Re: [keluarga-islam] Pandangan Islam tentang Budak Wanita 1

2006-11-23 Terurut Topik bos gila
ini jawaban mengenai perbudakan dari  guruku yg mulia di website nya : 
www.majelisrasulullah.org  forum   masalah fiqih  masalah perbudakan.
  
  kalau kalian ingin konsultasi dg seorang guru mulia yg lembut tutur  katanya, 
(ngga kayak gue, huee..he..he,,), silahkan kunjungi website  itu, dia seorang 
karismatik, bahasanya sastra, dan ceramah2nya bisa  didengar di multi media di 
website nya itu..
  
  maaf yah..  ketika dfitanya soal perbudakan dalam islam beliau menjawab sbgbr 
: 
  
  Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,

Cahaya keridhoan Nya semoga selalu melimpah pada hari hari anda, 

1.  perbudakan Berlaku bila ada peperangan antara muslimin dan kafir harby 
(kafir yg  memerangi muslimin dg pedang/senjata dg terang terangan) dan kaum 
kafir  yg terkalahkan maka mereka menjadi budak muslimin, namun hingga kini  
hal itu belum terjadi lagi.

2. Setelah kebangkitan Nabi saw para  budak itu adalah hasil tawanan perang dan 
juga para budak dari  musyrikin yg diperjualbelikan oleh orang kafir, seperti 
Bilal ra, ia  seorang musyrik lalu beriman semasa ia masih menjadi budak, lalu 
ia  dibeli oleh Abubakar shiddiq ra lalu dibebaskan.
  
Dan semakin  meluasnya muslimin maka perbudakan terhapus, karena para budak  
musyrikin terus dibebaskan dengan masuknya mereka kepada Islam, 
  budak  budak yg membela muslimin disuatu wilayah kafir yg dikuasai muslimin  
mereka dibebaskan, dan tuan tuan mereka yg memerangi muslimin justru  dijadikan 
budak, dan tak lama kemudian dibebaskan,
  
Orang orang kafir  terus mengatakan bahwa muslimin ini agama sadis dengan 
perbudakannya,  namun buktinya hingga masa kini sudah tidak ada lagi budak, 
  
  menunjukkan  bahwa para budak itu terus dibebaskan dan dibebaskan dan hingga 
kini  sudah tak ada lagi budak muslimin dimuka bumi, 
  padahal anak dan  keturunan budak tetap menjadi budak tuannya jika tak 
dibebaskan, namun  sesudah beberapa abad kemudian maka semakin terhapus dan 
terhapus. 

3. Boleh disetubuhi dengan syarat yg sangat banyak, tidak semudah 
menyetubuhinya begitu saja, 
tapi  diantaranya dengan mahar tertentu, perjanjian tertentu, dan bila hamil  
maka ia harus dijaga, dan anaknya kelak hukumnya adalah bebas, dan anak  itu 
mendapat hak waris, dan tidak boleh menyetubuhi budak yg mempunyai  suami, tak 
pula boleh disetubuhi oleh orang lain bila sudah disetubuhi  oleh tuannya, tak 
pula boleh disetubuhi oleh anak tuannya walau tuannya  telah wafat, tak pula 
diperbolehkan menyetubuhi hamba sahaya yg non  muslim walaupun ahlulkitab, 
  dan bila ia telah menyetubuhinya maka haram  ia menyetubuhi putri hamba 
sahaya itu dan ibu dari hamba sahaya itu,  
  
  dan bila ia telah menyetubuhinya lalu mempunyai keturunan maka jika  tuannya 
wafat maka budak wanita itu dan keturunannya bebas, dan masih  banyak lagi 
syarat permasalahan Wath’ul amah (menyetubuhi hamba sahaya  wanita) yg tak 
mungkin saya sebutkan karena sangat pelik.

4.  Membebaskan budak dalam keadaan kafir tidak dilarang syariah, banyak  para 
sahabat membebaskannya, mereka malah diberi harta dan dijadikan  teman, dan 
mempertahankan budak yg muslim pun tidak dilarang syariah, 
karena  terus terang saja, 
  
  permasalahan ini tidak semudah yg kita ketahui  mengenai perbudakan, Islam 
mengajari perbudakan adalah untuk mendakwahi  mereka, mendakwahi musuh musuh 
islam, menjadikan mereka serumah, 
  makan  sepiring dan tidur seatap, mereka dimuliakan, diajari, dijadikan  
keluarga, namun tentunya mereka tetap terikat dg kemestian untuk taat  kepada 
tuannya, seakan anak yg mesti taat pada ayahnya, 
  alangkah indahnya agama ini, menjadikan musuhnya tidur serumah, makan  
bersama, adakah ajaran yg mengajarkan musuh musuhnya tinggal serumah?,  diberi 
kebebasan beragama?, dan penyiksaan pd budak akan dikenai  hukunan berat
  
  dan Rasul saw  pun banyak mempunyai budak, jumlah budak lelaki beliau saw 
adalah 43  orang, budak wanitanya 11 orang, beliau saw membimbing mereka,  
menafkahi mereka, hidup bersama mereka seperti anak anaknya, ah..  alangkah 
indahnya menjadi budak sang Nabi saw, 
  karena selalu dapat  dekat dg beliau saw, mereka dijadikan budak lalu 
dibebaskan dan  dibebaskan, hingga mereka menjadi da’I, menjadi pahlawan perang 
dll. 

bahkan  kejadian dimasa Imam Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi  
Thalib, beliau mempunyai budak yg tanpa sengaja menumpahkan air  mendidih 
kewajah putra Imam Ali Zainal Abidin, maka wafatlah putra  tercintanya yg masih 
bocah itu, apakah ia marah?, memukul?, mencambuk?,  tidak.. beliau berkata : 
“engkau kubebaskan..”, demikian perbudakan itu  dalam islam, 

Allah Maha Adil dengan memilih generasi zaman  dahulu itu untuk diamanati hukum 
perbudakan, dan kini perbudakan sudah  sirna, coba kalau saat ini masih ada 
perbudakan??, pastilah  diselewengkan dengan kekejian dan kebiadaban oleh oknum 
oknum muslimin  yg sudah kehilangan akhlak, 
  
  mereka sudah berani memperbudak orang yg  bebas, memperbudak pembantu, 
memperbudak karyawan, memperbudak 

Re: [keluarga-islam] Pandangan Islam tentang Budak Wanita 1

2006-11-23 Terurut Topik Ananto

apakah jaman sekarang masih ada budak?
seperti definisi budaknya di jaman kanjeng nabi?

salam,
ananto


On 11/22/06, Kang-Nceps [EMAIL PROTECTED] wrote:




-- Forwarded message --
From: Baz [EMAIL PROTECTED]
Date: Nov 7, 2006 8:27 PM
Subject: Pandangan Islam tentang Budak Wanita 1


   Pandangan Islam tentang Budak Wanita
Assalamu'alaikum wr. wb.

Ustadz ykh., selama ini yang saya fahami adalah bahwa ketika seorang
muslim memiliki budak wanita maka dia boleh menyetubuhi budak tersebut
tanpa lebih dulu menikahinya. Saya mohon ustadz menjelaskan apakah
pemahaman saya itu benar dan kalau salah bagaimana sebenarnya pandangan
Islam tentang hal ini. Atas jawaban ustadz saya haturkan jazakumullah
khair.

Wass. wr. wb.

Acep


Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Apa yang anda sebutkan itu memang benar dan dibenarkan langsung oleh
Al-Quran Al-Karim, kitab suci yang kita absolutkan itu. Dalam banyak
ayatnya, Al-Quran memang membolehkan laki-laki menyetubuhi budaknya
sendiri. Tetapi bukan budak orang lain.

