Hello rekan Doedoeng,
Katanya sudah cease fire, kok masih terus?  Kalau begitu, saya terusin 
juga deh dikit lagi, mumpung kerjaan masih bisa disuruh nunggu.

>Bagaimana kalau saya mengatakan begini: Kepada para pejabat dan
>anggota DPR (dalam kasus korupsi, dalam konteks perintah dan
>larangan, berjilbab dan korupsi sama saja), untuk tidak menurut
>begitu saja (apalagi dengan ketakuatan) kepada segala perintah
>dan larangan penegak hukum atau yang mengaku sebagai pemerhati
>hukum. Keputusan untuk tidak korup, haruslah berdasar atas
>kemauan diri sendiri, bukan berdasarkan keinginan orang lain.
>Menurut saya malah kata sadar lebih tinggi kualitasnya dari
>mau, banyak orang yang mau melakukan sesuatu tapi tidak sadar
>apa akibatnya. BTW itu hanya sekedar interpretasi kata.

Lho, kalau hukum dan UU itu kan produk yang demokratis (teorinya), yang 
sekali disetujui dan diimplementasikan maka setiap orang yang berada 
diwilayah dimana hukum/UU itu berlaku harus tunduk kepadanya tanpa 
kecuali.  Jadi kata2 'mau' memang tidak cocok dipakai, melainkan kata2 
'wajib'.

Kalau jilbab ini memang agak susah, karena menurut keyakinan kaum muslim 
ini kan perintah Tuhan.  Jadi tanpa demokrasi2an segala, kalau sudah yang 
namanya perintah Tuhan ya musti dilaksanakan dong ya, sebagai wujud 
kesadaran sebagai kaum muslim.  Tapi, kan pada kenyataannya kaum muslim 
sendiri menginterpretasikan keharusan berjilbab itu macam2.  Lalu, sebagai 
manusia yang merdeka dan berakal budi, kita kan punya pilihan, yaitu 1) 
Good bye Islam, good by all those irrational rules, atau 2) Mengadopsi 
rasio kedalam keyakinan, yang wujud dari adopsi ini adalah misalnya sikap 
kita yang lebih mengutamakan integritas diri ketimbang penampilan luarnya 
saja.

>Agama (Islam) adalah produk Tuhan yang implementasinya
>berdasarkan respon manusia terhadap petunjuk-petunjuk agama
>tersebut dalam menghadapi fenomena kehidupan. Dengan demikian,
>seandainya dibuat dikotomi antara agama dan budaya. Maka dalam
>sudut pandang Islam, budaya adalah bagian dari agama.
>Jadi kalau, agama dianggap sebagai budaya, maka manifestasinya
>adalah "jilbab gaul", sholat pamer, haji riya dll. Atau malah
>membonsai agama sebagai sekelumit ritual di pojok mesjid dan
>musholla.

Ya, setuju, akibat sudut pandang yang berbeda maka kesimpulan yang 
diperolehpun bisa berbeda.  Alih2 sampai pada kesimpulan, untuk bisa 
melakukan diskusi aja macet.  Maka kalau kita ingin membahas suatu 
masalah, memang perlu sebelumnya disepakati terlebih dahulu platform yang 
mana yang akan dipakai.

Tapi kalau platformnya adalah Islam, karena kita membahas masalah jilbab 
ini kan dalam kerangka Islam, maka menurut saya lagi2 the choice is yours. 
 Seberapa kaku dan ketat kita  menginterpretasikan larangan2 dan perintah2 
agama Islam itu akhirnya kembali kepada keyakinan kita masing2.  Dan 
sebagai manusia yang beriman dan beradab, seyogyanyalah masalah dalam 
tidaknya keyakinan itu kita kembalikan kepada individu masing2 sebagai hak 
kemerdekaan hidup yang paling mendasar. 

Salam hangat,
HermanSyah XIV.





<[EMAIL PROTECTED]>
11/11/2003 05:53
Please respond to yonsatu

 
        To:     <[EMAIL PROTECTED]>
        cc: 
        Subject:        [yonsatu] Re: Komentar wanita pakai jilbab dari Utami!


AWW.

Saya ragu apakah benar para ulama "memaksa", saat ini Islam
bukan hukum positif di Indonesia, punya hak apa mereka memaksa?
Namun kalau menganjurkan, saya yakin mereka pasti akan
menganjurkan sebatas himbauan moral. Bedakan dengan kasus
polisi "memaksa" pengendara sepeda motor untuk mengenakan helm,
namun walaupun demikian banyak juga orang ga pake helm.

>
> Menurut saya sudah saatnya para ulama atau orang2 yang
> mengaku/diaku ulama  tidak lagi memaksa apalagi
> mengintimidasi pemakaian jilbab, karena ini  hanya akan
> memaintain sikap hidup munafik yang pak ABS sebut itu.


Tentang hal di bawah ini, saya mencoba mengambil hikmahnya dari
QS Al 'Alaq 96: 6 - 19.
Bagaimana kalau saya mengatakan begini: Kepada para pejabat dan
anggota DPR (dalam kasus korupsi, dalam konteks perintah dan
larangan, berjilbab dan korupsi sama saja), untuk tidak menurut
begitu saja (apalagi dengan ketakuatan) kepada segala perintah
dan larangan penegak hukum atau yang mengaku sebagai pemerhati
hukum. Keputusan untuk tidak korup, haruslah berdasar atas
kemauan diri sendiri, bukan berdasarkan keinginan orang lain.
Menurut saya malah kata sadar lebih tinggi kualitasnya dari
mau, banyak orang yang mau melakukan sesuatu tapi tidak sadar
apa akibatnya. BTW itu hanya sekedar interpretasi kata.
Wassalam. DZArifin.

> Sebaliknya sudah saatnya pula umat (dalam kasus jilbab ini
> kaum wanita),  untuk tidak menurut begitu saja (apalagi
> dengan ketakutan) kepada segala  perintah dan larangan para
> ulama atau orang yang mengaku ulama (untuk  memakai jilbab).
>  Keputusan memakai jilbab haruslah berdasarkan kemauan
> (saya tidak menyebutnya 'kesadaran', karena penggunaan kata
> ini bersifat  intimidatif) dari diri sendiri, bukan
> berdasarkan keinginan orang lain.
>
> Kenapa kita nggak coba kembali lagi menjadi negara yang
> nomor 3) diatas,  yaitu negara dimana Islam benar2 di
> implementasikan?
>
> Salam hangat,
> Hermansyah XIV.
>



___________________________________________________________
indomail - Your everyday mail - http://indomail.indo.net.id



--[YONSATU - 
ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>






--[YONSATU - ITB]----------------------------------------------------------
Online archive : <http://yonsatu.mahawarman.net>
Moderators     : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Unsubscribe    : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>
Vacation       : <mailto:[EMAIL PROTECTED]>


Kirim email ke