Proyek Palapa Ring, Siapa Berminat?

Heru Sutadi

BANYAK yang ditawarkan dalam Indonesia Infrastructure Summit (IIS) 2005
yang digelar beberapa waktu lalu di Jakarta. Antara lain kesempatan
pembangunan jaringan serat optik Palapa Ring sebagai tulang punggung
(backbone) bagi sistem telekomunikasi nasional senilai 500 juta dollar AS
hingga 1 miliar dollar AS.

Palapa Ring merupakan jaringan kabel bawah laut berbentuk cincin
terintegrasi yang membentang dari Sumatera Utara hingga Papua bagian
barat. Panjangnya sekitar 25.000 km.

Setiap cincin akan meneruskan akses berkemampuan pita lebar (broadband)
dari satu titik ke titik lainnya di setiap kabupaten. Akses itu akan
mendukung jaringan serat optik pita lebar berkecepatan tinggi dengan
kapasitas 300 Gbps hingga 1.000 Gbps di daerah tersebut.

Palapa Ring merupakan kelanjutan pengembangan Cincin Serat Optik Nasional
(CSO-N) yang digagas oleh PT Tiara Titian Telekomunikasi (TT-Tel)
sebelumnya. Proyek Palapa Ring disebut-sebut memiliki skala prioritas
tinggi di sektor telekomunikasi. Harapannya, backbone Palapa Ring nantinya
akan diposisikan untuk memudahkan dan memurahkan komunikasi SLJJ
(sambungan langsung jarak jauh). Sekaligus mempercepat penetrasi telepon
di Indonesia.

Jika melihat kebutuhan akan adanya jaringan backbone berpita lebar,
tawaran dan tender yang akan dibuka untuk pembangunan Palapa Ring memang
cukup sesuai dengan kebutuhan nasional. Kita membutuhkan hubungan jalur
komunikasi terutama pita lebar antarpulau di Indonesia, yang berserak dan
membentang cukup panjang. Namun, di lain hal, investasi yang dibutuhkan
juga tidaklah kecil.

Apalagi jika serat optik yang digelar tidak hanya untuk menghubungkan
pulau-pulau yang ada, namun juga ring-ring dalam pulau seperti proyek
Northern Route yang dipunyai PT Telkom di Pulau Jawa dan diperpanjang dari
Lampung hingga Bali, atau gabungan antara jaringan kabel laut dan darat
yang dimiliki Indosat melalui jaringan Jakarta-Jatiluhur-Surabaya. Tujuan
membangun jaringan berbentuk ring adalah jika satu segmen kabel serat
optik putus, maka komunikasi akan tetap jalan dengan menggunakan segmen
yang kabelnya tidak terganggu.

Hanya saja, karena jaringan backbone, tidak mudah untuk mendapatkan
investor untuk tawaran membangun jaringan serat optik Palapa Ring.
Alasannya, mengingat investasi yang cukup besar, tentunya yang akan jadi
pertimbangan adalah bagaimana return of investment-nya, kemudian
keuntungannya. Dengan kondisi bisnis telekomunikasi seperti sekarang ini,
satu kekhawatiran investor adalah karena membangun backbone, jangan-jangan
investasi bisnis ini juga "tulang" saja tidak ada "daging"-nya.

Ini bisa dimengerti sebab pembangunan jaringan akan bergantung pada
penggunanya. Jika tidak ada yang memakai jaringan yang dibangun, itu
artinya kerugian menanti. Kasusnya berbeda dengan jaringan-jaringan yang
dibangun operator yang jelas siapa dan untuk apa jaringan yang dibangun
tersebut dimanfaatkan.

Palapa Ring membutuhkan stasiun landing cable yang berada di dekat pantai
dan ini jadi perhatian tersendiri mereka yang akan menanam modal. Ini
karena kondisi Indonesia menyusul adanya bencana gempa dan tsunami.

Investor pasti tidak akan mau investasi yang baru ditanam hancur tersapu
badai seperti yang terjadi di NAD dan Nias-Sumatera Utara. Padahal untuk
terminasi transmisi kabel harganya tidak sedikit, belum lagi jaringan
kabel serat optiknya itu sendiri.

AGAR proyek ini tidak sekadar wacana, perlu ada rangsangan yang
menggairahkan investor. Misalnya, dengan membuka lowongan baru untuk
menjadi operator telepon tetap di Tanah Air. Terutama untuk daerah-daerah
yang selama ini tidak dilirik incumbent. Dengan pemberian lisensi operator
telepon tetap tersebut, sebagai balasan, investor perlu dikenai kewajiban
membangun jaringan serat optik ring pada wilayah yang telah diberikan
lisensinya.

Untuk wilayah, sebaiknya ditetapkan dengan sistem cluster seperti provinsi
atau pulau. Dengan begitu, pengguna jaringan sudah dapat dipastikan dan
tidak ada lagi kejadian misalnya pembangun infrastruktur mendapat bagian
yang lebih kecil dibanding pemegang lisensi operator seperti yang sekarang
ini terjadi.

Bahkan tidak dikenai kewajiban pun, rasanya untuk bisa melayani telepon
SLJJ misalnya, bagi investor, pembangunan infrastruktur backbone menjadi
satu kebutuhan yang harus diimplementasikan. Jika tidak maka akan
berhadapan dengan incumbent dan infrastruktur lokal yang telah mereka
bangun tidak dihargai sepantasnya.

Selain itu, secara keseluruhan-di luar konteks telekomunikasi yang
membutuhkan satu regulasi baru yang kompetitif, regulator yang independen
dan kuat, seperti diinginkan dalam IIS 2005-kendala yang perlu mendapat
perhatian adalah masalah perundangan investasi yang kadang bias dan kurang
konsisten. Belum lagi masalah keamanan serta kelangsungan nasib investasi
ke depan.

Untuk dapat menarik investor, kendala-kendala seperti itu harus pula
segera dicarikan solusinya. Jika tidak, maka berapa kali pun Indonesia
Infrastructure Summit digelar, jangan banyak berharap investor untuk
begitu saja menanamkan investasinya.

Harapannya, proyek Palapa Ring tidak bernasib sama dengan mega proyek
Nusantara-21 yang hingga kini tidak jelas, kalau tak mau dibilang gagal.

Heru Sutadi Pengamat Telematika

-- 
Selamat tahun baru Imlek 2556. Gong Xi Fat Choy!.


Visit our website at http://www.warnet2000.net 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/warnet2000/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke