Nuwun sewu, kalau membaca mbok jangan diambil sepotong. Ya saya tidak 
mengatakan Mas Jano ko "nggak nyambung", tapi memang benar-benar nggak 
nyambung. Di tulisan saya sudah saya sebutkan "Lalu, ketaatan berikutnya kepada 
ulil amri --jika dan hanya jika-- ulil amri itu sendiri taat kepada Allah dan 
taat kepada Rasul-Nya.

Coba BACA lagi, hanya ulil amri yang taat kepada ALLAH dan Rasul-Nya yang 
diataati. Sampun mangertos, alias mudheng?

malem, 

 


  ----- Original Message ----- 
  From: jano ko 
  To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  Sent: Tuesday, June 26, 2007 10:47 PM
  Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau teoritis alias 
OMDO?


  Ada berita :

  Jadi, ulama yang mentukan ini dan itu
  buat umatnya tak dikenal dalam Islam. Yang mentukan ini dan itu dalam
  kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah ulil amri yang dalam
  istilah sekarang dapat disamakan dengan aparat pemerintahan.

  ----------------------------------------------------------

  Janoko :

  Pertanyaan nich, kalau aparat pemerintahnya membunuhin umat Islam piye ?

  Janoko makin engga mudheng.

  Malem

  --oo0oo--

  Dan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  Bung Chodjim,

  Kutipan Anda:

  "Lalu, di mana peran ulama? Ulama yang sebenarnya hanyalah pelita.
  Dengan pelita tu sebenarnya umat bisa menjumpai Rasulullah. Karena
  ulama itu hanya pelita, maka pro-aktif umatlah yang diperlukan. Tak
  ada ketaatan buat ulama. Ini sesuai dengan hadis Nabi yang menyebutkan
  bahwa "tak ada sistem kependetaan dalam Islam". Saya perbesar "TAK ADA
  SISTEM KEPENDETAAN DALAM ISLAM". Jadi, ulama yang mentukan ini dan itu
  buat umatnya tak dikenal dalam Islam. Yang mentukan ini dan itu dalam
  kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah ulil amri yang dalam
  istilah sekarang dapat disamakan dengan aparat pemerintahan.

  Lha, al-Sunnah itu merupakan rujukan sekonder bila kita tak
  mendapatkan rujukan."

  sangat mencerahkan. 

  Saya juga ikut merasakan bahwa banyak umat Islam yg sudah secara salah
  menyikapi hadits sebagai rujukan primer bukan sekunder lagi seperti yg
  dimaksudkan. Barangkali salah satu penyebab terjadinya kesemwrawutan
  hukum dalam dunia Islam. 

  Saya pernah diceritakan pembantu saya bahwa di desa di daerah Cipanas
  sekarang ada para ulama mengutip fee utk mendoakan biar masuk surga. 
  Hehe ini kan spt jaman gereja Katolik sebelum masa Pencerahan. Ada
  fungsi "pendeta" yg mendoakan biar masuk surga, padahal menurut Islam
  kan tanggung jawab masing2.

  Dan MUI tidak pernah bersuara apa2 mengenai ini. 

  Mudah2an dakwah Bung Chodjim akan dapat memberi hikmah pada kita semua.

  dari Alquran.--- In wanita-muslimah@yahoogroups.com, "Achmad Chodjim"
  <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  >
  > Mas Wikan,
  > 
  > Di dalam Alquran dinyatakan bahwa ketaatan itu hanya kepada Allah
  dan kepada Rasul-Nya. Lalu, ketaatan berikutnya kepada ulil amri
  --jika dan hanya jika-- ulil amri itu sendiri taat kepada Allah dan
  taat kepada Rasul-Nya.
  > 
  > Pernyataan di atas dituangkan dalam QS 4:59. Sayangnya, taat kepada
  Allah ini dipelintir menjadi taat kepada Alquran, dan taat kepada
  Rasul-Nya dipelintir menjadi taat kepada al-Sunnah. Jadi, Allah Yang
  Maha Hidup itu sudah sejak lama tidak dianggap hidup lagi oleh umat,
  makanya Allah diturunkan derajatnya hanya sebagai Alquran. Padahal,
  kalau ditanya tentang rukun iman, ada rukun untuk mengimani Allah dan
  ada rukun untuk mengimani kitab-kitab-Nya (QS 2:177).
  > 
  > Demikian juga ketaatan kepada Rasul Allah, kepada Kanjeng Nabi
  Muhammad, lha koq diturunkan derajatnya hanya taat kepada al-Sunnah.
  Kita lupa bahwa Rasul itu tetap hidup (QS 2:154, 3:169-171). Bukankah
  dalam tasyahud ada ucapan "assalaamu 'alayka ayyuhan nabiyyu wa
  rahmatullahi wa barakaatuh, assalaamu 'alayna wa 'alaa ibadillaahis
  shaalihiin?" Jadi, ucapan salam itu ditujukan kepada yang hidup dan
  yang disetarakan dengan orang yang mengucapkannya.
  > 
  > Alquran itu adalah kitab tempat kita merujuk atau mengambil rujukan,
  jadi bukan tempat taat. Sedangkan petunjuk yaa harus kita peroleh
  langsung dari Tuhan, makanya ada "ihdinaash shiraathal mustaqiim".
  Nah, kalau kita ditunjukkan oleh Tuhan, maka kita akan bisa melihat
  rujukannya, dan kita bisa menemukan ayatnya, lalu kita sambil
  mengangguk-angguk..... oh ini ayatnya. Bukankah hakikat ayat-ayat
  Alquran itu ada di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu? (QS 29:49).
  > 
  > Rasulullah yang sudah tidak berbadan fisik ini tetap hidup. Jasad
  fisik tak mampu lagi menampung Ruh Rasullullah, makanya secara fisikal
  beliau hanya 63 tahun. Karena tetap hidup itu maka Rasul menjadi saksi
  dan tetap menerangi (QS 33:45-46). Lha, kalau Muhammad mati secara
  total (lahir dan batin) yaa beliau tak pernah bisa menjadi saksi,
  apalagi menerangi. Jadi, hanya yang hidup yang bisa menjadi saksi dan
  menerangi, sedangkan mayit ya tak bisa apa-apa.
  > 
  > Lalu, di mana peran ulama? Ulama yang sebenarnya hanyalah pelita.
  Dengan pelita itu sebenarnya umat bisa menjumpai Rasulullah. Karena
  ulama itu hanya pelita, maka pro-aktif umatlah yang diperlukan. Tak
  ada ketaatan buat ulama. Ini sesuai dengan hadis Nabi yang menyebutkan
  bahwa "tak ada sistem kependetaan dalam Islam". Saya perbesar "TAK ADA
  SISTEM KEPENDETAAN DALAM ISLAM". Jadi, ulama yang mentukan ini dan itu
  buat umatnya tak dikenal dalam Islam. Yang mentukan ini dan itu dalam
  kehidupan sehari-hari di masyarakat adalah ulil amri yang dalam
  istilah sekarang dapat disamakan dengan aparat pemerintahan. 
  > 
  > Lha, al-Sunnah itu merupakan rujukan sekonder bila kita tak
  mendapatkan rujukan dari Alquran.
  > 
  > Matur suwun,
  > 
  > Salam,
  > chodjim 
  > 
  > 
  > 
  > ----- Original Message ----- 
  > From: Wikan Danar Sunindyo 
  > To: wanita-muslimah@yahoogroups.com 
  > Sent: Monday, June 25, 2007 7:34 PM
  > Subject: Re: [wanita-muslimah] Re: Ukhuwah praktis ... atau
  teoritis alias OMDO?
  > 
  > 
  > nambahin Pak Dana ...
  > apa fenomena orang menyerahkan segala urusan kepada ulama juga
  > merupakan bukti "kemalasan" berpikir umat pada umumnya, sehingga
  > mereka tidak mau ambil resiko. serahkan saja pada ulama untuk
  > memikirkan, kalau tar ditanya di akhirat, tinggal salahin aja ulamanya
  > (yang mana sebenarnya tidak bisa begitu juga, karena semua orang akan
  > dimintai pertanggungjawaban masing2 satu persatu).
  > 
  > di sisi lain, kok ya ulama ini kayak yang segala tahu ya? segala macam
  > dibahas dan dijawab. kalau dalam dunia kedokteran orang tahu ada
  > spesialisasinya. dan dokter bisa bilang, tidak ... ini bukan bidang
  > saya, silakan tanya ke orang lain yang lebih ahli. kira-kira ada gak
  > ya ulama yang berkata begitu? berkata tidak pada masalah yang tidak
  > dikuasainya.
  > 
  > salam
  > --
  > wikan
  > http://wikan.multiply.com
  > 
  > On 6/25/07, Dan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
  > > Sebenarnya yg kita bahas di milis kebanyakan adalah permasalahan yg
  > > berdomisili dalam kaidah muamalah, yaitu oleh Allah sendiri
  dianjurkan
  > > utk diselesaikan secara musyawarah.
  > >
  > > Yg saya khawatir ialah bahwa yg sebenarnya kaidah muamalah itu
  > > difait-accompli sebagai kaidah ibadah sehingga ruang gerak utk
  > > memusyawahkannya dan mengijtihadkan jadi terbatas dan penentu
  akhirnya
  > > selalu suatu fatwa dari ulama. Dalam dinamika masyarakat modern dg
  > > berbagai ragam kepentingan, keahlian dan jalan hidup, saya rasa
  ulama
  > > tidak lagi berkompeten utk memberikan suatu fatwa dalam semua aspek
  > > kehidupan.
  > 
  > 
  > 
  > 
  > [Non-text portions of this message have been removed]
  >

  Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

  [Non-text portions of this message have been removed]



   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke