[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah
kehakimankah?, aspek dan hukum kehidupan beragamakah?, dlsb. Apakah hukum seluruh aspek kehidupan bernegara itu dapat dibenahi secara sekuensial atau harus secara paralel? Kalau saya boleh melangkah maju sedikit, dan menyorot aspek kehidupan beragama, maka saya ingin mengusulkan, agar hukum (UU) kehidupan beragama disempurnakan dengan menambahkan sebuah kesepakatan yang mengatur gelar dan fungsi ulama, dimana seseorang boleh disebut sebagai ulama, dan/atau bertingkah laku sebagai ulama, kalau ia telah lulus pendidikan ulama dan mendapatkan sertifikat ulama dari Majelis Agamanya masing2. Ulama yang memperbodoh, mengagitasi dan mengintimidasi umatnya akan terkena jerat hukum. Penyempurnaan hukum ini menurut saya perlu sekali dilakukan, mengingat, seperti saya sebutkan sebelumnya, manusialah yang mengakibatkan suatu agama itu terkesan jelek dan jahat, sehingga oleh karena itu, penyebaran dan pengajaran agama haruslah dilakukan oleh orang2 yang telah memenuhi suatu persyaratan. Dengan demikian pengajaran dan penyebaran keyakinan suatu agama dapat berjalan dengan murni dan tepat, mengikuti kaidah2 pendidikan modern, tidak melanggar HAM, yang pada akhirnya hanya akan mendukung tercapainya cita2 konstitusi. Saya amat mengerti bahwa pikiran2 saya ini dapat membuat emosi pada orang2 yang keyakinan beragamanya merasa terusik. Untuk itu saya mohon maaf, karena saya tak punya niat sedikitpun untuk mengusik keyakinan2 itu, sama halnya pula bahwa saya tidak mau orang2 itu memaksakan keyakinan keagamaannya itu kepada saya. Pun, saya sama sekali tidak berkehendak untuk menggusur agama seperti yang anda tulis berikut: 'Kalau ada yang tidak beres dengan sistem sosial masyarakat, bukan agama nya yang mesti digusur, agama nggak salah mas ,barangkali perlu ditingkatkan pemahaman agama pemeluknya supaya tidak dangkal dan konsisten.' Justru, saya sangat mendukung kalimat terakhir anda, yaitu 'perlu ditingkatkan pemahaman agama pemeluknya supaya tidak dangkal dan konsisten.', yang salah satu realisasinya adalah dengan mewajibkan ulama bersertifikat itu. Senang dapat berkenalan dengan anda, mas Hudaya. Salam hangat, HermanSyah XIV. [EMAIL PROTECTED] 02/26/2004 09:11 Please respond to yonsatu To: [EMAIL PROTECTED] cc: Subject:[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah Ah Mas Herman ini.., maaf ..kalau diperhatikan, Mas Herman kok sangat naif sekali tentang agama,dan kelihatannya memang cenderung apriori . Mudah-mudahan anda tidak punya pengalaman traumatik dengan agama dimasa kecil atau saat ini. Tindakan pelanggaran hukum dan pelaksanaan amal ibadah jangan dicampur aduk mas Herman, mungkin mas Herman berpikir tentang konsep pahala dalam amal ibadah, konsep impas dengan adanya pahala dalam amal ibadah dan perbuatan tercela. Amal ibadah dalam agama bukan seperti transaksi mas Herman, setelah melanggar hukum-kemudian melakukan ibadah, terus. impas? Ulang lagi, impas lagi? Ah... Mas Herman ini naif sekali. Pelanggaran hukum dan amal ibadah seseorang dihadapan Tuhan punya hitungannya sendiri, punya hakim sendiri, bukan disini. Mas Herman mengatakan karena mereka mengerti semua itu, mereka melakukannya dan menjadi pemeluk agama yang saleh. Dalam islam kita tidak bisa menjustifikasi diri kita sendiri, menjadi hakim yang bisa menilai posisi diri dihadapan Tuhan. Seseorang yang beragama islam selama dia masih hidup dia tidak bisa mengklaim dirinya lebih baik atau shaleh dari yang lain. Seseorang yang sejak usia 5 tahun sudah melakukan amal ibadah secara rutin, dihadapan Tuhan belum tentu lebih baik dari teman Mas Herman yang barangkali baru dua tahun