Mas Rsa :

Benar saja kata H Agus Salim, "Islam sangat mungkin hilang dari 
 negeri ini, tapi Islam tak akan pernah hilang dari dunia ini!"
 
----------------------------------------------------------------------------------

Janoko :

Engga juga mas, soalnya kan ada mas RSA yang dengan tidak lelah terus 
memperjuangkan Islam. :)

Wassalam

--oo0oo--

rsa <[EMAIL PROTECTED]> wrote:                                  Wah ya pantas 
anda cape, yang secara nanggepin komentar saya 
 semaunya. Santai sajalah. Anda akan saya tanggapi sec mendalam 
 seandainya anda memang orang aceh asli yang bukan model modal darah 
 aceh doang atau mengaku tahu Aceh semata karena modal pernah tinggal 
 atau sudah beberapa lama tinggal di Aceh! ;-]
 
 Saya lebih menghargai macam mas Eros yang bisa menggugah dengan karya 
 kolosal dan monumentalnya, Tjut Nja' Dhien itu. Lihat, apakah menurut 
 anda Tjut Nja' kejam langsung membunuh begitu saja inang yang 'ia 
 anggap' berkhiatan pada Kompeni, padahal sesaat sebelum ditikam 
 rencong, si inang 'confess' atas kesalahannya itu? Kan itu khas cara 
 penanganan 'pengkhianat' di masa perang berdasar syariat Islam? Apa 
 tidak jelas bagaimana para perempuan pejuang Aceh menutupi Aurat 
 mereka? Saya gak ngajak ribut soal Tjut Nja', tapi anda yang ajak. 
 So, ... silakan saja. Tapi saya ingin membedakan antara jilbab dan 
 aurat. Yang satu adalah pakaian, yang lain adalah bagian tubuh yang 
 perlu ditutup oleh muslim dan tidak boleh dilihat oleh orang lain, 
 selain orang tertentu.
 
 Kembali ke pokok bahasan, mengikuti anjuran pak Chodjim, agar fokus.
 
 Anda membaca tidak sih totalitas isi komen saya? Kenapa yang berupa 
 sampiran malah anda blow up?
 
 Lihat tidak apa sebenarnya ingin saya sampaikan?
 
 Kalo ingin bersikukuh bahwa Aceh itu dari sononya bukan negeri yang 
 berhak bergelar 'serambi mekah' karena sejak Kerajaan di Aceh 
 mengadopsi Syariat Islam, ya itu hak anda tapi jangan terpaku pada 
 apa yang bisa anda amati yang tentu terbatas tempat dan waktu.
 
 Anda kemanakan sejarah Aceh itu? Kalo anda hanya melihat interior dan 
 kondisi sebuah pub di Jakarta yang isinya orang2 yang 'cari 
 hiburan' ... ya pasti seperti itu yagn akan anda lihat tentang 
 jakarta dan otomatis pronografi dan segala turunan dan target 
 mengejar nafsu pantas diperjuangkan oleh mereka yang menikmatinya. 
 Artinya Jakarta yang mayoritas muslim, penduduk aslinya orang Betawi 
 yang religius, hampir mirip dengan Aceh, atau Padang, atau Banten, 
 atau Madura, atau Makassar (semua tempat yang Islam sangat mewarnai 
 tradisi dan kehidupan penduduknya), adalah seperti situasi di pub 
 malam itu. Apakah hanya mengacu pada keterbatasan tempat dan waktu?
 
 Lalu apa hubungannya dengan Depok? Memang Aceh ada hubungan dengan 
 Depok?
 
 Cappee deehhh ...
 
 Intinya, saya itu setuju dengan perda syariah asal memang tidak 
 artificial, dipaksakan. Itu sangat tidak sesuai dengan semangat 
 dakwah Rasulullah.
 
 Terserah anda mau setuju atau tidak dengan persepsi saya bahwa ada 
 daerah2 di negeri makmur ini yang memang ratusan tahun sudah akrab 
 dengan 'perda syariah'. Tapi faktanya sekarang sangat banyak pihak 
 yang ingin melakukan de-syariah-isasi pada daerah2 itu. Salah satunya 
 ya Aceh. Betapa Aceh sekarang dan dulu itu beda. Dan wajar Aceh bukan 
 lagi negeri yang patut menyandang gelar 'serambi Makah' spt dulu.
 
 Benar saja kata H Agus Salim, "Islam sangat mungkin hilang dari 
 negeri ini, tapi Islam tak akan pernah hilang dari dunia ini!"
 