Hal itu antara lain terdapat dalam ayat-ayat ini:

Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal
ini tiada tercela. (QS Al-Mu'minun: 5-6)

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap perempuan
yang yatim, maka kawinilah wanita-wanita yang kamu senangi: dua, tiga
atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah
lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.(QS An-Nisa: 3)

Dan wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki sebagai
ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian
mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.
Maka isteri-isteri yang telah kamu ni'mati di antara mereka, berikanlah
kepada mereka maharnya, sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa
bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah
menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana. (QS An-Nisa: 24)

Pembolehan itu kalau kita lihat di masa sekarang ini, sekilas memang
terasa aneh dan tidak sesuai dengan rasio kita. Sebab kita hidup di abad
21, di mana perbudakan sudah menjadi barang yang asing. Kalau sampai
kita membaca ayat Al-Quran yang seolah menerima konsep perbudakan,
bahkan pemiliknya sampai boleh menyetubuhinya, tentu saja kita akan
merasa sangat heran.

Namn pahamilah bahwa status budak itu amat hina. Budak dianggap sebagai
makhluk setengah binatang dan setengah manusia. Maka tindakan
menyetubuhi budak di masa itu jangan dianggap sebagai kenikmatan, justru
sebaliknya, masyarakat di masa itu memandangnya sebagai sebuah tindakan
yang hina dan kurang terhormat. Meski pun dihalalkan oleh Al-Quran.

Dan ketika Al-Quran menghalalkan laki-laki menyetubuhi budaknya, hal itu
merupakan dispensasi atau keringanan belaka. Terutama buat mereka yang
tidak mampu menikahi wanita terhormat dan mulia. Masyarakat sendiri
tidaklah memandang bahwa menyetubuhi budak itu sebagai sebuah fasilitas
penyaluran aktifitas seksual yang 'wah' di masa itu. Sebab memang sudah
menjadi konvensi bahkan sebuah kelaziman.

Berbeda dengan zaman sekarang, kalau kita mendengar kebolehan
menyetubuhi budak, seolah kita merasakan kehebohan tersendiri. Padahal
para budak wanita itu bukan sekedar wanita murahan atau rendahan, bahkan
dianggap sebagai separuh binatang. Anda bisa bayangkan, mana ada orang
di masa itu mau menyetubuhi makhluk setengah manusia dan setengah
binatang. Pastilah mereka lebih memilih untuk menikah dengan para wanita
mulia, ketimbang menggauli budak. Kalau sampai ada yang menyetubuhinya,
mereka pun merasa kurang terhormat.

Mari kita renungkan kembali keadaan sosiol kemasyarakatan di masa itu,
yakni abad ketujuh masehi, tentu pandangan kita akan berbeda jauh.

Ketahuilah bahwa perbudakan itu sendiri bukan produk agama Islam.
Perbudakan itu sudah ada jauh sebelum Al-Quran ini diturunkan. Di zaman
Romawi dan Yunani Kuno, Persia kuno, China dan hampir seluruh peradaban
manusia di masa lalu telah dikenal perbudakan. Dan semua itu terjadi
berabad-abad sebelum Islam datang.

Sedangkan negeri Arab termasuk negeri yang belakangan mengenal
perbudakan, sebagaimana belakangan pula dalam mengenal kebejadan moral.
Minuman keras, pemerkosaan, makan uang riba, menyembah berhala, poligami
tak terbatas dan budaya-budaya kotor lainnya bukan berasal dari negeri
Arab, tetapi justru dari peradaban-peradaban besar manusia.

Ini penting kita pahami terlebih dahulu sebelum memvonis ajaran Islam.
Negeri Arab adalah peradaban yang terakhir mengenal budaya-budaya kotor
itu dari hasil persinggungan mereka dengan dunia luar. Karena orang
Makkah itu biasa melakukan perjalanan dagang ke berbagai negeri. Justru
dari peradaban-peradaban 'maju' lainnya itulah Arab mengenal
kejahiliyahan. Perlu anda ketahui bahwa berhala-berhala yang