melaksanakan ibadah. Salah satu konsep pelaksanaan amal ibadah dalam agama islam, adalah karena cinta, you do it because you love to do it, and you don't expect anything by doing it. Gampangnya gini, di dunia yang kita cintai siapa, anak/istri/orang tua/teman, kalau mereka meminta sesuatu, kita akan dengan senang hati melakukannya dan tidak mengharapkan imbalan dari mereka. Kalau amal ibadah kita karena cinta, kita tidak akan berhitung mas Herman ( mudah-mudah ini tidak terlalu absurd buat mas Herman). Mas Herman pernah lihat ayat-ayat Tuhan dalam kitab suci, nggak? Al-Qur'an misalnya, Di Al-Qur'an, dijelaskan, bahwa Mas Herman terbentuk dari setetes mani, bagaimana bumi terjadi dan berputar dalam orbitnya, dlsb. Di dalam Al-Qur'an diberikan pengetahuan yang sangat luas kepada manusia (yang sudah dirangkum 14 abad yang lalu), kalau mas Herman punya Al-Qur'an coba jangan hanya dilihat isinya, coba dibaca anggap saja dulu sebagai pengetahuan umum bagi mas Herman. Kalau Mas Herman gak punya Al-Qur'an, beli dulu atau pinjam sama teman. Kalau tertarik yang sedikit ilmiah, cari The Bible, Science and Al Qur'an oleh Dr. Maurice Bacall Ayat-ayat Tuhan memang tujuannya bukan untuk membuat manusia jera kok, dia hanya memberi bimbingan hal
[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah
Dilahin pihak, seperti pengalaman saya, tanpa agama juga orang indonesia gak terlalu takut ama hukum kesepakatan bersama. Malah lembaga-nya terkesan melindungi dengan embel2 masalah pribadi padahal jelas2 si oknum ini menggunakan peralatan mereka. Akhirnya, tidak bisa cara baik2 seperti manusia biasa, yah pakai all available means. Rizal - Original Message - From: Yanto R. Sumantri [EMAIL PROTECTED] To: [EMAIL PROTECTED] Sent: Friday, February 27, 2004 9:15 AM Subject: [yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah Wah asyik juga membaca diskusi antara Hudaya (Ekek XIII) dan Hermansyah (Ekek XIV) , mengenai pandangan agama dalam kehidupan nyata ,khususnya di Indonesia. Saya samapai sekarang memang masih bertanya - tanya : Ada apa gerangan atau apakah ada hubungan(ndak tahu apa linier , hyperbol,kwardat terbalik . logorithmic atau apapun) antara banyaknya mesjid , gereja , wihara , majlis ta'lim , pengajian ibu ibu ,bertambahnya wanita berjilbab , perayaan keagamaan , jumlah jemaah haji yang membludak dst dengan tingkat kehancuran republik , tingkat korupsi yang masih tinggi , tingkat ketidak percayaan antar warga , tingkat perkelahian antar kelompok , tingkat perkelahian antar RT ,tingkat pengangguran dsb. Apakah ada ? Nah Mas Hudaya , berangkali bisa memberikan pencerahan kepada saya (Ekek - III) , bagaimana Mas Hermansyah : Anda merupakan orang yang sangat berfikiran sekuler , dan saya senang bahwa Anda berani mengemukakan hal ini secara terbuka . Saya setuju sekali bahwa banyak yang beramal kemudian mencuri atau bahkan mungkin kebanyakan mencuri dulu , sambil beramal malu-malu , kemudian setelah banyak hasilnya baru kemudian beramal - saja. Ya macam macam lah, pergi haji berkali - kali , buat pengajian , sedekah , dan lain lain yang memperlihatkan 'kesolehan nya. Banyak tuh yang begitu disekeliling kita !!! Jadi Mas Hudaya : Jangan salahkan siapapun kalau orang kayak Mas Hermansyah itu bertambah banyak ? Sebagai orang beragama' ya harus takut juga doong sama hukum dunia (atau istilahnya Mas Hermansyah hukum yang telah disepakati oleh kita semua) , jangan takut sama hukum Akhirat saja. Anda mengambil contoh Singapura dimana hukum dilaksanakn secara konsisten ! Untuk informasi Anda Mas Hudaya : Orang Singpura itu tidak begitu peduli koq sama agama Sekali lagi mohon pencerahan atas pertanyaan saya diatas. Yanto R.Sumantri (Ekek - III) [EMAIL PROTECTED] wrote: Hallo lagi mas Hudaya, Senang mendapat tanggapan anda. Disamping itu, sayapun jadi mengenal anda, nggak tahu kalau anda ternyata Ekek XIII, berarti kakak angkatan saya. Melihat subject email anda adalah tanggapan buat saya, tadinya saya mau balas langsung ke japri anda, . Tapi, karena anda menanggapi saya secara terbuka, maka saya pikir, saya akan menanggapi juga dulu deh secara terbuka. Nanti kalau ada kebutuhan untuk diskusi lanjut, barangkali dapat kita lakukan diantara kita saja, kecuali kalau rekan2 yang lain ingin saling bertukar pikiran juga. Saya coba menanggapi pernyataan2 anda ya mas Hudaya. Ah Mas Herman ini.., maaf ..kalau diperhatikan, Mas Herman kok sangat naif sekali tentang agama,dan kelihatannya memang cenderung apriori Oo saya terkesan naif ya. Yah, barangkali karena saya terlalu menyederhanakan masalah ya, dengan mengatakan bahwa kalau sehabis melanggar hukum lalu beramal ibadah, maka segala dosa dihapuskan, dst., dst. Saya tahu ini pernyataan yang tidak benar, karena bukan yang begini yang diajarkan oleh agama bukan? Tapi, yang banyak terjadi di negeri kita ini kan ya seperti itu? Kita nggak bisa lagi membedakan mana amal ibadah yg murni dan mana yang kotor. Dan ini sudah berpuluh2 tahun terjadi. Melanggar hukum iya, melakukan amal ibadah dan saling nasihat menasihati dalam hal keimanan juga iya. Secara umum kelihatannya kan begitu, persis seperti contoh yang rekan Rizal Ahmad tulis: ...Bagaimana mungkin mereka mencoba menulis tentang hukum dan norma tetapi sekaligus melanggarnya. Lantas, apa yang musti kita semua lakukan untuk menyembuhkan penyakit 'berkepribadian ganda' itu? Karena Indonesia adalah negara republik yg berdasarkan konstitusi, maka saya berkesimpulan bahwa hanya hukumlah yang dapat dijadikan sebagai obatnya, disamping karena hukum Tuhan toch ternyata nggak mempan juga, padahal gereja, mesjid, candi, kelenteng, vihara ada dimana-mana. Tapi karena sistem hukum kita ternyata 'carut-marut', segala lubang dan celah dicari-cari agar hukum itu dapat terus menerus dilanggar, maka alih alih dapat dijadikan sebagai obat mujarab, malah kita membutuhkan orang2 yang punya nyali untuk dapat meluruskan pelaksanaan hukum itu. Ditengah carut marutnya sistem hukum itu, kita pada sisi lain, dari hari kehari, semakin dibanjiri oleh pelbagai macam siraman rohani. 'Berjalanlah di jalan yang benar, sucikanlah hati dan
[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah
, hukum dipelbagai bidang nggak diterapkan dengan konsisten. Dan hukum yang nggak diterapkan itu, bukan hukum Tuhan, karena kita kan melihat juga bahwa suatu negara bisa miskin tapi masyarakatnya ternyata taat beragama (Iran, Irak, Afganistan, Indonesia, Senegal), yang berarti mereka mematuhi hukum Tuhan. Hukum yang nggak mereka terapkan itu adalah 'janji' dan 'kesepakatan' mereka sendiri terhadap satu sama lain yang mereka tuliskan didalam UU dan peraturan yang mereka buat itu. Janji dan kesepakatan inilah yang dilanggar, sehingga suatu negara akhirnya bisa terperosok menjadi negara yang paling miskin didunia. Menurut saya, satu2nya cara untuk meraih cita2 konstitusi itu adalah dengan melatih kita semua untuk 'taat' pada kesepakatan yang telah kita buat bersama itu, ya hukum itu. Rasanya, ketaatan pada hukum itu pasti akan semakin tebal, kalau seseorang itu patuh pula pada ajaran2 agamanya. Tapi, sayangnya kenyataan menunjukkan bahwa kepatuhan kepada Tuhan, toch tidak meningkatkan kepatuhan seseorang pada hukum. Apalagi kalau kita setuju pada pendapat anda yang mengatakan bahwa sifat kedua hukum itu berbeda, seperti yang anda tulis: 'UU negara kalau anda bersalah melanggar hukum, tertangkap, diadili dan kemungkinan dihukum. UU Tuhan cukup bijaksana dia tidak akan langsung menghukum anda.' Kalau begini maka patuh pada hukum Tuhan akan memberikan efek kontra produktif pada patuh pada hukum negara. Wong, Tuhan saja 'bijaksana' kok, tidak langsung menghukum, ini manusia kok malah berani2nya langsung menghukum. Maka hukum manusia ini pasti salah, sehingga harus dicari lubang dan celah untuk dilanggar! Kalau kita bisa sepakat bahwa hukum negaralah yang hanya bisa dijadikan obat untuk mengangkat suatu negara dari jurang kehancuran, maka barulah kita bisa menentukan aspek kehidupan yang mana dulu berikut hukumnya yang harus dibenahi. Aspek dan Hukum pendidikankah?, aspek dan hukum kehakimankah?, aspek dan hukum kehidupan beragamakah?, dlsb. Apakah hukum seluruh aspek kehidupan bernegara itu dapat dibenahi secara sekuensial atau harus secara paralel? Kalau saya boleh melangkah maju sedikit, dan menyorot aspek kehidupan beragama, maka saya ingin mengusulkan, agar hukum (UU) kehidupan beragama disempurnakan dengan menambahkan sebuah kesepakatan yang mengatur gelar dan fungsi ulama, dimana seseorang boleh disebut sebagai ulama, dan/atau bertingkah laku sebagai ulama, kalau ia telah lulus pendidikan ulama dan mendapatkan sertifikat ulama dari Majelis Agamanya masing2. Ulama yang memperbodoh, mengagitasi dan mengintimidasi umatnya akan terkena jerat hukum. Penyempurnaan hukum ini menurut saya perlu sekali dilakukan, mengingat, seperti saya sebutkan sebelumnya, manusialah yang mengakibatkan suatu agama itu terkesan jelek dan jahat, sehingga oleh karena itu, penyebaran dan pengajaran agama haruslah dilakukan oleh orang2 yang telah memenuhi suatu persyaratan. Dengan demikian pengajaran dan penyebaran keyakinan suatu agama dapat berjalan dengan murni dan tepat, mengikuti kaidah2 pendidikan modern, tidak melanggar HAM, yang pada akhirnya hanya akan mendukung tercapainya cita2 konstitusi. Saya amat mengerti bahwa pikiran2 saya ini dapat membuat emosi pada orang2 yang keyakinan beragamanya merasa terusik. Untuk itu saya mohon maaf, karena saya tak punya niat sedikitpun untuk mengusik keyakinan2 itu, sama halnya pula bahwa saya tidak mau orang2 itu memaksakan keyakinan keagamaannya itu kepada saya. Pun, saya sama sekali tidak berkehendak untuk menggusur agama seperti yang anda tulis berikut: 'Kalau ada yang tidak beres dengan sistem sosial masyarakat, bukan agama nya yang mesti digusur, agama nggak salah mas ,barangkali perlu ditingkatkan pemahaman agama pemeluknya supaya tidak dangkal dan konsisten.' Justru, saya sangat mendukung kalimat terakhir anda, yaitu 'perlu ditingkatkan pemahaman agama pemeluknya supaya tidak dangkal dan konsisten.', yang salah satu realisasinya adalah dengan mewajibkan ulama bersertifikat itu. Senang dapat berkenalan dengan anda, mas Hudaya. Salam hangat, HermanSyah XIV. [EMAIL PROTECTED] 02/26/2004 09:11 Please respond to yonsatu To: [EMAIL PROTECTED] cc: Subject:[yonsatu] Re: yonsatu Digest V4 #53 Sorga/Neraka- tanggapan buat mas Herrmansyah Ah Mas Herman ini.., maaf ..kalau diperhatikan, Mas Herman kok sangat naif sekali tentang agama,dan kelihatannya memang cenderung apriori . Mudah-mudahan anda tidak punya pengalaman traumatik dengan agama dimasa kecil atau saat ini. Tindakan pelanggaran hukum dan pelaksanaan amal ibadah jangan dicampur aduk mas Herman, mungkin mas Herman berpikir tentang konsep pahala dalam amal ibadah, konsep impas dengan adanya pahala dalam amal ibadah dan perbuatan tercela. Amal ibadah dalam agama bukan seperti transaksi mas Herman, setelah melanggar hukum-kemudian melakukan ibadah, terus. impas? Ulang lagi