 Allaahu akbar!
 
 salam,
 satriyo
 
 --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "lestarin" <[EMAIL PROTECTED]> 
 wrote:
 >
 > Yth. Pak Satriyo/Pak rsa,
 > 
 > Di mana Bumi dipijak, di situ langit di di junjung....Lha jelas 
 > masyarakat Aceh aslinya tidak berjilbab kok. Sementara perda 
 > syariat, kan sekali lagi seperti yang sudah-sudah saya sampaikan, 
 > produk dari kebijakan politik, yang tentu saja tidak selalu sesuai 
 > dengan kondisi masyarakat yang ada. Jadi banyak kok perempuan Aceh 
 > yang sesungguhnya memang tidak berjilbab. Mau kembali diskusi jaman 
 > Cut Nyak Dien dan lain-lain? Kan dulu sudah pernah kita panjang 
 > lebar diskusikan.
 > 
 > Sama hal-nya nanti kalau saya sudah pulang ke Sawangan, Depok, Lalu 
 > tiba-tiba terjadi penerapan syariat Islam ala Aceh, lalu apakah ini 
 > namanya malah tidak "menjungkir balikkan" keadaan. Aslinya bumi 
 > Depok mah tidak ber syariat, masyarakatnya pun heterogen, tidak 
 > semuanya muslim, dan tidak semua muslimahnya berjilbab. Jadi 
 > bagaimana? Nyuruh yang beda keluar dari Depok?? Ini juga ga 
 > menyelesaikan persoalan Pak:)
 > 
 > Singkong di ragiin.....tapeeee dehhhhh:))
 > 
 > 
 > Wassalam
 > 
 > Lestari
 > 
 > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "rsa" <efikoe@> wrote:
 > >
 > > Setuju mbak. Menghakimi semaunya itu tidak boleh. Tapi menghakimi 
 > > sesuai Al-Qur'an spt diteladani Rasul dan para shahabat dan ulama 
 > itu 
 > > wajib.
 > > 
 > > Perlu memang kita mengingatkan, menasehati, tapi mungkin konteks 
 > di 
 > > aceh itu, sudah jelas ada aturan, tapi ybs spt nantangin. Kan di 
 > mana 
 > > bumi dipijak, di sana langit dijunjung. Karena lain padang lain 
 > > ilalang. Kalo di Aceh begitu ya ikuti saja, toh tidak disuruh 
 yang 
 > > maksiat ... ;-]
 > > 
 > > Saya pribadi tidak setuju dengan cara penerapan syariat yang 
 > > diperdakan. Perda syariat adalah alat yang dibakukan ketika 
 > > masyarakat setempat sec defacto sudah menjalankan syariat. Di 
 > Makkah 
 > > (setelah 'futuh makkah') dan Madinah di masa Rasul pasti tidak 
 ada 
 > > perda-perda an. Artinya hukum tertulis. al-Qur'an dan Hadis, jika 
 > > bisa dianggap serupa dengan written law, baru wujud setelah Rasul 
 > > wafat.
 > > 
 > > Jadi perda syariat di daerah yang notabene buta syariat, sama 
 > dengan 
 > > mengkarbit syariat. Aturan kuliah dikasih ke anak TK. Ya 
 amburadul.
 > > 
 > > Apalagi perda religius yang jelas melanggar HAM, yaitu menafikan 
 > > keberadaan, atau sedikitnya menghalangi ummat agama lain 
 melakukan 
 > > keyakinannya. Wah jauh lebih parah itu.
 > > 
 > > salam,
 > > satriyo
 > > 
 > > --- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "lestarin" <lestarin@> 
 > > wrote:
 > > >
 > > > Jadi teringat sebuah diskusi kecil dengan beberapa teman kerja 
 > di 
 > > > Banda Aceh ini, yakni ketika terjadi peristiwa saat usai sholat 
 > > > (muslimah) mendengar ucapan-ucapan keras di halaman Masjid dari 
 > > > seorang pria yang berkata-kata: "Sia-sia sholatnya, sia-sia 
 > semua 
 > > amal 
 > > > ibadahnya, bila perempuan itu tidak berjilbab". Belum lagi yang 
 > > > mengalami pengusiran dari masjid karena pakaiannya 
 > kurang "panjang".
 > > > Lho mau sholat di masjid kok malah diusir ya??
 > > > 
 > > > Kemudian beberapa teman pria di dalam satu ruangan kerja pun 
 > > > berkomentar, "Kok begitu amat, bisa-bisa banyak umay Islam 
 > keluar 
 > > > agama Islam karena ketidak-ramahan pemeluk Islam lainnya 
 > terhadap 
 > > > sesama saudaranya".
 > > > 
 > > > Begitulah, kalau manusia sudah menghakimi manusia lainnya.
 > > > 
 > > > Wassalam
 > > > 
 > > > Lestari
 > > >
 > >
 >
 
 
     
                       

 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke