lagi2 ttg kekamalinaan. Kadang2 ybs 
sampai pada suatu titik dimana ia sulit membedakan antara prestasi akademiknya jelek 
karena terlampau aktif, vs. beraktif ria untuk mengkompensasi jeleknya nilai2 ujiannya.
4. Gangguan-gangguan lain misalnya  yang santai : sekedar banyak main, malas dsb. Yang 
serius : dilarang guru agamanya (entah aliran apa) untuk kuliah (bukan satu-dua lho 
jumlahnya).

Pangalaman saya 25 thn mengajar dan menjadi wali akademik di ITB, sebagian yang cukup 
besar dari yang termasuk diatas bisa ditanggulangi asal ada pendekatan-pendekatan yang 
baik. Tapi itulah, masih banyak dari dosen, wali akademik, pimpinan jurusan dll yang 
masih mendekati persoalan secara formal struktural, kurang mengapresiasi bahwa bila 
dianalogikan dengan sistem produksi, maka material yang diproses bukanlah logam, kayu, 
zat kimia dsb, tetapi anak manusia. Belum lagi kalau walinya hanya jadi 
juru-tandatangan FRS (istilah lama, formulir rencana studi) saja.

Memang dari satu angkatan yang misalnya 80 orang, tidak semuanya memerlukan perhatian 
khusus dari walinya. Barangkali hanya 1 max 3 saja yang menjumpai masalah sulit disaat 
yang salah dan perlu bantuan orang lain. Setidaknya untuk 1-3 orang inilah seharusnya 
sang wali berfungsi. 

Begitulah kita sementara ini, masih harus terus dikembangkan. Tapi ya itu, sayang 
bukan, anak-anak yang terbaik (Senioren, dulu ada spanduk besar digerbang ITB 
menyambut mahasiswa2 barunya : SELAMAT DATANG PUTRA-PUTRI INDONESIA TERBAIK, masih 
ingat 'kan ?) ter-DO. Padahal mereka selama studinya disubsidi pajak rakyat +/- 10 
juta rp/semester. 

Saran saya untuk para alumni : berilah saran-saran pada ITB. Yang konstruktif saat ini 
sangat dibutuhkan dalam rangka menjelmakan ITB lama menjadi ITB baru (BHMN, otonomi 
perguruan tinggi). Kita sama-sama jadikan ITB one of the best in the world ! Sepakat 
'kan.

In Harmonia Progressio,

Iftikar.  
 




Wcds, saya postingkan berita baru yang saya ambil dari
media indonesia, yang menceritakan seorang pelajar
yang stress karena nggak lulus-lulus kuliah. . Pelajar
itu nekat menembak guru2 dan beberapa siswa sekolah
hingga 18 orang tewas.Bulan pebruari lalu kejadian
serupa di jerman menewaskan 3 orang, dan pelakukanya
bunih diri. Kejadian siswa stress, banyak kita temui
di ITB, waktu jaman saya kuliah, saya menemui banyak
kasus, salah seorang diantaranya adalah Erwin, anggota
menwa ITB angakatan 18? (80-an akhir ?), jurusan sipil
ITB yang DO. Ketika saya menjabat komandan, Erwin
sering datang ke kampus dan posko dalam rentang waktu
2 bulan, dan sempat bikin repot pihak ITB (dosen, staf
ITB dan satpam). Untungnya erwin tidak melakukan
tindakan senekat mahasiswa jerman ini. Di ITB banyak
orang2 semacam erwin dikarenakan sistem ITB yang
keras/absoulud dan banyaknya dosen yang tidak mau
ambil perduli dengan masalah yang dihadapi si
mahasiswa, mereka jalan terus dengan standar2 yang
tinggi dan ideal tanpa melihat bahwa si mahasiswa
sudah kehabisan napas. Terlalu banyak yang ingin
dikejar oleh ITB, lulusan yang hebat, siap bersaing
dll, padahal itu akan membuat orang jadi pongah, dan
hal2 yang sederhana, seperti bagaimana orang harus
berteman, bekerjasama terlupakan, padahal itu lebih
berharga bahkan untuk waktu yang panjang dari pada
sekedar angka2 yang dinytakan dalam transkrip.
Apakah ITB sekarang masih seperti yang dulu?
mudah-mudahan berubah.


Rifki Muhida

==
Eks Siswa Mengamuk di Jerman, 18 Tewas

 
ERFURT (AFP): Sedikitnya 18 orang tewas, sebagian
besar guru, ketika dua orang bersenjata mengamuk di
sebuah sekolah menengah di Jerman Timur kemarin.

Menurut 

[yonsatu] Re: pelajar stress

2002-04-26 Terurut Topik Rifki Muhida

Wcds, saya postingkan berita baru yang saya ambil dari
media indonesia, yang menceritakan seorang pelajar
yang stress karena nggak lulus-lulus kuliah. . Pelajar
itu nekat menembak guru2 dan beberapa siswa sekolah
hingga 18 orang tewas.Bulan pebruari lalu kejadian
serupa di jerman menewaskan 3 orang, dan pelakukanya
bunih diri. Kejadian siswa stress, banyak kita temui
di ITB, waktu jaman saya kuliah, saya menemui banyak
kasus, salah seorang diantaranya adalah Erwin, anggota
menwa ITB angakatan 18? (80-an akhir ?), jurusan sipil
ITB yang DO. Ketika saya menjabat komandan, Erwin
sering datang ke kampus dan posko dalam rentang waktu
2 bulan, dan sempat bikin repot pihak ITB (dosen, staf
ITB dan satpam). Untungnya erwin tidak melakukan
tindakan senekat mahasiswa jerman ini. Di ITB banyak
orang2 semacam erwin dikarenakan sistem ITB yang
keras/absoulud dan banyaknya dosen yang tidak mau
ambil perduli dengan masalah yang dihadapi si
mahasiswa, mereka jalan terus dengan standar2 yang
tinggi dan ideal tanpa melihat bahwa si mahasiswa
sudah kehabisan napas. Terlalu banyak yang ingin
dikejar oleh ITB, lulusan yang hebat, siap bersaing
dll, padahal itu akan membuat orang jadi pongah, dan
hal2 yang sederhana, seperti bagaimana orang harus
berteman, bekerjasama terlupakan, padahal itu lebih
berharga bahkan untuk waktu yang panjang dari pada
sekedar angka2 yang dinytakan dalam transkrip.
Apakah ITB sekarang masih seperti yang dulu?
mudah-mudahan berubah.


Rifki Muhida

==
Eks Siswa Mengamuk di Jerman, 18 Tewas

 
ERFURT (AFP): Sedikitnya 18 orang tewas, sebagian
besar guru, ketika dua orang bersenjata mengamuk di
sebuah sekolah menengah di Jerman Timur kemarin.

Menurut penuturan polisi, 14 orang guru sekolah itu,
dua siswa, seorang polisi, dan seorang dari dua
pelakunya tewas dalam insiden di sekolah menengah
Gutenberg yang berada di Kota Erfurt itu. Insiden itu
merupakan yang terburuk dalam beberapa dekade
belakangan ini.


Kepala kepolisian setempat, Manfred Grube, mengatakan
mayat-mayat korban bergelimpangan di sekolah dan
seorang pelaku--murid sekolah itu yang telah
dikeluarkan--bunuh diri ketika polisi mendekatinya.

Polisi mengatakan serangan itu terjadi pada pukul
11.05 waktu setempat (16.05 WIB) ketika 700 murid
sekolah menengah itu tengah mengikuti ujian. Menurut
salah seorang siswa, saat kertas ujian matematika
dibagikan, pelaku mengatakan tidak akan menulis apa
pun, dan mulai menembakkan senjatanya. Belakangan
diketahui siswa itu telah dua kali gagal ujian untuk
memperoleh diploma.

Salah seorang guru mengatakan sekitar 20 siswa masih
terjebak di sebuah ruang kelas dan sedikitnya dua di
antaranya luka-luka.

Seorang pelakunya lagi kini tertahan di lantai satu
sekolah itu dan diperkirakan ia memiliki sebuah pistol
dan senapan. Polisi kini mengepung sekolah itu. Namun,
hingga berita diturunkan, pelaku belum tertangkap.

Stasiun radio setempat, MDR, melaporkan pelaku
menyandera siswa tersebut, namun keterangan ini belum
dikonfirmasikan.

Insiden itu merupakan yang paling buruk di Eropa sejak
Maret 1996 ketika seorang pria sakit jiwa mengamuk dan
menembak mati 16 anak-anak dan guru mereka sebelum
menembak dirinya sendiri. (
 


__
Do You Yahoo!?
Yahoo! Health - your guide to health and wellness
http://health.yahoo.com

--[YONSATU - ITB]--
Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net
Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED]
Vacation   : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu
1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest