[yonsatu] Re: pelajar stress
Rekan2 anggota Yon I Bila Yon I bisa mendata mereka yg bermaslah dalam studinya dan bisa mengumpulkan mereka, mungkin para alumni yg dosen ITB bisa membantu mencari jalan keluar, tentunya setelah memahami permasalahannya. Yang penting dari teman2 anggota Yon I yang sedang menghadapi masalah ini ada keinginan untuk mencari jalan keluar. Sayang sekali kalau ada rekan Yon I yang sampai DO, karena bukan itu cita2nya pada waktu masuk menjadi Anggota Yon I. Salam Krishna - Original Message - From: Oetomo Tri Winarno [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, April 29, 2002 9:00 PM Subject: [yonsatu] Re: pelajar stress WCDS, Menyambung email sebelumnya ... Barangkali kita perlu catat nama-nama mereka (anggota Yon I yang keluar ITB tidak sebagai sarjana) Membantu mereka menemukan jalan keluar ... Agar tidak terjadi hal seperti yang diceritakan pak Rifki Keberadaan mereka adalah sesuatu yang nyata, yang tidak perlu kita tutupi dan kemudian dilupakan ... Wassalam, Oetomo Tri Winarno - Original Message - From: Oetomo Tri Winarno [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Monday, April 29, 2002 8:52 PM Subject: [yonsatu] Re: pelajar stress WCDS, Menarik sekali pertanyaan yang dilontarkan pak Iftikar di bawah. Memang harus diakui tidak semua mahasiswa keluar sebagai sarjana. Termasuk juga anggota Yon I. Saya sungguh prihatin, karena rekan kita yang keluar ITB tidak sebagai sarjana persentasenya makin meningkat dalam sepuluh tahun terakhir (mohon dicek). Sebagian besar dari mereka adalah anggota pilihan, yang prestasinya di Yon I cukup menonjol. Sebagian dari mereka ini belum menemukan jalan keluar .. Bagaimana kita mewujudkan solidaritas kita kepada mereka? Wassalam, Oetomo Tri Winarno - Original Message - From: [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Saturday, April 27, 2002 3:09 PM Subject: [yonsatu] Re: pelajar stress Memang, kadang2 ada pertanyaan menggelitik : Apa semua yang masuk ITB harus keluar sebagai sarjana ? --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest --- Outgoing mail is certified Virus Free. Checked by AVG anti-virus system (http://www.grisoft.com). Version: 6.0.351 / Virus Database: 197 - Release Date: 4/19/02 --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest
[yonsatu] Re: pelajar stress
Bukannya di Jepang, kasus macam ini tergolong tinggi ? Di jepang memang kelihatannya tinggi, sebenarnya nggak begitu tinggi karena terekspos massmedia, disini kejahatan sangat rendah, berita orang tertabrak mobil saja bisa masuk TV, apalagi berita bunuh diri atau psikopat yang membunuh anak2 SD di osaka tahun lalu. Untuk program S-1 nya di jepang termasuk ringan, disini tidak pernah saya mendengar ada mahasiswa yang DO, semua mahasiswa hampir 100 persen tamat dalam 4 tahun, seperti juga di SD, SMP atau SMU disni hampir tidak ada yang tidak naik kelas, semua naik, semua yang berumur 18 tahun biasanya sudah kelas 3 SMA, itu ketentuan. Mereka yang umurnya belum 19 tahun belum bisa masuk universitas meski dia sepeintar apapun. Mreka yang menamatkan kuliah dalam 3 tahun, dan cum laude seperti diindonesia, disini harus mencari akal untuk bisa melanjutkan ke S-2 karena karena prasyarat untuk keliah S-2 harus pernah kuliah S-2 selamat 4 tahun. Soal nilai disini nggak ada IP (ndeks prestasi), orang jepang nggak terlalu mempercayai angka2 seperti orang2 amerika atau eropa, mereka lebih mempercayai pada karya dan apa yang bisa mereka lakukan untuk perusahaan, untuk laboratorium dan untuk kemajuan jepang. Persaingan hanya ada dalam ujian masuk, ujian masuk SMP terkenal, Ujian Msuk SMA terkenal dan Ujian masuk Universitas terkenal, bisanya ini yang bikin stress, karena mereka harus belajar dengan keras. Ini memang mengherankan padahal biaya kuliah universitas negri disini sangat tinggi, (hanya separuh swasta) dan fasilitas semua sekolah disini dari SD sampai perguruan tinggi bisa dibilang hampir merata. Sebuah SD di ujuang Hokaido (pulau paling utara jepang) bisa dibandingkan dengan SD di TOkyo hampir sama fasilitasnya, sama2 ada kolam renang, ruang gambar dll. Dengan memsuki sekolah terkenal semakin memudahkan langkah buat mereka masuk kesokolah terkenal dalam jenjang diatasnya. Kalau mereka diterima di universitas terkenal, seperti tokyo univ, Kyoto Univ, atau Osaka university, mereka dengan mudah bisa diterima/kerja di perusahaan2 terkenal, seperti Toyota, mitsubishi, sony, sumitomo dll. Kerja diperusaahan besar membuat mereka mendapat upah dan bosnus yang lebih besar, serta kebanggaan. salah satu syarat untuk bisa kerja diperusahaan terkenal bisanya adalah rekomendasi dari sekolah dan profesor, mereka mengejar ini, walau nilai kuliah mereka berantakan. Saya bandingkan sidang sarjana di S-1 indonesia, misalnya ITB (saya nggak tahu sekarang), demikian sakralnya, sehingga sampai pengujianya jual mahal untuk meluluskan padahal sudah berjam2 dan berkali2 sidang, seolah2 ujian ujian doktor di amerika. Di jepang, contohnya di uuniversitas saya, mahasiswa S-1, sidang sarjana cuman 10 menit (7 menit peresentasi, dan 3 mneit tanya jawab). Kalau kita pikir, apa yang mau kita harapkan pada S-1 apa kita mau memperlakukan mereka seperti seorang calon doktor, yang harus mempertahankan sebuah tesis mati-matian. Biarkan anak2 itu lewat, dan menyelesaikan kuliah sesuai dengan keinginanya, mereka yang berkeinginan jadi saintis (atau saintis eng.), belajaralah gila2 an buat diri jadi the best dan leader dalam bidangnnya, mereka kan mengisi posisi di laboratorium dan menghabiskan hidup mereka disana. Mereka yang semacam ini udah sepentasnya menghabiskan waktu di perpustakaan dan di laboratorium. Tapi untuk mereka yang akan kerja diperusahan, yang akan terjun kepartai, yang akan berwiraswasta, yang akan jadi pemimpin ormas dimasyarakat, mereka harus dikasih tempat sesuai dengan keinginannya. Mreka belajar ilmu teknik di ITB, tapi mereka mengerti bahwa mereka bukan seorang saintis nantinya, mereka akan mengurus perusahaan menghubungkan antara saintis dengan manjemen, yang mana bagian2 ini jumlahnya jauh lebih besar dibandingkan para saintis. Banyak orang tua mungkin termasuk dosen2 berkeinginan agar anak2 nya hebat dan menjadi selalu nomor satudiantara teman2nya, mereka memaksanya menekannya, untuk belajar keras, tapi sadarkah bahwa ini membuat anak ini menjadi asing dan pongah. Mereka mendapatkan satu hal tapi menghilangkan yang lain. Banyak diantara anak2 ini yang stress, karena hubungna sosialnya rusak, ini yang disebut ingin mendapatkan untung malah buntung. Rifki __ Do You Yahoo!? Yahoo! Health - your guide to health and wellness http://health.yahoo.com --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest
[yonsatu] Re: pelajar stress
Hallo Gank!, On Mon, 29 Apr 2002 at 00:48 GMT -0700 (29/04/2002 14:48 where you think I live) Rifki Muhida=[RM] wrote to [EMAIL PROTECTED] : Bukannya di Jepang, kasus macam ini tergolong tinggi ? Di jepang memang kelihatannya tinggi, sebenarnya nggak begitu tinggi karena terekspos massmedia, disini kejahatan sangat rendah, berita orang tertabrak mobil saja bisa masuk TV, apalagi berita bunuh diri atau psikopat yang membunuh anak2 SD di osaka tahun lalu. Doh kemakan media massa donk saya :-( Di jepang, contohnya di uuniversitas saya, mahasiswa S-1, sidang sarjana cuman 10 menit (7 menit peresentasi, dan 3 mneit tanya jawab). Kalau kita pikir, apa yang mau kita harapkan pada S-1 apa kita mau memperlakukan mereka seperti seorang calon doktor, yang harus mempertahankan sebuah tesis mati-matian. Apakah ini berlaku utk S-1 Teknik atau berlaku umum ? Oh gitu ya, jadi ingin tahu di negara lain kayak apa sih. Widya atau Hakiem, cerita donk ttg di Perancis. Atau Pak Adang Suwandhi mau cerita jaman sekolah di Perancis, dan Pak Darwanto atau Pak Gatot dg suasana Jerman jaman dulu ? Banyak orang tua mungkin termasuk dosen2 berkeinginan agar anak2 nya hebat dan menjadi selalu nomor satudiantara teman2nya, mereka memaksanya menekannya, untuk belajar keras, tapi sadarkah bahwa ini membuat anak ini menjadi asing dan pongah. Mereka mendapatkan satu hal tapi menghilangkan yang lain. Banyak diantara anak2 ini yang stress, karena hubungna sosialnya rusak, ini yang disebut ingin mendapatkan untung malah buntung. Iya ini setuju, sekaligus mengingatkan kita-2x yg punya anak :-) -- Salam, - Syafril - Old Ekek Never Die, They Just Regenerates! YON-1 ITB RET A-7911664 #...Moderator and Fellow [EMAIL PROTECTED] List Member...# Thought of The Day : ***Kejujuran mrpkan dasar dari semua sukses, tanpa kejujuran ini kepercayaan dan kemampuan utk melakukan apapun akan terhenti (Mary Kay Ash). --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest
[yonsatu] Re: pelajar stress
Pak Syafril, Masih, masih ada. Stafnya juga sebetulnya profesional, tetapi tampaknya belum berfungsi optimal. Salah satu penyebabnya mahasiswa2 ITB kurang memanfaatkan. Disamping kurang tersosialisasi (mungkin) juga tidak lepas dari ketidakbiasaan kita orang Indonesia untuk berkonsultasi dengan psikolog. Berbeda dengan kalau ke dokter disaat kita sakit fisik, kalau ke psikolog gimanaaa gitu. Salam, Iftikar. On Sat, 27 Apr 2002 15:09:12 +0700 [EMAIL PROTECTED] wrote: Saran saya untuk para alumni : berilah saran-saran pada ITB. Yang konstruktif saat ini sangat dibutuhkan dalam rangka menjelmakan ITB lama menjadi ITB baru (BHMN, otonomi perguruan tinggi). Kita sama-sama jadikan ITB one of the best in the world ! Sepakat 'kan. Apakah Counseling utk mahasiswa masih ada di ITB (seingat saya dulu ada, walau tdk pernah memanfaatkan). -- syafril === Syafril Hermansyah[EMAIL PROTECTED] --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest
[yonsatu] Re: pelajar stress
Hallo Gank!, On Sat, 27 Apr 2002 at 15:09 GMT +0700 [EMAIL PROTECTED]=[icn] wrote to [EMAIL PROTECTED] : Ya begitulah, secara kurang-lebih masih sama. ITB masih sangat KERRASS mendidik mahasiswanya. Terus terang saya melihatnya : sangat keras secara tidak perlu. Kerasnya spt apa sih Pak ? Memang, kadang2 ada pertanyaan menggelitik : Apa semua yang masuk ITB harus keluar sebagai sarjana ? Saya berpendapat memang tidak harus semua karena ada yang salah masuk ITB, ada yang memang tdk bermental sarjana dsb. Mungkin sistem deteksi dini (melalui lembaga counseling) yg perlu ditingkatkan bukan sistem kurikulumnya yg harus menyesuaikan dg siswa model ini, jika memang siswa tidak cocok dg jurusannya atau sekolahnya secepatnya dia pindah ke sekolah lain, dg demikian baik siswa maupun Intitusi tidak rugi waktu dan tenaga berlarut-larut. Emm...kalau dilakukan psychotest setiap 1 - 2 tahun sekali (dulu semasa SMA sekolah saya melakukan hal ini tiap tahun) utk setiap siswa apa memberatkan ya ? Pangalaman saya 25 thn mengajar dan menjadi wali akademik di ITB, sebagian yang cukup besar dari yang termasuk diatas bisa ditanggulangi asal ada pendekatan-pendekatan yang baik. Tapi itulah, masih banyak dari dosen, wali akademik, pimpinan jurusan dll yang masih mendekati persoalan secara formal struktural, kurang mengapresiasi bahwa bila dianalogikan dengan sistem produksi, maka material yang diproses bukanlah logam, kayu, zat kimia dsb, tetapi anak manusia. Belum lagi kalau walinya hanya jadi juru-tandatangan FRS (istilah lama, formulir rencana studi) saja. Walinya di kursuskan Bimbingan dan counselling, punya waktu nggak ya ? -- Salam, - Syafril - Old Ekek Never Die, They Just Regenerates! YON-1 ITB RET A-7911664 #...Moderator and Fellow [EMAIL PROTECTED] List Member...# Thought of The Day : ***Orang menilai org lain berdasarkan apa yg dikatakannya dan apa yg diperbuatnya, org menilai diri sendiriberdasarkan apa yg dipikirkannya dan apa yg hendak dicobanya (Comtesse Diane, 1829-1899). --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest
[yonsatu] Re: pelajar stress
Hallo Gank!, On Fri, 26 Apr 2002 at 21:40 GMT -0700 (27/04/2002 11:40 where you think I live) Rifki Muhida=[RM] wrote to [EMAIL PROTECTED] : Wcds, saya postingkan berita baru yang saya ambil dari media indonesia, yang menceritakan seorang pelajar yang stress karena nggak lulus-lulus kuliah. . Pelajar itu nekat menembak guru2 dan beberapa siswa sekolah hingga 18 orang tewas.Bulan pebruari lalu kejadian serupa di jerman menewaskan 3 orang, dan pelakukanya bunih diri. Bukannya di Jepang, kasus macam ini tergolong tinggi ? Kejadian siswa stress, banyak kita temui di ITB, waktu jaman saya kuliah, saya menemui banyak kasus, salah seorang diantaranya adalah Erwin, anggota menwa ITB angakatan 18? (80-an akhir ?), jurusan sipil ITB yang DO. Ketika saya menjabat komandan, Erwin sering datang ke kampus dan posko dalam rentang waktu 2 bulan, dan sempat bikin repot pihak ITB (dosen, staf ITB dan satpam). Untungnya erwin tidak melakukan tindakan senekat mahasiswa jerman ini. Di ITB banyak orang2 semacam erwin dikarenakan sistem ITB yang keras/absoulud dan banyaknya dosen yang tidak mau ambil perduli dengan masalah yang dihadapi si mahasiswa, mereka jalan terus dengan standar2 yang tinggi dan ideal tanpa melihat bahwa si mahasiswa sudah kehabisan napas. Terlalu banyak yang ingin dikejar oleh ITB, lulusan yang hebat, siap bersaing dll, padahal itu akan membuat orang jadi pongah, dan hal2 yang sederhana, seperti bagaimana orang harus berteman, bekerjasama terlupakan, padahal itu lebih berharga bahkan untuk waktu yang panjang dari pada sekedar angka2 yang dinytakan dalam transkrip. Apakah ITB sekarang masih seperti yang dulu? mudah-mudahan berubah. Saya jadi teringat pernah baca ttg Thomas A Edison (atau Einstein ya, lupa persisnya) waktu ditanya orang ttg apakah anaknya nanti harus jadi ilmuwan orang genius lain, jawabnya tidak perlu, saya cuma menginginkan dia cukup punya perhatian terhadap apa yg dikerjakannya Berbicara soal kerasnya sistem, saya jadi ingat sekolah anak-2x saya :-) Di sekolah anak saya yg SD, setiap tahun di evaluasi hasil belajarnya, kemudian anak-2x yg setara peringkatnya dikumpulkan menjadi satu kelas (saat masuk kelas 1, mrk diberikan test juga dg maksud spt itu). Dampaknya, makin tinggi kelasnya maka peringkat siswa per catur wulan makin menciut, misalkan saja saat anak saya kelas 4, ada 37 siswa akan tetapi hanya ada 5 peringkat...akan tetapi peringkat 1 isinya 10 orang, peringkat 2 isinya 16 orang...dan terakhir peringkat 5 isinya 1 orang saja. Mereka sekolah setiap hari jam 08:00 s/d jam 14:30 (Sabtu tidak ada pelajaran), dan nampaknya mereka happy-happy saja (kalau ada orang tua yg protes anaknya jadi stress krn cara/sistem ini, maka boleh pindah ke kelas lain). Yg aneh, lulusan sekolah SD ini (hasil EBTA) tidak banyak yg masuk dalam Top Ranking di tingkat Kabupaten, bahkan tdk jarang utk tahun tertentu tidak masuk dalam ranking 10 besar tingkat Kabupaten, shg banyak juga yg masuk SMP Swasta (umumnya SMP swasta welcome menerima lulusan SD ini). -- Salam, - Syafril - Old Ekek Never Die, They Just Regenerates! YON-1 ITB RET A-7911664 #...Moderator and Fellow [EMAIL PROTECTED] List Member...# Thought of The Day : ***Hanya dia yg mempunyai keberanian yg sesungguhnya, yg mampu menanggung beban dari pengalaman yg seburuk-buruknya yg bisa dialami manusia dg sikap bijaksana (william Shakepeare, 1564-1616). --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest
[yonsatu] Re: pelajar stress
WCDS ! Ya begitulah, secara kurang-lebih masih sama. ITB masih sangat KERRASS mendidik mahasiswanya. Terus terang saya melihatnya : sangat keras secara tidak perlu. Memang, kadang2 ada pertanyaan menggelitik : Apa semua yang masuk ITB harus keluar sebagai sarjana ? Saya berpendapat memang tidak harus semua karena ada yang salah masuk ITB, ada yang memang tdk bermental sarjana dsb. Tetapi yang tidak salah masuk, mental sarjana baik (IQ sangat oke, EQ juga, barangkali dengan SQ sekalian) tetapi jadi meraih gelar DO-an ITB karena tidak tertangani dengan cukup baik selama di ITB. Tidak sedikit dari yg di DO penyebabnya, kalau dilihat betul : 1. Masalah ekonomi. ITB, sejak jaman Pak Lilik memang berhasil mendapat sumber2 beasiswa tetapi masih ada saja yang DO krn persoalan ekonomi karena : a. Tidak mau lapor krn. malu. b. Mencoba mengatasi sendiri dengan usaha macam-macam spt. memeberi les. Tidak sedikit dari yang berbisnis kecil-kecilan kamalinaan sehingga lupa kuliah, lupa jadwal ujian bahkan lupa jatah studinya di ITB. Datang-datang melapor ketika semuanya sudah kasip. c. Tidak lapor dan tidak punya usaha. 2. Masalah keluarga/pribadi : ada yang berantem dengan ortu, putus pacar (atau sebaliknya, di-uber2 cewek sampai harus ngumpet2 dan karenanya tidk bisa kuliah) dll. 3. Super aktif dikegiatan kemahasiswaan kampus : lagi2 ttg kekamalinaan. Kadang2 ybs sampai pada suatu titik dimana ia sulit membedakan antara prestasi akademiknya jelek karena terlampau aktif, vs. beraktif ria untuk mengkompensasi jeleknya nilai2 ujiannya. 4. Gangguan-gangguan lain misalnya yang santai : sekedar banyak main, malas dsb. Yang serius : dilarang guru agamanya (entah aliran apa) untuk kuliah (bukan satu-dua lho jumlahnya). Pangalaman saya 25 thn mengajar dan menjadi wali akademik di ITB, sebagian yang cukup besar dari yang termasuk diatas bisa ditanggulangi asal ada pendekatan-pendekatan yang baik. Tapi itulah, masih banyak dari dosen, wali akademik, pimpinan jurusan dll yang masih mendekati persoalan secara formal struktural, kurang mengapresiasi bahwa bila dianalogikan dengan sistem produksi, maka material yang diproses bukanlah logam, kayu, zat kimia dsb, tetapi anak manusia. Belum lagi kalau walinya hanya jadi juru-tandatangan FRS (istilah lama, formulir rencana studi) saja. Memang dari satu angkatan yang misalnya 80 orang, tidak semuanya memerlukan perhatian khusus dari walinya. Barangkali hanya 1 max 3 saja yang menjumpai masalah sulit disaat yang salah dan perlu bantuan orang lain. Setidaknya untuk 1-3 orang inilah seharusnya sang wali berfungsi. Begitulah kita sementara ini, masih harus terus dikembangkan. Tapi ya itu, sayang bukan, anak-anak yang terbaik (Senioren, dulu ada spanduk besar digerbang ITB menyambut mahasiswa2 barunya : SELAMAT DATANG PUTRA-PUTRI INDONESIA TERBAIK, masih ingat 'kan ?) ter-DO. Padahal mereka selama studinya disubsidi pajak rakyat +/- 10 juta rp/semester. Saran saya untuk para alumni : berilah saran-saran pada ITB. Yang konstruktif saat ini sangat dibutuhkan dalam rangka menjelmakan ITB lama menjadi ITB baru (BHMN, otonomi perguruan tinggi). Kita sama-sama jadikan ITB one of the best in the world ! Sepakat 'kan. In Harmonia Progressio, Iftikar. Wcds, saya postingkan berita baru yang saya ambil dari media indonesia, yang menceritakan seorang pelajar yang stress karena nggak lulus-lulus kuliah. . Pelajar itu nekat menembak guru2 dan beberapa siswa sekolah hingga 18 orang tewas.Bulan pebruari lalu kejadian serupa di jerman menewaskan 3 orang, dan pelakukanya bunih diri. Kejadian siswa stress, banyak kita temui di ITB, waktu jaman saya kuliah, saya menemui banyak kasus, salah seorang diantaranya adalah Erwin, anggota menwa ITB angakatan 18? (80-an akhir ?), jurusan sipil ITB yang DO. Ketika saya menjabat komandan, Erwin sering datang ke kampus dan posko dalam rentang waktu 2 bulan, dan sempat bikin repot pihak ITB (dosen, staf ITB dan satpam). Untungnya erwin tidak melakukan tindakan senekat mahasiswa jerman ini. Di ITB banyak orang2 semacam erwin dikarenakan sistem ITB yang keras/absoulud dan banyaknya dosen yang tidak mau ambil perduli dengan masalah yang dihadapi si mahasiswa, mereka jalan terus dengan standar2 yang tinggi dan ideal tanpa melihat bahwa si mahasiswa sudah kehabisan napas. Terlalu banyak yang ingin dikejar oleh ITB, lulusan yang hebat, siap bersaing dll, padahal itu akan membuat orang jadi pongah, dan hal2 yang sederhana, seperti bagaimana orang harus berteman, bekerjasama terlupakan, padahal itu lebih berharga bahkan untuk waktu yang panjang dari pada sekedar angka2 yang dinytakan dalam transkrip. Apakah ITB sekarang masih seperti yang dulu? mudah-mudahan berubah. Rifki Muhida == Eks Siswa Mengamuk di Jerman, 18 Tewas ERFURT (AFP): Sedikitnya 18 orang tewas, sebagian besar guru, ketika dua orang bersenjata mengamuk di sebuah sekolah menengah di Jerman Timur kemarin. Menurut
[yonsatu] Re: pelajar stress
Wcds, saya postingkan berita baru yang saya ambil dari media indonesia, yang menceritakan seorang pelajar yang stress karena nggak lulus-lulus kuliah. . Pelajar itu nekat menembak guru2 dan beberapa siswa sekolah hingga 18 orang tewas.Bulan pebruari lalu kejadian serupa di jerman menewaskan 3 orang, dan pelakukanya bunih diri. Kejadian siswa stress, banyak kita temui di ITB, waktu jaman saya kuliah, saya menemui banyak kasus, salah seorang diantaranya adalah Erwin, anggota menwa ITB angakatan 18? (80-an akhir ?), jurusan sipil ITB yang DO. Ketika saya menjabat komandan, Erwin sering datang ke kampus dan posko dalam rentang waktu 2 bulan, dan sempat bikin repot pihak ITB (dosen, staf ITB dan satpam). Untungnya erwin tidak melakukan tindakan senekat mahasiswa jerman ini. Di ITB banyak orang2 semacam erwin dikarenakan sistem ITB yang keras/absoulud dan banyaknya dosen yang tidak mau ambil perduli dengan masalah yang dihadapi si mahasiswa, mereka jalan terus dengan standar2 yang tinggi dan ideal tanpa melihat bahwa si mahasiswa sudah kehabisan napas. Terlalu banyak yang ingin dikejar oleh ITB, lulusan yang hebat, siap bersaing dll, padahal itu akan membuat orang jadi pongah, dan hal2 yang sederhana, seperti bagaimana orang harus berteman, bekerjasama terlupakan, padahal itu lebih berharga bahkan untuk waktu yang panjang dari pada sekedar angka2 yang dinytakan dalam transkrip. Apakah ITB sekarang masih seperti yang dulu? mudah-mudahan berubah. Rifki Muhida == Eks Siswa Mengamuk di Jerman, 18 Tewas ERFURT (AFP): Sedikitnya 18 orang tewas, sebagian besar guru, ketika dua orang bersenjata mengamuk di sebuah sekolah menengah di Jerman Timur kemarin. Menurut penuturan polisi, 14 orang guru sekolah itu, dua siswa, seorang polisi, dan seorang dari dua pelakunya tewas dalam insiden di sekolah menengah Gutenberg yang berada di Kota Erfurt itu. Insiden itu merupakan yang terburuk dalam beberapa dekade belakangan ini. Kepala kepolisian setempat, Manfred Grube, mengatakan mayat-mayat korban bergelimpangan di sekolah dan seorang pelaku--murid sekolah itu yang telah dikeluarkan--bunuh diri ketika polisi mendekatinya. Polisi mengatakan serangan itu terjadi pada pukul 11.05 waktu setempat (16.05 WIB) ketika 700 murid sekolah menengah itu tengah mengikuti ujian. Menurut salah seorang siswa, saat kertas ujian matematika dibagikan, pelaku mengatakan tidak akan menulis apa pun, dan mulai menembakkan senjatanya. Belakangan diketahui siswa itu telah dua kali gagal ujian untuk memperoleh diploma. Salah seorang guru mengatakan sekitar 20 siswa masih terjebak di sebuah ruang kelas dan sedikitnya dua di antaranya luka-luka. Seorang pelakunya lagi kini tertahan di lantai satu sekolah itu dan diperkirakan ia memiliki sebuah pistol dan senapan. Polisi kini mengepung sekolah itu. Namun, hingga berita diturunkan, pelaku belum tertangkap. Stasiun radio setempat, MDR, melaporkan pelaku menyandera siswa tersebut, namun keterangan ini belum dikonfirmasikan. Insiden itu merupakan yang paling buruk di Eropa sejak Maret 1996 ketika seorang pria sakit jiwa mengamuk dan menembak mati 16 anak-anak dan guru mereka sebelum menembak dirinya sendiri. ( __ Do You Yahoo!? Yahoo! Health - your guide to health and wellness http://health.yahoo.com --[YONSATU - ITB]-- Online archive : http://yonsatu.mahawarman.net Moderators : mailto:[EMAIL PROTECTED] Unsubscribe: mailto:[EMAIL PROTECTED] Vacation : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=vacation%20yonsatu 1 Mail/day : mailto:[EMAIL PROTECTED]?BODY=set%20yonsatu%20digest